Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit jantung di Indonesia masih merupakan penyakit nomor satu yang
mendorong angka kematian cukup tinggi, akibat kurangnya pengetahuan masyarakat
mengenai bahaya penyakit tersebut. Saat ini, angka kejadian masuk ke rumah sakit
akibat Sindrom Koroner Akut (SKA) berupa Angina Pektoris Tidak Stabil (APTS)
maupun Infark Miokard Akut (IMA) semakin meningkat disertai dengan angka
mortalitas yang masih tinggi (Anderson et al., 2007). Data statistik American Heart
Association (AHA) 2008 melaporkan bahwa dalam tahun 2005, penderita yang
menjalani perawatan medis di Amerika Serikat akibat SKA hampir mencapai 1,5
juta orang. Laporan tersebut menyebutkan, kira-kira 1,1 juta orang (80%)
menunjukkan kasus APTS atau infark miokard tanpa elevasi ST (NSTEMI),
sedangkan 20% kasus tercatat menderita infark miokard dengan elevasi ST
(STEMI) (Kolansky, 2009).
Data epidemiologis pada tingkat nasional yaitu diantaranya, laporan studi
mortalitas tahun 2001 oleh Survei Kesehatan Nasional (SurKesNas, 2001 cit Jamal,
2004) menunjukkan bahwa penyebab utama kematian di Indonesia adalah penyakit
sistem sirkulasi (jantung dan pembuluh darah) sekitar 26,39%. Adapun berdasarkan
data rekam medis Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (Sulastomo., 2010),
penderita IMA yang berusia di bawah 45 tahun berjumlah 92 orang dari 962
penderita IMA (10,1%) pada tahun 2006 dan angka ini menjadi 10,7% yaitu 117
penderita IMA usia muda dari 1.096 seluruh penderita IMA pada tahun 2007.
Salah satu faktor risiko yang fundamental pada kejadian penyakit jantung
adalah kolesterol dan lemak dalam darah (Soeharto, 2004 & Jamal, 2004). Hampir
pada semua kasus penyakit jantung didapatkan plak aterosklerosis pada dinding
arteri akibat substansi ini. Komplikasi utama terbentuknya plak aterosklerosis
koroner adalah iskemia miokard (angina) dan infark miokard akibat insufisiensi
aliran darah koroner (Santoso & Setiawan, 2005).
Infark akut tanpa elevasi ST (NSTEMI) dapat terjadi akibat adanya
penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang
1
diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau
vasokonstriksi koroner, dengan presentasi gejala yang sering ditemukan adalah
Nyeri dada pada lokasi khas substernal atau kadang kala di epigastrium dengan ciri
seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh,
berat atau tertekan. Apabila tidak mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat
maka berbagai komplikasi dapat terjadi. Untuk itu, alangkah baiknya kita semua
memelihara kesehatan dengan diantaranya menciptakan gaya hidup yang sehat
dimulai dari diri sendiri. Dengan demikian diharapkan kita dapat terhindar dari
berbagi penyakit, diantaranya penyakit jantung.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Diperoleh pengalaman secara nyata alam merawat klien dengan infark
miokard akut tanpa elevasi ST (Non STEMI), diperoleh gambaran / informasi
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien Ny. P dengan penyakit Non
STEMI di ruang perawatan jantung lantai 2 RSPAD Gatot Soebroto Jakarta
Pusat.
2. Tujuan Khusus
Diharapkan mahasiswa mampu:
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan infark miokard akut tanpa
elevasi ST (Non STEMI)
b. Menentukan diagnosa keperawatan pada klien dengan infark miokard
akut tanpa elevasi ST (Non STEMI)
c. Merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan infark miokard
akut tanpa elevasi ST (Non STEMI)
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan infark miokard
akut tanpa elevasi ST (Non STEMI)
e. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada klien dengan infark
miokard akut tanpa elevasi ST (Non STEMI)
f. Mampu mengidentifikasikan kesenjangan antara teori dengan kasus
2
g. Mengidentifikasikan faktor-faktor pendukung, penghambat serta
solusinya.
C. Ruang Lingkup Masalah
Pada laporan kasus ini, pengambilan kasus ini dilakukan di ruang perawatan
Jantung lantai 2 RSPAD Gatot Soebroto pada Ny. P dengan diagnosa medis infark
miokard akut tanpa elevasi ST (Non STEMI), dari tanggal 10 Januari - 15 Januari
2011. Sumber dari laporan kasus diperoleh dari berbagai literatur yang berhubungan
dengan anatomi fisiologi dan potologi dari sistem kardiovaskuler serta melihat
langsung situasi pasien dengan menghubungkan teori dengan keadaan yang ada
pada pasien dengan infark miokard akut tanpa elevasi ST (Non STEMI).
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
4
disebut muskulus papilaris, ujungnya dihubungkan dengan tepi daun
katub atrioventrikuler oleh serat yang disebut korda tendinae.
a) Ventrikel kanan menerima darah dari atrium kanan dan
dipompakan ke paru melalui arteri pulmonalis
b) Ventrikel kiri menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan
keseluruh tubuh melalui aorta
Kedua ventrikel dipisahkan oleh sekat yang disebut septum ventrikel.
c) Katup Katup Jantung
• Katup atrioventrikuler
Terletak antara atrium dan ventrikel. Katup yang terletak
diantara atrium kanan dan ventrikel kanan mempunyai 3 buah
daun katup ( trikuspid). Sedangkan katup yang terletak
diantara atrium kiri dan ventrikel kiri mempunyai dua buah
daun katup (Mitral). Memungkinkan darah mengalir dari
atrium ke ventrikel pada fase diastole dan mencegah aliran
balik pada fase sistolik.
• Katup Semilunar
Katup Pulmonal terletak pada arteri pulmonalis dan
memisahkan pembuluh ini dari ventrikel kanan.
• Katup Aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta.
Kedua katup ini mempunyai bentuk yang sama terdiri dari 3
buah daun katup yang simetris. Dan katup ini memungkinkan
darah mengalir dari masing-masing ventrikel ke arteri selama
sistole dan mencegah aliran balik pada waktu diastole.
Pembukaan katup terjadi pada waktu masing-masing
ventrikel berkontraksi, dimana tekanan ventrikel lebih tinggi
dari tekanan didalam pembuluh darah arteri.
d) Pembuluh Darah Koroner
• Arteri
Dibagi menjadi dua :
5
Left Coronary Arteri (LCA) : left main kemudian
bercabang besar menjadi: left anterior decending
arteri(LAD), left circumplex arteri (LCX)
Right Coronary Arter
• Vena: vena tebesian, vena kardiaka anterior, dan sinus
koronarius.
6
• Rangsang sistem syaraf simpatis
B. Fisiologi Jantung
Jantung merupakan organ utama dalam system kardiovaskuler. Jantung dibentuk
oleh organ-organ muscular, apex dan basis cordis, atrium kanan dan kiri serta
ventrikel kanan dan kiri. Ukuran jantung kira-kira panjang 12 cm, lebar 8-9 cm
seta tebal kira-kira 6 cm.
Berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200 sampai 425 gram dan sedikit lebih besar
dari kepalan tangan. Setiap harinya jantung berdetak 100.000 kali dan dalam
masa periode itu jantung memompa 2000 galon darah atau setara dengan 7.571
liter darah.
Posisi jantung terletak diantar kedua paru dan berada ditengah tengah dada,
bertumpu pada diaphragma thoracis dan berada kira-kira 5 cm diatas processus
xiphoideus.
Pada tepi kanan cranial berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa III
dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Pada tepi kanan caudal berada pada tepi
cranialis pars cartilaginis costa VI dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Tepi
kiri cranial jantung berada pada tepi caudal pars cartilaginis costa II sinistra di
tepi lateral sternum, tepi kiri caudal berada pada ruang intercostalis 5, kira-kira 9
cm di kiri linea medioclavicularis.
Selaput yang membungkus jantung disebut pericardium dimana teridiri antara
lapisan fibrosa dan serosa, dalam cavum pericardii berisi 50 cc yang berfungsi
sebagai pelumas agar tidak ada gesekan antara pericardium dan epicardium.
Epicardium adalah lapisan paling luar dari jantung, lapisan berikutnya adalah
lapisan miokardium dimana lapisan ini adalah lapisan yang paling tebal. Lapisan
terakhir adalah lapisan endocardium.
Ada 4 ruangan dalam jantung dimana dua dari ruang itu disebut atrium dan
sisanya adalah ventrikel. Pada orang awan atrium dikenal dengan serambi dan
ventrikel dikenal dengan bilik.
Fungsi utama jantung adalah memompa darh ke seluruh tubuh dimana pada saat
memompa jantung otot-otot jantung (miokardium) yang bergerak. Selain itu otot
jantung juga mempunyai kemampuan untuk menimmbulkan rangsangan listrik.
7
Kedua atrium merupakan ruang dengan dinding otot yang tipis karena
rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh atrium. Sebaliknya ventrikel
mempunyai dinding otot yang tebal terutama ventrikel kiri yang mempunyai
lapisan tiga kali lebih tebal dari ventrikel kanan.
Aktifitas kontraksi jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh selalu
didahului oleh aktifitas listrik. Aktifitas listrik inidimulai pada nodus sinoatrial
(nodus SA) yang terletak pada celah antara vena cava suiperior dan atrium
kanan. Pada nodus SA mengawali gelombang depolarisasi secara spontan
sehingga menyebabkan timbulnya potensial aksi yang disebarkan melalui sel-sel
otot atrium, nodus atrioventrikuler (nodus AV), berkas His, serabut Purkinje dan
akhirnya ke seluruh otot ventrikel. Oleh karena itu jantung tidak pernah istirahat
untuk berkontraksi demi memenuhi kebutuhan tubuh, maka jantung
membutuhkan lebih banyak darah dibandingkan dengan organ lain. Aliran darah
untuk jantung diperoleh dari arteri koroner kanan dan kiri. Kedua arteri koroner
ini keluar dari aorta kira-kira ½ inchi diatas katup aorta dan berjalan
dipermukaan pericardium. Lalu bercabang menjadi arteriol dan kapiler ke dalam
dinding ventrikel. Sesudah terjadi pertukaran O2 dan CO2 di kapiler , aliran
vena dari ventrikel dibawa melalui vena koroner dan langsung masuk ke atrium
kanan dimana aliran darah vena dari seluruh tubuh akan bermuara.
Sirkulasi darah ditubuh ada 2 yaitu sirkulasi paru dan sirkulasi sistemis.
Sirkulasi paru mulai dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis, arteri besar dan
kecil, kapiler lalu masuk ke paru, setelah dari paru keluar melalui vena kecil,
vena pulmonalis dan akhirnya kembali ke atrium kiri. Sirkulasi ini mempunyai
tekanan yang rendah kira-kira 15-20 mmHg pada arteri pulmonalis.
Sirkulasi sistemis dimulai dari ventrikel kiri ke aorta lalu arteri besar, arteri
kecil, arteriole lalu ke seluruh tubuh lalu ke venule, vena kecil, vena besar, vena
cava inferior, vena cava superior akhirnya kembali ke atrium kanan
Sirkulasi sistemik mempunyai fungsi khusus sebagai sumber tekanan yang
tinggi dan membawa oksigen ke jaringan yang membutuhkan. Pada kapiler
terjadin pertukaran O2 dan CO2 dimana pada sirkulasi sistemis O2 keluar dan
8
CO2 masuk dalam kapiler sedangkan pada sirkulasi paru O2 masuk dan CO2
keluar dari kapiler.
Volume darah pada setiap komponen sirkulasi berbeda-beda. 84% dari volume
darah dalam tubuh terdapat pada sirkulasi sistemik, dimana 64% pada vena, 13%
pada arteri dan 7 % pada arteriol dan kapiler.
9
Umumnya jantung berkontraksi secara ritmik sekitar 70 sampai 90 denyut
per menit pada orang dewasa dalam keadaan istirahat. Kontraksi ritmik
berasal secara spontan darisistem konduksi dan impulsnya menyebar ke
berbagai bagian jantung; awalnya atrium berkontraksi bersama-sama dan
kemudian diikuti oleh kontraksi ke dua ventrikel secara bersama-sama.
Sedikit penundaan penghantaran impuls dari atrium ke ventrikel
memungkinkan atrium mengosongkan isinya ke dalam ventrikel sebelum
ventrikel berkontraksi.
Sistem konduksi jantung terdiri atas otot jantung khusus yang terdapat pada
nodus sinuatrialis, nodus atrioventricularis, fasciculus atrioventricularis
beserta dengancrus dextrum dan crus sinistrumnya, dan plexus jantung yang
membentuk sistem konduksi jantung dikenal sebagai serabut purkinje.
a. Nodus Sinuatrialis
Nodus Sinuatrialis terletak pada dinding atrium dextrum di bagian atas
sulcus terminalis, tepat di sebelah kanan muara vena cava superior. Dan
Nodus ini merupakan asal impuls ritmik elektronik yang secara spontan
disebarkan ke seluruh otot-otot jantung atrium dan menyebabkan otot-otot
ini berkontraksi.
b. Nodus atrioventricularis
Nodus atrioventricularis terletak pada bagian bawah septum ineratriale
tepat di atas tempat perlekatan cuspis septalis valva tricuspinalis. Dari
sini, impuls jantung dikirim ke ventrikel oleh fasciculus atriovenricularis.
Nodus atrioventricularis distimulari oleh gelombang eksitasi pada waktu
gelombang ini melalui myocardium atrium.
Kecepatan konduksi impuls jantung melalui nodus atriovenricularis
( sekitar 0,11 detik) memberikan waktu yang cukup untuk atrium
mengosongkan darahnya ke dalam ventrikel sebelum ventrikel mulai
berkontraksi.
c. Fasciculus Atrioventricularis
Fasciculus atrioventricularis (berkas dari His) merupakan satu-satunya
jalur serabut otot jantung yang menghubungkan myocardium atrium
10
dan myocadium ventriculus, oleh karena itu fasciculus ini merupakan
satu-satunya jalan yang dipergunakan oleh impuls jantung dari atrium
ke ventrikel. Fasciculus ini berjalan turun melalui rangka fibrosa
jantung.
Fasciculus atrioventricularis kemudian berjalan turun di belakang
cuspis septalis valva tricuspidalis untuk mencapai pinggir inferior pars
membranacea septum interventriculare. Pada pinggir pars muscularis
septum, fasciculs ini terbelah menjadi dua cabang, satu cabang untuk
setiap ventrikel. Cabang berkas kanan berjalan turun pada sisi kanan
septum interventriculare untuk mencapai trabecula septomarginalis,
tempat cabang ini menyilang dinding anterior ventriculus dexter. Di
sini cabang tersebut melanjut sebagai serabut-serabut plexus purkinje.
Cabang berkas kiri menembus septum dan berjalan turun pada sisi kiri
di bawah endocardium. Biasanya cabang ini bercabang dua ( anterior
dan posterior), yang akhirnya melanjutkan diri sebagai serabut-serabut
plexus Purkinje ventriculus sinister.
Jadi terlihat bahwa sistem konduksi jantung bertanggung jawab tidak
hanya untuk pembentukkan impuls jantung tetapi untuk penghantaran
impuls ini dengan cepat ke selurh myocardium jantung, sehingga
ruang-ruang jantung berkontraksi secara terkoordinasi dan efisien.
Aktivitas sistem konduksi/ penghantar dapat dipengaruhi oleh saraf
otonom yang menyarafi jantung. Saraf parasimpatis memperlambat
irama dan mengunakan kecepatan penghantaran impuls; saraf simpatis
mempunyai efek yang berlawanan
d. Jalur konduksi internodus
Impuls dari nodus sinuatrialis kenyataanya berjalan ke nodus
atrioventricularis lebih cepat daripada kesanggupannya berjalan
sepanjang myocardium melalui jalan yang seharusnya. Fenomena ini
dijelaskan dengan adanya jalur-jalur khusus di dalam dinding atrium,
yang terdiri atas struktur campuran antara serabut-serabut Purkinje dan
sel-sel otot jatung. Jalur Internodus anterior meninggalkan ujung
11
anterior nodus sinuatrialis dan berjalan ke anterior menuju ke muara
vena cava superior. Jalur ini berjalan turun pada septum atrium dan
berakhir pada nodus atrioventricularis. Jalur Internodus medius
meninggalkan ujung posterior nodus sinoatrialis dan berjalan ke
posterior menuju muara vena cava superior. Jalur ini turun ke tricularis.
Jalur internodus posterior meninggalkan bagian posterior nodus
sinuatrialis dan turun melalui crista terminalis dan valva vena cava
inferior menuju ke nodus atrioventricularis.
e. Suplai darah untuk sistem konduksi
Nodus sinoatrialis biasanya diperdarahi oleh arteriaconoria dextra
tetapi kadang-kadang pleh arteri conoria sinistra. Nodus dan fasciculus
atrioventricularis diperdarahi oleh arteri conoria dextra. Cabang berkas
kanan fasciculus atrioventricularis diperdarahi oleh arteri conoria
sinistra; cabnag berkas kiri fasciculus atrioventricularis diperdarahi
oleh arteri conoria sinistra dan arteri conoria dextra.
f. Persarafan pada jantung
Jantung dipersarafi oleh serabut simpatisdan parasimpatis susunan
saraf otonom melalui plexus cardiacus yang terletak di bawah arcus
aortae. Saraf simpatis berasal dari bagian cervicale dan thoracale
bagian atas truncus symphaticus, dan persarafan parasimpatis berasal
dari nervus vagus.
Serabut-serabut postganglionik simpatis berakhir di nodus sinuatrialis
dan nodus atrioventricularis, serabut-serabut otot jantung, dan arteriae
conoriae. Perangsangan serabut-serabut saraf ini menghasilkan
akselerasi jantung, meningkatnyadaya kontraksi otot jantung, dan
dilatasi arteriae conoriae.
Serabut-serabut postganglionik parasimpatis berakhir pada nodus
sinuatrialis, nodus atrioventricularis dan ateriae cononariae.
Perangsangan saraf parasimpatis dapat mengakibatkan berkurangnya
denyut dan daya kontraksi jantung dan konstriksi arteriae cononariae.
12
Serabut-serabut aferen yang berjalan bersama saraf simpatis membawa
impuls saraf yang biasanya tidak dapat disadari. Akan tetapi, bila
suplai darah ke myocardium terganggu, impuls rasa nyeri dirasakan
melalui lintasan tersebut. Serabut-serabut aferen yang berjalan bersama
nervus vagus mengambil bagian dalam refleks kardiovaskular.
g. Cara kerja jantung
Jantung merupakan kerja muskular. Serangkaian perubahan yang
terjadi di dalam jantung pada saat pengisian darah dan pengosongan
darah disebut sebagai Siklus Jantung. Jantung normal berdeyut sekitar
70 sampai 90 kali permenit pada orang dewasa yang sedang istirahat
dan sekitar 130 sampai 150 kali per menit pada anak yang baru lahir.
Darah secara terus menerus kembali ke jantung, dan selam sistolik
ventrikel (kontraksi), saat valva atrioventricularis tertutup, darah untuk
sementara di tampung dalam vena-vena besar dan atrium. Bila
ventrikel mengalami diastolik (relaksasi), valva atrioventricularis
membuka, dan darah secara psif mengalir dari atrium ke ventrikel.
Waktu ventrikel hampir penuh, terjadi sistolik atrium dan memaksa
sisa darah dalam atrium masuk kedalam ventrikel.Nodus sinuatrialis
memulai gelombang kontraksi pada atrium, Yang dimulai sekitar
muara-muara vena-vena besardan ”memeras” darah ke ventrikel.
Dengan cara ini tidak terdapat refluks darah ke dalam vena.
Impuls jantung yang telah mencapai nodus atrioventricularis diteruskan
ke musculi papillares melalui fasciculus atrioventricularis dan cabang-
cabangnya. Musculi papillares lalu mulai berkontraksi dan
memendekkan chordae tendineae yangnkendur. Sementara itu,
ventrikel mulai berkontraksi dan valva atrioventricularis menutup.
Penyebaran impuls jantung sepanjang fasciculus atrioventricularis dan
cabang-cabang terminalnya, terjadi myocardium terjadi hampir
bersamaan waktunya di seluruh ventrikel.
Bila tekanan darah intraventrikular melebihi tekanan di dalam arteri-
arteri besar (aorta dan truncus pulmonalis), cuspis valvula semilunaris
13
terdorong ke samping dan darah dikeluarkan dari jantung. Pada akhir
sistolik ventrikel, darah mulai bergerak kembali ventrikel dan dengan
segera mengisi kantong-kantong valvula semilunaris. Cuspis terletak
dalam keadaan aposisi dan menutupi ostium aortae dan pulmonalis
dengan sempurna.
14
a. Adanya timbunan-lemak (aterosklerosis) dalam pembuluh darah akibat
konsumsi kolesterol tinggi.
b. Sumbatan (trombosis) oleh sel beku darah (trombus).
c. Vasokonstriksi atau penyempitan pembuluh darah akibat kejang yang terus
menerus.
d. Infeksi pada pembuluh darah.
Wasid (2007) menambahkan mulai terjadinya Sindrom Koroner Akut (SKA)
dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni:
a Aktivitas/latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan)
b Stress emosi, terkejut
c Udara dingin, keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan
aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung
meningkat, dan kontraktilitas jantung meningkat.
15
(IMA) dan mempunyai nilai prognostic. Pada 15% pasien IMA didapatkan kenaikan
CRP meskipun troponin-T negatif. Endotelium mempunyai peranan homeostasis
vaskular yang memproduksi berbagai zat vasokonstriktor maupun vasodilator lokal.
Jika mengalami aterosklerosis maka segera terjadi disfungsi endotel (bahkan
sebelum terjadinya plak). Disfungsi endotel ini dapat disebabkan meningkatnya
inaktivasi nitrit oksid (NO) oleh beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine
oxidase, NADH/ NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase),
dan endothelial cell Nitric Oxide Synthase (eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap
dapat terjadi pada hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi,
dan gagal jantung. Diduga masih ada beberapa enzim yang terlibat dalam produk
radikal pada dinding pembuluh darah, misalnya lipooxygenases dan P450-
monooxygenases. Angiotensin II juga merupakan aktivator NADPH oxidase yang
poten. Ia dapat meningkatkan inflamasi dinding pembuluh darah melalui
pengerahan makrofage yang menghasilkan monocyte chemoattractan protein-1 dari
dinding pembuluh darah sebagai aterogenesis yang esensial.
c. Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri koroner akibat disfungsi
endotel ringan dekat lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada keadaan disfungsi
endotel, faktor konstriktor lebih dominan (yakni endotelin-1, tromboksan A2, dan
prostaglandin H2) daripada faktor relaksator (yakni nitrit oksid dan prostasiklin).
Nitrit Oksid secara langsung menghambat proliferasi sel otot polos dan migrasi,
adesi leukosit ke endotel, serta agregasi platelet dan sebagai proatherogenic. Melalui
efek melawan, TXA2 juga menghambat agregasi platelet dan menurunkan
kontraktilitas miokard, dilatasi koroner, menekan fibrilasi ventrikel, dan luasnya
infark. Sindrom koroner akut yang diteliti secara angiografi 60—70% menunjukkan
obstruksi plak aterosklerosis yang ringan sampai dengan moderat, dan terjadi
disrupsi plak karena beberapa hal, yakni tipis - tebalnya fibrous cap yang menutupi
inti lemak, adanya inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik stress mekanik. Adapun
mulai terjadinya sindrom koroner akut, khususnya IMA, dipengaruhi oleh beberapa
keadaan, yakni aktivitas/ latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan), stress
emosi, terkejut, udara dingin, waktu dari suatu siklus harian (pagi hari), dan hari dari
suatu mingguan (Senin). Keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan
16
peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar
jantung meningkat, kontraktilitas jantung meningkat, dan aliran koroner juga
meningkat. Dari mekanisme inilah beta blocker mendapat tempat sebagai
pencegahan dan terapi.
17
Aterosklerosis Factor pencetus :
Hiperkolesterolemia
Dm
Rupture Plaque Merokok
Ht
Usia lanjut
Aktifasi factor Kegemukan
pembekuan dan platelet
Factor X Factor Xa
Proses inflamasi
SKA
Aktivasi :
Makrofag, proteinaseas, sel T
limfosit, sitokin
Destabilitas plaque
MK : Gangguan pola
MK : Gangguan rasa MK : Resiko gangguan keseimbangan
nafas
nyaman : nyeri elektrolit:
hipokalemi
18
ST Elevasi Miokard Infark
A. Pengertian
Secara klinis infark akut tanpa elevasi ST (NSTEMI) sangat mirip
dengan angina tidak stabil. Hal yang membedakan adalah adanya enzym petanda
jantung yang positif. Pada NSTEMI pembuluh darah terlibat tidak mengalami
oklusi total/ oklusi tidak total (patency), sehingga dibutuhkan stabilisasi plak
untuk mencegah progresi, trombosis dan vasokonstriksi.
B. Patofiologi
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner.
NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau vasokonstriksi koroner. Trombosis
akut pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak
yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot
polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang
tinggi. Inti lemak yang yang cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester
kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur
plak dapat dijumpai sel makrofag dan limposit T yang menunjukkan adanya
proses imflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan sel sitokin proinflamasi seperti
TNF , dan IL-6. Selanjutnya IL-6 akan merangsang pengeluaran hsCRP di hati
(Sudoyo Aru W, 2006).
C. Manifestasi Klinis
Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang kala di
epigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan
terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala
yang sering ditemukan pada NSTEMI. Analisis berdasarkan gambaran klinis
menunjukkan bahwa mereka yang memiliki gejala dengan onset baru
angina/terakselerasi memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan yang
memiliki nyeri pada waktu istirahat. Walaupun gejala khas rasa tidak enak di
dada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas
seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu
19
atas atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien
berusia lebih dari 65 tahun.
Pada pemeriksaan Elektro Kardiogram (EKG)
Segmen ST merupakan hal penting yang menentukan risiko pada pasien.
Pada Trombolysis in Myocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST
baru sebanyak 0,05 mV merupakan prediktor outcome yang buruk. Kaul et al.
menunjukkan peningkatan resiko outcome yang buruk meningkat secara
progresif dengan memberatnya depresi segmen ST.
Pemeriksaan Laboratorium
Troponin T atau Troponin I merupakan pertanda nekrosis miokard lebih
spesifik dari pada CPK dan CKMB. Pada pasien IMA, peningkatan Troponin
pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2 minggu.
Stratifikasi Resiko
Penilaian klinis dan EKG, keduanya merupakan pusat utama dalam
pengenalan dan penilaian risiko NSTEMI. Jika ditemukan resiko tinggi, maka
keadaan ini memerlukan terapi awal yang segera. Karena NSTEMI merupakan
penyakit yang heterogen dengan subgrup yang berbeda, maka terdapat keluaran
tambahan yang berbeda pula. Penatalaksanaan sebaiknya terkait pada faktor
resikonya,
Skor Resiko
Insiden keluaran yang buruk (kematian, (re) infark miokard, atau iskemia
berat rekuren) pada 14 hari berkisar antara 5% dengan risiko 0-1, sampai 41%
dengan skor risiko 6-7. Skor resiko ini berasal dari analisis pasien-pasien pada
penelitian TIMI IIB dan telah divalidasi pada empat penelitian tambahan dan
satu registry, terdapat banyak bukti yang menunjukkan disfungsi ginjal
berhubungan dengan peningkatan resiko keluaran yang buruk. Beberapa
penelitian seperti Platelet Receptor Inhibition Ischemic Syndrome Management
in Patien Limited by Unstable Sign and Symptom (PRISM-PLUS). Treat Angina
with Aggrastat and Determine Cost of Therapy with invasive or Conservative
Strategy (TACTICS)-TIMI 18, DAN Global Use Strategies to Open Ocluded
Coronary Arteries (GUSTO) IV-ACS, kesemunya menunjukkan pasien-pasien
20
dengan kadar klirens kreatinin yang lebih rendah memiliki gambaran resiko
yang lebih besar dan keluaran yang kurang baik. Walaupun strategi invasive
banyak bermanfaat pada pasien disfungsi ginjal, namaun memiliki resiko
perdarahan lebih banyak. Karena “molekul kecil” inhibitor GP IIb/IIIa dan
LMWH diekskresikan lewat ginjal (Sudoyo Aru W, 2006).
Newby et al. mendemonstrasikan bahwa strategi bedside menggunakan
mioglobin, creatinin kinase MB dan Troponin I memberikan stratifikasi risiko
yang lebih akurat dibandingkan jika menggunakan petanda tunggal berbasis
laboratorium. Sabatin et al. Mempertimbangkan 3 faktor patofisiologi yang
terjadi pada UA /NSTEMI yaitu:
• Ketidaksetabilan plak dan nekrosis otot yang terjadi akibat
mikroembolisasi.
• Inflamasi vaskuler.
• Kerusakan ventrikel kiri
Masing-masing dapat dinilai secara independen berdasarkan penilaian
terhadap petanda-petanda seperti cardiac-spesific troponin. C-reactive protein
dan brain natriuretic peptide, berturut-turut. Pada penelitian TACTICS-TIMI
18, dimana resiko relative, mortalitas 30 hari pasien dengan bio marker 0, 1, 2,
dan 3 semakin meningkat berkali lipat 1,2. 1,5. 7, dan 13,0 berturut-turut.
Pendekatan petanda laboratorium sebaiknya tidak digunakan sendiri-sendiri tapi
seharusnya dapat memperjelas penemuan klinis.
D. Penatalaksanaan
Harus Istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG guna
pemantauan segmen ST dan irama jantung.
Empat komponen utama terapi yang harus dipertimbangkan pada setiap
pasien NSTEMI yaitu:
• Terapi antiiskemia
• Terapi anti platelet/antikoagulan
• Terapi invasive (kateterisasi dini/revaskularisasi),
• Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sudah perawatan RS.
21
E. Terapi
1. Terapi Antiiskemia
- Nitrat ( ISDN )
- Penyekat Beta
Obat Selektivitas Aktivitas AgonisDosis umum untuk
Parsial Angina
Propranolol Tidak Tidak 20-80mg 2 kali sehari
Metoprolol Beta 1 Tidak 50-200mg 2 kali sehari
Atenolol Beta 1 Tidak 50-200mg/hari
Nadolol Tidak Tidak 40-80mg/hari
Timolol Tidak Tidak 10mg 2 kali sehari
Asebutolol Beta 1 Ya 200-600mg 2 kali sehari
Betaksolol Beta 1 Tidak 10-20mg/hari
Bisoprolol Beta 1 Tidak 10mg/hari
Esmolol (intravena) Beta 1 Tidak 50-300mcg/kg/menit
Labetalol Tidak Ya 200-600mg 2 kali sehari
Pindolol Tidak Ya 2,5-7,5mg 3 kali sehari
2. Terapi Antitrombotik
- Antitrombotik (Streptokinase, Urokinase, rt-PA)
3. Terapi Antiplatelet
- Antiplatelet (Aspirin, Klopidogrel, Antagonis Platelet GP
IIb/IIIa)
4. Terapi Antikoagulan
- LMWH (low Molekuler weight Heparin)
5. Strategi Invasif dini vs Konservasif dini
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk membandingkan strategi
invasif dini (arteriografi koroner dini dilanjutkan dengan revaskularisasi
sebagaimana diindikasikan oleh temuan arteriografi) dengan strategi
konservatif dini (kateterisasi dan jika diindikasikan revaskulaisasi, hanya
pada yang mengalami kegagalan terhadap terapi oral/obat-obatan).
22
Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian:
1) Identitas klien (umumnya jenis kelamin laki-laki dan usia > 50 tahun)
2) Keluhan (nyeri dada, Klien mengeluh nyeri ketika beristirahat , terasa
panas, di dada retro sternal menyebar ke lengan kiri dan punggung kiri,
skala nyeri 8 (skala 1-10), nyeri berlangsung ± 10 menit)
3) Riwayat penyakit sekarang (Klien mengeluh nyeri ketika beristirahat ,
terasa panas, di dada retro sternal menyebar ke lengan kiri dan punggung
kiri, skala nyeri 8 (skala 1-10), nyeri berlangsung ± 10 menit)
4) Riwayat penyakit sebelumnya (DM, hipertensi, kebiasaan merokok,
pekerjaan, stress), dan Riwayat penyakit keluarga (jantung, DM,
hipertensi, ginjal).
b. Pemeriksaan Penunjang:
1) Perubahan EKG (berupa gambaran STEMI/ NSTEMI dengan atau tanpa
gelombang Q patologik)
2) Enzim jantung (meningkat paling sedikit 1,5 kali nilai batas atas normal,
terutama CKMB dan troponin-T /I, dimana troponin lebih spesifik untuk
nekrosis miokard. Nilai normal troponin ialah 0,1--0,2 ng/dl, dan dianggap
positif bila > 0,2 ng/dl).
c. Pemeriksaan Fisik
1) dispneu (+), diberikan O2 tambahan
2) suara jantung murmur (+), chest pain (+), crt 2 dtk, akral dingin
3) pupil isokor, reflek cahaya (+), reflek fisiologis (+)
4) oliguri
5) penurunan nafsu makan, mual (-), muntah (-)
d. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan
1) Chest Pain b.d. penurunan suplay oksigen ke miokard sekunder terhadap
IMA
Tujuan :
Klien dapat beradaptasi dengan nyeri setelah mendapat perawatan 1x24
jam
23
Nyeri berkurang setelah intervensi selama 10 menit
Kriteria hasil :
• Skala nyeri berkurang
• Klien mengatakan keluhan nyeri berkurang
• Klien tampak lebih tenang
Intervensi
1. Anjurkan klien untuk istirahat
(R: relaksasi napas dalam adalah salah satu teknik relaks dan distraksi,
kondisi relaks akan menstimulus hormon endorfin yang memicu mood
ketenangan bagi klien)
3. Kolaborasi analgesik ASA 1 x 100 mg
Intervensi
24
1. Berikan posisi kepala (> tinggi dari ekstrimitas)
(R: posisi kepala lebih tinggi dari ekstremitas (30 o) memperlancar aliran
darah balik ke jantung, sehingga menghindari bendungan vena jugular,
dan beban jantung tidak bertambah berat)
2. Motivasi klien untuk istirahat (bed rest)
http://rasidnurse.blogspot.com/2010/10/nstemi.html
25
BAB III
TINJAUAN KASUS
1. PENGKAJIAN
A. Informasi data
Identitas pasien
Nama : Ny.P
Tgl Lahir : 25 Desember 1947
Umur : 65 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jln.Sunter Jakut
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Suku : Sunda
Pekerjaan : PNS Depatemen Pertahanan
Tanggal masuk RS : 9 Januari 2011
Tanggal pengkajian : 9 Januari 2011
Sumber Informasi : Klien, keluarga klien, perawat ruangan, dan rekam medis
26
6. Diagnosa Medis : Non ST Elevasi Mikard Infark (NSTEMI) tanggal 9
Januari 2011
27
b. Pola Eliminasi
Buang air besar
1) Frekuensi 1 x /hari 2 hari sekali
2) Waktu Pagi atau sore Pagi
3) Warna Kuning Kuning
4) Konsistensi Lunak Lunak
Buang Air Kecil
1) Frekuensi 5-6 x sehari Terpasang Chateter
2) Warn Kuning Kuning
c.Tidur-istirahat
1) Waktu tidur Jam 21.00-04.00 Tak tentu/
sering terbangun
di malam hari.
2) Lama tidur/hari ± 6-7 jam/hari Tidak tentu ± 5-6
jam/hari.
3) Kebiasaan Tidak ada Tidak ada
pengantar tidur
4) Kebiasaan saat Tidak ada Tidak ada
ini Tidak ada Merasa tidak
5) Kesulitan dalam puas setelah
hal tidur bangun
tidur,tidur kurang
nyenyak
28
d. Aktivitas
1) Olahraga Jenis Jarang berolah raga,jalan Tidak ada
santai
2) Frekuensi 1-2 x seminggu Tidak ada
3) Kegiatan waktu luang Menonton TV Mengobrol dengan
keluarga yang menemani.
4) Pola bekerja
Jenis pekerjaan Tidak bekerja,Ibu rumah Tidak ada
tangga
Jumlah pekerjaan Pagi hingga malam Tidak ada
Jadwal kerja Setiap hari Tidak ada
E. Riwayat Keluarga
Genogram
Klien
29
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
Klien anak ke 6 dari 9 bersaudara. klien mempunyai anak perempuan umur 9
tahun.
F. Riwayat Lingkungan :
Kebersihan : lingkungan selalu bersih karena sering dibersihkan
Bahaya : Jauh dari bahaya seperti pabrik,jalan raya,airport,rel kereta api.
Polusi : Jauh dari polusi karena tinggal diperumahan
G. Aspek Psikososial
a) Pola sensori dan kognitif
Sensori : Tidak ada gangguan sensori
Daya penciuman : Penciuman baik, mampu membedakan wangi
minak kayu putih, balsam, dan teh
Daya rasa : Tidak ada gangguan perasa, mampu
menyabutkan rasa pahit dan manis
Daya raba : Tidak ada gangguan perabaan, mampu
membedakan benda tajam atau tumpul
Daya pendengaran : Mampu mendengar dengan baik
Daya penglihatan : Kurang baik, mengeluh sedikit rabun
Kognitif : Tidak ada gangguan pada kognitif
b) Persepsi
Hal yang dipikirkan saat ini : Menginginkan cepat sembuh dan akan
merubah pola hidup yang lebih baik.
Harapan setelah menjalani perawatan : Penyakit yang diderita saat ini tidak
terulang kembali.
c) Perubahan yang dirasa setelah sakit : Merasa mengalami perubahan
dalam aktivitas
d) Hubungan / komunikasi :
30
1) Bicara : jelas, relevan, mampu mengepresikan, mampu mengerti
pembicaraan orang lain.
2) Tempat : klien tinggal dengan suami dan anaknya.
3) Pembuatan keputusan dalam keluarga : keputusan diambil secara
musyawarah dengan keluarga.
e) Kesulitan dalam keluarga
Tidak ada masalah dalam hubungan dengan orang tua, sanak keluarga, dan
hubungan perkawinan
f) Pertahanan Koping
Pertahanan diri dalam menghadapi masalah biasanya klien meminta
bantuan pada suami,anak, dan saudara terdekat klien.
g) Sistem nilai Kepercayaan
1) Siapa atau sumber kekuatan
Allah dan Keluarga
2) Apakah Tuhan, agama, kepercayaan penting untuk anda: ya
3) Kegiatan agama atau kepercayaan yang dilakukan (macam dan
frekuensi)
Sebutkan : Sholat 5 waktu, mengaji.
4) Kegiatan agama atau kepercayaan yang ingin dilakukan selama di
Rumah Sakit
Sebutkan : Melakukan sholat
H. Pemeriksaan Fisik
1. Status kesehatan umum
Keadaan penyakit sedang,Klien dari ICU sehingga butuh perawatan
continue, kesadaran composmentis, suara bicara jelas, tekanan darah 160/80
mmHg, suhu tubuh 37,5 ºC, pernapasan 22 x/menit, nadi 92 x/menit
(regular), GCS E6 V5 M4.
2. Sistem integument
31
Tidak tampak ikterus, permukaan kulit tidak kering, tekstur tidak kasar,
rambut hitam dan bersih , tidak botak, perubahan warna kulit tidak ada,
dekubitus tidak ada.
3. Kepala
Bentuk : Normocephal, simetris, benjolan tidak ada, pusing dan sakit kepala,
lesi tidak ada.
4. Muka
Simetris, wajah tampak pucat, lesi tidak ada.
5. Mata
Alis mata, kelopak mata normal,
Konjungtiva : ananemis
Pupil : isokor
Sclera : anikterik
Reflek cahaya : +/+
Fungsi Penglihatan : Baik
Klien menggunakan kaca mata (+)1
Tidak pernah di operasi mata
6. Telinga
Sekret(-),serumen(-),benda asing(-),lesi(-),alat bantu pendengaran(-),Nyeri(-)
7. Hidung
Sekret tidak ada, pernafasan cuping hidung tidak ada, tidak ada alergi,
pernah mengalami flu tapi tidak sering, tidak ada sinusitis atau epistaksis.
8. Mulut dan faring
Bau mulut tidak ada, gigi berlubang, tidak ada kesulitan menelan, tidak ada
gangguan bicara, gigi palsu tidak ada.
9. Paru-paru (Pernapasan)
Gerakan simetris, suara napas vesikuler, tidak ada sputum, tidak ada batuk,
tidak ada batuk darah, sesak napas.
10. Jantung (sirkulasi)
a. Nadi perifer : normal, teraba kuat, reguller
b. Suara jantung : S1, S2, gallop (-), mumur (-).
32
c. Capillary refill : 2 detik .
d. Distensi vena Jugularis : tidak ada distensi
e. Edema : tidak ada
f. Palpitasi : tidak ada
g. Clubbing : tidak ada
h. Keadaan Ekstremitas : akral hangat, tidak ada edema
11. Abdomen
Supel, datar, bising usus 6 x/menit, tidak ada benjolan, nyeri tekan tidak
ada, perabaan massa tidak ada, hepatomegali tidak ada, asites ( - ).
12. Status neurologi
a. Tingkat kesadaran : Compos mentis
b. Riwayat epilepsi/kejang : tidak ada
13. Refleks : patella +/+, achiles +/+, biseps +/
+.
14. Kekuatan Menggenggam 5555 5555
5555 5555
33
Hb 15,3 13-18/dL
Ht 46,2 40-52 %
Leukosit 10.900 4800-10800/UL
Eritrosit 5.11 4,3-6,0 juta/UL
Trombosit 318.000 150.000-400.000/UL
SGOT 22
SGPT 14
MCV 91 80-96 fl
MCH 29,9 27-32 pg
MCHC 33,1 32-36 g/dL
d. Urine
Warna kuning
PH 6.0
34
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN NSTEMI
(Non ST Elevasi Miokard Infark)
35
DO :
- Klien tampak lemah
- Akral hangat
- Capilary refill 2
detik
- Warna kulit pucat
- Sianosis (-)
- Edema -/-
- Auskultasi jantung
S1,S2,gallop(-),
murmur(-)
- Urin berwarna
kuning, jumlah 350
cc/8 jam
- TD : 160/90mmHg
N : 92 x/menit
P : 22 x/menit
S : 37 ,5ºC
Data Penunjang:
- CPK : 195 U/l (↑)
- CKMB : 46 U/l (↑)
- Klorida: 108
mEq/L(↑)
- EKG :
supraventrikular rhythm
DS : Intoleransi aktivitas Ketidakseimbangan suplai
- Sakit kepala dan oksigen terhadap
lemas kebutuhan, kelemahan
- Terasa sesak napas umum
dan nyeri dada saat
ngobrol, duduk lama
36
DO :
- Keadaan umum
lemah
- Klien belum
mampu melakukan
aktifitas secara mandiri
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan Iskemi jaringan
sekunder terhadap sumbatan arteri koroner
2. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan faktor
listrik, penurunan karakteristik miokard
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
oksigsigen terhadap kebutuhan, kelemahan umum
37
RENCANA KEPERAWATAN
3. Amati fungsi.
38
kelembaban, suhu, lembab, dan masa
dan masa pengisisan kapiler
pengisisan kapiler. lambat mungkin
berkaitan dengan
vasokontriksi.
pernafasan.
4. Membantu
4. Berikan untuk menurunkan
lingkungan rangsang simpatis,
tenang, nyaman, meningkatkan
kurangi aktivitas relaksasi.
lingkungan. Batasi
pengunjung dan
lamanya tinggal. 5. Menurunkan
5. Pertahan stres dan ketegangan
kan pembatasan yang memperngaruhi
aktivitas seperti tekanan darah.
istirahat di
temapat tidur;
bantu pasien
melakukan
aktivitas
perawatan diri
sesuai kebutuhan. 6. Dapat
6. Anjurka menurunkan
n teknik relaksasi, rangsangan yang
panduan menimbulkan stres,
imajinasi, membuat efek
aktivitas tenang.
pengalihan.
39
No. Diagnosa Tujuan Rencana Keperawatan Rasional
2. Nyeri b.d Iskemi Setelah dilakuakan 1. Tentukan karakteristik 1. Nyeri dada, biasanya ada
3. Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakuakan 1. Evaluasi respon pasien 1. Menetapkan
jaringan sekunder intervensi keperawatan nyeri, mis: tajam, konstan, dalam pneumonia.
kelemahan umum, intervensi keperawatan terhadap aktivitas. Catat kemampuan/kebutuhan
terhadap sumbatan 4x24 jam, nyeri ditusuk. Selidiki perubahan
Ketidak seimbangan 4x24 jam, klien mampu laporan dispnea, peningkatan pasien dan memudahkan
arteri koroner berkurang. karakter/lokasi/intensitas
suplai oksigsigen menunjukkan peningkatan kelemahan/kelelahan dan pilihan intervensi
nyeri.
terhadap kebutuhan, aktivitas perubahan TTV.
Kriteria Hasil:
adanya iskemik
1. Menyatakan
jaringan miokard Kriteria Hasil:
nyeri
Menunjukkan
hilang/terkontrol
peningkatan
2. Skala nyeri 2-3
toleransi
3. Menunjukkan
terhadap
rileks, istirahat/tidur,
aktivitas yang
dan peningkatan
dapat diukur
aktivitas dengan
dengan tidak
tepat
adanya dispnea,
4. Mendemonstrasi
kelemahan
kan teknik relaksasi
berlebihan, dan
nafas dalam
TTV normal.
2. Pantau tanda vital 2. Perubahan frekuensi
2. Berikan lingkungan 2. Menurunkan stres
jantung atau TD
tenang dan batasi pengunjung dan
menunjukkan bahwa
selama fase akut sesuai rangsangan
pasien mengalami
indikasi berlebihan,
nyeri.
meningkatkan
3. Berikan tindakan nyaman, 3. Dengan sentuhan
istirahat.
mis: pijatan punggung, lembut dapat
perubahan posisi, musik menghilangkan
tenamg/perbincangan,
3. Jelaskan pentingnya 3. ketidaknyamanan.
Pembatasan
realaksasi/latihan napas.
istirahat dalam rencana aktivitas
4. Anjurkan dan bantu pasien 4. Alat untuk
pengobatan dan perlunya ditentukan dengan
dalam teknik menekan dada mengontrol
keseimbangan aktivitas dan respon individual
selama episode batuk ketidaknyamanan
istirahat. terhadap aktivitas.
dada.
4. Bantu pasien memilih posisi 4. Pasien mungkin
nyaman untuk istirahat nyaman dengan
dan/atau tidur. kepala
tinggi, tidur di
40 kursi,
atau menunduk ke
depan meja/bantal.
BAB IV
PEMBAHASAN
membandingkan antara fakta yang didapat dengan landasan teori yang meliputi
setiap tahap proses keperawatan yang dumulai dari pengkajian sampai dengan
evaluasi :
a. Pengkajian.
yang didapat dengan data yang ada dalam landasan teori. Data yang ditemukan
pada klien yaitu mengeluh nyeri dada kiri, sesak nafas jika beraktivitas, sakit
klinis pada diagnosa medis NSTEMI namun hasil CKMB klien mengalami
peningkatan yaitu 46 u/L sedangkan menurut teori hasil CKMB pada NSTEMI
normal.
yang bermakna seperti pada teori. Pada teori dikatakan bahwa klien mengalami
dari orang tua/keluarga terdekat. Tetapi pada kasus yang penulis ambil klien
41
mendapatkan perhatian/dukungan penuh dari keluarganya hal ini dibuktikan
Kesenjangan lain yang penulis temukan pada saat pengkajian adalah tidak ada
oleh karena klien merupakan pasien ulangan yang sudah sering dirawat dengan
penyakit jantung. Akan tetapi dengan tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh
b. Diagnosa Keperawatan.
Pada kasus Ny. P penulis mengangkat tiga diagnosa keperawatan di mana ketiga
landasan teori yaitu : Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d Iskemi jaringan
curah jantung b.d peningkatan afterload, dan Intoleransi aktivitas b.d kelemahan
umum.
c. Perencanaan.
Pada tahap ini penulis menemukan kesesuaian antara rencana tindakan pada
intervensi yang diberikan Kaji TD. Ukur pada kedua tangan untuk evaluasi awal,
Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas, Amati warna kulit, kelembaban,
42
suhu, dan masa pengisisan kapiler, Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi
gangguan rasa nyaman : nyeri yaitu Tentukan karakteristik nyeri, Pantau tanda
tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi, Jelaskan
aktivitas dan istirahat, bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat
dan/atau tidur.
d. Pelaksanaan.
rencana tindakan yang telah disusun, juga disesuaikan dengan kebutuhan klien
saat itu. Dalam melakukan tindakan keperawatan dibedakan menjadi tiga macam
yang menggunakan sarana dan prasarana yang ada serta tindakan kolaborasi.
43
e. Evaluasi
tindakan yang telah dilakukan dan evaluasi sumatif yang dilakukan untuk
Pada kasus Ny.P, evaluasi yang dapat dilakukan untuk seluruh diagnosa yang
penulis angkat adalah evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Pada evaluasi
selama 8 jam. Sedangkan evaluasi sumatif yang sesuai dengan kriteria waktu
yang telah ditentukan dan dapat dilakukan pada semua diagnosa yang muncul.
Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d Iskemi jaringan sekunder terhadap sumbatan
arteri koroner, resiko tinggi penurunan curah jantung b.d. perubahan faktor
Hasil dari evaluasi formatif yang penulis lakukan pada hari pertama adalah
masalah gangguan rasa nyaman : nyeri actual yang ditandai dengan nyeri dada
kiri, skala nyeri 7, wajah meringis dan tegang, sakit kepala dan pusing, TD
160/90 mmHg, nadi 96x/menit. Resiko tinggi penurunan curah jantung tidak
terjadi, hal ini ditandai dengan kesadaran compos mentis, nadi 96x/menit,
reguller, teraba kuat, warna kulit pucat, akral hangat, sakit kepala, capillary refill
44
2 detik. Intoleransi aktivitas actual ditandai dengan nyeri dada dan sesak napas
setelah beraktivitas, keadaan umum lemah, merasa lemas, sakit kepala. Pada
Sedangkan hasil dari evaluasi formatif pada hari kedua adalah masalah
gangguan rasa nyaman : nyeri actual yang ditandai dengan nyeri dada kiri, skala
nyeri 5, wajah meringis dan dahi mengkerut, sakit kepala dan pusing sudah
jantung tidak terjadi, hal ini ditandai dengan kesadaran compos mentis, nadi
92x/menit, reguller, teraba kuat, warna kulit pucat, akral hangat, sakit kepala
nyeri dada dan sesak napas setelah beraktivitas, keadaan umum lemah, merasa
lemas, sakit kepala jika terlalu lama beraktivitas. Pada diagnosa pertama
masalah teratasi sebagian, diagnosa kedua masalah belum terjadi, dan diagnosa
Hasil dari evaluasi formatif yang penulis lakukan pada hari ketiga adalah
masalah gangguan rasa nyaman : nyeri actual yang ditandai dengan nyeri dada
kiri sudah berkurang, skala nyeri 5, wajah tampak rileks, sakit kepala dan pusing
tidak ada, TD 140/90 mmHg, nadi 97x/menit. Resiko tinggi penurunan curah
jantung tidak terjadi, hal ini ditandai dengan kesadaran compos mentis, nadi
97x/menit, reguller, teraba kuat, warna kulit pucat, akral hangat, tidak ada sakit
kepala, capillary refill 2 detik. Intoleransi aktivitas actual ditandai dengan nyeri
dada dan sesak napas setelah beraktivitas lama, keadaan umum lemah, merasa
45
lemas. Pada diagnosa pertama masalah teratasi sebagian, diagnosa kedua
Hasil dari evaluasi formatif yang penulis lakukan pada hari keempat adalah
masalah gangguan rasa nyaman : nyeri actual yang ditandai dengan nyeri dada
kiri sudah berkurang (hilang timbul), skala nyeri 3, wajah tampak rileks, sakit
kepala dan pusing berkurang, TD 150/90 mmHg, nadi 88x/menit. Resiko tinggi
penurunan curah jantung tidak terjadi, hal ini ditandai dengan kesadaran compos
mentis, nadi 88x/menit, reguller, teraba kuat, warna kulit kemerahan, akral
hangat, capillary refill 2 detik. Intoleransi aktivitas actual ditandai dengan nyeri
dada dan sesak napas setelah beraktivitas lama, keadaan umum masih lemah,
merasa lemas jika terlalu lama berdiri. Pada diagnosa pertama masalah teratasi,
diagnosa kedua masalah belum terjadi, dan diagnosa ketiga masalah belum
teratasi.
Pada hari kelima, hasil evaluasi formatif yang penulis lakukan adalah masalah
gangguan rasa nyaman : nyeri aktual yang ditandai dengan nyeri dada kiri
timbul lagi, skala nyeri 4, wajah sudah tampak tegang, TD 140/80 mmHg, nadi
90x/menit. Resiko tinggi penurunan curah jantung tidak terjadi, hal ini ditandai
dengan kesadaran compos mentis, nadi 90x/menit, reguller, teraba kuat, warna
kulit kemerahan, akral hangat, sakit kepala tidak ada, capillary refill 2 detik.
Intoleransi aktivitas aktual ditandai dengan nyeri dada dan sesak napas setelah
beraktivitas sudah berkurang, keadaan umum sakit sedang, merasa lemas jika
terlalu lama beraktivitas. Pada diagnosa pertama masalah timbul lagi (teratasi
46
sebagian), diagnosa kedua masalah belum terjadi, dan diagnosa ketiga masalah
belum teratasi.
Hari keenam hasil evaluasi sumatif pada Gangguan rasa nyaman : nyeri ditandai
dengan nyeri dada berkurang, skala nyeri 2, nyeri hilang timbul, TD 140/90
mmHg, nadi 88x/menit. Evaluasi resiko tinggi penurunan curah jantung tidak
terjadi ditandai dengan bunyi jantung S1 S2, murmur(-), akral hangat, capillary
refill 2 detik, sakit kepala dan lemas tidak ada, warna kulit kemerahan, TD
140/90 mmHg, nadi 84x/menit, nadi teraba kuat, nadi reguler. Intoleransi
aktivitas aktual ditandai dengan nyeri dada dan sesak napas setelah beraktivitas
sudah berkurang, keadaan umum sakit sedang, klien sudah mampu beraktivitas
tetapi cepat merasa lelah jika terlalu lama beraktivitas seperti ke kamar mandi.
Pada diagnosa pertama masalah sudah teratasi, diagnosa kedua masalah belum
47
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada Ny. P selama enam hari (10-15 Januari
2011), maka dapat diambil kesimpulan, sebagai berikut :
1. Pada diagnosa pertama, yaitu gangguan rasa nyaman: nyeri didapatkan
analisa bahwa masalah sudah teratasi, ditandai dengan nyeri dada berkurang,
skala nyeri 2, nyeri hilang timbul, TD 140/90 mmHg, nadi 88x/menit.
2. Pada diagnosa kedua, yaitu resiko tinggi penurunan curah jantung
didapatkan analisa bahwa masalah tidak terjadi, ditandai dengan bunyi jantung
S1 S2, murmur (-), akral hangat, capillary refill 2 detik, sakit kepala dan lemas
tidak ada, warna kulit kemerahan, TD 140/90 mmHg, nadi 84x/menit, nadi
teraba kuat, nadi reguler.
3. Pada diagnosa ketiga, yaitu intoleransi aktivitas didapatkan analisa
bahwa masalah teratasi sebagian, ditandai dengan nyeri dada dan sesak napas
setelah beraktivitas sudah berkurang, keadaan umum sakit sedang, klien sudah
mampu beraktivitas tetapi cepat merasa lelah jika terlalu lama beraktivitas
seperti ke kamar mandi.
B. Saran
48
Guna mencapai keberhasilan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien
dengan N STEMI di masa yang akan datang, saran dari penulis adalah :
1. Bagi mahasiswa
Agar lebih meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam
memberikan asuhan keperawatan
2. Bagi institusi pendidikan
Agar lebih meningkatkan keterampilan praktek klinik serta meningkatkan
bimbingan yang diberikan dalam pelaksanaan praktek klinik keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 1. Jakarta: EGC. 2004
Doenges. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC. 2000
Price & Wilson. Patofisiologi Manusia. Jakarta: EGC. 2002
Wilkinson.
http://rasidnurse.blogspot.com/2010/10/nstemi.html
49