Vous êtes sur la page 1sur 16

PERTEMUAN KE SEPULUH HADITS PERBUATAN BAIK DAN PERBUATAN BURUK (AKHLAK MAHMUDAH DAN AKHLAK MAZMUMAH) I.

PERBUATAN BAIK: 1.Macam-macam perbuatan baik 1)Artinya: Rasululloh s.aw bersabda: Senyummu kepada saudaramu adalah sedekah bagimu, kamu memerintah kepada kebaikan dan melarang kepada kemungkaran adalah sedekah, kamu memberi petunjuk kepada seseorang yang sesat dari jalan adalah sedekah, kamu melihat kepada seseorang yang tidak bisa melihat dan menolong adalah sedekah bagimu, kamu menghilangkan batu, duri, tulang di jalan adalah sedekah bagimu dan kamu menuangkan air dari timbamu ke timba saudaramu adalah sedekah bagimu. Penjelasan: Dalam hadis ini dijelaskan contoh-contoh perbuatan terpuji, diantaranya adalah bersedekah. Bersedekah tidak terbatas hanya dengan harta, namun dengan perbuatan-pun dapat dilakukan. Diantaranya yaitu: (1)Senyum kepada saudara (2)memerintah kepada kebaikan dan melarang kemungkaran (3)memberi petunjuk kepada orang yang sesat dari jalanNya (4)menolong seseorang yang buta (5)menyingkirkan batu, duri, tulang ditengah jalan (6)menuangkan air dari timba kita untuk orang lain. Perbuatan diatas adalah sebagian contoh bersedekah. Jadi dalam kehidupan sehari-hari pun kita dapat melakukannya. 2)Artinya: Dari Abu Musa ra berkata: Rosululloh s.a.w bersabda: Jenguklah orang yang sakit dan berilah makan kepada orang yang lapar dan lepaskanlah tahanan. Penjelasan: Hadits ini menganjurkan kita supaya kita: (1)Menjenguk orang yang sedang sakit. Dengan kehadiran kita orang yang sakit akan merasakan bahagia dan sebaiknya kita menghiburnya sehingga dia bisa bersemangat untuk sembuh. Selain itu kita juga dianjurkan untuk mendoakan orang yang sakit. (2)Memberi makanan kepada orang yang lapar meskipun makanan yang kita berikan sedikit akan tetapi, itu akan sangat berarti dan bermanfaat bagi orang itu. (3)Melepaskan tawanan. Hal ini bermakna kita telah memberikan kebebasan dan hak-hak orang lain. 3)Artinya: kebaikan itu adalah berakhlak yang baik dan dosa itu adalah apa-apa yang membuat jiwamu gelisah

dan kamu tidak ingin diketahui orang lain mengetahuinya Penjelasan: Hadis ini menerangkan bahwa kebaikan itu akan membawa ketenangan dalam hati kita dan sebaliknya dosa akan membuat jiwa kita tidak tenang karena mereka takut kalau orang lain akan mengetahui dosa yang ia perbuat. Dan mereka takut orang akan mencaci mereka atas dosa yang mereka perbuat. Dan yang paling mereka takutkan adalah mereka akan mempertanggungjawabkan perbuatan mereka nantinya di hadapan Alloh. Karena Alloh maha melihat segala apa yang mereka perbuat. 4)Artinya: Abu Syuraih Al-Adawi ra berkata: Telah mendengar kedua telingaku, dan telah melihat kedua mataku ketika nabi s.a.w bersabda: siapa yang beriman kepada Alloh dan hari kemudian maka harus menghormati tetangganya. Dan siapa yang beriman kepada Alloh dan hari kemudian maka harus menghormati tamunya jaizahnya. Sahabat bertanya: Apakah jaizahnya itu ya Rosulluloh? Jawab nabi: Jaizahnya itu adalah hidangan jamuan pada hari pertama (sehari semalam). Dan hidangan dhiyafah (tamu) itu hingga tiga hari dan selebihnya dari itu. Maka dianggap sedekah. Dan barang siapa beriman kepada Alloh dan hari kemudian, maka harus berkata baik atau diam. Penjelasan: Dari Abu Syuraih dia mendengar dan melihat Rosululloh bersabda: Bahwa siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhir maka dia harus: (1)Menghormati tetangga, karena tetangga merupakan orang yang paling dekat dengan kita dalam bermasyarakat. Dan apabila kita sedang mendapatkan musibah orang yang pertama kali menolong kita pastilah tetangga, karena mereka adalah orang yang paling dekat dengan kita. Dan dalam kesenangan kita pun harus berbagi dengan tetangga. Maka kita harus menghormati tetangga agar tercipta kehidupan yang harmonis. (2)Menghormati tamu dan jaizahnya, tamu adalah orang yang wajib kita hormati. Dan dalam hadis ini kita wajib memuliakan tamu dengan cara menyediakan hidangan selama dia masih bertamu di rumah kita. (3)Berkata baik atau diam, kalau kita tidak bisa berkata baik, kita lebih baik diam. Karena kalau kita tidak bisa menjaga perkataan kita, maka perkataan kita bisa membuat orang lain menjadi sakit hati dan yang lebih parah lagi dengan perkataan yang tidak baik itu bisa membuat perpecahan diantara umat islam. Oleh karena itu kalau memang kita tidak bisa menjaga perkataan kita maka kita lebih baik diam. Sesuai dengan sebuah hadits yang artinya diam itu sebagian dari iman

5)Artinya: Dari shaab bin jatstsamah ra ia berkata: saya menghadiahkan seekor keledai liar kepada rosulluloh s.a.w. kemudian beliau mengembalikan kepadaku. Ketika beliau melihat perubahan mukaku, beliau berkata sesungguhnya aku tidak menolak pemberianmu, hanya aku sedang ihram (HR. Bukhari-Muslim) Penjelasan;

Hadits ini menunjukkan begitu luhurnya budi pekerti Rasulullah saw. Rasulullah saw. Tidak marah dalam menolak pemberian orang, tapi beliau menolak pemberian itu dengan hati-hati dan perkataan yang halus, karena pemberian itu dapat membatalkan ihromnya. Hadits ini, Rasulullah saw. memberikan contoh kepada kita supaya kita menghargai perasaan orang lain. Apabila kita hendak menolak pemberian orang, heruslah dengan kata-kata yang halus dan tidak menyakitkan hati orang itu. PERBUATAN TERCELA 6)Sopan Santun duduk di jalan. Artinya: Jauhilah kamu duduk di tepi jalan maka berkatalah mereka: Bagi kami hal ini satu keharusan karena sesungguhnya disini adalah tempat pertemuan dan tempat kami bercakap-cakap. Nabi bersabda: Jika kamu menolaknya kecuali untuk tempat pertemuan. Maka laksanakanlah hak buat jalan itu. Mereka bertanya: Apakah hak untuk jalan-jalan itu? Nabi bersabda: Tutuplah matamu (dari maksiat), dan hindarilah dari hal-hal yang menyakitkan orang lain, dan jawablah salam, dan perintahkan yang baik dan cegahlah yang buruk. Penjelasan: Kita dilarang oleh Nabi saw. untuk duduk-duduk di jalan. Ini dikarenakan dijalan adalah tempat yang biasanya timbul perbuatan maksiat. Dengan duduk-duduk di jalan biasanya kita melihat hal-hal yang maksiat dan biasanya kita akan membicarakan orang lain. Kita dianjurkan untuk menjaga mata kita dari hal-hal yang berbau maksiat. Kita juga diwajibkan untuk menjawab salam, karena salam akan mempererat tali persaudaraan kita antara umat muslim. Disamping itu kita diharuskan untuk memerintah kepada hal yang baik dan melarang hal-hal yang buruk. 7)Dilarang mencela makanan Artinya: Dari Abu Hurairoh ra ia berkata. Rosululloh s.a.w tidak pernah mencela makanan. Apabila ia menyukainya beliau memakannya, dan apabila tidak menyenanginya maka beliau akan meninggalkan makanan itu. (HR.Bukhori-Muslim) Penjelasan: Mungkin mencela makanan adalah hal yang sering kita lakukan tetapi kita tidak pernah menyadari kalau hal itu termasuk perbuatan tercela dan dapat menyakiti hati orang lain. Seperti dalam hadits di atas kita harus menghargai makanan, karena makanan termasuk rizki yang diberikan Alloh dan harus kita syukuri sebagai nikmat Allah. Meskipun kita tidak menyukai makanan itu, kita tidak boleh mencacinya apalagi membuangnya. Lebih baik kita meninggalkanya dan jangan memakannya 8)Larangan Kikir Artinya :

Dari Jabi ra.: ia berkata: Rasulullah saw. Bersabda: Takutlah kalian terhadap kedzaliman, sesungguhnya kedzaliman merupakan kegelapan pada hari Kiamat. Dan takutiah kalian pada kikir, sesungguhnya kekikiran telah membinasakan manusia sebelum kalian. Mereka terdorong menumpahkan darah dan menghalalkan semua yang diharamkan terhadap mereka. Penjelasan: Di Hadits ini dijelaskan kalau kita harus menjauhi sifat dzalim dan kikir. Karena kedzaliman akan memberikan kegelapan di Hari Kiamat. Dan kita tidak boleh kikir, karena sifat kikir akan merugikan diri kita sendiri. Dan sifat kikir akan mendorong kita untuk menghalalkan segala cara untuk mengumpulkan harta yang sebanyak-banyaknya tanpa disedekahkan kepada orang lain. Padahal harta itu tidak akan kita bawa pada waktu kita mati. 9)Larangan ghibah Artinya: Tahukah engkau yang disebut ghibah? para sahabat menjawab: hanya Alloh dan rosulnya yang lebih mengetahui. Nabi menjawab yaitu kamu menyebut-nyebut (keburukan) dari saudaramu yang ia membencinya jika disebut-sebut. Penjelasan: Ghibah adalah membuka aib orang lain untuk menjelekkan dan menjatuhkan nama baik orang lain. Membuka aib orang lain itu ibarat kita memakan bangkai saudara kita. Alangkah buruknya perbuatan itu, sampai-sampai Allah melarangnya karena hal ini dapat mengakibatkan perpecahan dan permusuhan diantara umat islam. 10)Larangan berburuk sangka, menyelidiki urusan orang lain Artinya: Awaslah kalian dari dari sangka sebab sangka itu sedusta-dusta cerita (berita) dan janganlah menyelidiki dan memata-matai (mengamati) hal orang. Dan jangan menawar untuk menjerumuskan orang lain dan jangan hasud menghasud dan jangan benci membenci dan jangan belakang membelakangi dan jadilah kalian sebagai hamba Alloh itu saudara. Penjelasan: Dalain hadits ini kita dilarang untuk: (1)Berburuk sangka terhadap orang lain, lebih-lebih terhadap saudara kita. (2)Memata-matai atau menyelidiki orang lain, karena hal itu dapat membuat orang tersebut terganggu dan merasa tidak nyaman. (3)Menjerumuskan orang lain ke jalan yang sesat. (4)Hasud-menghasud dan benci-membenci dan belakang-membelakangi, karena hal ini dapat merenggangkan hubungan persaudaraan kita dan akan semakin menyulut api permusuhan.

Citra Anshor Baitul Amin - Dalam pentas sejarah Islam, kelompok Anshar memegang peranan penting dalam menunjang tegaknya kejayaan Islam. Mereka adalah penduduk Madinah yang memberi bantuan dan pertolongan dengan penuh keikhlasan kepada Rasulullah saw dan para sahabat beliau yang hijrah dari Mekah ke Madinah. Berkat bimbingan dan kebijaksanaan Rasulullah SAW, kedua kelompok ini yakni kaum Muhajirin dan kaum Anshar terikat tali persaudaraan seiman yang terkadang lebih erat dari ikatan saudara sekandung. Dan mereka -kaum Muhajirin dan Anshor ini- dianggap sebagai perintis perkembangan Al Islam yang mendapat penghargaan tinggi Allah swt dan RasulNya Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) diantara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surgasurga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar (QS. At Taubah/9: 100) Betapa kasih-sayang dan loyalnya Rasulullah saw kepada kaum Anshar dapat kita simak dari peristiwa mengharukan ini. Tak berapa lama setelah kota suci Makkah ditaklukkan oleh kaum muslimin, terjadilah Perang Hunain yang dahsyat. Walaupun mula-mula kaum muslimin hampir kalah, tetapi berkat keberanian Rasulullah saw perang tersebut dimenangkan kaum muslimin. Banyak sekali harta rampasan yang diperoleh, dan hampir sebagian besar harta itu dibagi-bagikan oleh Rasulullah saw kepada penduduk Makkah yang baru saja masuk Islam. Melihat hal itu ada suara-suara sumbang di kalangan kaum Anshar yakni orang-orang Madinah yang sejak awal mendukung Islam, kira-kira begini: Nabi Muhammad telah bertemu kembali dengan keluarganya. Rupanya ucapan itu sampai juga kepada Rasulullah saw yang segera meminta seluruh kaum Anshar berkumpul di sebuah lapangan. Di hadapan mereka Rasulullah saw bersabda: Wahai saudara-saudaraku kaum Anshar, aku telah mendengar sesuatu mengenai kejadian hari ini. Sebelum aku memberi penjelasan, aku ingin terlebih dahulu bertanya kepada saudara-saudara sekalian, bukankah aku mendatangi kalian waktu kalian ada dalam keadaan sesat dari jalan kebenaran? Juga tidakkah aku datang kepada kalian waktu kalian sedang saling bermusuhan satu sama lain?. Hening tak ada yang menjawab, sehingga Rasulullah bertanya lagi: Mengapa tak ada seorang pun yang menjawab? Jawablah. Mereka menjawab: Memang benar demikian ya Rasulullah. Rasulullah berkata kembali: Jawablah yang jujur, saudara-saudara. Apa lagi yang harus kami jawab, ya Rasulullah? jawab mereka. Rasulullah SAW bersabda: Sebenarnya kalau kalian mau, kalian akan menjawab begini Hai Muhammad, bukankah engkau datang kepada kami dalam keadaan didustakan oleh kaummu, sedangkan kami sepenuhnya mempercayaimu? Tidakkah engkau datang dalam keadaan terusir, dan kami menerimamu dengan ikhlas? Dan dalam keadaan tanpa pembela, bukankah kami pembelamu? Kalaupun kalian mengatakan seperti itu, pasti semua orang akan membenarkan. Sekarang pantaskah kalian merasa sedih karena melihat aku membagi-bagikan harta rampasan kepada orang-orang yang baru saja menerima Islam? Padahal aku yakin bahwa kalian adalah orang-orang yang telah teguh dan mantap imannya.

Tidakkah kalian puas melihat orang-orang yang baru beriman itu pulang ke kampung halaman mereka dengan membawa unta dan kambing, padahal kalian pulang ke Madinah dengan membawa pribadi Rasulullah saw? Demi Allah, sekali pun tidak karena Hijrah pasti aku akan menjadi orang Anshar. Dan andaikata semua orang menempuh suatu jalan tertentu dan kaum Anshar menempuh jalan yang lain, niscaya aku, Muhammad, akan menempuh jalan yang dilalui kaum Anshar. Setelah bersabda demikian, Rasulullah SAW lalu berdoa: Ya Allah, limpahkanlah rahmatMu kepada kaum Anshar, sekaligus kepada anak-anak dan cucu-cucu kaum Anshar. Mendengar itu meraunglah semua kaum Anshar sehingga basah wajah mereka dengan air mata, kemudian berkata: Kami ridla, ya Rasul, dengan engkau yang menjadi bagian kami dan marilah bersama kami pulang ke Madinah. Dan memang benar, Rasulullah saw memenuhi janji beliau. Beliau kembali bersama kaum Anshar pulang ke Madinah dan wafat di sana. Itulah kaum Anshar yang sangat berbahagia mendapatkan kurnia ridha Ilahi dan kasih-sayang RasulNya, karena mereka telah menerima, mendukung dan membantu Rasulullah saw berjuang menegakkan Kalimah Tauhid La ilaha ilallah Muhammadar Rasulullah.

Kelompok Anshar masa kini


Bagaimana dengan kelompok Anshar masa kini yang bertugas di surau-surau kita yang juga membantu dan mendukung perjuangan Al Mursyid sebagai Al Ulama waritsatul anbiya dengan misinya menegakkan panji-panji keagungan Kalimatulahil hyial Ulya serta menanamkan Dzikrullah di hati sanubari pribadi-pribadi dan masyarakat? Tentu saja hukumnya sama, mereka Insya Allah mendapat ridha Ilahi dan syafaat Rasulullah saw serta kasih sayang Al Mursyid. Yang berbeda adalah masanya, tetapi misinya tetap sama yaitu membantu dan mendukung lancarnya mengembangkan dzikrullah dalam rangka pemahaman Islam secara keseluruhan (kaffah) guna meraih tujuan Ilahi anta maqshudi wa ridhaka mathlubi. Mungkin yang perlu dilakukan sekarang adalah meningkatkan kualitas ke-anshar-an para anshar masa kini dalam hal kompetensi dan karakter mereka agar Insya Allah menjadi pengabdi yang teguh dan tulus.

Gambaran umum mengenai Akhlak


Berbicara mengenai karakter sebenarnya berbicara mengenai akhlak. Dan akhlak adalah pilar utama agama Islam disamping akidah dan syariah. Demikian pentingnya akhlak ini sehingga dikatakan bahwa misi utama Rasulullah saw adalah menyempurnakan akhlak manusia.Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak ujar beliau. Beliau sendiri adalah teladan sempurna bagi seluruh manusia (Uswatun Hasanah) dan dimasyhurkan memiliki akhlak al-Quran serta mendapat predikat Rahmatan lil Alamin (Memancarkan rahmat bagi seluruh universe). Dan Allah swt memberikan pujian tinggi kepada beliau:Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad ) memiliki akhlak yang tinggi (QS. Al-Qalam/68: 4). Akhlak adalah kekayaan batin manusia yang membedakannya dari mahluk-mahluk lain, terutama hewan. Melalui akhlaknya manusia dapat dinilai baik atau buruk, dan hanya manusia pula yang dituntut berakhlak baik dan mencegah diri dari akhlak yang buruk. Akhlak menunjukkan apa yang sebaiknya kita lakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Dalam ajaran Islam, akhlak sangat luas cakupannya dan meliputi seluruh kegiatan hidup manusia yang

meliputi: a) Akhlak terhadap Allah dan RasulNya, b) Akhlak terhadap sesama manusia, c) Akhlak terhadap diri sendiri, d) Akhlak terhadap sesama makhluk. Akhlak pun terbagi pula atas Akhlak terpuji (Akhlaq al Mahmudah) dan Akhlak tercela (Akhlaq al Mazmummah). Contoh akhlak terpuji adalah: Jernih muka (Aniesatun), Jujur (Al Amaanah), P emaaf (Al Afwu), Kuat mental (Izzatun Nafsi), dan Berani (Al Syajaah). Sedangkan akhlak tercela contohnya adalah: Hianat (Al Khinayah), Cari muka (Al Riyaa), Pendendam (Al Hiqdu), Nyolong (Al Sirqah) dan Bunuh diri (Al Intihaar). Dan baik buruknya akhlak seseorang dapat menimbulkan dampak baik atau buruk pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan sekitarnya. Dalam rangka peningkatan kualitas pengabdian para anshar pembahasan ini dibatasi pada tinjauan psikologi mengenai kompetensi dan karakter dalam artian mengajukan asas-asas pengembangan karakter terpuji dan kompetensi tinggi.

Akhlak Anshariyah
Anshar di surau (Pos, IOP) mana pun ia bertugas adalah ujung tombak tempat peramalan. Artinya, orang-orang yang masuk ke wilayah surau biasanya akan lebih sering berjumpa dulu dengan para anshar. Bagaimana persepsi orang-orang terhadap tempat wirid dan aktivitasaktivitasnya, bahkan peribadatannya, banyak ditentukan oleh kesan pertama saat mereka berjumpa dengan para anshar. Itulah yang senantiasa harus disadari oleh para anshar. Ada beberapa hal praktis yang perlu diupayakan dalam menimbulkan kesan pertama yang baik a). Penampilan, dalam hal ini cara berpakaian dan kerapihannya. Pakaian tidak usah baru, tetapi rapi dan bersih. Demikian pula rambut perlu disir rapi dan badanpun jangan menimbulkan aroma yang mengganggu lingkungan. An nahaafah adalah akhlak yang berkaitan dengan kebersihan badan, tempat tinggal, kebersihan rambut, kuku, mulut, hidung, telinga dan seluruh tubuh. Betapa akhlak islami memekankan kebersihan dan kerapihan. b). Wajah jernih. Wajah jernih dan berseri serta enak dipandang (Aniesatun). tidak ada hubungannya dengan ketampanan dan kecantikan seseorang. Apalagi kalau dihiasi dengan senyuman tulus sebagai hiasan wajah dan cerminan hati yang lapang. Pribadi demikian pasti lebih disenangi (al aliefah) ketimbang yang judes uring-uringan (al ghadhab). c). Sifat-sifat pribadi. Sifat jujur dan dapat dipercaya (al amaanah), baik hati (al khairu), dan berbuat kebajikan (al ihsaan), sabar (ash shabru), berani (asy syajaah) dan berjiwa teguh (izzatun nafsi), menahan diri dari berbuat maksiat (al hilmu) dan merasa cukup dengan apa yang ada (qanaah) adalah antara lain sifat-sifat pribadi yang perlu dimiliki para anshar. d). Sifat-sifat sosial. Menghormati tamu (adh dhiyaafah), kerjasama dan saling menolong (at taaawun), membina persaudaraan (al ikhaau), mudah memberi maaf (al khufraan). Pribadi demikian pasti tidak sulit menjalin silaturahmi dengan siapa pun. e). Sifat-sifat spiritual. Puncak sifat-sifat ruhaniah adalah cinta kepada Allah dan RasulNya serta para ulama pewaris Nabi. Pengembangan sifat-sifat ini menjadi kajian dan lahan Thariqatullah.

Pengembangan Akhlakul Karimah


Menurut Imam Al Ghazali, pengembangan pribadi pada hakikatnya adalah perbaikan ahlak, dalam artian menumbuh-kembangkan sifat-sifat terpuji (mahmudah) dan sekaligus menghilangkan sifat-sifat tercela (mazmumah) pada diri seseorang. Ahlak manusia benar-benar dapat diperbaiki, bahkan sangat dianjurkan sesuai sabda Rasulullah saw Upayakan ahlak kalian menjadi baik (Hassinuu akhlaqakum), sekalipun harus diakui bahwa usaha ini tidak mudah sehubungan dengan perbedaan taraf kesediaan setiap orang untuk memperbaiki diri. Al Ghazali menaruh perhatian besar pada masalah ahlak serta mengemukakan berbagai cara perbaikan ahlak. Metode peningkatan ahlak yang beliau ungkapkan dalam berbagai buku beliau, dapat dikelompokkan atas tiga ragam metode yang berkaitan satu dengan lainnya yang oleh penulis makalah ini dinamakan: a. Metode Taat Syariat. Metode ini berupa pembenahan diri, yakni membiasakan diri dalam hidup sehari-ha ri untuk berusaha semampunya melakukan kebajikan dan hal-hal bermanfaat sesuai dengan ketentuan syariat, aturan-aturabn negara, dan norma-norma kehidupan bermasyarakat. Disamping itu berusaha untuk menjauhi hal-hal yang dilarang syara dan aturanaturan yang berlaku. Metode ini sederhana dan alami yang dapat dilakukan oleh siapa saja dalam kehidupan sehari-hari. b. Metode Pengembangan Diri. Metode yang bercorak psiko-edukatif ini didasari oleh kesadaran atas kekuatan dan kelemahan diri yang kemudian melahirkan keinginan untuk meningkatkan sifat-sufat baik dan menghilangkan sifat-sifat buruk. Dalam pelaksanaannya dilakukan pula proses pembiasaan (conditioning) seperti pada Metode Taat Syariat ditambah dengan upaya untuk meneladani perbuatan dari orang-orang lain yang dikagumi. Membiasakan diri dengan cara hidup seperti ini kalau dilakukan secara konsisten akan berkembang tanpa terasa kebiasaan-kebiasaan dan sifat-sifat terpuji yang terungkap dalam kehidupan pribadi dan dalam kehidupan bermasyarakat. c. Metode Kesufian. Metode ini bercorak spiritual-religius dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas pribadi mendekati citra insan ideal (kamil). Pelatihan disiplin diri ini menurut Al Ghazali dilakukan melalui dua jalan yakni al-mujaahadah dan al-riyaadhah. Al Mujaahadah adalah usaha serius untuk menghilangkan segala hambatan pribadi (harta, kemegahan, taklid, maksiat). Alriyaadhah adalah latihan mendekatkan diri kepada Tuhan dengan jalan mengintensifkan kualitas ibadah. Kegiatan sufistik ini berlangsung dibawah bimbingan seorang Guru yang benar-benar berkualitas dalam hal ilmu, kemampuan dan wewenangnya sebagai Mursyid. Diantara ketiga metode tersebut, metode kesufian dianggap tertinggi oleh Al Ghazali dalam proses peningkatan derajat keruhanian, khususnya dalam meraih ahlak terpuji. Untuk keperluan pendidikan dan pelatihan pengembangan ahlak terpuji (akhlakul karimah) ketiga metode yang diungkapkan Al Ghazali dapat dimodifikasi menjadi empat cara mengembangkan Akhlakul Karimah, yaitu: - Pembiasaan: membiasakan diri berbuat kebaikan dan menghindari keburukan. Proses pembiasaan (conditioning) akan menjelmakan kebiasaan (habit) dan kebisaan (ability), dan akhirnya akan menjadi terperangai dalam sifat-sifat pribadi (personal traits).

- Pemahaman, Penghayatan dan Penerapan: lebih dahulu mencoba memahami arti dari suatu perilaku yang baik, kemudian mendalaminya dan menjiwainya, lalu secara sengaja menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Cara ini adalah cara yang lazim digunakan dalam pendidikan orang dewasa. - Peneladanan: menyontoh tokoh-tokoh yang dikagumi (kebaikannya) untuk mengambil sikapsikap atau nilai-nilai yang dikaguminya. Proses ini disebut proses identifikasi, yang syarat utamanya adalah harus mengenal tokoh identifikasinya. Dalam ilmu akhlak banyak sekali ditampilkan contoh-contoh perilaku terpuji dari tokoh-tokoh tertentu, dengan harapan dapat menimbulkan motifasi untuk mencontoh dan meneladaninya. Teladan yang paling baik dalam Islam adalah pribadi Nabi Muhammad SAW yang dimasyhurkan sebagai Uswatun Hasanah yakni suri teladan terbaik bagi manusia. - Ibadah: ibadah dalam artian khusus (misalnya shalat, puasa, dsb) dan ibadah dalam artian umum (berbuat kebajikan karena Allah SWT) secara sadar atau tidak sadar akan mengembangkan akhlak yang baik dan menghilangkan/mengurangi akhlak yang buruk. Dan inti dari ibadah adalah Dzikrullah. Sesungguhnya shalat itu mencegah (manusia) dari perbuatan keji dan buruk; dan sesungguhnya ingat kepada Allah SWT itu merupakan (kekuatan) yang paling akbar. (QS. alAnkabut/29 : 45). Abu Darda meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabat: Maukah kalia n aku kabarkan tentang sebaik-baiknya amalan yang amat suci disisi Allah SWT, yang meninggikan derajatmu ke tingkat yang tertinggi, yang lebih mulia dari pada menafkahkan emas dan perak (di jalan Allah SWT), yang lebih utama dari pada menghadapi musuh di tengahtengah medan jihad di mana kalian tanggalkan leher musuh atau mereka tanggalkan leher kalian?. Para sahabat menjawab: Mau ya Rasulullah SAW. Apakah itu? sabda Rasulullah SAW: Dzikrullah. Kelembutan Akhlak Nabi Muhammad, Citra Islam Penuh Cinta dan Damai Sunday, February 14, 2010 at 10:17pm Oleh: KH.S.Faroji Ar-Robbani Azmatkhan Al-Husaini Rasulullah Sallallahu 'Alaihi wasallam adalah sosok yang paling lembut kepada manusia. Beliau sungguh mempertimbangkan kondisi dan latar belakang mereka. Bagaimana tidak ?, beliaulah yang telah memberitakan : "Sesungguhnya Allah 'Azza Wajalla menyukai sifat lemah lembut dalam seluruh perkara". HR Bukhari Muslim Kelembutan beliau Sallallahu 'Alaihi Wasallam dapat dilihat dari ucapan dan perbuatan beliau, serta mengambil jalan yang paling mudah. Manusia pada prinsipnya cenderung menyukai sifat lembut, perkataan yang halus dan sikap yang ramah. Dan sebaliknya, manusia antipati terhadap sikap yang keras dan kasar. Bukti kelembutan Rasulullah terhadap orang yang belum mengetahui hukum dapat dilihat pada hadits berikut ini :

"Dari sahabat Anas bin Malik Radhiyallohuanhu, ia berkata: "Ketika kami berada di dalam masjid bersama Rasulullah, tiba-tiba datang seorang badui. Lalu, ia (badui) kencing di dalam masjid. Para sahabat Rasululah berseru: "Tahan! Tahan!" Kemudian Rasulullah berkata: "Janganlah kalian ganggu . Biarkanlah dia." maka para sahabat membiarkannya sampai ia selesai kencing. Selanjutnya Rasulullah Sollallohu'alaihi wasallam memanggilnya seraya berkata : "Sesungguhnya masjid-masjid ini tidak pantas dikenai sesuatu dari air kencing dan kotoran. masjid adalah untuk dzikrullah, shalat, dan membaca Al Qur'an." HR Bukhari Muslim. Hadits mulia ini memuat penjelasan perihal kelembutan Nabi Muhammad Sollallohu'alaihi wasallam dalam kelembutan cara beliau terhadap orang badui tersebut yang belum mengetahui banyak tentang agama ( masih jahil ). Dalam riwayat Imam Ahmad dan Ibnu Majah, terdapat keterangan, bahwa saking terkesannya, setelah paham agama, orang badui itu berkata : "Ayah dan Ibuku menjadi tebusan beliau. Beliau tidak mencela, tidak mencaci maki dan tidak memukulku" Al Hafidz Ibnu Hajar menyimpulkan, dalam hadits ini terhadap pelajaran agar bersikap lemah lembut terhadap orang jahil, orang yg masih bodoh dalam urusan agama, dan selayaknya mengajarinya terhadap hal hal yang yang harus diketahui dengan baik dan tanpa mencelanya, jika kesalahannya tidak muncul karena keras kepala. Apalagi, bila ia termasuk orang yang masih memerlukan pendekatan persuasif. Dalam Hadits ini pula, termuat cermin kasih sayang Nabi Sollallohu'alaihi wasallam dan keluhuran akhlak beliau.

Mengenang Akhlak Nabi Muhammad


Thursday, 8 March 2007 6 Comments

oleh Ustadz KH. Nadirsyah Hosen Auudzu billahi minasy syaithanirrajiim Bismillahirrahmanir rahim Allahumma salli ala sayyidina Muhammadin wa ala aalihi wa sahbihi wasallim Setelah Nabi sallAllahu alayhi wasallam wafat, seketika itu pula kota Madinah bising dengan tangisan ummat Islam; antara percaya tidak percaya, Rasul Yang Mulia telah meninggalkan para sahabat. Beberapa waktu kemudian, seorang arab badui menemui Umar dan dia meminta, Ceritakan padaku akhlak Muhammad!. Umar menangis mendengar permintaan itu. Ia tak sanggup berkata apa-apa. Ia menyuruh Arab badui

tersebut menemui Bilal. Setelah ditemui dan diajukan permintaan yg sama, Bilal pun menangis, ia tak sanggup menceritakan apapun. Bilal hanya dapat menyuruh orang tersebut menjumpai Ali bin Abi Thalib. Orang Badui ini mulai heran. Bukankah Umar merupakan seorang sahabat senior Nabi, begitu pula Bilal, bukankah ia merupakan sahabat setia Nabi. Mengapa mereka tak sanggup menceritakan akhlak Muhammad Orang Badui ini mulai heran. Bukankah Umar merupakan seorang sahabat senior Nabi, begitu pula Bilal, bukankah ia merupakan sahabat setia Nabi. Mengapa mereka tak sanggup menceritakan akhlak Muhammad sallAllahu alayhi wasallam. Dengan berharap-harap cemas, Badui ini menemui Ali. Ali dengan linangan air mata berkata, Ceritakan padaku keindahan dunia ini!. Badui ini menjawab, Bagaimana mungkin aku dapat menceritakan segala keindahan dunia ini. Ali menjawab, Engkau tak sanggup menceritakan keindahan dunia padahal Allah telah berfirman bahwa sungguh dunia ini kecil dan hanyalah senda gurau belaka, lalu bagaimana aku dapat melukiskan akhlak Muhammad sallAllahu alayhi wasallam, sedangkan Allah telah berfirman bahwa sungguh Muhammad memiliki budi pekerti yang agung! (QS. Al-Qalam[68] : 4) Badui ini lalu menemui Siti Aisyah r.a. Isteri Nabi sallAllahu alayhi wasallam yang sering disapa Khumairah oleh Nabi ini hanya menjawab, khuluquhu al-Quran (Akhlaknya Muhammad itu Al-Quran). Seakan-akan Aisyah ingin mengatakan bahwa Nabi sallAllahu alayhi wasallam itu bagaikan Al-Quran berjalan. Badui ini tidak puas, bagaimana bisa ia segera menangkap akhlak Nabi kalau ia harus melihat ke seluruh kandungan Quran. Aisyah akhirnya menyarankan Badui ini untuk membaca dan menyimak QS Al-Muminun [23]: 1-11. Bagi para sahabat, masing-masing memiliki kesan tersendiri dari pergaulannya dengan Nabi sallAllahu alayhi wasallam. Kalau mereka diminta menjelaskan seluruh akhlak Nabi, linangan air mata-lah jawabannya, karena mereka terkenang akan junjungan mereka. Paling-paling mereka hanya mampu menceritakan satu fragmen yang paling indah dan berkesan dalam interaksi mereka dengan Nabi terakhir ini. Mari kita kembali ke Aisyah. Ketika ditanya, bagaimana perilaku Nabi sallAllahu alayhi wasallam, Aisyah hanya menjawab, Ah semua perilakunya indah. Ketika didesak lagi, Aisyah baru bercerita saat terindah baginya, sebagai seorang isteri. Ketika aku sudah berada di tempat tidur dan kami sudah masuk dalam selimut, dan kulit kami sudah bersentuhan, suamiku berkata, Ya Aisyah, izinkan aku untuk menghadap Tuhanku terlebih dahulu. Apalagi yang dapat lebih membahagiakan seorang isteri, karena dalam sejumput episode tersebut terkumpul kasih sayang, kebersamaan, perhatian dan rasa hormat dari seorang suami, yang juga seorang utusan Allah.

Nabi Muhammad sallAllahu alayhi wasallam jugalah yang membikin khawatir hati Aisyah ketika menjelang subuh Aisyah tidak mendapati suaminya disampingnya. Aisyah keluar membuka pintu rumah. terkejut ia bukan kepalang, melihat suaminya tidur di depan pintu. Aisyah berkata, Mengapa engkau tidur di sini? Nabi Muhammmad menjawab, Aku pulang sudah larut malam, aku khawatir mengganggu tidurmu sehingga aku tidak mengetuk pintu. itulah sebabnya aku tidur di depan pintu. Mari berkaca di diri kita masing-masing. Bagaimana perilaku kita terhadap isteri kita? Nabi sallAllahu alayhi wasallam mengingatkan, berhati-hatilah kamu terhadap isterimu, karena sungguh kamu akan ditanya di hari akhir tentangnya. Para sahabat pada masa Nabi memperlakukan isteri mereka dengan hormat, mereka takut kalau wahyu turun dan mengecam mereka. Buat sahabat yang lain, fragmen yang paling indah ketika sahabat tersebut terlambat datang ke Majelis Nabi sallAllahu alayhi wasallam. Tempat sudah penuh sesak. Ia minta izin untuk mendapat tempat, namun sahabat yang lain tak ada yang mau memberinya tempat. Di tengah kebingungannya, Rasul sallAllahu alayhi wasallam memanggilnya. Rasul sallAllahu alayhi wasallam memintanya duduk di dekatnya. Tidak cukup dengan itu, Rasul sallAllahu alayhi wasallam pun melipat sorbannya lalu diberikan pada sahabat tersebut untuk dijadikan alas tempat duduk. Sahabat tersebut dengan berlinangan air mata, menerima sorban tersebut namun tidak menjadikannya alas duduk akan tetapi malah mencium sorban Nabi sallAllahu alayhi wasallam tersebut. Senangkah kita kalau orang yang kita hormati, pemimpin yang kita junjung tiba-tiba melayani kita bahkan memberikan sorbannya untuk tempat alas duduk kita. Bukankah kalau mendapat kartu lebaran dari seorang pejabat saja kita sangat bersuka cita. Begitulah akhlak Nabi sallAllahu alayhi wasallam, sebagai pemimpin ia ingin menyenangkan dan melayani bawahannya. Dan tengoklah diri kita. Kita adalah pemimpin, bahkan untuk lingkup paling kecil sekalipun, sudahkah kita meniru akhlak Rasul Yang Mulia. Nabi Muhammad sallAllahu alayhi wasallam juga terkenal suka memuji sahabatnya. Kalau kita baca kitab-kitab hadis, kita akan kebingungan menentukan siapa sahabat yang paling utama. Terhadap Abu Bakar, Rasul sallAllahu alayhi wasallam selalu memujinya. Abu Bakar- lah yang menemani Rasul sallAllahu alayhi wasallam ketika hijrah. Abu Bakarlah yang diminta menjadi Imam ketika Rasul sallAllahu alayhi wasallam sakit. Tentang Umar, Rasul sallAllahu alayhi wasallam pernah berkata, Syetan saja takut dengan Umar, bila Umar lewat jalan yang satu, maka Syetan lewat jalan yang lain. Dalam riwayat lain disebutkan, Nabi sallAllahu alayhi wasallam bermimpi meminum susu. Belum habis satu gelas, Nabi sallAllahu alayhi wasallam memberikannya pada Umar yang

meminumnya sampai habis. Para sahabat bertanya, Ya Rasul apa maksud (tawil) mimpimu itu? Rasul sallAllahu alayhi wasallam menjawab ilmu pengetahuan. Tentang Utsman, Rasul sallAllahu alayhi wasallam sangat menghargai Utsman karena itu Utsman menikahi dua putri Nabi sallAllahu alayhi wasallam, hingga Utsman dijuluki Dzu an-Nurain (pemilik dua cahaya). Mengenai Ali, Rasul sallAllahu alayhi wasallam bukan saja menjadikannya ia menantu, tetapi banyak sekali riwayat yang menyebutkan keutamaan Ali. Aku ini kota ilmu, dan Ali adalah pintunya. Barang siapa membenci Ali, maka ia merupakan orang munafik. Lihatlah diri kita sekarang. Bukankah jika ada seorang rekan yang punya sembilan kelebihan dan satu kekurangan, maka kita jauh lebih tertarik berjam-jam untuk membicarakan yang satu itu dan melupakan yang sembilan. Ahternyata kita belum suka memuji; kita masih suka mencela. Ternyata kita belum mengikuti sunnah Nabi. Saya pernah mendengar ada seorang ulama yang mengatakan bahwa Allah pun sangat menghormati Nabi Muhammad sallAllahu alayhi wasallam. Buktinya, dalam Al-Quran Allah memanggil para Nabi dengan sebutan nama: Musa, Ayyub, Zakaria, dll. tetapi ketika memanggil Nabi Muhammad sallAllahu alayhi wasallam, Allah menyapanya dengan Wahai Nabi. Ternyata Allah saja sangat menghormati beliau. Para sahabat pun ditegur oleh Allah ketika mereka berlaku tak sopan pada Nabi sallAllahu alayhi wasallam. Alkisah, rombongan Bani Tamim menghadap Rasul sallAllahu alayhi wasallam. Mereka ingin Rasul sallAllahu alayhi wasallam menunjuk pemimpin buat mereka. Sebelum Nabi sallAllahu alayhi wasallam memutuskan siapa, Abu Bakar berkata: Angkat Al-Qaqa bin Mabad sebagai pemimpin. Kata Umar, Tidak, angkatlah Al-Aqra bin Habis. Abu Bakar berkata ke Umar, Kamu hanya ingin membantah aku saja, Umar menjawab, Aku tidak bermaksud membantahmu. Keduanya berbantahan sehingga suara mereka terdengar makin keras. Waktu itu turunlah ayat: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. Takutlah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha Mendengar dan maha Mengetahui. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menaikkan suaramu di atas suara Nabi. janganlah kamu mengeraskan suara kamu dalam percakapan dengan dia seperti mengeraskan suara kamu ketika bercakap sesama kamu. Nanti hapus amal- amal kamu dan kamu tidak menyadarinya (QS. Al-Hujurat 1-2) Setelah mendengar teguran itu Abu Bakar berkata, Ya Rasul Allah, demi Allah, sejak sekarang aku tidak akan berbicara denganmu kecuali

seperti seorang saudara yang membisikkan rahasia. Umar juga berbicara kepada Nabi sallAllahu alayhi wasallam dengan suara yang lembut. Bahkan konon kabarnya setelah peristiwa itu Umar banyak sekali bersedekah, karena takut amal yang lalu telah terhapus. Para sahabat Nabi sallAllahu alayhi wasallam takut akan terhapus amal mereka karena melanggar etiket berhadapan dengan Nabi sallAllahu alayhi wasallam. Dalam satu kesempatan lain, ketika di Mekkah, Nabi sallAllahu alayhi wasallam didatangi utusan pembesar Quraisy, Utbah bin Rabiah. Ia berkata pada Nabi sallAllahu alayhi wasallam, Wahai kemenakanku, kau datang membawa agama baru, apa yang sebetulnya kau kehendaki. Jika kau kehendaki harta, akan kami kumpulkan kekayaan kami, Jika Kau inginkan kemuliaan akan kami muliakan engkau. Jika ada sesuatu penyakit yang dideritamu, akan kami carikan obat. Jika kau inginkan kekuasaan, biar kami jadikan engkau penguasa kami Nabi sallAllahu alayhi wasallam mendengar dengan sabar uraian tokoh musyrik ini. Tidak sekalipun beliau membantah atau memotong pembicaraannya. Ketika Utbah berhenti, Nabi sallAllahu alayhi wasallam bertanya, Sudah selesaikah, Ya Abal Walid? Sudah. kata Utbah. Nabi sallAllahu alayhi wasallam membalas ucapan utbah dengan membaca surat Fushilat. Ketika sampai pada ayat sajdah, Nabi sallAllahu alayhi wasallam pun bersujud. Sementara itu Utbah duduk mendengarkan Nabi sampai menyelesaikan bacaannya. Peristiwa ini sudah lewat ratusan tahun lalu. Kita tidak heran bagaimana Nabi sallAllahu alayhi wasallam dengan sabar mendengarkan pendapat dan usul Utbah, tokoh musyrik. Kita mengenal akhlak nabi dalam menghormati pendapat orang lain. Inilah akhlak Nabi dalam majelis ilmu. Yang menakjubkan sebenarnya adalah perilaku kita sekarang. Bahkan oleh si Utbbah, si musyrik, kita kalah. Utbah mau mendengarkan Nabi sallAllahu alayhi wasallam dan menyuruh kaumnya membiarkan Nabi sallAllahu alayhi wasallam berbicara. Jangankan mendengarkan pendapat orang kafir, kita bahkan tidak mau mendengarkan pendapat saudara kita sesama muslim. Dalam pengajian, suara pembicara kadang-kadang tertutup suara obrolan kita. Masya Allah! Ketika Nabi sallAllahu alayhi wasallam tiba di Madinah dalam episode hijrah, ada utusan kafir Mekkah yang meminta janji Nabi sallAllahu alayhi wasallam bahwa Nabi sallAllahu alayhi wasallam akan mengembalikan siapapun yang pergi ke Madinah setelah perginya Nabi sallAllahu alayhi wasallam. Selang beberapa waktu kemudian. Seorang sahabat rupanya tertinggal di belakang Nabi sallAllahu alayhi wasallam. Sahabat ini meninggalkan isterinya, anaknya dan hartanya. Dengan terengah-engah menembus padang pasir, akhirnya ia sampai di

Madinah. Dengan perasaan haru ia segera menemui Nabi sallAllahu alayhi wasallam dan melaporkan kedatangannya. Apa jawab Nabi sallAllahu alayhi wasallam? Kembalilah engkau ke Mekkah. Sungguh aku telah terikat perjanjian. Semoga Allah melindungimu. Sahabat ini menangis keras. Bagi Nabi sallAllahu alayhi wasallam janji adalah suatu yang sangat agung. Meskipun Nabi sallAllahu alayhi wasallam merasakan bagaimana besarnya pengorbanan sahabat ini untuk berhijrah, bagi Nabi sallAllahu alayhi wasallam janji adalah janji; bahkan meskipun janji itu diucapkan kepada orang kafir. Bagaimana kita memandang harga suatu janji, merupakan salah satu bentuk jawaban bagaimana perilaku Nabi sallAllahu alayhi wasallam telah menyerap di sanubari kita atau tidak. Dalam suatu kesempatan menjelang akhir hayatnya, Nabi sallAllahu alayhi wasallam berkata pada para sahabat, Mungkin sebentar lagi Allah akan memanggilku, aku tak ingin di padang mahsyar nanti ada diantara kalian yang ingin menuntut balas karena perbuatanku pada kalian. Bila ada yang keberatan dengan perbuatanku pada kalian, ucapkanlah! Sahabat yang lain terdiam, namun ada seorang sahabat yang tiba-tiba bangkit dan berkata, Dahulu ketika engkau memeriksa barisan di saat ingin pergi perang, kau meluruskan posisi aku dengan tongkatmu. Aku tak tahu apakah engkau sengaja atau tidak, tapi aku ingin menuntut qishash hari ini. Para sahabat lain terpana, tidak menyangka ada yang berani berkata seperti itu. Kabarnya Umar langsung berdiri dan siap membereskan orang itu. Nabi sallAllahu alayhi wasallam pun melarangnya. Nabi sallAllahu alayhi wasallam pun menyuruh Bilal mengambil tongkat ke rumah beliau. Siti Aisyah yang berada di rumah Nabi sallAllahu alayhi wasallam keheranan ketika Nabi sallAllahu alayhi wasallam meminta tongkat. Setelah Bilal menjelaskan peristiwa yang terjadi, Aisyah pun semakin heran, mengapa ada sahabat yang berani berbuat senekad itu setelah semua yang Rasul sallAllahu alayhi wasallam berikan pada mereka. Rasul memberikan tongkat tersebut pada sahabat itu seraya menyingkapkan bajunya, sehingga terlihatlah perut Nabi sallAllahu alayhi wasallam. Nabi sallAllahu alayhi wasallam berkata, Lakukanlah! Detik-detik berikutnya menjadi sangat menegangkan. Tetapi terjadi suatu keanehan. Sahabat tersebut malah menciumi perut Nabi sallAllahu alayhi wasallam dan memeluk Nabi seraya menangis, Sungguh maksud tujuanku hanyalah untuk memelukmu dan merasakan kulitku bersentuhan dengan tubuhmu!. Aku ikhlas atas semua perilakumu wahai Rasulullah. Seketika itu juga terdengar ucapan, Allahu Akbar berkali-kali. Sahabat tersebut tahu, bahwa permintaan Nabi sallAllahu alayhi wasallam itu tidak mungkin diucapkan kalau Nabi sallAllahu alayhi

wasallam tidak merasa bahwa ajalnya semakin dekat. Sahabat itu tahu bahwa saat perpisahan semakin dekat, ia ingin memeluk Nabi sallAllahu alayhi wasallam sebelum Allah memanggil Nabi sallAllahu alayhi wasallam ke hadirat-Nya. Suatu pelajaran lagi buat kita. Menyakiti orang lain baik hati maupun badannya merupakan perbuatan yang amat tercela. Allah tidak akan memaafkan sebelum yang kita sakiti memaafkan kita. Rasul sallAllahu alayhi wasallam pun sangat hati-hati karena khawatir ada orang yang beliau sakiti. Khawatirkah kita bila ada orang yang kita sakiti menuntut balas nanti di padang Mahsyar di depan Hakim Yang Maha Agung ditengah miliaran umat manusia? Jangan-jangan kita menjadi orang yang muflis. Naudzu billah.. Nabi Muhammad sallAllahu alayhi wasallam ketika saat haji Wada, di padang Arafah yang terik, dalam keadaan sakit, masih menyempatkan diri berpidato. Di akhir pidatonya itu Nabi sallAllahu alayhi wasallam dengan dibalut sorban dan tubuh yang menggigil berkata, Nanti di hari pembalasan, kalian akan ditanya oleh Allah apa yang telah aku, sebagai Nabi, perbuat pada kalian. Jika kalian ditanya nanti, apa jawaban kalian? Para sahabat terdiam dan mulai banyak yang meneteskan air mata. Nabi sallAllahu alayhi wasallam melanjutkan, Bukankah telah kujalani hari-hari bersama kalian dengan lapar, bukankah telah kutaruh beberapa batu diperutku karena menahan lapar bersama kalian, bukankah aku telah bersabar menghadapi kejahilan kalian, bukankah telah kusampaikan pada kalian wahyu dari Allah..? Untuk semua pertanyaan itu, para sahabat menjawab, Benar ya Rasul! Rasul sallAllahu alayhi wasallam pun mendongakkan kepalanya ke atas, dan berkata, Ya Allah saksikanlah. ..Ya Allah saksikanlah. ..Ya Allah saksikanlah! . Nabi sallAllahu alayhi wasallam meminta kesaksian Allah bahwa Nabi telah menjalankan tugasnya. Di pengajian ini saya pun meminta Allah menyaksikan bahwa kita mencintai Rasulullah sallAllahu alayhi wasallam. Ya Allah saksikanlah betapa kami mencintai Rasul-Mu, betapa kami sangat ingin bertemu dengan kekasih-Mu, betapa kami sangat ingin meniru semua perilakunya yang indah; semua budi pekertinya yang agung, betapa kami sangat ingin dibangkitkan nanti di padang Mahsyar bersama Nabiyullah Muhammad, betapa kami sangat ingin ditempatkan di dalam surga yang sama dengan surganya Nabi kami. Ya Allah saksikanlah. ..Ya Allah saksikanlah Ya Allah saksikanlah

Vous aimerez peut-être aussi