Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
c. Penyakit Chagas
Penyakit ini merupakan infeksi parasit yang disebabkan oleh Trypanosoma cruzi yang endemi pada daerah
Amerika Tengah dan Selatan dan Meksiko. T. cruzi ditransmisikan dari orang ke orang melalui serangga
tratomina penghisap darah (reduviid) dengan 10%-30% individu yang terinfeksi berkembang menjadi infeksi
kronik yang muncul beberapa tahun ataupun dekade setelah terinfeksi. Meskipun sedikit porsi saluran
pencernaan yang terlibat, esofagus biasanya dipengaruhi, bermanifestasi sebagai akalasia sekunder pada 7%-
10% individu terinfeksi kronik.03
Antibodi langsung target dalam pleksus mienterik digambarkan pada penyakit cagas dan akalasia. Sirkulasi
antibodi imunoglobin G (IgG) menandai reseptor M2-muscarinik asetilkoline yang dideteksi dalam pasien
dengan akalasia sekunder pada penyakit cagas dimana pada frekuensi yang lebih besar ditemukan pada pasien
cagas tanpa akalasia, pasien akalasia idiopati, dan kontrol yang sehat. Penyelidikan menunjukkan efek fungsi
antibodi in vitro yang menunkukkan aktivitas agonis muskarinik pada garis otot esofagus tikus yang terisolasi.
Signifikansi dari abntobodi ini pada presentasi klinis akalasia pada penyakit cagas tidak jelas karena
patogensis masih melibatkan penghancuran neuron mienterik. Secara keseluruhan Dantas et al melaporkan
gangguan yang lebih besar pada jalur kolinergik pada pasien dengan akalasia sekunder pada penyakit cagas
dibandingkan dengan pasien akalasia idiopati dan kontrol yang sehat.03
d. Sindrom Paraneoplastik
Kanker merupakan penyebab penting pada akalasia sekunder. Hal tersebut dapat menhasilkan akalasia dengan
satu dari tiga mekanisme berikut. Pertama dan paling sering melalui obstruksi mekanik langsung pada distal
esofagus. Ini disebut pseudo akalasia dan digambarkan dengan beberapa kanker. Sel neoplastik dapat juga
menyerang submukosa pada LES dan selanjutnya mengganggu neuron mienterik, menghasilkan akalasia
seperti gambaran yang dapat terlewatkan pada pemeriksaan endoskopi. Akhirnya, tumor mengatur dari distal
esofagus yang dapat menyebabkan akalasia melalui sindrom paraneoplastik. Respon autoimun terhadap
antigen neural ekspresi tumor yang dikenal sebagai bukan bagian dari sel tubuh. Aktivasi sel T seperti antibodi
sel plasma secara langsung beraksi pada antigen untuk menghambat pertumbuhan tumor tapi tidak bereaksi
pada porsi sistem saraf diluar blood brain barrier. Anti-Hu (juga dikenal sebagai tipe 1 antibodi nuklear
antineuronal (ANNA-1)) dikenal sebagai protein yang mengekspresikan jaringan kanker seperti pada sistem
saraf pusat, perifer, otonom, dan enterik. Sindrom paraneoplastik biasanya terlihat dengan sel kecil kanker
paru tapi juga dapat digambarkan pada neuroblastoma dan pasien kanker prostat. Manifestasinya berupa
gastroparesis dan pseudo-obstruksi intestinal. Encepalomielitis, neuropati sensori, dan degenerasi serebral juga
sering terjadi. Yang paling penting, manifestasi saluran pencernaan dapat selalu mendahului diagnosis kanker
dan kemunculan respon paraneoplstik mungkin menandakan prognosis yang baik. Kasus aganglionosis
intestinal dan antibodi anti-Hu pada ketidakadaan neoplasma jarang terjadi.03
F. Sign dan Symptom
Bukti yang mendukung fungsi abnormal dari esofagus sangatlah terbatas. Fungsi abnormal lambung meliputi
gangguan akomodasi lambung proksimal, kecepatan pengosongan cairan lambung, dan berkurangnya sekresi asam
lambung sesuai dengan keabnormalitasan persarafan vagus ataupun enterik pada lambung proksimal. Tanda
berkurangnya sel ganglion dan saraf nitric oxide dapat dilihat pada korpus lambung pada pasien akalasia, bahkan
enteric neuropathy dapat menjalar sampai ke esofagus. Bagaimanapun juga, kelainan ini tidak terjadi pada semua
pasien dan beberapa penelitian tidak mennemukan kelainan pada sekresi asam lambung ataupun fungsi vagus.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Csendes et al, kurang dari setengah pasien akalasia mengalami pengurakan
konsentrasi sel ganglion pada bagian pertengahan lambung jika dibandingkan dengan aganglionosis esofagus yang
terjadi lebih dari 90% pasien. Pada penelitian yang sama terhadap 34 pasien akalasia, pengosongan cairan
lambung tidak berbeda secara signifikan dibandingkan terhadap kontrol. Biopsi pada pertengahan jejunum dan
kolon transversal menunjukkan kepadatan neuronal yang mirip dengan kontrol. Secara keseluruhan, kelainan
patologi dan fisiologi pada lambung dapat ditunjukkan pada pasien dengan akalasia namun tidak semuanya
signifikan secara klinis. Gangguan pada kantung empedu, spincter of Oddi, dan motilitas usus halus pernah terjadi
namun tidak umum dan secara keseluruhan tidak signifikan secara klinis.02
a. Gangguan sensasi viseral
Meskipun patofisologi disfungsi motorik telah dipelajari secara luas, namun hanya sedikit mengenai integritas
fungsi sensori esofagus pada akalasia. Persarafan afferen pada esofagus dan tanggapan sensasi sadar bergantung
pada serabut vagal dan spinal yang mengirimkan informasi pada sistem saraf pusat. Degenerasi sistem saraf
pusat, otonom, atau enterik dapat menyebabkan gangguan sensasi viseral pada akalasia. Tanda-tanda tidak
langsung seperti gangguan fungsional muncul dari pengamatan bahwa pasien dengan akalasia adalah kesadaran
yang rendah terhadap tahanan makanan pada esofagus atau kemunculan distensi esofagus. Selanjutnya,
penelitian yang tidak terkontrol menunjukkan pasien akalasia memiliki persepsi yang kurang terhadap kejadian
refluks asam baik sebelum ataupun sesudah pengobatan akalasia mereka.02
Jumlah yang terbatas pada investigasi pemeriksaan sensasi esofagus pada akalasia. Dua penelitian sebelumnya
mengevaluasi sensitivitas viseral dengan menggunakan distensi balon intraesofagus. Kedua penelitian tersebut
menemukan kelainan pada pasien akalasia. Bagaimanapun juga penelitian ini menggunakan fixed-volume, balon
karet. Sebagai hasi l dari teknik ini, sejumlah stimulus tekanan diberikan pada dinding esofagus yang
divariasikan berdasarkan derajat kemunculan dilatasi kedua berdasarkan status penyakit. Metode validaitas
terbatas pada pasien akalasia, dimana dialtasi esofagus biasa ditemukan. Rate et al melaporkan kurangnya
respon sensori esofagus terhadap stimulus elektrik pada penelitian cohort pasien dengna kelainan motilitas
esofagus yang bervariasi termasuk akalasia. Brackbill et al melakukan penyelidikan pada fungsi sensori akalasia
dengan menggunakan barostat yang dapat memelihara stimulus tekanan konstan secara bebas pada diameter
lumen. Penelitian ini menunjukkan perbedaan yang signifikan pada mekanosensitivitas pada pasien akalsia yang
dilaporkan mengalami nyeri, distensi yang dipengaruhi kontrol kesehatan. Pengamatan yang sama dilakukan
untuk menunjukkan penurunan jemosensitivitas pada pasien dengan akalasia menggunakan modifikasi
Bernstain test. Penelitian ini mendukung konsep gangguan sensitivias esofagus pada akalasiatapi tidak
mengidentifiikasikan kerusakan yang terjadi pada sistem saraf pusat, otonom, ataupun enterik. Desensitisasi
sentral menunjukkan kronisitas distensi esofagus dan iritasi kimmia melalui tahanan muatan dalam esofagus.02
b. Nyeri dada
Nyeri dada sering digambarkan sebagai sensasi tercekik atau tertekan pada daerah dada, dan sering sulit
dibedakan dengan nyeri dada pada penyakit jantung iskemik. Adanya gastroesofageal refluks membuktikan
adanya akalasia. Bagaimana pun juga nyeri dada yang menyerupai heart burn sering dialami oleh beberapa
pasien akalasia. Hal tersebut sering dikolerasikan dengan pembentukan asam laktat dari fermentasi sisa-sisa
makanan di lumen esofagus.
Sebagai pembanding pada berkurangnya sensitivitas viseral esofagus, nyeri dada terjadi pada 17%-63% pasien
akalasia. Mekanisme nyeri dada ini tidak jelas dan sepertinya lebih dari satu mekanisme yang terlibat. Usulan
etiologi meliputi kontraksi esofagus kedua atau ketiga, distensi esofagus akibat tahanan makanan, dan iritasi
akibat tahanan obat, makanan, dan pertumbuhan yang berlebih dari bakteri atau jamur. Inflamasi dalam dinding
esofagus dapat juga terlibat. Dalam penelitian prospektif, tidak ditemukan hubungan antara kejadian nyeri dada
dan abnormalitas manometri ataupun radiografi. Pada penelitian yang sama, pasien dengan nyeri dada terjadi
pada usia muda dan memiliki durasi symptom yang pendek dibandingkan terhadap pasien tanpa nyeri,
diperkirakan nyeri esofagus visseral kurang umum dibandingkan dengan neurodegenerasi. Sebagian besar
pasien dengan akalasia memiliki riwayat episode nyeri dada substernal yang hebat dan semakin parah atau
mengalami perubahan perjalanan penyakit. Pengobatan memiliki pengaruh kecil pada nyeri dada, meskipun
dapat meredakan disfagia. Pertentangan antara penelitian retrospektif menemukan nyeri dada pada 44% pasien
dengan akalasia yang menjalani Heller myotomi tapi tidak ditemukan hubungan antara nyeri dada terhadap usia
atau durasi symptom. Sebagai tambahan, nyeri dada pulih pada 84% pasien yang menjalani Heller myotomy.
Etiologi ini menjadi bervariasi terhadap jumlah nyeri dada terhadap variasi dan respon dari terapi.02
c. Disfagia
Symptom umum akalasia adalah kesulitan menelan (disfagia). Pasien biasanya menggambarkan makanan terasa
lengket di dada setelah ditelan. Disfagia terjadi baik pada makanan padat ataupun cair. Terkadang pasien
menggambarkan rasa berat di dada setelah makan. Nyeri dapat menjadi parah dan mirip seperti nyeri dada pada
penyakit jantung. Regurgitasi makanan yang terjebak di esofagus dapat terjadi terutama saat esofagus
berdilatasi. Jika regurgitasi terjadi pada malam hari ketika pasien tidur, makanan dapat masuk ke tenggorokan
dan menyebabkan batuk dan rasa tercekik. Jika makanan masuk ke trakea dan paru maka hal tersebut dapat
menyebabkan peneumonia (penumonia aspirasi). Akibat masalah dalam menelan makanan tersebut, sebagian
besar pasien dengan akalasia mengalami kehilangan berat badan.02
Symptom predominan akalasia adalah disfagia, tapi nyeri dada dan regurgitasi makanan atau material mukus
adalah umum terjadi pada pasien akalasia. Pasien juga mengeluh tidak bisa sendawa dan juga mengalami sedikit
penurunan berat badan. Terkadang pasien juga mengalami aspirasi pneumoni. Disfagia muncul paling awal,
terjadi pada makanan cair atau padat, hal tersebut diperburuk dengan dengan stres emosional dan makan
tergesa-gesa. Disfagia pada cairan merupakan karakteristik yang bermanifestasi awal.
Berbagai macam cara dilakukan untuk meningkatkan tekanan intraesofagus meliputi manuver valsava atau
mengembangkan rongga dada, dapat membantu bolus masuk ke lambung. Regurgitasi terjadi karena retensi
saliva dalam volume yang banyak dan makanan yang masuk ke esofagus. Biasanya ini terjadi ketika pasien
tidur terlentang. Pada regurgitasi jarang diikuti komplikasi aspirasi.
d. Penurunan Berat Badan
Secara umum terjadi penurunan berat badan yang ringan. Jika terjadi penurunan berat badan yang signifikan,
kita harus curiga adanya pseudoakalasia karena karsinoma. Kejadiannya kronis, dengan disfagia yang progresif
serta penurunan berat badan yang terus memburuk. Faktanya, pasien akalasia biasanya mengalami perburukan
gejala yang bertahap selama beberapa tahun sebelum didiagnosis.
Sering kali ditemukan penurunan berat badan pada pasien atau komplikasi pernafasan tapi secara umum tidak
ditemukan abnormalitas pada pemeriksaan fisik pada pasien dengan akalasia. Pasien dengan akalasia sekunder
memiliki kelainan fisik berdasarkan penyakit yang menyertainya.
G. Komplikasi
Komplikasi akalasia meliputi kehilangan berat korpus dan pneumonia aspirasi. Paling sering adalah inflamasi
esofagus, disebut esofagitis yang disebabkan oleh efek iritasi makanan dan cairan yang terkumpul pada esofagus
dalam waktu lama. Dapat juga terjadi ulkus esofagus. Perlu diperhatikan juga resiko kemungkinan terjadinya
kanker esofagus pada pasien akalasia.02
Bukti yang mendukung keabnormalan fungsi gastrointestinal di luar bagian esophagus terbatas. Abnormalitas
fungsi gastric termasuk memburuknya akomodasi bagian proksimal dari gastrik. Pengosongan cepat cairan dan
penurunan sekresi asam gastric adalah konsisten dengan keabnormalan antara vagal maupun inervasi enteric pada
bagian proksimal lambung. Kemudian, adanya penurunan pada kedua sel ganglion dan nitrit oksida ditemukan
pada badan lambung pasien dengan akalasia, memperlihatkan neuropati enterik dapat meluas ke esofagus.
Bagaimana pun juga perlu diketahui bahwa abnormalitas tersebut tidak terjadi pada semua pasien, dan beberapa
studi tidak menemukan kerusakan sekresi asam lambung atau fungsi vagus. Studi dari Csendes et al.,kurang dari
setengah pasien akalasia mengalami penurunan konsentrasi sel ganglion pada bagian tengah lambung, berbeda
dengan esophagus aganglion yang terdapat pada lebih dari 90% pasien. Pada studi yang sama, 34 pasien akalasia,
pengosongan makanan padat dari lambung tidak berbeda secara signifikan dibandingkan dengan control. Biopsi
yang dilakukan pada bagian tengah jejunum dan kolon transversal menunjukkan kepadatan neuron yang sama
dengan control. Secara keseluruhan, keabnormalan patologi dan fisiologi pada lambung dapat ditemukan pada
beberapa pasien akalasia tapi jarang signifikan secara klinik. Gangguan kantung empedu, spinkter Oddi dan
motilitas usus besar telah dilaporkan tapi biasanya jarang dan umumnya tidak signifikan secara klinis.
H. Pemeriksaan
Diagnosis akalasia dengan menggunakan sinar-x disebut video-esofagram yang diambil setelah pasien menelan
barium. Gambaran video-esofagram akan menunjukkan dilatasi esofagus dengan karakteristik menyempit pada
bagian bawah, terkadang berbentuk seperti paruh burung sehingga barium akan tertahan lebih lama di esofagus
sebelum masuk ke lambung.02
Tes lainnya dengan menggunakan esofagus manometry, tabung tipis yang dapat mengukur tekanan kontraksi otot
esofagus yang dimasukkan melalui hidung, turun melalui kerongkongan, dan masuk ke esofagus. Pada pasien
akalasia, setelah menelan tidak ditemukan gelombang peristaltik pada separuh esofagus bagian bawah, dan tekanan
pada sfingter esofagus bawah yang terkontraksi tidak berubah saat menelan.02
Endoskopi merupakan pemeriksaan dengan memasukkan tabung seratoptik yang fleksibel dengan kamera dan
cahaya pada bagian ujungnya. Kamera akan memberikan visualisasi bagian dalam esofagus. Penggunaan
endoskopi sangat penting karena dapat mengeksklusi keberadaan kanker esofagus.02
I. Diagnosis Banding
a. Penyakit Chagas’s
Penyakit ini merupakan infeksi yang disebabkan oleh parasit, Trypanosoma cruzi dan kejadian ini terbatas pada
Amerika Tengah dan Selatan. Parasit ini dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan serangga,
reduviid bug. Parasit ini dapat menyebar ke seluruh tubuh, terutama pada otot saluran pencernaan, dari esofagus
sampai rektum, dapat juga mempengaruhi otot jantung. Pada saluran pencernaan, parasit menyebabkan
degenerasi saraf yang mengendalikan otot dan menyebabkan fungsi yang abnormal pada saluran pencernaan.
Jika kebnormalan tersebut mempengaruhi esofagus, maka kelainan yang terjadi identik dengan akalasia.02
Penyakit Chagas’s dan kanker esofagus memberikan gambaran yang sama pada pemeriksaan dengan video dan
manometri esofagus. Sedangkan, pemeriksaan dengan menggunakan endoskopi dapat mengeksklusi keberadaan
kanker.02
b. Kanker lambung atau kanker pada gastroesofagus junction :
Pada tahap lanjut, invasi kanker pada esofagus neural pleksus menyebabkan sfingter esophagus bagian bawah
tidak dapat berelaksasi sehingga timbul keadaan mirip akalasia. Kondisi ini disebut pseudoakalasia maligna.
Contrast radiography dan endoscopy juga sulit membedakan kedua hal tersebut. Namun pemerikasaan
endoscopic cardia menggunakan retroflexed view bisa meneksklusi neoplasma cardia. Pada beberapa kasus CT
scan atau endoskopi ultrasound juga diperlukan.
Maka pasien dengan presumed diagnosis akalasia tapi durasi gejala yang singkat dan progresif, penurunan berat
badan signifikan, usia lebih tua dan sedang dirujuk untuk menjalani minimally invasive surgery harus
melakukan pemeriksaan imaging tambahan untuk menyingkirkan kemungkinan malignancy yang tersembunyi.
Dikarenakan kondisi ini tidak dapat dideteksi selama pembedahan.
c. Gastroesofagus Refflux Disease (GERD) :
Gejala dari akalasia mirip dengan GERD terutama ketika pasien menjelaskan kualitas nyeri dada dan perasaan
panas di ulu hati (burning pain). Diperlukan anamnesis yang baik untuk membedakan kedua kondisi tersebut
dengan cara mengklarifikasi regurgitasi yang dialami pasien dengan jelas, berasal dari lambung atau esophagus.
Perbedaan kedua kondisi tersebut akan sangat jelas jika dilakukan pemeriksaan barium x-ray, endoscopy, dan
manometry.
d. Disfagia yang disebabkan kelainan struktural lain:
Gejala disfagia sangat umum dijumpai pada kelainan di esophagus, biasanya riwayat disfagia yang intermiten
terhadap makanan dan minuman merujuk pada kelainan yang disebabkan oleh gangguan motorik. Pemeriksaan
barium x-ray dapat membedakan akalasia dengan kelainan motorik lainnya seperti spasme esofagus difuse,
tetapi pada 20% kasus gambaran khusus untuk penyakit tertentu jarang ditemukan.