Vous êtes sur la page 1sur 12

PENBAB0L0AN ISLAN BI NABINAB

Islam pada periode Madinah adalah Islam yang terus mencari tata sistem pemerintahan yang
cocok. Hingga Nabi wafat, model politik yang baku tak pernah diformulasikan olehnya. Hal ini lumrah
saja, karena tujuan dan fungsi utama Nabi adalah sebagai seorang rasul dan bukan pemimpin --dan
apalagi-- pemikir politik. Islam sebagai komunitas politik di Madinah adalah hasil kolaborasi berbagai
unsur, antara Nabi, kaum muslim, oran-orang Yahudi Madinah, dan lingkungan politik ketika itu,
khususnya dua imperium besar Romawi dan Persia. Ajaran-ajaran Islam menyangkut persoalan-
persoalan keduniaan merupakan karya bersama yang diciptakan oleh kondisi dan situasi di mana Nabi
hidup. Dengan kata lain, tak pernah ada bentuk final dari ajaran-ajaran itu, karena Nabi dan para
pengikutnya selalu berusaha mencari model yang terbaik yang bisa diterapkan dalam masyarakat Islam.
Sebagai produk kolaborasi banyak unsur, ajaran-ajaran dan doktrin Islam sesungguhnya bersifat relatif.
Ia tunduk kepada kepentingan-kepentingan situasional. Dari sudut pandang sejarah, tidak ada yang
permanen dalam doktrin Islam, karena ia diciptakan oleh kondisi tertentu. Adanya unsur-unsur beragam
dalam masa-masa awal pembentukan Islam juga mengindikasikan bahwa tidak ada yang murni
religius dalam doktrin Islam. Apalagi perkara-perkara yang menyangkut persoalan publik seperti
politik, ekonomi, dan hukum, unsur-unsur sekular (non-agama) sangat kental mewarnai pembentukan
doktrin-doktrin tersebut. Dalam banyak urusan menyangkut persoalan keimanan, perintah rinci
mengenainya kerap kali datang langsung dari Nabi berdasarkan petunjuk wahyu. Tapi dalam banyak
urusan keduniaan, seringkali wahyu (baca; Alquran) datang belakangan untuk mengkonfirmasi atau
mengoreksi apa yang dilakukan Nabi dan para sahabatnya. Dengan kata lain, dalam urusan-urusan
keduniaan, Nabi dibebaskan Tuhan untuk melakukan kreativitas dan ijtihadnya sendiri yang kadang
salah dan kadang benar-- sedangkan dalam masalah-masalah keimanan, Tuhan memberikan garis-garis
besar secara langsung lewat wahyu.
Dengan demikian, praktik kehidupan berpolitik (polity) Nabi di Madinah sesungguhnya bukanlah
sebuah pelaksanaan terhadap sebuah format tata pemerintahan yang sudah jadi dan sempurna, tapi
merupakan proses percobaan yang dilakukan secara terus-menerus. Karenanya, sebagai sebuah
masyarakat yang masih sangat sederhana, Madinah pada masa Nabi bukanlah inspirasi yang ideal untuk
tata-kehidupan bernegara, apalagi negara modern. Kota ini tak punya model yang jelas tentang format
politik, ekonomi, dan juga hukum. Hal ini karena misi utama Nabi adalah sebagai seorang rasul dan
bukan sebagai pemimpin politik. Apa-apa yang menyangkut bidang-bidang ini, Nabi lebih sering
menjalankannya berdasarkan logika keadaan ketimbang perintah-perintah baku dari Tuhan. Dalam
bidang hukum, misalnya, Nabi lebih sering menerapkan standar umum yang berlaku ketika itu. Aturan-
aturan hukum yang sebelumnya dipraktikkan oleh masyarakat Madinah, dan khususnya pemeluk
Yahudi, diadopsi dan dipertahankan. Beberapa pasal atau aturan hukum yang dijalankan Nabi untuk
menegakkan keadilan di Madinah bahkan kadang tak ditemukan sama sekali dalam Alquran, tapi
memiliki rujukan dalam tradisi masyarakat Madinah. Misalnya, untuk menyebut satu contoh, hukuman
rajam. Jenis hukuman ini tak ditemukan dalam Alquran. Ia adalah warisan hukum bangsa Yahudi yang
secara jelas disebut dalam kitab Perjanjian Lama. Bahkan, aturan teknis dari penerapan hukum ini
sangat kental diwarnai semangat keyahudian (Israiliyyat). Dalam sebuah Hadis tentang pelaksanaan
hukum rajam, Nabi mengutip kitab suci orang-orang Yahudi bahwa hendaknya yang paling suci di
antara kalian yang melempar batu pertama. Alquran lebih sering mengkonfirmasi apa-apa yang
dijalankan Nabi dan para sahabatnya mengenai persoalan-persoalan hukum ketimbang memberi
inisiatif tentang apa yang harus dilakukan Nabi. Bahkan detil-detil dari hukum personal (ahwal
shakhsiyah) seperti masalah perkawinan, perceraian, dan warisan, sebagian besar datang berdasarkan
pertanyaan para sahabat kepada Nabi. Dengan kata lain, Alquran tidak akan memberikan inisiatif apa-
apa menyangkut persoalan keduniaan Nabi selama Nabi menemukan model yang baik untuk
diterapkan. Begitu juga, dalam bidang ekonomi, masyarakat Madinah melakukan aktivitas ekonomi
sesuai dengan aturan main pada saat itu. Masyarakat Arab yang pencarian utamanya berdagang
sangat bergantung kepada sistem merkantilisme yang berlaku dalam sistem ekonomi-politik yang lebih
luas, dalam hal ini, Romawi dan Persia. Pada masa mudanya, Nabi pernah pergi beratus-ratus kilo meter
ke wilayah kekuasaan Romawi untuk menjajakan barang dagangannya. Tradisi mengikuti arus pasar
ini tak pernah dilarang oleh Nabi, atau paling tidak tak pernah disinggung-singgung. Nabi dan para
sahabatnya lebih memilih mengikuti aturan main yang berlaku pada saat itu. Inisiatif ekonomi Islam
baru datang belakangan (yakni pada masa Umawiyah), setelah kekuasaan politik Islam semakin luas,
dan kerajaan Islam membutuhkan kurensi (alat pertukaran) sendiri untuk memudahkan transaksi
ekonomi mereka, dan agar tidak tergantung dengan kerajaan-kerajaan lain. Singkatnya, Islam pada
periode Madinah adalah Islam yang terus mencari tata sistem pemerintahan yang cocok. Hingga Nabi
wafat, model politik yang baku tak pernah diformulasikan olehnya. Hal ini lumrah saja, karena tujuan
dan fungsi utama Nabi adalah sebagai seorang rasul dan bukan pemimpin --dan apalagi-- pemikir politik.
Stiuktui Pemeiintahan Negaia Islam Nauinah
Struktur Pemerintahan Negara Islam Madinah pada zaman Rasulullah SAW, telah sampai kepada kita
secara mutawatir dalam bentuk umum, dan diperincikan melalui riwayat. Telah diketahui secara
mutawatir, bahawa Rasulullah SAW sendiri telah mendirikan struktur Negara Islam, melengkapkannya
semasa baginda masih hidup dan meninggalkan bentuk pemerintahan yang diketahui umum dan dapat
dikaji sepanjang masa.Nabi SAW telah menguruskan semua urusan negara, mulai dari urusan
pemerintahan, perundangan, politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Adapun struktur tsb
ringkasnya seperti berikut:
1)Ketua Negara
Semasa kaum Ansar melakukan baiah Aqabah Pertama, mereka telah berjanji kepada Rasulullah
SAW untuk membentuk kekuatan yang perlu untuk memastikan diperolehinya kekuasaan di
Madinah untuk baginda. Rasulullah tidak berhijrah ke Madinah sehingga benar-benar ada jaminan
tentang pembentukan Negara Islam di Madinah. Apabila ini telah wujud, baginda SAW sendiri
memimpin pengurusan urusan kaum muslimin dan penerapan hukum Islam.
2) Naib Ketua Negara
Ketika Rasulullah SAW keluar dari Madinah untuk berperang, menunaikan ibadah haji ataupun
umrah, baginda saw sentiasa melantik seseorang yang akan menggantikan kedudukan baginda
dalam menguruskan urusan ummat Islam di Madinah.
3) Muawin/Wazir
Nabi SAW telah melantik pembantu untuk membantu baginda dalam hal ihwal pemerintahan. Pada
zaman Nabi, mereka ini dikenali sebagi wazir. Rasulullah SAW telah meminta pandangan mereka
dan menyerahkan hal ehwal pemerintahan, mahkmah, peperangan dan urusan umum yang lain
kepada mereka. Dari Abi Said al-Khudri berkata, Rasulullah saw. bersabda:
Adapun dua orang wazirku dari penduduk bumi adalah Abu Bakar dan Umar. [An-Nasa'i, Sunan,
hadith. no. 4133]
4) Setiusaha (Bitanah)
Bitanah merupakan setiusaha dan penasihat Nabi SAW. Abi Said al-Khudri berkata, bahawa Nabi
saw. bersabda:
Allah tidak pernah mengutus seorang Nabipun dan tidak pernah menggantikan seorang
khalifahpun, kecuali ia mempunyai dua bitanah (setiausaha). Setiausaha yang memerintahkannya
kepada kemakrufan dan mendorongnya untuk melakukannya, serta setiausaha yang
memerintahkannya kepada keburukan dan mendorongnya. Adapun orang yang terjaga, adalah
siapa sahaja yang dijaga oleh Allah SWT. [Al-Bukhari, Sahih, hadith no. 6659]
5) Angkatan Bersenjata
Angkatan bersenjata Negara Islam adalah satu, iaitu askar, yang terdiri dari batalion-batalion,
pengawal dan perajurit perbatasan. Rasulullah saw. sejak mula-mula menjadi ketua negara telah
menyiapkan angkatan bersenjata. Bagindalah yang secara langsung menjadi Panglima Perang.
Baginda juga melantik para ketua pasukan yang keluar untuk berperang, tanpa kehadiran baginda di
sisinya. Mereka ini adalah detachment (pasukan gerak khas). Baginda juga telah melantik batalion
dan menyerahkan panji batalion kepada mereka. Rasulullah SAW menguruskan hal ihwal
pentadbiran ketenteraan, seperti persediaan logistik, pelatihan, persenjataan, panji dan bendera
pasukan.
6) Wali dan Para Amil
Apabila Negara Islam telah meluas dan berkembang, maka Nabi SAW membagi-bagikan Negara
Islam Madinah menjadi beberapa wilatah dan daerah, kemudian setiap wilayah dilantik seorang
wali dan setiap daerah dilantik seorang amil (ketua daerah). Masing-masing bandar: Makkah, Taif,
Yaman, Bahrain, Oman dan Yamamah merupakan wilayah, kemudian Yaman dibagi oleh baginda
menjadi dua wilayah, iaitu Sana sebagai satu wilayah dan Hadramaut sebagai wilayah yang lain.
Kemudian Yaman dijadikan menjadi lima wilayah.
7) Kehakiman
Rasulullah SAW sendiri telah mengepalai urusan kehakiman, samada berkenaan dengan
persengketaan, mazhalim (kezalim pihak berkuasa) ataupun untuk mencegah daripada apa-apa
yang boleh memudaratkan hak-hak masyarakat. Baginda juga melantik seseorang yang
memutuskan persengketaan secara sementara.
8) Jabatan Pentadbiran (management) Awam Negara
Rasulullah SAW telah melaksanakan pentadbiran untuk menguruskan urusan kaum muslimin,
menerapkan hukum-hukum Allah dan mentadbir kemaslahatan rakyat, sementara untuk membantu
aktivitas seorang pentadbir, maka baginda SAW melantik seorang penulis untuk setiap urusan
berkenaan.
9) Majlis al-Ummah
Rasulullah saw. telah mengkhususkan 14 orang lelaki iaitu tokoh-tokoh yang memawakili kaum
mereka, untuk bermusyawarah, 7 orang dari mereka berasal kalangan Ansar, dan 7 orang lagi dari
Muhajirin. Rasulullah senantiasa merujuk kepada mereka dalam urusan pemerintahan, pentadbiran
dan perlantikan para wali dan pegawai pentadbiran.
10) Diwan
Ada bagian Diwan yang bertanggungjawab untuk mencatat wahyu, surat-surat kepada raja-raja dan
regim yang ada, teks perjanjian, dokumen hutang-menghutang, dan akad-akad yang lain. Ada pula
bagian yang bertanggung-jawab dalam hal mencatat ghanimah, hasil perolehan pertanian, harta
sedekah, bilangan tanah yang diagihkan, dan sebagainya. Dalam realitasya, ini merupakan
pendapatan Negara, semuanya catatan tsb disimpan dalam file. Diwan yang mencatat pendapatan
negara ini kemudian disempurnakan pada zaman Khalifah Umar bin al-Khattab dan dikenal sebagai
sebutan Diwan al-Kharaj. Sistem pentadbiran Diwan ini mengalami perkembangan pada zaman
al=Khulafa al-Rasyidun. Adalah Khalifah Umar yang memperluaskannya lagi penyusunan
pentadbiran ini, dan tercetuslah sistem Diwan.













SEIARAB PERABABAN ISLAN FASE NABINAB
Islam dari awal periode Madinah sudah menunjukkan budaya dan peradaban yang direfleksikan
ke dalam dunia politik, ekonomi dan teknologi dan lain-lain. Islam pada periode Madinah telah
meletakkan nilai-nilai dasar filosofi kehidupan yang disampaikan langsung oleh Rasulullah SAW yang
nantinya akan mempengaruhi kehidupan masyarakat Islam dunia dengan peradaban dan budaya khas
Islam. Kemajuan peradaban Islam tidak lepas dari pengembangan eksistensi dari masyarakat Islam yang
majemuk, dan terus berkembang sesuai dengan dinamika dunia pada saat itu, Islam hadir di tengah-
tengah masyarakat yang tidak mempunyai landasan yang kuat dan tidak memiliki pegangan akan nilai-
nilai kearifan dan kebijaksanaan, Islam memberikan paradigma baru kepada dunia di awal-awal
kenabian dan memberikan kontribusi besar bagi perkembangan dan kemajuan peradaban dunia lewat
penafsiran dalil yang tersurat dengan media alam raya yang kemudian dijadikan sebagai bukti kepada
seluruh umat manusia bahwa yang disampaikan oleh Islam lewat Nabi Muhammad SAW adalah sebuah
kebenaran yang nyata, dan dalil-dalil Al-Quran itu dapat dibuktikan dengan kemajuan teknologi dan
perkembangan dunia ilmu pengetahuan. Peradaban Islam di mulai dari periode Madinah, Masyarakat
Islam periode tersebut sudah mengenal peradaban, dan mulai berbudaya. Peradaban itu dimulai dengan
sistem pemerintah yang sudah terbentuk ( politik Islam ) di bawah kekuasaan dan komando Nabi Besar
Muhammad SAW. Selanjutnya masa-masa kejayaan Islam adalah pada saat khalifah, pada masa khalifah
tersebut Islam menjadi sangat kuat, masyarakat hidup dalam kesejahteraan cita-cita masyarakat madani
yang merupakan tujuan kita saat ini sudah terbentuk saat kekhalifaan, terlebih pada masa Khalifah Bani
Umayyah. Islam mengalami kemajuan peradaban dan budaya yang dimiliki masyarakat Islam sangat luas
dan beragam, sehingga masyarakat Islam pada masa itu di kenal dengan kekayaan budayanya.
Islam Fase Madinah; Kesempurnaan Agama Islam Secara tentatif bahwa masyarakat Islam pada
kurun Mekkah belum lagi tercipta sebagai sebuah komunitas yang mandiri dan bebas dari urusan Bani.
Negara Islam juga belum terbentuk pada dakwah islam fase Mekkah. Ajaran Islam pada fase Mekkah
bercirikan tauhid dan dalam titik tertentu terjadi radikalisasi makna dalam pandangan Arab jahiliyyah
yang berimplikasi mengguncang tataran sosio-religius penduduk Mekkah. Kita akan melihat bagaimana
ciri umum ajaran Islam dan masyarakat Islam berkembang pada fase Madinah Hijrah ke Madinah
tidaklah terwujud begitu saja (atau sekonyongkonyong). Ada beberapa pra-kondisi seperti Bai`at Aqabah
(pertama dan kedua). Kedua Ba`iat ini merupakan batu-batu pertama bagi bangunan negara Islam.
Kehadiran Rasulullah SAW melalui peristiwa hijrah ke dalam masyarakat Madinah yang majemuk amat
menarik untuk dibahas. Peta demografis Madinah saat itu adalah sebaagai berikut: 1. Kaum Muslimin
yang terdiri dari Muhajirin dan Anshar 2. Anggota suku Aus dan Khazraj yang masih berada pada tingkat
nominal muslim, bahkan ada yang secara rahasia memusuhi Nabi saw. 3. Anggota suku Aus dan Khazraj
yang masih menganut paganisme 4. Orang-orang Yahudi yang terbagi dalam tiga suku utama: Bani
Qainuqa, Bani Nadhir dan Bani Quraidloh. Kemajemukan komunitas tersebut tentu saja melahirkan
konflik dan tension. Pertentangan suku Aus dan Khazraj sudah terlalu terkenal dalam sejarah Islam.
Bahkan diduga diterimanya Rasul di Madinah (Yatsrib) dengan baik di kedua Bani tersebut karena kedua
Bani tersebut membutuhkan orang ketiga dalam konflik diantara mereka. Hal ini bisa dipahami dalam
manajemen konflik politik. Adapun diterimanya Rasul oleh kaum Yahudi merupakan catatan tersendiri.
Tentu saja Yahudi menerima Nabi dengan penuh kecurigaan tetapi pendekatan yang dilakukan Nabi
mampu menjinakkan mereka, paling tidak, sampai Nabi eksis di Madinah. Kemajemukan komunitas
Madinah membuat Rasul melakukan negosiasi dan konsolidasi melalui perjanjian tertulis yang terkenal
dengan Piagam Madinah. Piagam Madinah sesungguhnya merupakan rangkaian penting dari proses
berdirinya negara Madinah, meskipun Nabi, selaku mandataris Piagam Madinah tidak pernah
mengumumkan bahwa beliau mendirikan negara, dan tidak satupun ayat al-Qur'an yang
memerintahkan beliau untuk membentuk suatu negara.
Dari sudut pandang ilmu politik, obyek yang dipimpin oleh Nabi saw.memenuhi syarat untuk
disebut sebagai negara. Syarat berdirinya negara ialah ada wilayah, penduduk dan pemerintahan yang
berdaulat. Kenyataan sejarah menunjukkan adanya elemen negara tersebut. Walhasil, setelah melalui
proses Ba`iat dan Piagam Madinah Nabi dipandang bukan saja sebagai pemimpin rohani tetapi juga
sebagai kepala negara. Terbentuknya Negara Madinah Rasulullah membangun masyarakat baru
Langkah pertama yang dilakukan Rsulullah SAW adalah membangun mesjid. Beliau terjun langsung
dalam pembangunan mesjid itu, memindahkan bata dan bebatuan, seraya berkata : Ya Allah, tidak ada
kehidupan yang lebih baik kecuali kehidupan akhirat. Maka ampunilah orang-orang Anshar dan
Muhajirin. Beliau juga membangun beberapa rumah disisi mesjid, dindingnya dari susunan batu dan
bata, atapnya dari daun korma yang disangga beberapa batang pohon. Itu adalah bilik-bilik untuk istri-
istri beliau. Setelah semuanya beres, maka beliau pindah dari rumah Abu Ayyub kerumah itu. Mesjid itu
bukan hanya merupakan tempat sholat semata, tapi juga merupakan sekolahan bagi orang-orang
Muslim untuk menerima pengajaran islam dan bimbingan-bimbingannya, sebagai balai pertemuan dan
tempat untuk mempersatukan berbagai unsur kekabilahan dan sisa-sisa pengaruh perselisihan semasa
jahiliyah. Disamping semua itu, mesjid tersebut juga berfungsi sebagai tempat tinggal orang-orang
Muhajirin yang miskin, yang datang ke Madinah tanpa memiliki harta, tidak punya kerabat dan masih
bujangan atau belum berkeluarga. Disamping membangun mesjid sebagai tempat untuk
mempersatukan umat manusia, Rasulullah SAW juga mengambil tindakan yang sangat monumental
dalam sejarah, yaitu usaha mempersatukan antara orang-orang Muhajirin dan Anshar.
Beliau mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dan Anshar agar saling tolong menolong,
saling mewarisi harta jika ada yang meninggal dunia disamping kerabatnya. Maka persaudaraan ini,
membuat fanatisme jahiliyah menjadi cair dan tidak ada sesuatu yang dibela kecuali islam. Disamping itu
agar perbedaanperbedaan keturunan, warna kulit dan daerah tidak mendominasi, agar seseorang tidak
merasa lebih unggul dan merasa lebih rendah kecuali karena ketakwaan. Rasulullah menjadikan
persaudaraan ini sebagai suatu ikatan yang harus benar-benar dilaksanakan. Bukan sekedar isapan
jempol dan omong kosong semata. Melainkan harus merupakan tindakan nyata yang mempertautkan
darah dan harta. Saling mengasihi dan memberikan pertolongan dalam persaudaraaan ini. Rasulullah
mempersaudarakan mereka dengan ketentuan ketentuan agama islam atas keridhaan Allah SWT.
Dengan hikmah kepintarannya ini, rasulullah telah berhasil memancangkan sendi-sendi masyarakat yang
baru. Beliau juga menganjurkan agar mereka menshadaqahkan hartanya, dan juga menganjurkan
mereka agar menahan diri dan tidak suka meminta-minta, kecuali terpaksa, dan menyeru agar
senantiasa sabar dan merasa puas. Begitulah cara beliau mengangkat moral dan spirit mereka,
membekali mereka dengan nilai-nilai yang tinggi. Sehingga mereka tampil sebagai sosok yang ideal dan
manusia yang sempurna. Dengan cara ini Nabi SAW mampu membangun sebuah masyarakat yang baru
di Madinah. Suatu masyarakat yang mulia lagi mengagumkan yang dikenal sejarah. Dasar kedua adalah
sarana terpenting untuk mewujudkan rasa persaudaraan tsb, yaitu tempat pertemuan. Sarana yang
dimaksud adalah masjid, tempat untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT secara berjamaah, yang
juga dapat digunakan sebagai pusat kegiatan untuk berbagai hal, seperti belajarmengajar, mengadili
perkara-perkara yang muncul dalam masyarakat, musyawarah, dan transaksi dagang. Nabi SAW
merencanakan pembangunan masjid itu dan langsung ikut membangun bersama-sama kaum muslimin.
Masjid yang dibangun ini kemudian dikenal sebagai Masjid Nabawi. Ukurannya cukup besar, dibangun di
atas sebidang tanah dekat rumah Abu Ayyub al-Anshari. Dindingnya terbuat dari tanah liat, sedangkan
atapnya dari daun-daun dan pelepah kurma. Di dekat masjid itu dibangun pula tempat tinggal Nabi SAW
dan keluarganya.
Dasar ketiga adalah hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama
Islam. Di Madinah, disamping orang-orang Arab Islam juga masih terdapat golongan masyarakat Yahudi
dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang mereka. Agar stabilitas masyarakat
dapat diwujudkan, Nabi Muhammad SAW mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka. Perjanjian
tersebut diwujudkan melalui sebuah piagam yang disebut dengan Msq Madnah atau Piagam
Madinah. Isi piagam itu antara lain mengenai kebebasan beragama, hak dan kewajiban masyarakat
dalam menjaga keamanan dan ketertiban negerinya, kehidupan sosial, persamaan derajat, dan
disebutkan bahwa Rasulullah SAW menjadi kepala pemerintahan di Madinah. Masyarakat yang dibentuk
oleh Nabi Muhammad SAW di Madinah setelah hijrah itu sudah dapat dikatakan sebagai sebuah negara,
dengan Nabi Muhammad SAW sebagai kepala negaranya. Dengan terbentuknya Negara Madinah, Islam
makin bertambah kuat. Perkembangan Islam yang pesat itu membuat orang-orang Mekah menjadi
resah. Mereka takut kalau-kalau umat Islam memukul mereka dan membalas kekejaman yang pernah
mereka lakukan. Mereka juga khawatir kafilah dagang mereka ke Suriah akan diganggu atau dikuasai
oleh kaum muslimin. Untuk memperkokoh dan mempertahankan keberadaan negara yang baru
didirikan itu, Nabi SAW mengadakan beberapa ekspedisi ke luar kota, baik langsung di bawah
pimpinannya maupun tidak. Hamzah bin Abdul Muttalib membawa 30 orang berpatroli ke pesisir L.
Merah. Ubaidah bin Haris membawa 60 orang menuju Wadi Rabiah. Sa'ad bin Abi Waqqas ke Hedzjaz
dengan 8 orang Muhajirin. Nabi SAW sendiri membawa pasukan ke Abwa dan disana berhasil mengikat
perjanjian dengan Bani Damra, kemudian ke Buwat dengan membawa 200 orang Muhajirin dan Anshar,
dan ke Usyairiah. Di sini Nabi SAW mengadakan perjanjian dengan Bani Mudij.
Ekspedisi-ekspedisi tersebut sengaja digerakkan Nabi SAW sebagai aksi-aksi siaga dan melatih
kemampuan calon pasukan yang memang mutlak diperlukan untuk melindungi dan mempertahankan
negara yang baru dibentuk. Perjanjian perdamaian dengan kabilah dimaksudkan sebagai usaha
memperkuat kedudukan Madinah.
Perang Badar
Perang Badar yang merupakan perang antara kaum muslimin Madinah dan kaun musyrikin Quraisy
Mekah terjadi pada tahun 2 H. Perang ini merupakan puncak dari serangkaian pertikaian yang terjadi
antara pihak kaum muslimin Madinah dan kaum musyrikin Quraisy. Perang ini berkobar setelah berbagai
upaya perdamaian yang dilaksanakan Nabi Muhammad SAW gagal. Tentara muslimin Madinah terdiri
dari 313 orang dengan perlengkapan senjata sederhana yang terdiri dari pedang, tombak, dan panah.
Berkat kepemimpinan Nabi Muhammad SAW dan semangat pasukan yang membaja, kaum muslimin
keluar sebagai pemenang. Abu Jahal, panglima perang pihak pasukan Quraisy dan musuh utama Nabi
Muhammad SAW sejak awal, tewas dalam perang itu. Sebanyak 70 tewas dari pihak Quraisy, dan 70
orang lainnya menjadi tawanan. Di pihak kaum muslimin, hanya 14 yang gugur sebagai syuhada.
Kemenangan itu sungguh merupakan pertolongan Allah SWT (QS. 3: 123). Orang-orang Yahudi Madinah
tidak senang dengan kemenangan kaum muslimin. Mereka memang tidak pernah sepenuh hati
menerima perjanjian yang dibuat antara mereka dan Nabi Muhammad SAW dalam Piagam Madinah.
Sementara itu, dalam menangani persoalan tawanan perang, Nabi Muhammad SAW memutuskan untuk
membebaskan para tawanan dengan tebusan sesuai kemampuan masing-masing. Tawanan yang pandai
membaca dan menulis dibebaskan bila bersedia mengajari orang-orang Islam yang masih buta aksara.
Namun tawanan yang tidak memiliki kekayaan dan kepandaian apa-apa pun tetap dibebaskan juga.
Tidak lama setelah perang Badar, Nabi Muhammad SAW mengadakan perjanjian dengan suku Badui
yang kuat. Mereka ingin menjalin hubungan dengan Nabi SAW karenan melihat kekuatan Nabi SAW.
Tetapi ternyata suku-suku itu hanya memuja kekuatan semata. Sesudah perang Badr, Nabi SAW juga
menyerang Bani Qainuqa, suku Yahudi Madinah yang berkomplot dengan orangorang Mekah. Nabi SAW
lalu mengusir kaum Yahudi itu ke Suriah.
Perang Uhud
Perang yang terjadi di Bukit Uhud ini berlangsung pada tahun 3 H. Perang ini disebabkan karena
keinginan balas dendam orang-orang Quraisy Mekah yang kalah dalam perang Badr. Pasukan Quraisy,
dengan dibantu oleh kabilah Tihama dan Kinanah, membawa 3.000 ekor unta dan 200 pasukan berkuda
di bawah pimpinan Khalid bin Walid. Tujuh ratus orang di antara mereka memakai baju besi. Adapun
jumlah pasukan Nabi Muhammad SAW hanya berjumlah 700 orang. Perang pun berkobar. Prajurit-
prajurit Islam dapat memukul mundur pasukan musuh yang jauh lebih besar itu. Tentara Quraisy mulai
mundur dan kocar-kacir meninggalkan harta mereka. Melihat kemenangan yang sudah di ambang pintu,
pasukan pemanah yang ditempatkan oleh Rasulullah di puncak bukit meninggalkan pos mereka dan
turun untuk mengambil harta peninggalan musuh. Mereka lupa akan pesan Rasulullah untuk tidak
meninggalkan pos mereka dalam keadaan bagaimana pun sebelum diperintahkan. Mereka tidak lagi
menghiraukan gerakan musuh. Situasi ini dimanfaatkan musuh untuk segera melancarkan serangan
balik. Tanpa konsentrasi penuh, pasukan Islam tak mampu menangkis serangan. Mereka terjepit, dan
satu per satu pahlawan Islam berguguran. Nabi SAW sendiri terkena serangan musuh. Sisa-sisa pasukan
Islam diselamatkan oleh berita tidak benar yang diterima musuh bahwa Nabi SAW sudah meninggal.
Berita ini membuat mereka mengendurkan serangan untuk kemudian mengakhiri pertempuran itu.
Perang Uhud ini menyebabkan 70 orang pejuang Islam gugur sebagai syuhada.




Perang Khandaq
Perang yang terjadi pada tahun 5 H ini merupakan perang antara kaum muslimin Madinah melawan
masyarakat Yahudi Madinah yang mengungsi ke Khaibar yang bersekutu dengan masyarakat Mekah.
Karena itu perang ini juga disebut sebagai Perang Ahzab (sekutu beberapa suku). Pasukan gabungan ini
terdiri dari 10.000 orang tentara. Salman al-Farisi, sahabat Rasulullah SAW, mengusulkan agar kaum
muslimin membuat parit pertahanan di bagian-bagian kota yang terbuka. Karena itulah perang ini
disebut sebagai Perang Khandaq yang berarti parit. Tentara sekutu yang tertahan oleh parit tsb
mengepung Madinah dengan mendirikan perkemahan di luar parit hampir sebulan lamanya.
Pengepungan ini cukup membuat masyarakat Madinah menderita karena hubungan mereka dengan
dunia luar menjadi terputus. Suasana kritis itu diperparah pula oleh pengkhianatan orang-orang Yahudi
Madinah, yaitu Bani Quraizah, dibawah pimpinan Ka'ab bin Asad. Namun akhirnya pertolongan Allah
SWT menyelamatkan kaum muslimin. Setelah sebulan mengadakan pengepungan, persediaan makanan
pihak sekutu berkurang. Sementara itu pada malam hari angin dan badai turun dengan amat kencang,
menghantam tentara dan sekutu. menerbangkan Sehingga kemah-kemah terpaksa dan seluruh
perlengkapan mereka menghentikan pengepungan dan kembali ke negeri masing-masing tanpa suatu
hasil. Para pengkhianat Yahudi dari Bani Quraizah dijatuhi hukuman mati. Hal ini dinyatakan dalam Al-
Qur'an surat Al-Ahzb: 25-26.
Perjanjian Hudaibiyah
Pada tahun 6 H, ketika ibadah haji sudah disyariatkan, hasrat kaum muslimin untuk mengunjungi Mekah
sangat bergelora. Nabi SAW memimpin langsung sekitar 1.400 orang kaum muslimin berangkat umrah
pada bulan suci Ramadhan, bulan yang dilarang adanya perang. Untuk itu mereka mengenakan pakaian
ihram dan membawa senjata ala kadarnya untuk menjaga diri, bukan untuk berperang. Sebelum tiba di
Mekah, mereka berkemah di Hudaibiyah yang terletak beberapa kilometer dari Mekah. Orang-orang
kafir Quraisy melarang kaum muslimin masuk ke Mekah dengan menempatkan sejumlah besar tentara
untuk berjaga-jaga. Akhirnya diadakanlah Perjanjian Hudaibiyah antara Madinah dan Mekah, yang isinya
antara lain: 1. Kedua belah pihak setuju untuk melakukan gencatan senjata selama 10 tahun. 2. Bila ada
pihak Quraisy yang menyeberang ke pihak Muhammad, ia harus dikembalikan. Tetapi bila ada pengikut
Muhammad SAW yang menyeberang ke pihak Quraisy, pihak Quraisy tidak harus mengembalikannya ke
pihak Muhammad SAW. 3. Tiap kabilah bebas melakukan perjanjian baik dengan pihak Muhammad SAW
maupun dengan pihak Quraisy. 4. Kaum muslimin belum boleh mengunjungi Ka'bah pada tahun tsb,
tetapi ditangguhkan sampai tahun berikutnya. 5. Jika tahun depan kaum muslimin memasuki kota
Mekah, orang Quraisy harus keluar lebih dulu. Kaum muslimin memasuki kota Mekah dengan tidak
diizinkan membawa senjata, kecuali pedang di dalam sarungnya, dan tidak boleh tinggal di Mekah lebih
dari 3 hari 3 malam. Tujuan Nabi SAW membuat perjanjian tsb sebenarnya adalah berusaha merebut
dan menguasai Mekah, untuk kemudian dari sana menyiarkan Islam ke daerah-daerah lain. Ada 2 faktor
utama yang mendorong kebijaksanaan ini : Mekah adalah pusat keagamaan bangsa Arab, sehingga
dengan melalui konsolidasi bangsa Arab dalam Islam, diharapkan Islam dapat tersebar ke luar. Apabila
suku Quraisy dapat diislamkan, maka Islam akan memperoleh dukungan yang besar, karena orang-orang
Quraisy mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar di kalangan bangsa Arab. Setahun kemudian
ibadah haji ditunaikan sesuai perjanjian. Banyak orang Quraisy yang masuk Islam setelah menyaksikan
ibadah haji yang dilakukan kaum muslimin, disamping juga melihat kemajuan yang dicapai oleh
masyarakat Islam Madinah.
Di sisi lain keberhasilan dakwah di madinah tak terlepas dari sosok sahabat nabi, yang bernama
MUSH'AB BIN 'UMAIR. Beliau adalah salah satu sahabat nabi. Sebelum masuk hidayah tertanam
didadanya, beliau adalah seorang pemuda tampan, anak seorang bangsawan dan hartawan. pemuda
yang menjadi buah bibir warga mekah, khususnya para wanita. Ia lahir dan dibesarkan dalam
kesenangan, dan tumbuh dalam lingkungannya. Sampai akhirnya hidayah Allah datang kepada beliau,
dan beliau masuk islam dalam usia yang masih muda, sekira 24 tahun berbagai kesenangan dunia serta
kekayaannya ia tinggalkan demi memilih islam sebagai agamanya. Seorang Mush'ab yang memilih hidup
miskin dan sengsara demi Islam sebagai tuntunan hidupnya Pemuda ganteng itu, kini telah menjadi
seorang melarat dengan pakaiannya yang kasar dan usang, sehari makan dan beberapa hari menderita
lapar. Sampai akhirnya Nabi Muhammad mengutus beliau sebagai sebagai duta dakwah pertama ke
madinah. Sejarah mengisahkan betapa Al-Amin mempercayakan kepadanya. Mush'ab dipilih menjadi
seorang utusan. Seorang duta pertama dalam Islam. Ada amanah indah yang harus segera ia tunaikan.
Tugasnya mengajarkan tentang Islam kepada kaum Anshar yang telah beriman dan berbaiat kepada
Rasulullah di Aqabah. Sebuah misi yang tentu saja tidak mudah. Saat itu telah 12 orang kaum Anshar
yang beriman. Tak lama berselang, Allah yang maha besar, memperlihatkan hasil usaha sungguh
sungguh dari seorang Mushaib. Berduyun-duyun manusia berikrar mengesakan Allah dan mengakui
Rasulullah sebagai utusan Allah. Jika saat ia pergi ada 12 orang golongan kaum Anshar yang beriman,
maka pada musim haji selanjutnya umat muslim Madinah mengirim perwakilan sebanyak 70 orang
lakilaki dan 2 orang perempuan ke Makkah untuk menjumpai Nabi yang Ummi. Madinah semarak
dengan cahaya. Usaha gigih yang diperbuat Mushab membuat Benih benih islam tersemai dengan subur
di madinah kesungguhan Musab bin Umair dalam berdakwah. Setiap hari dalam hidupnya senantiasa
memberikan konstribusi baru bagi Islam di dalam dakwah dan jihad yang dilakukannya. Beliau adalah dai
pertama dalam Islam di kota Madinah. Di tangannyalah sebagian besar penduduk Madinah berhasil
diislamkan. Dia adalah peletak pertama fondasi Negara Islam Madinah. Dia adalah kontributor
sesungguhnya bagi Islam dan jamaah kaum Muslim.
Hikmah sejarah dakwah Rasulullah Saw antara lain:
1. Dengan persaudaraan yang telah dilakukan oleh kaum Muhajirin dan kaum Anshardapat
memberikan rasa aman dan tentram.
2. Persatuan dan saling menghormati antar agama
3. Menumbuh-kembangkan tolong menolong antara yang kuat dan lemah, yang kaya dan miskin
4. Memahami bahwa umat Islam harus berpegang menurut aturan Allah swt
5. memahami dan menyadaribahwa kita wajib agar menjalin hubungan dengan Allah swt dan
antara manusia dengan manusia
6. Kita mendapatkan warisan yang sangat menentukan keselamatan kita baik di dunia maupun di
akhirat.
7. Menjadikan inspirasi dan motivasi dalam menyiarkan agama Islam
8. Terciptanya hubungan yang kondusif

TUGAS AGAMA
DAKWAH RASULULLAH DI MADINAH





OLEH :
FADHILLA GUNAWAN
KELAS : X.7



T.A 2010 / 2011

SMA N 1 PADANG

Vous aimerez peut-être aussi