Vous êtes sur la page 1sur 11

BAB I PENDAHULUAN 1. A.

Latar Belakang Bagi seorang muslim itu hendaknya wajib mengetahui dan mempelajari tentang hukum waris, kewajiban belajar dan mengerjakan tersebut dimaksudkan agar dikalangan kaum muslim tidak terjadi perselisihan-perselisihan yang disebabkan karena hanya masalah pembagian harta warisan yang pada akhirnya akan melahirkan perpecahan atau keretakan hubungan keluarga kaum muslimin. Perintah wajib tersebut didasarkan pada perintah tekstual pelajarilah, yang dalam kaidah hukum disebutkan asalnya dari setiap perintah itu adalah wajib, maka dapat disimpulkan belajar ilmu hukum waris bagi siapa saja (khususnya bagi kaum muslimin yang belum mengetahuinya) adalah wajib. Adapun perintah belajar dana mengerjakan hukum waris Islam ini dijumpai pada teks hadits Rsulullah saw. Yang diriwayatkan oleh Ahmad, An-NasaI dan Ad-Daruquthnny yang artinya berbunyi sebagai berikut Pelajarilah Al-Quran dan ajarkan kepada orang-orang dan pelajarilah ilmu faraidh serta ajarkan kepada orang-orang karena saya orang yang bakal direnggut (mati), sedangkan ilmu itu akan diangkat. Hampirhampir saja dua orang yamg bertengkar tentang pembagian pusaka, maka mereka berdua tidak menemukan seorangpun yang sanggup memfatwakannya kepada mereka. Agar mengetahui masalah waris secara dalam baik itu dari segi pembagian ataupun hukumnya. Maka penulis ingin meneliti dengan cara mengkritisi ayat tersebut dengan metode maudhui. Yang kemudian bisa memberikan kejelasan dari hasil yang telah diperoleh. Rumusan masalah 1. bagaimana pembagian waris antara laki-laki dengan perempuan? 2. bagaimana hukum waris dalam islam? Tujuan masalah 1. mengetahui pembagian waris antara laki-laki dengan perempuan. 2. mengetahui hukum waris dalam islam BAB II PEMBAHASAN 1. 1. Analisis lafadz

Dalam persoalan waris kita dapat mengetahuinya dalam ayat suci Al-Quran, karena banyak sekali ayat yang membahas tentang warisan. Seperti kandungan ayat dalam surat An-Nisa: 7-14, 32-34, dan 176. (8) )7( )9( )01( )11( )21( )31( 14) ) Artinya: Bagi laki-laki hak bagian peninggalan kedua orang tua dan kerabat. Dan bagi perempuan hak bagian peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, sedikit ataupun banyak (peninggalan itu) hak bagian yang ditentukan.(7) tetapi bila waktu pembagian hadir kaum kerabat (yang tidak punya hak warisan), anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka sebagian (warisan itu), dan berkatalah kepada mereka dengan kata-kata yang pantas.(8) hendaklah takut (kepada Allah) orang yang bila (wafat dan) meninggalkan ketrunan tiada berdaya, khawaitr akan nasib mereka. Hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan mengatakan kata-kata yang benar. (9) sungguh, orang yang memakan harta anak yatim dengan sewenang-sewenang, hanya (laksana) memaksa api ke dalam perutnya. Dan mereka akan dibakar dalam api menyala. (10) Allah memerintahkan kepada kamu mengenai anak-anakmu. Bagian untuk laki-laki sama dengan bagian dua orang perempuan.maka jika yang ada hanya perempuan, dua orang atau lebih, bagiannya dua pertiga peninggalan, dan jika hanya seseorang, bagiannya separo. Dan bagi ayah bunda (orang yang meninggal), masing-masing dari keduannya seperenam peninggal. Jika ia meninggalkan anak. Jika ia tiada beranak, dan pewarisnya (hanya) ayah bundanya, maka ibunya mendapat sepertiga; jika meninggalkan saudarasaudara (laki-laki atau perumpuan), maka bagi ibunya seperenam. (semuanya dibayarkan) utangnya, orang tuamu dan putra-putramu, tiada kamu tahu siapa di antara mereka yang paling dekat kepadamu dalam kemanfaatan. (ini adalah) bagian-bagian yang di tetapkan Allah. Sungguh, Allah Maha Tahu, Maha Bijaksan. (11) dari peninggalan istri-istrimu kamu mendapat separo, jika mereka tiada beranak. Tetapi jika mereka meninggalkan anak, maka kamu mendapat seperempat dari peninggalan mereka, sesudah diselesaikan wasiat yang disebutnya, atau (dibayarkan) utangnya. Dan mereka mendapat seperempat dari peninggalanmu, jika kamu tiada beranak. Tetapi jika kamu mempunyai anak, maka mereka mendapat seperdelapan peninggalanmu, sesudah diselesaikan wasiat, yang kamu buat, atau(dibayarkan) utangmu. Dan jika seorang laki-

laki atau perempuan yang mewariskan tiada meninggalkan ayah dan anak, tetapi ada saudaranya (seibu) seorang laki-laki atau seorang perempuan, maka masing-masing dari keduanya mendapat seperenam. Tetapi jika mereka lebih (dari seorang), maka mereka berbagi dalam yang sepertiga, sesudah diselesaikan wasiat yang dibuatnya, atau (yang dibayarkan) utangnya, sehingga tiada yang rugi (seorangpun). Demikianlah keterntuan allah dan Allah Maha Tahu, Maha Penyantun (12). Inilah batas-batas ketentuan allah. Dan barang siapa taat pada Allah dan Rasul-Nya. Akan dimasukkan kedalam surga-surga yang didalamnya mengalir sungai-sungai. Mereka tinggal didalamnya selama-lamanya. Dan inilah kejayaan yang besar. (13) tapi barang siapa durhaka pada Allah dan Rasul-Nya, dan melanggar batas-batas ketentuannya, akan dimasukkan kedalam api neraka. Ia tinggal didalamnya selama-lamanya. Baginya azab yang menghinakan. (14) (An-Nisa:7-14). Firman Allah surat An-Nisa: 32-33 )23( 33) ) Artinya: Dan jangan kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagiaan kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada baagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allahsebagian dari karuniaNya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu (32). Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggakan ibu bapak dan karib kerabat, kami jadikan pewaris-pewarisnya. Dan (jika ada) orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berilah kepada mereka bagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu (33). Firman Allah surat An-Nisa: 176 176 Artinya: Mereka meminta fatwa kepadamu (tetang kalalah). Katakanlah: Allah member fatwa kepadamu tentang kalalh (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki

dan perempuan, maka bagian seorang saudara lak-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Setelah disebutkan beberapa ayat tentang waris diatas, kami lebih mengfokuskan surat An-Nisa:11 untuk objek analisis lafadzh dengan menggunakan metode maudhuI, yaitu penafsiran dengan mengumpulkan ayat mengenai satu topik tertentu, dengan memperhatikan asbabun nuzul, mempelajari ayat secara cermat, dan menghubungkan ayat satu dengan ayat yang lain. Misalnya, di bawah ini kami akan menganalisis lafadzh firman Allah dalam surat An-Nisa:11; (1.) ( ) artinya Allah berpesan kepada kalian. Yusikum yaitu dari kata Washiyyah adalah suatu pekerjaan yang engkau janjikan terhadap orang lain. Misalnya, engkau mengatakan, Aku wasiatkan (janjikan) kepada sang guru, agar ia mendidik anakku yang masih kecil memberinya pelajaran apabila terdapat hal-hal yang kurang baik pada dirinya. pengertian kata itu, pada hakikatnya ialah perintah yang ditujukan kepada seseorang, agar ia melakukan suatu pekerjaan yang telah dijanjikan sebelumnya. Dalam ayat ini merincikan apa yang bersifat global pada ayat, Lirrijaali Nashibun., ayat ini dinamakan dengan ayat warisan. Ayat ini termasuk salah satu ayat yang memiliki keagungan, karena ilmu Faraaidh bernilai sepertiga ilmu, berdasarkan sabda Rasulullah yang diriwayatkan dari Abu Dawud dan yang lainnya, Ilmu itu ada tiga, dan selain tiga itu adalah keutamaan. Pertama, Ayat yang muhkamah (yang hukumnya berlaku). Kedua, sunnah yang ditegakkan, dan ketiga, kewajiban yang adil. Yang dimaksud dengan muhkamah adalah yang hukumnya tidak dihapus. Yang dimaksud dengan ditegakkan (qaaimah) benar dan jelas kualitas eksistensinya, dan yang dimaksud dengan adil adalah tidak keluar dari apa yang dikehendaki-Nya, yaitu dengan cara memeberikan ahli waris sebagaimana yang ditetapkan Allah baginya. ( ) artinya dalam urusan anak-anak kalian. Kata Al-Walad berlaku untuk anak laki-laki dan perempuan. Maksudnya yaitu mengenai bagian warisan mereka sesuai dengan apa yang berhak mereka terima dari harta kamu, apakah mereka laki-laki, perempuan, sudah dewasa, atau anak-anak. Dalam hal ini, tidak diperselisihkan lagi bahwa anak laki-laki dari anak laki-laki, kedudukannya sama dengan anak laki-laki apabila ia telah tiada, atau ia tidak berhak mewaris karena adanya penghalang yang melenyapkan hak warisnya. Misalnya, karena ia membunuh orang yang akan diwarisinya. Dalam potongan ayat ini juga dijelaskan bahwa tidak termasuk dalam kategori anak jika seorang ahli waris statusnya kafir, karena ia tidak mendapat jatah dalam hal warisan, karena sesungguhnya orang kafir tercegah untuk mendapatkan waris. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, janganlah orang muslim mewariskan kepada orang kafir begitu juga orang kafir kepada orang muslim.

( ) artinya untuk bagian lelaki dari anak-anak mereka, sama dengan bagian dua orang dari anak-anak perempuan mereka, apabila mereka terdiri dari lelaki dan perempuan. Adapun hikmah dari dua banding satu atau lelaki dua kali lipat bagian perempuan pada keterangan di atas tadi adalah, bahwa lelaki membutuhkan nafkah untuk dirinya, dan apabila dia kawin, maka nafkahnya ditanggung oleh orag yang menjadi suaminya. . 2)) Artinya: Dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Potongan ayat di atas menjelaskan apabila dalam hal anak-anak kalian kemudian kalian meninggalkan anak laki-laki dan perempuan, maka jatah warisannya adalah satu anak laki-laki mendapat bagian dua kali lipat dari jatah anak perempuan. Kalau seandainya yang meninggal mewariskan tiga dinar dan ahli warisnya adalah satu anak laki-laki dan satu anak perempuan maka anak laki-laki itu mengambil dua dinar dan anak perempuan mengambil satu dinar. Seandainya meninggalkan dua anak perempuan atau lebih dan tidak ada anak laki-lakinya, maka bagian dua anak perempuan atau lebih adalah dua pertiga, lalu sisa hartanya untuk ashabah. 3) ) Artinya: jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Ayat di atas menjelaskan jika anaknya hanya seorang perempuan, maka bagi anak yang lelaki mendapatkan dua kali lipat bagian dari anak perempuan. Dan, apabila anaknya hanya seorang perempuan, maka ia mendapatkan setengah tirkah, dan apabila jumlah anak tiga orang atau lebih, maka mereka mendapatkan dua pertiga tirkah. 4) ) Artinya: dan untuk dua orang ibu bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak. Baik itu anak lakilai atau perempuan. Kalau seorang anak ditinggalkan berkelamin ganda (banci), maka yng menjadi patokannya adalah di kelamin mana dia buang air kecil, kalau dia kencing seperti kencingnya anak lelaki, maka dia mendapat warisan dengan hitungan laki-laki, dan bila dia kencingnya perempuan, maka dia mendapat warisan dengan hitungan perempuan. Dan kalau ternyata kesusahan dalam menentukan identitasnya, maka menurut pendapat jumhur ulama dia berikan separuh jatah warisan lelaki dan separuh jatah warisan perempuan. (5)

Artinya: jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya memperoleh seperenam. Ayat ini menjelaskan tentang, apabila si mayit tidak memiliki bapak dan tidak pula cucu, maka ibu mendapat sepertiga. Jika dia mempunyai dua orang saudara laki-laki atau lebih, maka ibu mendapatkan seperenam. Maksudnya adalah pembagian warisan ibu turun dari sebelumnya yaitu sepertiga menjadi seperenam, dan ini disebut dengan Al-hajb (terhalang). Ibu terhalangi untuk mendapatkan sepertiga dan hanya mendapat seperenam karena keberadaan saudara-saudara anaknya yang wafat. 6)) Artinya: (pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. Disini Allah menginginkan agar pembagian harta warisan sesuai dengan apa yang telah Dia tetapkan, yaitu setelah membayar hutang si mayit dan setelah menunaikan wasiatwasiatnya walaupun jumlahnya tidak lebih dari sepertiga atau kurang dari itu. 7) ) Pada potongan ayat diatas menjelaskan tentang tidak diperbolehkannya mengikuti cara pembagian waris, seperti yang telah dilakukan pada zaman jahilliyah, yaitu hanya memberikan harta warisan kepada mereka yang terkuat dan mampu berperang, sedangkan wanita dan anak-anak kecil sama sekali tidak mendapatkan bagian lantaran mereka dianggap sebagai orang-orang lemah. Tetapi dianjurkan untuk mengikuti cara yang telah diperintahkan oleh Allah untuk melakukannya. Sebab, Dialah yang maha mengetahui tentang apa yang lebih dekat manfaatnya terhadap diri kalian berdasarkan maslahat-maslahatnya. 8)) Artinya: Allah telah menjadikannya sebagai jatah yang telah ditetapkan bagiannya atas kalian Maksud dari jatah yang telah ditetapkan bagiannya diatas adalah jatah yang bagiannya yaitu seperdua, seperempat, seperdelapan, dua pertiga, sepertiga, seperenam. 1. 2. Sebab-sebab turunnya Ayat tentang Waris. Riwayat yang menceritakan mengenai sebab-sebab turunnya ayat Al-Quran mengenai warisan, terdapat dalam beberapa hadits.

Dalam Hadist Sahihul Bukhari dan Muslim diceritakan bahwa suatu saat Rasulullah menerima kedatangan istri Saad bin Rabi disertai kedua anak perempuannya, lalu ia berkata : Ya Rasulullah, kedua anak perempuan ini adalah anak dari Saad Bin Rabi yang telah meninggal dalam peperangan uhud. Setelah ayahnya meninggal, paman anak-anak ini telah mengambil harta peninggalah harta ayah mereka tanpa tersisa sedikit pun untuk mereka. Padahal anak-anak ini tidak dapat dinikahkan kecuali dengan harta. Baiklah, Allah telah menetapkan hukum mengenai masalah ini. Jawab Rasulullah. Tak lama kemudian turunlah ayat-ayat Al-Quran yang membahas mengenai hukum waris, yaitu surat An-Nisa ayat 11 dan 12. Setealah ayat-ayat tersebut turun, Rasulullah kemudian menyuruh kepada paman kedua anak perempuan Saad bin Rabi agar memberikan dua per tiga bagian dari harta peninggalan Saad bin Rabi kepada kedua keponakannya. Sedangkan kepada istri Saad bin Rabi diberikan seperdelapan bagian. Barulah sesudah dibagi-bagikan kepada mereka, sang paman tersebut mendapatkan bagian berdasarkan sistem kelebihan harta warisan (ashobah). Dalam hadits yang lain, Ibnu Jarir meriwayatkan keterangan yang berbeda mengenai sebab-sebab turunnya ayat tentang warisan. Dikisahkan bahwa pada suatu ketika Abdurrahman bin Tsabit menyatakan tentang kematian saudara laki-lakinya bernama Hasan yang berprofesi sebagai penyair. Ia meninggalkan seorang istri bernama Hakkah dan lima anak perempuan . Tidak lama kemudian datanglah beberapa ahli waris laki-laki dan keluarga Hasan yang bermaksud mengambil semua harta peninggalan Hasan. Melihat kejadian itu, Hakkah lau melaporkan kepada Rasulullah saw. Maka turunlah ayat-ayat Al-Quran yang menjelaskan mengenai warisan. Bagaimanapun riwayat mengenai sebab-sebab turunnya ayat tentang warisan, yang pasti hal tersebut disebabkan karena pada saat itu kaum wanita tidak memperoleh bagian sebagai ahli waris. 1. 3. Analisis Munasabah Dalam metode maudhuI diperlukan adanya munasabah atau hubungan antara ayat yang sedang dianalisis dengan ayat sebelum dan sesudanya. Hal ini dapat diketahui pada topiktopik bahasan masing-masing ayat, yaitu sebagai berikut; 1. Hubungan ayat 11 dengan ayat 7 adalah Penetapan dasar-dasar pembagian warisan dalam islam. 2. Hubungan ayat 11 dengan ayat 8 adalah 1. diperbolehkannya memberikan harta peninggalan (warisan) kepada orangorang yang hadir diantara kerabat, anak yatim, dan orang miskin. Apabila tidak memungkinkan memberikan bagian kepada mereka, maka perlakukan mereka dengan ucapan yang bagus.

2. Kewajiban memberikan nasihat kepada orang yang akan meninggal agar dia tidak dholim dalam memberikan pesan dan wasiat sebelum meninggal. 3. Penjelasan tentang bagian harta warisan yang diperoleh suami dari harta istrinya yang wafat, dan bagian yang didapat oleh istri atau istri-istri dari harta suami mereka. 4. Penjelasan tentang harta warisan kalalah, yaitu orang yang meninggal dunia tidak mempunyai ayah dan anak, maka yang mewarisi hartanya adalah saudara-saudarnya saja yang berasal dari berbagai jalur. 5. wasiat dan hutang tidak perlu dipenuhi dan ditunaikan selama diketahui bahwa niat dan tujuan si mayit hanya untuk mendatangkan mudharat bagi hali waris. 6. Urgensi dan keutamaan ilmu waris, sehingga wajib untuk dipelajari dan diterapkan, sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Allah sebagai syariat. 7. Penjelasan tentang melanggar ketentuan-ketentuan Allah Taala. 8. Penjelasan tentang balasan yang akan diperoleh bagi orang yang taat kepada Allah dan RasulNya, yaitu masuk kedalam surga dan hidup kekal selamanya disana. 9. Penjelasan tentang ganjaran yang akan diterima bagi orang yang durhaka kepada Allah dan RasulNya, yaitu akan ditampakkan azab yang menghinakan dan akan kekal didalamnya. 1. Hubungan ayat 11 dengan ayat 9 adalah Bagi orang tua yang takut dan tidak menginginkan anak-anaknya kesusahan setelah ditinggal mati olehnya agar berbuat baik kepada anak-anak yang lain, karena Allah akan mencukupkan baginya dengan perbuatan baik terhadap anak-anak yang lain. 2. Hubungan ayat 11 dengan ayat 10 adalah Haram hukumnaya memakan harta anak yatim dengan cara yang dholim, dan Allah mengancam pelakunya dengan siksaan yang pedih. 3. Hubungan ayat 11 dengan ayat 12 adalah 4. Simpulan Hukum Setelah mengetahui munasabah atau hubungan antara ayat yang sedang dianalisis dengan ayat sebelum dan ayat sesudahnya. Maka dapat diketahui hukum tentang waris itu sendiri yaitu wajib. Sebagaimana firman Allah yang terkandung dalam al-Quran surat An-Nisa ayat 13-14 : Artinya : (Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barang siapa taat kepada Allah dan RasulNya, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya, dan itulah kemenangan yang besar. Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan RsulNya and melanggar ketentuan-ketentuanNYa, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka, sedang ia kekal di dalamnya, dan baginya siksa yang menghinakan. (Q.S AnNisa : 13-14).

Sangat jelas ayat tersebut menjelaskan bahwa hukum waris itu adalah wajib hukumnya untuk dilaksanakan, dan barang siapa melanggarnya maka ancaman neraka dari Allah. Sesungguhnya Rasul tidaklah memerintahkan kita hal-hal yang diwajibkan oleh Allah, kecuali karena hal itu mengandung manfaat dunia dan akhirat, Rasul tidak bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatan mereka dan tidak menjamin agar mereka tidak `: berbuat kesalahan, sebagaimana terkandung dalam Al-Quran surat an-Nisa ayat 80 Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Sesungguhnya, taat kepada Rasul disini dituturkan bergandengan dengan taat kepada Allah, untuk memberi isyarat kepada kita bahwa manusia tidak merasa cukup hanya dengan akal dan ilmu pengetahuan, tanpa ada dukungan hidayah wahyu. Sesungguhnya, manusia harus mengambil hidayah agama karena beluj pernah terjadi dalam satu masa pun, bahwa hanya dengan akal cukup memberi hidayah suatu umat, dan mengangkatnya tanpa bantuan agama. Mengikuti hidayah Rasul dan mengamlkannya merupakan dasar dari segala peradaban dan kemajuan maknawi (spiritual) yang dapat membangkitkan kemajuan materi, akhlak-akhlak dan keutamaan-keutamaan yang merupakan dasar bangunan peradaban, semuanya bersandarkan pada agama. Untuk membangun peradaban tersebut, tidak cukup hanya dengan bekal akal dan ilmu pengetahuan. Dan mengenai surga-surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, penafsirannya telah dijelaskan pada waktu lalu. Kita hanya beriman dan berkeyakinan bahwa surga itu lebih tinggi dari apa yang telah kita lihat di dunia ini. Kita tidak berhak menyelidiki keadaannya, karena ia termasuk alam ghaib.

BAB III PENUTUP Kesimpulan 1. Dalam persoalan waris kita dapat mengetahuinya dalam ayat suci Al-Quran surat An-Nisa: 7-14, 32-33, dan176. Dengan mengambil fokus surat An-Nisa ayat 11. 2. Dalam ayat ini merincikan apa yang bersifat global pada ayat, Lirrijaali Nashibun., ayat ini dinamakan dengan ayat warisan. Ayat ini termasuk salah satu ayat yang memiliki keagungan, karena ilmu Faraaidh bernilai sepertiga ilmu, berdasarkan sabda Rasulullah yang diriwayatkan dari Abu Dawud dan yang lainnya, Ilmu itu ada tiga, dan selain tiga itu adalah keutamaan. Pertama, Ayat yang muhkamah (yang hukumnya berlaku). Kedua, sunnah yang ditegakkan, dan ketiga, kewajiban yang adil. 3. Sebab-sebab turunnya ayat tentang warisan, disebabkan karena pada saat itu kaum wanita tidak memperoleh bagian sebagian ahli waris. 4. dalam surat An-Nisa: 7-14, 32-33, dan 176 telah menjelaskan bahwa hukum waris itu adalah wajib hukumnya untuk dilaksanakan, dan barang siapa melanggarnya maka ancaman neraka dari Allah. Sesungguhnya Rasul tidaklah memerintahkan kita hal-hal yang diwajibkan oleh Allah, kecuali karena hal itu mengandung manfaat dunia dan akhirat, Rasul tidak bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatan mereka dan tidak menjamin agar mereka tidak berbuat kesalahan, sebagaimana terkandung dalam Al-Quran surat an-Nisa ayat 80 : B tAq9$# s)s t$sr& !$# ( ` Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. DAFTAR PUSTAKA Al-Jazairi Abu Bakar Jabir, Tafsir Al-Quran Al-Aisar Surat: Al-Imran Al-Anam Sistematis dan Mudah dalam Pembahasan Jilid 2, Darus Sunnah Press, Jakarta Timur: 2007 Al-Murhagi Ahmad Musthafa, Terjemah Tafsir Al-Muraghi juz 4, Toha Putra Semarang, Semarang: 1996 Ash-shabuni moch. Ali, Hukum Waris, CV. Pustaka Mantiq, Solo: 1994 Ash-shabuni moch. Ali, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam Ash-shabuni, PT. Bina Ilmu Offset, Surabaya: 2008 Lubis K. Suhwardi dan Simanjutak Komis, Hukum Waris Islam (Lengkap dan Praktis), Sinar Grafika, Jakarta: 2004.

http://freearsy.wordpress.com/2009/10/22/analisis-ayat-waris/

Vous aimerez peut-être aussi