Vous êtes sur la page 1sur 9

Opini Hukum

PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

Oleh :

Agung Yuriandi
Medan
2011

Latar Belakang
Sejarah Indonesia menunjukan bahwa feodalisme dan penjajahan
menyuburkan praktik-praktik komersialisasi seks atas perempuan untuk memenuhi
nafsu lelaki.1 Dalam era kemerdekaan bangsa Indonesia menjunjung tinggi Hak Asasi
Manusia, masalah perbudakan atau penghambaan tidak ditolerir. Para korban itu yang
sebagian besar adalah perempuan dan anak berada pada posisi yang sangat beresiko
khususnya yang berkaitan dengan kesehatannya baik fisik maupun mental spiritual.
Mereka sangat rentan terhadap tindak kekerasan, kehamilan yang tak dikehendaki
(unwanted pregnancy), dan infeksi penyakit seksual termasuk HIV/Aids.2
Korban trafiking anak-anak menderita trauma psikis yang cukup dalam dan
lama bahkan dapat menjadi permanen. Mereka juga mengalami gangguan perilaku,
murung, tertutup dan kognitifnya rendah sehingga mengalami gangguan sosial baik di
rumah, di sekolah, maupun di lingkungan masyarakatnya. Beberapa kasus korban
perdagangan orang yang dilaporkan, selama tahun 2007 datang dari daerah yang
belum siap dengan tim penanggulangan perdagangan orang daerah (Gugus Tugas
Daerah) seperti Medan, Kepulauan Riau, Daerah Istimewa Yogyakarta, DKI Jakarta,
dan daerah yang gugus tugasnya belum efektif dalam upaya penanggulangan

1
Hull, Setyaningsih dan Jones., dalam : Indah Huruswati, “Permasalahan Pekerja Migran di
Daerah Perbatasan : Studi Kasus Tenaga Kerja Wanita di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat”,
Volume 11, Nomor 01, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Januari-April 2006.
2
Gugus Tugas, “Perdagangan Orang di Indonesia”,
http://www.gugustugastrafficking.org/index.php?
option=com_content&view=article&id=151:perdagangan-orang-di-indonesia-
&catid=125:artikel&Itemid=136., diakses pada 19 Mei 2011.
2

perdagangan orang. Modus penipuan dan penjeratan hutang banyak dialami


penduduk miskin terpaksa melepaskan bayinya untuk dijual kepada para calo.
Jayapura, Timika, Sorong, Merauke, dan sebagian ke Biak dan Pak-Pak menjadi
daerah tujuan perdagangan orang yang berasal dari Pulau Jawa dan Sulawesi Utara.3
Perdagangan manusia ini bisa diberantas dengan menerapkan fungsi dari
penegak hukum dengan sebenar-benarnya. Sebenar-benarnya artiannya adalah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Masalah dalam penulisan paper
ini adalah mengenai penegakan hukum bagi korban traficking di Indonesia. Untuk
memecahkan permasalahan tersebut digunakanlah teori penegakan hukum. Di dalam
penegakan hukum ada 3 (tiga) hal yang harus diperhatikan, yaitu : Kepastian Hukum
(rechtssicherheit), Kemanfaatan Hukum (zweckmassigkeit), dan Keadilan Hukum
(gerechtigkeit).4
Kepastian hukum merupakan suatu perlindungan yustiabel terhadap tindakan
sewenang-wenang yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu
yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya
kepastian hukum, dimana dengan kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib.
Sebaliknya, masyarakat juga mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau
penegakan hukum adalah diciptakan untuk mengatur manusia, maka pelaksanaan
hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi
masyarakat. Jangan sampai justru karena hukumnya dilaksanakan atau ditegakkan
timbul keresahan di dalam masyarakat.5
Keadilan juga sangat berperan penting di dalam pelaksanaan penegakan
hukum di masyarakat. Jangan ada keberpihakan hukum terhadap salah satu
kepentingan selain kepentingan-kepentingan bersama yang hidup di dalam
masyarakat. Secara umum penegakan hukum dapat diartikan sebagai tindakan
menerapkan perangkat sarana hukum tertentu untuk memaksakan sanksi hukum guna
menjamin penataan terhadap ketentuan yang ditetapkan tersebut.6
3
Ibid.
4
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum : Suatu Pengantar, (Yogjakarta : Liberty, 1995),
hal. 14.
5
Ibid.
6
Ibid.
3

Menguatkan Upaya Penegakan Hukum Memerangi Perdagangan Manusia


Lembaga yang bertanggung jawab untuk penegakan hukum dalam hal
perdagangan manusia adalah Kepolisian. Undang-Undang No. 21 Tahun 2007
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, ketentuan ini dikeluarkan
karena telah meluasnya bentuk jaringan kejahatan yang terorganisir baik bersifat
nasional maupun transnasional.7 Kepolisian memegang peranan penting guna
mencapai penegakan hukum pidana yang tegas dalam menghadapi perdagangan
manusia. Polisi umum sering kali menjadi pihak yang pertama bersinggungan
langsung dengan korban dan pelaku perdagangan manusia. Kemampuan mereka
mengenali korban dengan tepat dan mengambil langkah awal merupakan hal yang
sangat penting.
Polisi khusus dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan yang lebih rumit
namun sangat penting, yaitu penyidikan tindak pidana perdagangan manusia. Pada
penuntutan peran Kejaksaan yang dibutuhkan untuk meningkatkan penyelesaian
kasus perdagangan orang ini. Di Indonesia kasus perdagangan orang adalah yang
paling tinggi terjadi di Dunia. Data International Organisation for Migration (IOM)
menunjukkan bahwa sebanyak 1.231 WNI telah menjadi korban bisnis perdagangan
orang.8
Perdagangan orang, manusia dijadikan komoditi adalah hal yang mengerikan.
Namun lebih mengerikan lagi karena ternyata di Indonesia termasuk negara dengan
kasus perdagangan orang tertinggi di dunia. Kasus perdagangan orang sering agak
samar karena sering bertopengkan usaha legal, berupa Perusahaan Pengerah Tenaga
Kerja. Akibatnya, agak sulit mendapatkan data statistik perdagangan manusia
Indonesia yang benar-benar valid. Sebenarnya Indonesia sudah memiliki peraturan
perundang-undangan yang mengatur larangan perdagangan orang. Dalam Pasal 297

7
Bagian Menimbang huruf c., Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang.
8
Berita Indonesia, “Kasus Perdagangan Orang di Indonesia Tertinggi di Dunia”,
http://www.beritaindonesia.co.id/humaniora/kasus-perdagangan-orang-di-indonesia-tertinggi-di-
dunia., diakses pada 19 Mei 2011.
4

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) misalnya telah diatur larangan


perdagangan wanita dan anak laki-laki yang belum dewasa.9
Selain itu, Pasal 83, Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak juga menyebutkan larangan memperdagangkan, menjual, atau
menculik anak untuk sendiri atau dijual. Namun peraturan-peraturan tersebut tidak
merumuskan pengertian perdagangan orang secara tegas. Bahkan Pasal 297 KUHP
memberikan sanksi terlalu ringan dan tidak sepadan (hanya 6 tahun penjara) bila
melihat dampak yang diderita korban akibat kejahatan perdagangan orang.10 Karena
itu, sudah semestinya ada sebuah peraturan khusus tentang tindak pidana
perdagangan orang yang mampu menyediakan landasan hukum formil dan materil
sekaligus. Undang-undang itu harus mampu mengurai rumitnya jaringan perdagangan
orang yang berlindung di balik kebijakan resmi negara.11
Pada Pasal 17 Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang memberikan pengaturan khusus terhadap masalah
tindak pidana perdagangan anak. Ini dituangkan dalam bentuk pemberian hukum
yang lebih berat dengan menambah bobot sanksi sepertiga.

Ketentuan Perdagangan Orang ditinjau dari Segi Budaya Hukum


Lawrence M. Friedman memandang hukum sebagai suatu sistem yang terdiri
dari sub-sistem substansi, struktur hukum, dan kultur hukum. Kultur hukum adalah
kunci starter dari hukum itu sendiri.12 Substansi adalah undang-undang atau
ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai perdagangan orang, sedangkan struktur
hukum adalah badan atau lembaga yang mengawasi penegakan hukum yang
dilakukan oleh Kepolisian dan penegak hukum lainnya.
Budaya hukum Kepolisian masih bisa mengutamakan Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme. Kepolisian Republik Indonesia adalah suatu lembaga yang korup. Hal ini
dibuktikan dengan berbagai hasil survey oleh Lembaga Swadaya Masyarakat, atau
9
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Staatsblad 1915 Nomor 732.
10
Ibid.
11
Berita Indonesia, Op.cit.
12
Lawrence M. Friedman, American Law An Introduction, Second Edition, diterjemahkan
oleh Wishnu Basuki, Hukum Amerika Sebuah Pengantar, (Jakarta : Tata Nusa, 2001), hal. 7.
5

lembaga survey lainnya baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Jika budaya
hukumnya masih budaya suap, maka hukum akan sulit untuk ditegakkan. Para pelaku
tindak pidana perdagangan orang akan melenggang kesana kemari untuk mencari
korban lainnya karena didukung oleh Kepolisian yang notabene penegak hukum.
Hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) terhadap 1.229 responden (usia
17 tahun ke atas) di seluruh tanah air. Survei itu dilakukan pada 18-30 Desember
2010. Dimana hasilnya adalah sebagai berikut13 :

"Pada kinerja memberantas korupsi hanya separuh dari responden yang


menyatakan bahwa kinerja pemerintahan baik dan sangat baik. Sepanjang
Juni-Oktober 2010, penilaian publik atas kinerja pemerintah dalam
memberantas korupsi terus memburuk, kecuali pada Desember sedikit
membaik.

Survei itu menyebutkan 56% responden menilai baik kinerja Polisi dalam
menjalankan tugasnya menangkap koruptor. Namun kalangan terpelajar
memberi nilai yang lebih rendah dibandingkan yang kurang terpelajar. Untuk
kejaksaan, 48% responden menilai baik kinerja kejaksaan dalam menangkap
koruptor. Namun kalangan terpelajar memberi nilai lebih rendah
dibandingkan kalangan kurang terpelajar.

Sementara kinerja pengadilan umum menunjukkan, 47% responden menilai


baik dalam menghukum koruptor. Namun kalangan terpelajar menilai lebih
rendah dibandingkan kurang terpelajar. Adapun kinerja KPK menunjukkan
61% responden menilai baik kinerja KPK. Kalangan terpelajar memberi nilai
lebih tinggi terhadap kinerja KPK.

Survei itu juga menunjukkan bahwa sebanyak 35% responden menyatakan


tidak puas terhadap kinerja SBY setelah enam tahun memipin. Sementara
41% responden menyatakan tidak puas terhadap kinerja Boediono dalam satu
tahun kepemimpinannya. Tingkat kepuasan publik pada SBY terus menurun
sejak Juli 2009 (85%) sampai Oktober 2010 (62%). Tingkat kepuasan sedikit
naik pada Desember 2010 (63%) tetapi stagnan secara statistik dibanding
Oktober 2010. Adapun tingkat kepuasan publik terhadap Boediono naik-turun
antara 49-53%”.

Hal ini menunjukkan bahwa politik sangat berpengaruh terhadap hukum. Jika
aparatnya baik maka hukumnya juga baik. Pejabat negara lebih mementingkan harus
13
Suara Pembaruan, “Pemberantasan Korupsi 2010 Sangat Buruk”,
http://www.suarapembaruan.com/home/pemberantasan-korupsi-2010-sangat-buruk/2469., diakses
pada 19 Mei 2011.
6

dilayani daripada melayani. Seharusnya pejabat negara sebagai pelayan masyarakat


(public servent).14 Dari data Kepolisian RI menyebutkan bahwa sejak tahun 2001
jumlah kasus perdagangan anak khususnya Perempuan ada 178 kasus, 2002 ada 155
kasus, 2003 ada 134 kasus, tahun 2004 ada 43 kasus, dan tahun 2005 ada 30 kasus.15
Sementara di luar Indonesia data yang dihimpun International Catholic
Migration Commission (ICMC) 2005 menyebutkan kasus perdagangan anak yang
berhasil dilaporkan berjumlah 130 kasus, dengan jumlah pelaku 198 danjumlah
korbannya ada 715 orang. Angka ini akan terus mengalami peningkatan-peningkatan
pesat jika dibandingkan tahun 2003 yang hanya ada 84 kasus. Sedangkan laporan dari
UNICEF tahun 1998 diperkirakan jumlah anak tereksploitasi seksual atau
dilacurkan/dijadikan pelacur menjadi 40.000 sampai dengan 70.000 anak diseluruh
Indonesia, dan dari jumlah tersebut sebesar 30% dari mereka adalah anak perempuan
usia kurang dari 18 tahun. Data lain menyebutkan 60% jumlah perkosaan terjadi pada
anak dan setiap tahunnya tidak kurang dari 1.500 hingga 2.000 kasus perkosaan di
Indonesia yang tejradi di hampir semua propinsi di Indonesia korbanna adalah anak
perempuan.16
Dengan dikeluarkannya beberapa kebijakan terkait tindak pidana perdagangan
orang sampai dengan penyediaan layanan terpadu dari tingkat pusat sampai daerah,
menunjukkan bahwa pemerintah sangat serius dalam menangani masalah
perdagangan orang. Disamping telah dikeluarkannya beberapa peraturan terkait
dengan perdagangan orang. Pemerintah juga telah meratifikasi beberapa Konvensi
Internasional ke dalam beberapa Undang-Undang baru seperti Undang-Undang No. 5
Tahun 2009 tentang Konvensi PBB Menentang Tindak Pidana Transnasional yang
Terorganisasi, Undang-Undang No. 14 Tahun 2009 untuk mencegah, menindak, dan
menghukum perdangan orang terutama perempuan dan anak-anak. Dalam hal

14
YLBHI dan PSHK, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia : Pedoman Anda Memahami
dan Menyelesaikan Masalah Hukum, (Jakarta : YLBHI, 2007).
15
“Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Anak : Studi Kasus Putusan No.
177/Pid.B/2007/PN.MDN”, http://www.lawskripsi.com/index.php?option=com_content&view=
article&id=18&Itemid=18., diakses pada 20 Mei 2011.
16
Ibid.
7

penegakan hukum, Polri telah melakukan beberapa upaya dalam penanganan tindak
pidana orang, yaitu17 :
1. Membentuk UPPA di seluruh Polda-Polres (baru 305);
2. Membentuk satgas anti terorisme dan kejahatan lintas negara lainnya
(Kejagung RI);
3. Membentuk Pokja M.o.U penanganan tindak pidana perdagangan orang;
4. Menyusun panduan, modul penanganan tindak pidana perdagangan orang;
5. Melaksanakan inventarisir pencatatan dan pendataan penanganan tindak
pidana orang;
6. Melaksanakan koordinasi dan kejasama dengan instansi terkait; dan
7. Melaksanakan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan kasus
tindak pidana perdagangan orang di sidang pengadilan.

Namun, sebagus apapun dibuat substansi hukum (Undang-Undang No. 21


Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang), struktur
hukumnya (Kepolisian), tetap harus memperhatikan kultur hukumnya (budaya
hukum). Budaya hukum kepolisian masih merupakan budaya suap, jadi sangat sulit
untuk menegakkan hukum itu. Lembaga yang bertugas untuk menegakkan hukum
tidak jarang terseret-seret kasus korupsi. Malah dalam survei membuktikan bahwa
lembaga Penegak Hukum berkejar-kejaran dalam menduduki peringkat nomor satu
paling korup di Indonesia. Ironi sekali melihat hasil dari kultur suap tersebut, bahwa
setiap korban selalu memiliki keluarga dan keluarga yang ditinggal maupun
korbannya mengalami depresi dan gangguan kejiwaan sangat luar biasa.18

Penutup

17
Gugus Tugas, “Penanganan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Perdagangan Orang”,
http://www.gugustugastrafficking.org/index.php?
option=com_content&view=article&id=1599:penanganan-dan-penegakkan-hukum-tindak-pidana-
perdagangan-orang&catid=56:info&Itemid=70., diakses pada 20 Mei 2011.
18
Rimanews.com., “Wilfrida Soik, TKW asal Belu NTT Terancam Hukuman Mati di
Malaysia”, http://www.rimanews.com/read/20110109/12161/wilfrida-soik-tkw-asal-belu-ntt-terancam-
hukuman-mati-di-malaysia., diakses pada 20 Mei 2011.
8

Substansi hukum dan struktur hukum yang baik belum tentu dapat
menegakkan hukum. Jika hukum ditegakkan kepastian, kemanfaatan, dan keadilan
hukum akan tercapai. Kepastian hukum terkait dengan diadilinya pelaku kejahatan,
dengan begitu akan menimbulkan efek jera bagi pelaku. Kemanfaatan hukum terkait
dengan substansi hukum itu dibuat, hukum harus bermanfaat untuk menjaga hidup
bermasyarakat agar setiap orang merasa aman dalam berkehidupan di tanah air
Indonesia ini. Keadilan hukum adalah akhir dari penegakan hukum itu, keadilan
bagaikan hukum qisash di Arab Saudi, maksudnya adalah bahwa mata di bayar mata,
anak perempuan dibayar anak perempuan, begitu seterusnya.
Jika budaya penegak hukum masih menganut sistem suap maka akan sulit
sekali menegakkan hukum itu. Walau apapun dikatakan dan apapun program
kerjanya. Korupsi harus diberantas dari akar-akarnya, tidak boleh tebang pilih, dan
harus menjunjung tinggi equality before the law. Akhirnya yang bisa membuat
hukum itu berjalan adalah pejabat negara dalam hal ini adalah penguasa. Penguasa
identik dengan politik. Politik juga identik dengan hukum. Semua saling terkait satu
sama lain. Politik hukum di Indonesia terpengaruhi oleh budaya hukum suap pejabat
negara.

Daftar Pustaka

Berita Indonesia, “Kasus Perdagangan Orang di Indonesia Tertinggi di Dunia”,


http://www.beritaindonesia.co.id/humaniora/kasus-perdagangan-orang-di-
indonesia-tertinggi-di-dunia., diakses pada 19 Mei 2011.

Gugus Tugas, “Perdagangan Orang di Indonesia”,


http://www.gugustugastrafficking.org/index.php?
option=com_content&view=article&id=151:perdagangan-orang-di-indonesia-
&catid=125:artikel&Itemid=136., diakses pada 19 Mei 2011.

Huruswati, Indah., “Permasalahan Pekerja Migran di Daerah Perbatasan : Studi Kasus


Tenaga Kerja Wanita di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat”, Volume 11,
Nomor 01, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial,
Januari-April 2006.
9

Mertokusumo, Sudikno., Mengenal Hukum : Suatu Pengantar, Yogjakarta : Liberty,


1995.

“Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Anak : Studi Kasus Putusan No.


177/Pid.B/2007/PN.MDN”, http://www.lawskripsi.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=18&Itemid=18., diakses pada 20 Mei
2011.

Rimanews.com., “Wilfrida Soik, TKW asal Belu NTT Terancam Hukuman Mati di
Malaysia”, http://www.rimanews.com/read/20110109/12161/wilfrida-soik-
tkw-asal-belu-ntt-terancam-hukuman-mati-di-malaysia., diakses pada 20 Mei
2011.

Suara Pembaruan, “Pemberantasan Korupsi 2010 Sangat Buruk”,


http://www.suarapembaruan.com/home/pemberantasan-korupsi-2010-sangat-
buruk/2469., diakses pada 19 Mei 2011.

YLBHI dan PSHK, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia : Pedoman Anda


Memahami dan Menyelesaikan Masalah Hukum, (Jakarta : YLBHI, 2007).

Peraturan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Staatsblad 1915 Nomor 732.

Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4235.

Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana


Perdagangan Orang, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 58.

Vous aimerez peut-être aussi