Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah
lubang keluar (Walley,1996). Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah
tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus
secara abnormal (Suriadi,2001). Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi
kandungan.
Jadi menurut kesimpulan penulis, atresia ani adalah kelainan congenital anus
dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi
Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi
kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan
perineum.
2. Etiologi
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber
mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan
tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada
agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut peneletian beberapa
ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia
ani. Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar
25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai
sindrom genetic, kelainan kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko
untuk menderita atresia ani. Sedangkan kelainan bawaan rectum terjadi karena
gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus urogenital sehingga biasanya
Faktor predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat
lahir seperti :
1. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal, jantung,
3. Klasifikasi
Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar
yaitu :
1. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai
Kelompok ini terutma melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau
rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan
dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate sementara waktu.
2. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam keluar
tinja.
Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi
spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa
1. Anomali rendah
sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal
2. Anomali intermediet
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan
3. Anomali tinggi
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini
golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada laki – laki golongan I
dibagi menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rectum, perineum datar
dan fistel tidak ada. Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium
eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara
praktis menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urin. Bila kateter
terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak uretra karena fistel tertutup kateter.
Bila dengan kateter urin mengandung mekonuim maka fistel ke vesikaurinaria. Bila
evakuasi feses tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia
rectum tindakannya sama pada perempuan ; harus dibuat kolostomi. Jika fistel tidak
ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera dilakukan
kolostomi.
kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rectum dan fistel tidak
ada. Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feces menjadi
tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara
fistel terdapat divulva. Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya
minum susu. Evakuasi mulai etrhambat saat penderita mulai makan makanan padat.
Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat
kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan
cerna. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan
kolostomi.Pada atresia rectum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok
dubur, jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium
sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuat invertogram.
Golongan II pada laki – laki dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum,
membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. Fistel perineum sama dengan pada
wanita ; lubangnya terdapat anterior dari letak anus normal. Pada membran anal
biasanya tampak bayangan mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada
sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan
perempuan, tindakan definitive harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara <>
Sedangkan golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu kelainan fistel perineum,
stenosis anus dan fistel tidak ada. Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat
letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus,
lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidal lancar
sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi definitive. Bila tidak ada fistel dan pada invertogram
udara <>
4. Patofisiologi
Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari
bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitoury dan struktur
anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi
atresia anal karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7
dan 10 mingggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan
dalam agenesis sacral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus
besar yang keluar anus menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan sehungga intestinal
mengalami obstrksi.
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya
mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya membran anal dan
fistula eksternal pada perineum (Suriadi,2001). Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika
bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran
Bayi muntah – muntah pada usia 24 – 48 jam setelah lahir juga merupakan salah
satu manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan akan dapat berwarna hijau karena cairan
berikut :
2. Pemeriksaan radiologis
pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa
tumor.
d. CT Scan
atau jari.
8. Penatalaksaan
1. Penatalaksanaan Medis
2. Colostomi sementara
2. Penatalaksanaan Keperawatan
2.1 Pengkajian
pasien dengan tepat, sebab pengkajian merupakan awal dari proses keperawatan.
di rumah.
dengan atresia ani post kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin
3. Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru
maka tubuh dibersihkan dari bahan - bahan yang melebihi kebutuhan dan
dari produk buangan. Oleh karena pada atresia ani tidak terdapatnya lubang
kelemahan otot.
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri
(Doenges,1993).
rumah (Doenges,1993).
2. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus
termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi
terdengan hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja
2. Diagnosa Keperawatan
spesifik. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien atresia ani
yaitu:
(Doenges,1993).
(Suriadi,2001).
7. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan (Doenges,1993).
8. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan penumpuksan secket berlebih (Doenges,1993).
& Wong,1996).
2. Intervensi Keperawatan
Intervensi :
usus normal.
2. Gangguan integritas kulit berhubungan
dengan kolostomi (Doenges,1996).
Tujuan yang diharapkan adalah tidak terjadi gangguan integritas
kulit, dengan kriteria hasil : penyembuhan luka tepat waktu, tidak terjadi
Intervensi :
2. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian lembut dan longgar pada area stoma.
4. Yakinkan lubang bagian belakang kantong berperekat lebih besar sekitar 1/8 dari ukuran
stoma.
hasil : tidak ada tanda – tanda infeksi, TTV normal, lekosit normal.
Intervensi :
1. Pertahankan teknik septik dan aseptik secaa ketat pada prosedur medis atau
perawatan.
Intervensi :
3. Berikan posisi semi fowler dan Bantu pasien untuk batuk efektif dan
indikasi.
5. Libatkan orang tua, misal membawa makanan dari rumah, membujuk anak untuk
makan.
program diit.
pengobatan.
Intervensi :
Intervensi :
kriteria hasil : BAB 1x/hari, feses lunak, tidak ada rasa nyeri saat
defekasi.
Intervensi :
tentang stoma.
Intervensi :
Intervensi :
1. Ajarkan perawatan kolostomi dan partisipasi dalam perawatan sampai mereka dapat
melakukan perawatan.
2. Ajarkan untuk mengenal tanda – tanda dan gejala yang perlu dilaporkan perawat.
3. Ajarkan bagaimana memberikan pengamanan pada bayi dan melakukan dilatasi pada
penilaian.
Agar rencana perawatan dapat berarti bagi semua pihak, maka harus
3. Tindakan keperawatan
Meskipun perawat sudah mengembangkan suatu rencana keperawatan
6. Evaluasi
klien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan
A. Pengertian
Atresia Ani / Atresia Rekti adalah ketiadaan atau tertutupnya rectal secara congenital (Dorland, 1998).
Suatu perineum tanpa apertura anal diuraikan sebagai inperforata. Ladd dan Gross (1966) membagi anus
inperforatadalam 4 golongan, yaitu:
1. Stenosis rectum yang lebih rendah atau pada anus
2. Membran anus menetap
3. Anus inperforata dan ujung rectum yang buntu terletak pada bermacam-macam jarak dari peritoneum
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung rectum yang buntu
Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula, pada bayi wanita yang sering ditemukan fisula rektovaginal
(bayi buang air besar lewat vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektobrinarius. Sedang pada bayi
laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir dikandung kemih atau uretra serta jarang
rektoperineal.
Sponsored Link
B. Pathofisiologi
C. Ganbaran Klinik
Pada sebagian besar anomati ini neonatus ditemukan dengan obstruksi usus. Tanda berikut
merupakan indikasi beberapa abnormalitas:
1. Tidak adanya apertura anal
2. Mekonium yang keluar dari suatu orifisium abnormal
3. Muntah dengan abdomen yang kembung
4. Kesukaran defekasi, misalnya dikeluarkannya feses mirip seperti stenosis
Untuk mengetahui kelainan ini secara dini, pada semua bayi baru lahir harus dilakukan colok anus dengan
menggunakan termometer yang dimasukkan sampai sepanjang 2 cm ke dalam anus. Atau dapatjuga dengan
jari kelingking yang memakai sarung tangan. Jika terdapat kelainan, maka termometer atau jari
tidak dapat masuk. Bila anus terlihat normal dan penyumbatan terdapat lebih tinggi dari perineum. Gejala
akan timbul dalam 24-48 jam setelah lahir berupa perut kembung, muntah berwarna hijau.
artikel disini :http://blog.ilmukeperawatan.com
D. Pemeriksaan Penunjang
1. X-ray, ini menunjukkan adanya gas dalam usus
2. Pewarnaan radiopak dimasukkan kedalam traktus urinarius, misalnya suatu sistouretrogram mikturasi akan
memperlihatkan hubungan rektourinarius dan kelainan urinarius
3. Pemeriksaan urin, perlu dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat mekonium
E. Penatalaksanaan
? Medik:
1. Eksisi membran anal
2. Fistula, yaitu dengan melakukan kolostomi sememtara dan setelah umur 3 bulan dilakukan koreksi sekaligus
? Keperawatan
Kepada orang tua perlu diberitahukan mengenai kelainan pada anaknya dan keadaan tersebut dapat diperbaiki
dengan jalan operasi. Operasi akan dilakukan 2 tahap yaitu tahap pertama hanya dibuatkan anus buatan dan
setelah umur 3 bulan dilakukan operasi tahapan ke 2, selain itu perlu diberitahukan perawatan anus
buatan dalam menjaga kebersihan untuk mencegah infeksi. Serta memperhatikankesehatan bayi.
F. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eliminasi BAK b.d Dysuria
2. Gangguan rasa nyaman b.d vistel rektovaginal, Dysuria
3. Resti infeksi b.d feses masuk ke uretra, mikroorganisme masuk saluran kemih
4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual, muntah, anoreksia
5. Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d trauma jaringan post operasi
6. Resti infeksi b.d perawatan tidak adekuat, trauma jaringan post operasi
7. Resti kerusakan integritas kulit b.d perubahan pola defekasi, pengeluaran tidak terkontrol
G. Path Ways
G. Intervensi
DP Tujuan Intervensi
Gangguan eliminasi BAK b.d vistel rektovaginal, Dysuria
Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d vistel rektovaginal, Dysuria
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual, muntah, anoreksia
Nyeri b.d trauma jaringan post operasi (Kolostomi)
Resti kerusakan integritas kulit b.d perubahan pola defekasi, pengeluaran tidak terkontrol
Tidak terjadi perubahan pola eliminasi BAK setelah dilakukan tindakankeperawatan dengan KH:
? Pasien dapat BAK dengan normal
? idak ada perubahan pada jumlah urine
Pasien merasa nyaman setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam dengan KH:
? Nyeri berkurang
? Pasien merasa tenang
Tidak terjadi kekurangan nutrisi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam dengan KH :
? Pasien tidak mengalami penurunan berat badan
? Turgor pasien baik
? Pasien tidak mual, muntah
? Nafsu makan bertambah
Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 24 jam pertama dengan KH:
? Nyeri berkurang
? Pasien merasa tenang
? Tidak ada perubahan tanda vital
Tidak terjadi kerusakan integritas kulit setalah dilakukan tindakan keperawatan 24 jam pertama dengan KH:
? Mempertahankan integritas kulit
? Tidak terdapat tanda-tanda kerusakan integritas kulit
? Mengindentifisikasi faktor resiko individu • Kaji pola eliminasi BAK pasien
• Awasi pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik urine
• Selidiki keluhan kandung kemih penuh
• Awasi/observasi hasil laborat
• Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
• kaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien
• Ajarkan teknik relaksasi distraksi
• Berikan posisi yang nyaman pada pasien
• Jelaskan penyebab nyeri dan awasi perubahan kejadian
• Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
• Kaji KU pasien
• Timbang berat badan pasien
• Catat frekuensi mual, muntah pasien
• Catat masukan nutrisi pasien
• Beri motivasi pasien untuk meningkatkan asupan nutrisi
• Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pengaturan menu
• Kaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien
• Berikan penjelasan pada pasien tentang nyeri yang terjadi
• Berikan tindakan kenyamanan, yakinkan pada pasien bahwa perubahan posisi tidak menciderai stoma
• Ajarkan teknik relaksasi, distraksi
• Bantu melakukan latihan rentang gerak
• Awasi adanya kekakuan otot abdominal
• Kolaborasi pemberian analgetik
• Lihat stoma/area kulit peristomal pada setiap penggantian kantong
• Ukur stoma secara periodik misalnya tia perubahan kantong
• Berikan perlindungan kulit yang efektif
• Kosongkan irigasi dan kebersihan dengan rutin
• Awasi adanya rasa gatal disekitar stoma
• Kolaborasi dengan ahli terapi.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. (1996). Text book of Medical-Surgical Nursing. EGC. Jakarta.
Doengoes Merillynn. (1999) (Rencana Asuhan Keperawatan). Nursing care plans. Guidelines for planing
and documenting patient care. Alih bahasa : I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. EGC. Jakarta.
Dorland. (1998). Kamus Saku Kedokteran Dorlana. Alih Bahasa: Dyah Nuswantari Ed. 25. Jakarta: EGC
Prince A Sylvia. (1995). (patofisiologi). Clinical Concept. Alih bahasa : Peter Anugrah EGC. Jakarta.
Long, Barbara. C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Terjemahan: Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan.
USA: CV Mosby
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Diversi pada penyakit hirschsprung, atresia ani, masih merupakan masalah yang
cukup serius di Indonesia. Seperti, contoh penyakit atresia ani yang merupakan tidak
rectum (Purwanto, 2001). Salah satu penatalaksanaan atresia ani ini adalah dilakukan
kolostomi. Kata kolostomi mungkin tidak asing lagi seiring dengan banyak pasien yang
dokter bedah untuk melakukan kolostomi bagi pasienya, salah satunya adalah adanya
sumbatan dibagian distal saluran cerna baik karena tumor atau hal lainnya. Kolostomi
bisa memberikan kesempatan pada pasien untuk hidup dan beraktivitas layaknya
manusia normal. Sehingga, kualitas hidupnya bisa lebih baik. Mungkin yang akan jadi
kesiapan yang baik karena jika tidak maka akan menimbulkan komplikasi infeksi yang
Disini orang tua si anak sangat berperan aktif dalam melakukan perawatan kolostomi.
Universitas Sumatera Utaramerupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab terjadinya infeksi
pada luka
sekitar stoma. Oleh karena itu pemantauan yang terus menerus sangat diperlukan dan
tindakan segera mengganti balutan luka dan mengganti kantong kolostomi sangat
Angka kejadian penyakit atresia ani pada tahun 1990-1994 di RSUP dr. M.
Jamil, Padang diperoleh 36 kasus , 25 (69.4 %) bayi laki-laki dan 11 (30,6%) bayi
perempuan. Dan, pada saat peneliti studi pendahuluan di ruang bedah anak RSUP H.
Adam Malik Medan diperoleh data bahwa, pada bulan Januari 2010 sampai bulan
berjumlah 8 anak, dan selebihnya laki-laki berjumlah 5 anak. Peneliti juga memperoleh
data bahwa pada bulan Maret 2010, 3 orang tua dari anak yang mengalami tindakan
kolostomi mengeluh tentang perawatan kolostomi yang benar. Karena selama ini
mereka hanya melakukan perawatan kolostomi tidak berdasarkan prosedur yang baik.
Tidak memikirkan apa efek samping yang dapat terjadi, bagaimana cara membuka
kantung kolostomi dengan baik, membersihkan stoma, tidak tahu apa yang harus
dilakukan jika kantung kolostomi sudah penuh dan tidak tahu kapan kantung kolostomi
itu harus diganti. Hal ini juga diperlukan penanganan keperawatan dalam pemberian
pelatihan perawatan kolostomi. Data yang saya peroleh dari perawat yang bekerja di
ruang bedah anak RSUP H. Adam Malik Medan hanya 3 dari 11 perawat yang bekerja
di RB2 anak yang mengajarkan perawatan kolostomi kepada orang tua yang memiliki
Universitas Sumatera UtaraBerdasarkan kondisi di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti ”
Efektifitas
Pelatihan Perawatan Kolostomi Terhadap Perilaku Orang Tua yang Memiliki Anak
dengan Kolostomi”.
2. Masalah Penelitian
dalam penelitian ini yaitu, bagaimana efektifitas pelatihan perawatan kolostomi pada
orang tua yang memiliki anak dengan kolostomi di ruang bedah anak RSUP H. Adam
Malik Medan.
3. Tujuan Penelitian
anak dengan kolostomi di ruang bedah anak RSUP H. Adam Malik Medan.
Universitas Sumatera Utara2.2. Mengidentifikasi sikap orang tua sebelum dilakukan pelatihan
Medan.
Medan.
4. Manfaat Penelitian
kolostomi.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan intervensi kepada perawat yang bekerja di
lingkungan rumah sakit dalam memberikan pelatihan perawatan kolostomi pada orang
tua untuk merubah perilaku orang tua dalam melakukan perawatan kolostomi.
3. Bagi Peneliti