Vous êtes sur la page 1sur 7

Nama ; jusika

Npm ; 20508668

Kelas ; 3p

Makul; PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

TUGAS-10

JAWABAN
1. Dalam Pendekatan Bottom-Up,Masyarakat juga dapat meningkatkan kultur pendidik
an antikorupsi kepada anak sejak dini. Hal ini bertujuan agar dapat membentuk priba
di anak yang nantinya akan berakhlak dan berkarakter baik. Selain itu, masyarakat ju
ga dapat membudayakan kultur antikorupsi pada kehidupan sehari-hari. Misalkan tid
ak melakukan korupsi waktu ketika memiliki janji kepada orang lain, tidak menconte
k pekerjaan orang lain, dan tidak mengambil keuntungan secara diam-diam atas dan
a yang dipegang walaupun jumlah dananya sedikit. Apabila kultur tersebut sudah me
njadi kebiasaan di tengah masyarakat, maka kesadaran dan rasa malu untuk melakuk
an tindak pidana korupsi akan menjadi sebuah budaya. Banyak dari pengungkapan k
asus tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh KPK berasal dari pengaduan masyara
kat. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat dapat berperan penting untuk memberik
an kontribusi yang baik kepada KPK dalam upaya pemberantasan tindak pidana koru
psi. Selain itu, hal ini juga menguatkan kedudukan KPK sebagai reformasi yang lahir d
ari rakyat itu sendiri. Sehingga dengan berkontribusi untuk mencegah terjadinya tind
ak pidana korupsi, masyarakat dapat memaksimalkan kinerja KPK dalam menyelemat
kan potensi kerugian negara yang dilakukan oleh oknum pejabat pemerintahan. Me
ngawasi pemilihan umum dengan melihat rekam jejak calon pemimpin. Masyarakat j
uga dapat berperan untuk membersihkan pemerintahan dari potensi tindak pidana k
orupsi. Langkah yang paling efesien dan efektif adalah dengan mencermati rekam jej
ak calon pemimpin dalam pemilihan umum. Masyarakat harus memiliki kesadaran ti
nggi untuk menolak praktik politik uang dan tidak memilih calon pemimpin yang ber
potensi atau telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Hal ini sekaligus dapat
dilakukan tidak hanya untuk menghindarkan calon pemimpin yang memiliki rekam je
jak buruk dalam pemberantasan korupsi menduduki jabatan publik melainkan memb
erikan kesempatan untuk melakukan reformasi pemerintahan dan mewujudkan pem
erintahan yang bersih dan berintegritas. Pendalaman nilai Pancasila kepada masyara
kat untuk meningkatkan kesadaran anti korupsi.Kelima sila Pancasila merupakan nilai
yang perlu ditanamkan, dikuatkan serta dipertahankan oleh seluruh golongan masya
rakan dalam kaitannya dengan pemberantasan korupsi dari bawah. Nilai Pancasila be
risikan tentang prinsip kehidupan yang memotivasi tiap manusia yang memiliki prinsi
p tersebut untuk selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan Indonesia dengan ti
dak mengambil dan menggangu hak orang lain (Korupsi) sehingga apabila masyaraka
t mengilhami nilai Pancasila, maka budaya untuk melakukan korupsi pun akan berkur
ang. Pendekatan Top-Down Korupsi adalah gejala dari suatu negara dan institusi ya
ng lemah (Haarhuis: 2005). sehingga harus ditangani dengan cara melakukan reform
asi di segala bidang, baik hukum, politik, ekonomi maupun administrasi pemeritahan.
Menurut Bozzimi (2013:5), strategi untuk melawan korupsi juga telah di awali oleh in
stitusi tertinggi suatu negara dengan mengikuti pendekatan top-down: yaitu dengan
pembentukan hukum dan lembaga negara baru. kampanye kepekaan rakyat dan tun
tutan akan integritas, yang kebanyakan berasal dari tingkat tertinggi pemerintahan, t
ermasuk dari presiden sendiri. Hal ini sangat penting karena tidak mungkin untuk me
lawan korupsi tanpa adanya komitmen dari pimpinan tingkat atas.Struktur akuntabili
tas perlu diperkuat dan transparansi dalam pengelolaan urusan publik. perlu ditingka
tkan, supaya perbaikan dapat dilakukan dan dipertahankan secara terun menerus. A
kuntabilitas, transparansi, dan partisipasi warga merupakan elemen penting untuk m
empertahankan pengendalian korupsi. Dalam melaksanakan tugas pemberantasan k
orupsi, perlu partisipasi dan peran semua elemen bangsa, baik eksekutif, legislatif m
aupun yudikatif. Oleh karena itu, reformasi sistem penegakan hukum dan pelayanan
publik yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya sangat diperlukan. Ada pun K
elebihan dan Kekurangan Pendekatan Top-Down, Kelebihanannya Dengan perubaha
n pada level tertinggi pemerintahan atau peyelenggara negara, diharapkan dapat me
mbuat tata kelola pemerintahan di masing-masing lembaga menjadi baik. dan bebas
korupsi. Dapat diibaratkan apabila kepala berpikir hal yang baik, maka seluruh anggo
ta badan lainnya juga akan melakukan hal yang baik. Dengan reformasi hukum, para
clit swasta dan elit politik yang korup tidak lagi kebal dan hukum. Pejabat publik yang
mendukung program antikorupsi akan meningkatkan kepercayaan rakyat, sehingga
mereka merasa yakin untuk mendukung upaya pemerintah memberantas korupsi. D
engan bantuan pengawalan rakyat dan kebebasan pers dalam penyelenggaraan pem
erintahan, KPK sebagai lembaga independent yang tidak memiliki pengaruh politik ak
an sangat terbantu. Terlebih dengan pemanfaatan sosial media, maka informasi pen
yimpangan dapat dengan mudah disebar dan rakyat dapat mengawal penegakan huk
um dengan lebih baik. Dan kekurangannya Sistem politik yang tidak kondusif dan kor
up, membuat gerakan anti korupsi yang bersifat top-down tidak efektif. Pemerintaha
n yang bersih tidak dapat terwujud apabila posisi strategis pejabat publik masih dipe
gang oleh para pemimpin, baik eksekutif, legislatif, dan yudikatif, yang masih mewari
si birokrasi patrimonialistik masa lalu yang korup. Adapun perbandingannya, Perban
dingan Bottom-Up dan Top-Down, Pendekatan untuk melaksanakan program anti ko
rupsi dari atas atau top down dilakukan dengan melaksanakan reformasi di segala hi
dang baik hukum, politik, ekonomi, maupun administrasi pemerintahan. Ini berarti u
paya pemberantasan korupsi diinisiasi oleh pihak-pihak yang memiliki kekuasaan dal
am pembuatan kebijakan dan pengelolaan birokrasi. Permasalahan korupsi di Indone
sia merupakan persoalan yang sudah bersifat struktural. sehingga tidak bisa hanya b
erharap kepada kalangan birokrat dan penegak hukum. Hal ini karena, korupsi meru
pakan hal yang sangat dekat dengan kekuasaan. Kekuasaan merupakan salah satu pe
luang yang dapat menyebabkan korupsi. Schingga, pemberantasan korupsi tidak dap
at hanya dilakukan secara top down, akan tetapi harus bottom up. Pemberantasan k
orupsi sampai ke akar harus melibatkan peran langsung dari rakyat. Pendekatan bott
om up sesuai dengan sistem pemerintahan demokrasi, di mana kebebasan masyarak
at sipil untuk bersuara dan berpendapat memiliki peran dalam mengawasi pemerint
ahan. Masyarakat harus mengawal kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah unt
uk memperkecil kesempatan orang melakukan korupsi. Hukum harus diperkuat, dem
ikian juga penegakkannya harus secara tegas memberikan hukuman yang setimpal p
ada koruptor, Namun hal tersebut membutuhkan sinergi dari kedua belah pihak. Sala
h satu asumsi dalam pendekatan bottom up adalah perlu adanya penyediaan data m
engenai efisiensi dan efektifitas pelayanan pemerintah melalui corruption diagnostic
s. Dengan penyediaan data mengenai problem korupsi, reformasi administrative-poli
tis dapat disusun secara lebih baik, serta membantu masyarakat paham mengenai ak
ibat buruk dari korupsi. Kesimpulannya, korupsi merupakan akar negara dan menjadi
salah satu permasalahan penting menurut Bank Dunia, Oleh karena itu, Bank Dunia
membuat program yang terus dikembangkan untuk memberantas korupsi dengan du
a pendekatan yakni. pendekatan bawah ke atas (bottom-up) dan pendekatan atas ke
bawah (top-bottom). Pendekatan dari bawah ke atas didasarkan atas asumsi pemaha
man mendasar dan meluas mengenai korupsi akan menambah kesadaran dalam me
mberantas korupsi. Kecukupan Network, corruption diagnostics, pelatihan khusus da
ri foolbox yang disediakan oleh World Bank, serta rencana aksi pendahuluan dibutuh
kan untuk membantu program antikorupsi ini. Beberapa contoh kegiatan menumbuh
kan sikap antikorupsi dengan pendekatan bottom-up ini adalah, pendidikan sikap an
tikorupsi kepada anak-anak kecil. pendalaman nilai Pancasila kepada masyarakat, pe
ngawasan kepada calon pemimpin yang akan dipilih dalam pemilu, serta pelaporan ti
ndak pidana korupsi yang terjadi di lingkungan sekitar. Kemudian, pendekatan top-d
own menitikberatkan pada komitmen dari pimpinan di level tertinggi dan dilaksanak
an oleh pihak-pihak level di bawahnya dalam meningkatkan akuntabilitas pelayanan
publik sehingga sifatnya tersentralisir. Asumsi yang digunakan ialah pejabat yang me
mbentuk kebijakan merupakan peran penting dalam keberhasilan penerapan aturan-
aturan demi menciptakan lingkungan antikorupsi. Pembentukan hukum atau lembag
a baru seperti KPK dan reformasi birokrasi yang sedang berlangsung di berbagai lemb
aga negara mencerminkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia dengan pende
katan atas ke bawah. Program antikorupsi yang terus dikembangkan ini sudah sewaj
arnya didukung dari berbagai pihak mulai dari tingkat tertinggi sampai tingkat individ
u. Permasalahan dan kerugian yang ditimbulkan dari sikap korupsi sudah nyata di de
pan mata merugikan setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Baik pendek
atan bottom-up maupun top-hottom memiliki keunggulan, kelemahan serta perbeda
an asumsi namun memiliki tujuan yang sama yaitu memberantas korupsi.
2. Praktik- praktik tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia hampir setiap hari dib
eritakan oleh media massa. Kenyataan praktik korupsi yang terjadi di Indonesia buka
n hanya melibatkan personal, tetapi juga instansi politik dan hukum. Fakta empirik d
ari hasil penelitian di banyak negara dan dukungan teoritik oleh para saintis sosial m
enunjukkan bahwa korupsi berpengaruh negatif terhadap rasa keadilan sosial dan ke
setaraan sosial. Korupsi menyebabkan perbedaan yang tajam di antara kelompok sos
ial dan individu baik dalam hal pendapatan, prestis, kekuasaan dan lain-lain. Tindak p
idana korupsi digolongkan ke dalam kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Tinda
k pidana korupsi termasuk ke dalam golongan tindak pidana khusus, sehingga meme
rlukan langkah-langkah yang khusus untuk memberantasnya. Hukum positif Indonesi
a mengatur pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 20
01 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berbagai upaya pemerintah untuk
meminimalisasi penyebaran tindak pidana ini tampaknya belum memperoleh hasil y
ang signifikan. Menurut bidang psikologi, terdapat dua teori yang menyebabkan terj
adinya korupsi, yaitu teori medan dan teori big five personality. Teori medan adalah
perilaku manusia merupakan hasil dari interaksi antara faktor kepribadian (personali
ty) dan lingkungan (environment) atau dengan kata lain lapangan kehidupan seseora
ng terdiri dari orang itu sendiri dan lingkungan, khususnya lingkungan kejiwaan (psik
ologis) yang ada padanya. Melalui teori ini, jelas bahwa perilaku korupsi dapat dianal
isis maupun diprediksi memiliki dua opsi motif yakni dari sisi lingkungan atau kepriba
dian individu terkait. Teori yang kedua adalah teori big five personality. Teori ini mer
upakan konsep yang mengemukakan bahwa kepribadian seseorang terdiri dari lima f
aktor kepribadian, yaitu extraversion, agreeableness, neuroticism, openness, dan co
nscientiousness. Aspek pertama yang menjadi penyebab korupsi di Indonesia adalah
sikap masyarakat terhadap praktik korupsi. Misalnya, dalam sebuah organisasi, kesal
ahan individu sering ditutupi demi menjaga nama baik organisasi. Demikianlah tinda
k korupsi dalam sebuah organisasi sering kali ditutup-tutupi. Akibat sikap tertutup ini,
tindak korupsi seakan mendapat pembenaran, bahkan berkembang dalam berbagai
bentuk.
Selain tindakan pencegahan dan pemberantasan, pengembalian aset merupakan salah s
atu upaya yang dilakukan untuk menanggulangi korupsi. Meski berpotensi mengembalik
an kerugian negara, dalam pelaksanannya masih terdapat isu hukum tentang adanya ke
ndala sita aset perkara tindak pidana korupsi. Keberhasilan dalam pengembalian aset se
cara perdata patut diapresiasi, namun pengembalian aset tersebut belum optimal karen
a masih banyak jumlah kerugian yang belum kembali. pengembalian aset merupakan ran
gkaian proses atau tahapan yang dimulai dari pengumpulan bahan keterangan atau intel
ijen, bukti-bukti, penelusuran aset, pembekuan dan penyitaan aset, proses persidangan,
pelaksanaan penetapan atau putusan pengadilan, hingga penyerahan aset kepada negar
a. Pengembalian aset sendiri menjadi tanggung jawab seluruh lembaga penegak hukum
yang berwenang melakukan penyidikan atau penuntutan tindak pidana korupsi, dalam h
al ini yaitu Kepolisian RI, Kejaksaan RI, serta Komisi Pemberantasan Korupsi. Upaya ini, uj
ar Agustinus, terkendala oleh sulitnya membuktikan hubungan antara aset dan tindak pi
dana karena penyitaan dan perampasan yang diatur dalam KUHAP dan KUHP masih berb
asis properti. Dari sisi substansi hukum terdapat beberapa kelemahan, misalnya aturan p
enyitaan berdasarkan KUHAP dikonstruksikan untuk kepentingan pembuktian tindak pid
ana, tidak untuk kepentingan pengembalian aset. sistem sita aset berbasis nilai sebagai
mana dikatakan dalam Pasal 31 UNCAC 2003 lebih prospektif diterapkan dalam upaya pe
ngembalian aset, yaitu dengan mekanisme sita aset pengganti sejak penyidikan sampai n
ilai yang setara dengan nilai aset tindak pidana korupsi. Sistem ini, menurutnya, lebih me
mudahkan pembuktian karena tidak perlu membuktikan hubungan antara aset pelaku d
engan tindak pidana korupsi, melainkan cukup membuktikan nilai aset tindak pidana kor
upsi kemudian dilakukan sita aset bernilai setara. Sistem ini juga prospektif karena berse
suaian dengan pembuktian tindak pidana korupsi yang mengarah pada nilai kerugian keu
angan negara ataupun nilai aset tindak pidana korupsi, dan dapat menjangkau nilai manf
aat atau keuntungan dari hasil tersebut, termasuk kenaikan nilai karena apresiasi terhad
ap aset. Berdasarkan hasil penelitian tersebut perlu perubahan ketentuan tentang penyi
taan, perampasan, dan pembuktian untuk kepentingan pengembalian aset, baik dalam R
UU KUHAP, RUU Perampasan Aset, ataupun dalam suatu peraturan perundang-undanga
n pidana yang khusus. Tindak pidana korupsi adalah tindakan merampas aset yang meru
pakan hak negara sehingga negara kehilangan kemampuan untuk melaksanakan kewajib
an dan tanggung jawab untuk mensejahterakan rakyatnya. Aset hasil tindak pidana koru
psi yang diambil oleh para koruptor banyak yang dilarikan serta disembunyikan di luar n
egeri. Hasil korupsi disembunyikan di rekening bank di luar negeri melalui mekanisme pe
ncucian uang sehingga upaya dalam melacak serta mengembalikan aset tersebut menjad
i sulit. Tidak jarang teknik pencucian uang ini disempurnakan oleh akuntan, pengacara, d
an bankir yang disewa oleh koruptor. Dalam melakukan proses pengembalian aset hasil
tindak pidana korupsi ini, negara-negara di dunia saling melakukan kerja sama internasio
nal dalam rangka mempermudah proses pengembalian aset ini. Tetapi dalam pelaksanaa
nya terdapat kendala-kendala yang disebabkan antara lain: sistem hukum yang berbeda,
sistem perbankan dan finansial yang ketat dari negara di mana aset berada, praktek dala
m menjalankan hukum, dan perlawanan dari pihak yang hendak diambil asetnya oleh pe
merintah. Indonesia sudah melakukan upaya pemberantasan korupsi sejak lama dan dal
am sejarah perkembangan peraturan perundang-undangan pemberantasan korupsi,[5] t
erdapat beberapa ketentuan pengembalian dan mekanisme pengembalian aset hasil tin
dak pidana korupsi. Namun, berbagai peraturan perundang-undangan yang di dalamnya
mengatur tentang pengembalian aset masih memiliki kelemahan-kelemahan.

“SALAM ANTI KORUPSI”


“berani melakukan perubahan dan melawan korupsi adalah sesuat
u yang membuat kita lebih di hargai”

‘KATAKAN TIDAK, PADA KORUPSI’

Vous aimerez peut-être aussi