Vous êtes sur la page 1sur 9

Pertukaran ion adalah pertukaran ion antara dua elektrolit atau antara larutan elektrolit dan kompleks.

Dalam kebanyakan kasus istilah yang digunakan untuk menunjukkan proses pemurnian, pemisahan, dan dekontaminasi berair dan lainnya yang mengandung ion-solusi dengan padat polimer atau mineralic 'penukar ion'. Penukar ion yang tipikal adalah resin pertukaran ion (difungsikan berpori atau gel polimer), zeolit, montmorilonit, tanah liat, dan humus tanah. Penukar kation penukar ion baik bahwa pertukaran ion bermuatan positif (kation) atau penukar anion bahwa pertukaran ion bermuatan negatif (anion). Ada juga penukar amfoter yang mampu bertukar baik kation dan anion secara bersamaan. Namun, pertukaran simultan kation dan anion dapat lebih efisien dilakukan di tempat tidur campuran yang mengandung campuran resin anion dan kation pertukaran, atau lewat solusi diobati melalui beberapa bahan penukar ion yang berbeda. Penukar ion dapat unselective atau memiliki preferensi yang mengikat untuk ion tertentu atau kelas ion, tergantung pada struktur kimianya. Hal ini dapat bergantung pada ukuran ion, muatan mereka, atau struktur mereka. Contoh-contoh khas ion yang dapat mengikat ion penukar: H + (proton) dan OH-(hidroksida) Single-ion monoatomik dibebankan seperti Na +, K +, dan ClGanda bermuatan ion monoatomik seperti Ca2 + dan Mg2 + Ion poliatomik anorganik seperti SO42-dan PO43Basis organik, biasanya molekul yang mengandung gugus amino NR2H-fungsional + Asam organik, sering mengandung molekul-COO-(asam karboksilat) kelompok fungsional Biomolekul yang dapat terionisasi: asam amino, peptida, protein, dll Pertukaran ion adalah proses reversibel dan penukar ion dapat diregenerasi atau dimuat dengan ion diinginkan dengan mencuci dengan kelebihan ion ini.

Kromatografi pertukaran ion


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa

Kolom kromatografi pertukaran ion.

Kromatografi pertukaran ion adalah salah satu teknik pemurnian senyawa spesifik di dalam larutan campuran.[1] Prinsip utama dalam metode ini didasarkan pada interaksi muatan positif dan negatif antara molekul spesifik dengan matriks yang barada di dalam kolom kromatografi.[1] Metode ini pertama kali dikembangkan oleh seorang ilmuwan bernama Thompson pada tahun 1850.[2] Secara umum, teradapat dua jenis kromatografi pertukaran ion, yaitu:

Kromatografi pertukaran kation, bila molekul spesifik yang diinginkan bermuatan positif dan kolom kromatografi yang digunakan bermuatan negatif.[3] Kolom yang digunakan biasanya berupa matriks dekstran yang mengandung gugus karboksil (-CH2-CH2-CH2SO3- dan -O-CH2COO-).[1] Larutan penyangga (buffer) yang digunakan dalam sistem ini adalah asam sitrat, asam laktat, asam asetat, asam malonat, buffer MES dan fosfat.[3]

kromatografi pertukaran anion, bila molekul spesifik yang diinginkan bermuatan negatif dan kolom kromatografi yang digunakan bermuatan positif.[3] Kolom yang digunakan biasanya berupa matriks dekstran yang mengandung gugus -N+(CH3)3, -N+(C2H5)2H, dan N+(CH3)3.[3] Larutan penyangga (buffer) yang digunakan dalam sistem ini adalah N-metil piperazin, bis-Tris, Tris, dan etanolamin.[3]

Metode ini banyak digunakan dalam memisahkan molekul protein (terutama enzim).[2] Molekul lain yang umumnya dapat dimurnikan dengan menggunakan kromatografi pertukaran ion ini antara lain senyawa alkohol,alkaloid, asam amino, dan nikotin.[2]

PENGARUH VARIABEL PROSES TERHADAP PENYUMBATAN MEMBRAN SELULOSA ASETAT


Created by : HARTUTI, IVA ( )

Keyword:

Membran Penyumbatan Fluks

[ Description ]

Salah satu metoda pemisahan yang sedang berkembang saat ini adalah teknologi membran. Penggunaan membran secara terus menerus dapat mengurangi efisiensi kinerja membran karena adanya penyumbatan. Tujuan penelitian untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penyumbatan membran (fouling) terhadap membran selulosa asetat dalam hubungannya dengan nilai fluks dan efisiensi rejeksi. Penelitian dilakukan dalam skala laboratorium. Obyek pengamatan limbah deterjen buatan. Analisis parameter adalah variabel bebas (konsentrasi limbah, tekanan dalam tangki dan waktu operasi) dan variabel terikat (volume dan konsentrasi deterjen dalam permeate). Metode hasil merupakan hasil pengukuran uji statistik dengan derajat kepercayaan 95% atau a=5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi tekanan dalam tangki alur pola fluks semakin naik dan alur pola efisiensi rejeksi semakin turun. Pada saat terjadi peristiwa penyumbatan fluks stabil pada tekanan 19 psi - 23 psi. Pengaruh peristiwa penyumbatan tampak pada turunnya efisiensi rejeksi mulai rendah pada tekanan 19 psi - 25 psi. Waktu operasi semakin lama maka alur pola fluks semakin turun tetapi alur pola efisiensi rejeksi dalam keadaan stabil. Hal ini menunjukkan peristiwa penyumbatan mempengaruhi fluks tetapi tidak mempengaruhi efisiensi rejeksi. Penyumbatan mulai terjadi pada waktu operasi 100 menit dimana fluks makin rendah. Penyumbatan terjadi pada waktu operasi 125 menit - 150 menit dimana fluks dalam keadaan stabil. Semakin besar konsentrasi limbah maka alur pola fluks semakin turun dan alur pola efisiensi rejeksi semakin naik. Hal ini menunjukkan adanya peristiwa fouling. Pada konsentrasi limbah 8,3548 ppm penyumbatan membran mulai terjadi dengan efisiensi rejeksi tinggi yang hampir stabil yaitu 98,14 %.

PENGENDALIAN FOULING MEMBRAN ULTRAFILTRASI DENGAN SISTEM AUTOMATIC BACKWASH DAN PENCUCIAN MEMBRAN Erika Sulistyani (L2C006043) dan Meike Fitrianingtyas (L2C006070) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Jln. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, 50239, Telp/Fax: (024)7460058 Pembimbing: Dr. I Nyoman Widiasa, ST.MT. Abstrak Teknologi membran ultrafiltrasi merupakan salah satu teknologi untuk pengolahan air dan limbah. Teknologi ini dapat mengontrol mikroorganisme pathogen kecil seperti virus dengan sangat efektif dan mengurangi kekeruhan air. Ultrafiltrasi bekerja berdasarkan ukuran partikel. Hal yang menjadi tantangan terberat dalam teknologi membran adalah terbentuknya fouling membran. Fouling ini menyebabkan penurunan fluks dan efektivitas membran. Fouling ini dapat berupa endapan organik (makromolekul, substansi biologi), endapan inorganik (logam hidroksida, garam kalsium) dan partikulat. Salah satu cara untuk mengurangi terbentuknya fouling dengan menggunakan system automatic backwash. Dengan adanya system ini terjadi penurunan fluks sekitar 25% dari laju awal dalam waktu 22 hari dan sebaliknya dengan tidak adanya sistem automatic backwash penurunan fluks terjadi sekitar 55% dari laju awal untuk limbah laundry dan 11% dari laju alir awal untuk air detergen dalam waktu 4 jam. Hal ini tergantung dari jenis umpan yang akan disaring. Pencucian dengan menggunakan asam sitrat dan NaOH setelah penyaringan air sumur memberikan hasil yang cukup signifikan untuk peningkatan laju alir (fluks) yaitu dari 45 L/jam menjadi 49 L/jam(setelah penyaringan air sumur) dan 15 L/jam menjadi 23 L/jam (setelah penyaringan air detergen). Pencucian dengan menggunakan NaOH dilakukan setelah penyaringan air limbah laundry menunjukkan bahwa laju alir (fluks) mengalami kenaikan yang signifikan dari 22,5 L/jam menjadi 33,5 L/jam dan penurunan tekanan dari 10 psi menjadi 8 psi.

Penukar Ion
Kata Kunci: kalsium, magnesium, natrium klorida, Penukar Ion Ditulis oleh Suparni Setyowati Rahayu pada 15-09-2009

Air sungai dan air tanah mula-mula ditampung di bak tarik yang dilengkapi pompa untuk dialirkan ke bak pencampur dan diberi tawas sebagai flokulan. Air yang telah diberi tawas dialirkan ke bak penggumpal untuk memberi waktu flokulasi pengotor dalam air. Air dengan flok-flok pengotor dialirkan ke bak pengendap agar flok-flok yang terbentuk turun dan terpisah dari air. Air yang keluar dari bak pengendap sudah jernih tapi masih ada pengotor yang melayang,oleh karena itu air kemudian disaring dengan saringan untuk memisahkan partikel ini. Air yang telah disaring masih mengandung zat-zat terlarut yang menimbulkan kesadahan. Untuk menghilangkan pengotor yang terlarut ini digunakan zat yang dapat menyerap ion-ion dalam larutan

tersebut. Dengan ion exchanger, diharapkan air yang akan digunakan pada proses memiliki kesadahan sesedikit mungkin bahkan 0 agar tidak menimbulkan kerak.

Kondisi Peralatan Penukar Ion


Proses penghilangan ion-ion yang terlarut dalam air dapat melibatkan penukar kation (cation exchanger) yang berupa resin Na (R-Na). Proses-pertukaran-ion natrium merupakan proses yang paling banyak digunakan untuk melunakkan air. Dalam proses pelunakan ini, ion-ion kalsium dan magnesium disingkirkan dari air berkesadahan tinggi dengan jalan pertukaran kation dengan natrium. Bila resin penukar itu sudah selesai menyingkirkan 346 sebagian besar ion kalsium dan magnesium sampai batas kapasitasnya, resin itu di kemudian diregenerasi kembali ke dalam bentuk natriumnya dengan menggunakan larutan garam dengan pH antara 6 sampai 8. Kapasitas pertukaran resin polistirena besarnya 650 kg/m3 bila diregenerasikan dengan 250 g garam per kilogram kesadahan yang dibuang.

Untuk penukar kation siklus natirum atau hidrogen biasanya digunakan resin sintetik jenis sulfonat stirena -divinilbenzena. Resin ini sangat stabil pada suhu tinggi (sampai 150 oC) dan dalam pH antara 0 sampai 14. Di samping itu, bahan ini sangat tahan terhadap oksidasi. Kapasitas total penukar kation bisa mencapai 925 kg CaCO3 per meter kubik penukar ion dengan siklus hidrogen dan sampai 810 kg CaCO3 per meter kubik dengan siklus natrium.Namun dalam praktiknya kapasitas operasi tidak setinggi itu. Dalam reaksi pelunakan air di bawah ini, lambang R menunjukkan radikal penukar kation. Resin tersebut menghilangkan ion Ca 2+ dan Mg
2+

penyebab kesadahan. Reaksinya sebagai berikut:

CaCO3 + 2 R-Na -> R2-Ca + Na2C03 MgCO3 + 2 R-Na-> R2-Mg + Na2C03 Bila tanur penukar kation sudah habis kemampuannya untuk menghasilkan air lunak, unit pelunak itu dihentikan; lalu dicuci balik (backwash) untuk membersihkannya dan mengklasifikasikan partikel resin di dalam tanur itu kembali:kemudian diregenerasi dengan larutan garam biasa (natrium klorida) yang menyingkirkan kalsium dan magnesium dalam bentuk klorida yang dapat larut dan sekaligus mengembalikan penukar kation itu ke dalam bentuk natriumnya. Tanur itu dicuci lagi untuk membersihkannya dari hasil samping yang dapat larut dan dari kelebihan garam; kemudian dikembalikan ke operasi untuk selanjutnya melunakkan air. Reaksi regenerasi menggunakan air gararn (NaCI) dapat dilukiskan sebagai berikut: R2-Ca + 2 NaCI -> 2 R-Na + CaCl2 R2-Mg + 2 NaCI -> R-Na + MgCl2 Sedangkan kandungan anion tidak dihilangkan lewat penukar anion (anion exchanger). Jika kandungan anion sudah tinggi, biasanya dilakukan blowdown yaitu membuang sebagian besar air dan diganti dengan air kondensat.Selain pengotor-pengotor diatas, terdapat pula berbagai macam gas yang terlarut dalam air (C02, CF4, 02, H2S). Gas tersebut dihilangkan dengan deaerator sebelum memasuki ketel. Deaerator bekerja dengan cara memanaskan air ketel sehingga gas-gas tersebut dapat keluar.

RESIN PENUKAR ION I. TUJUAN PERCOBAAN Tujuan percobaan praktikum ini adalah untuk menentukan kapasitas kolom dan kapasitas tukar kation II. TINJAUAN PUSTAKA Suatu resin penukar ion yang ingin direaksikan dalam suatu sistem dapat dilakukan dengan memasukkan gugus-gugus dari suatu resin yang terionkan kedalam suatu matriks polimer organik, yang paling lazim diantaranya ialah polisterina hubungan silang yang diatas diperikan sebagai absorben. Produk tersedia dengan berbagai derajat hubungan silang. Suatu resin umum yang lazim ialah resin 8% terhubung silang yang berarti kandungan divenilbenzenanya 8 %. Resin-resin itu dihasilkan dalam bentuk manik-manik bulat, biasanya dengan 0,1-0,5 mm, meskipun ukuranukuran lain juga tersedia (Svehla, 1985). Resin pertukaran ion merupakan bahan sintetik yang berasal dari aneka ragam bahan, alamiah maupun sintetik, organik maupun anorganik, memperagakan perilaku pertukaran ion dalam analisis laboratorium dimana keseragaman dipentingkan dengan jalan penukaran dari suatu ion. Pertukaran ion bersifat stokiometri, yakni satu H+ diganti oleh suatu Na+. Pertukaran ion adalah suatu proses

kesetimbangan dan jarang berlangsung lengkap, namun tak peduli sejauh mana proses itu terjadi, stokiometrinya bersifat eksak dalam arti satu muatan positif meninggalkan resin untuk tiap satu muatan yang masuk. Ion dapat ditukar yakni ion yang tidak terikat pada matriks polimer disebut ion lawan (Counterion) (Underwood, 2001). Resin dapat digunakan dalam suatu analisis jika resin itu harus cukup terangkai silang, sehingga keterlarutan yang dapat diabaikan, resin itu cukup hidrofilik untuk memungkinkan difusi ion-ion melalui strukturnya dengan laju yang terukur dan berguna. Selain itu, resin juga harus menggunakan cukup banyak gugus penukar ion yang dapat dicapai dan harus stabil kimiawi dan resin yang sedang mengembang, harus lebih besar rapatannya daripada air (Harjadi, 1993). Dalam suatu proses subtituen polar dapat memberikan afinitas yang tinggi bagi air. Apabila disuspensikan dalam air partikel resin itu akan membengkak karena menyerap air, yang derajat pembengkakannya dibatasi olah jauhnya hubungan silang. Sekitar satu gugus asam sulfonat percincin aromatik kebanyakan dalam posisi para sulfonasi secara dramatis mengubah karakter polimer itu. Asam-asam arisulfonat adalah asam kuat. Jadi gugus-gugus ini akan terikat bila air menembusi manik resin itu. R SO3H R- SO3- H+ Namun berlawanan dengan elektrolit basa, anion itu melekat secara permanen pada matriks polimernya. Anion itu tak dapat berimigrasi kedalam fase air didalam pori resin itu, juga tak dapat lolos kelarutan luar. Pengikatan ion ini selanjutnya membatasi mobilitas kationnya, H+. Kenetralan listrik dipertahankan didalam resin dan H+ tidak akan meninggalkan fase resin kecuali bila digantikan oleh suatu kation lain. Pergantian inilah yang disebut proses pertukaran ion (Underwood, 2001). Prinsip-prinsip dasar dari pertukaran ion telah banyak menetapkan penelitian-penelitian dalam sistem air, serta menghasilkan penetapan-penetapan yang berguna. Namun lingkup dari pertukaran ion telah diperluas selama sekitar dekade terakhir ini, dengan menggunakan baik sistem pelarut organik, maupun sistem pelarut campuran air-organik. Pelarut-pelarut organik yang umum digunakan adalah senyawaan-senyawaan akso dari tipe alkohol, keton dan karboksilat yang umumnya mempunyai tetapan dielektrik dibawah 40 (Svehla, 1985). Di tahun 1935, Adam dan Holmes membuat resin sintesin pertama dengan hasil kondensasi asam sulfonat fenol dengan formaldehid. Semua resin-resin ini memiliki gugusan reaktif -OH, -COOH, HSO3, sebagai pusat-pusat pertukaran. Gugusan fungsional asam (atau basa) suatu resin penukar ditempati oleh ion-ion dengan muatan berlawanan. Ion yang labil adalah H+ pada penukar kation. Resin dengan gugusan sulfonat atau amina kuartener adalah terionisasi kuat, tidak larut dan sangat reaktif. Resin-resin demikian disebut resin penukar kuat, sedangkan gugusan ion yang terionisasi secara parsial seperti > COOH, -OH, dan NH2 dikenal sebagai resin penukar yang lemah (Khopkar, 1990). Semua penukar ion yang bernilai dalam analisis, memilih beberapa kesamaan sifat: mereka hampirhampir tak dapat larut dalam air dan pelarut organik, dan mengandung ionion katif dan ion-ion lawan yang akan bertukar secara reversibel dengan ion-ion lain dalam larutan yang mengelilinginya tanpa terjadi perubahan-perubahan fisika yang berarti dalam bahan tersebut.penukaran ion bersifat

kompleks dan sesungguhnya adalah polimerik. Polimer ini membawa suatu muatan listrik yang tepat dinetralkan oleh muatan-muatan pada ion-ion lawannya (ion aktif). Ion-ion aktif ini beruapa kationkation dalam penukar kation, dan berupa anion-anion dalam penukar anion (Bassett, 1994). Larutan yang melalui kolom disebut influent, sedangkan larutan yang keluar kolom disebut effluent. Proses pertukarannya adalah serapan dan proses pengeluaran ion adalah desorpsi atau elusi. Mengembalikan resin yang sudah terpakai kebentuk semula disebut regenerasi sedangkan proses pengeluaran ion dari kolom dengan reagent yang sesuai disebut elusi dan pereaksinya disebut eluent. Yang disebut dengan kapasitas pertukaran total adalah jumlah gugusan-gugusan yang dapat dipertukarkan di dalam kolom, dinyatakan dalam miliekivalen. Kapasitas penerobosan (break through capacity) didefinisikan sebagai banyaknya ion yang dapat diambil oleh kolom pada kondisi pemisahan; dapat juga dikatakan sebagai banyaknya miliekivalen ion yang dapat ditahan dalam kolom tanpa ada kebocoran yang dapat teramati. Kapasitan penerobosan lebih kecil dari kapasitas total pertukaran kolom dan tidak tergantung terhadap sejumlah variabel, seperti tipe resin, afinitas penukaran ion, komposisi larutan, ukuran partikel, dan laju aliran (Khopkar, 1990). B. Pembahasan Resin penukar kation merupakan suatu polimer berbobot molekul tinggi yang terangkai silang yang mengandung gugus-gugus sulfonat, karboksilat, fenolat, dan sebagainya sebagai suatu bagian integral dari resin itu serta sejumlah kation yang ekuivalen. Resin penukar kation mengandung kation-kation bebas yang dapat ditukar dengan kation-kation dalam larutan. Resin penukar kation ini terlebih dahulu harus dibilas dengan akuades agar nantinya resin tersebut dapat bertukaran ion dengan reagensia yang ditambahkan yaitu NaCl. Resin yang telah kering terssebut seharusnya dimasukkan ke dalam kolom resin. Tetapi karena tidak ada kolom resin tersebut, maka sebgai pengantinya digunakan buret. Resin yang digunakan merupakan effluen, karena effluen adalah zat yang ada di dalam kolom resin tersebut atau fase gerak yang mengakibatkan elusi. Maksud dari elusi adalah peristiwa yang terjadi pada resin penukar ion. Sedangkan yang dimaksud dengan effluen adalah zat yang keluar dari kolom resin (buret). Pada percobaan ini, ion H+ yang diikat oleh resin berasal dari asam klorida yang telah ditambahkan. Resin dijenuhkan selama satu jam menggunakan larutan HCl dimaksudkan agar resin benar-benar mengikat sempurna ion H+. Res- + H+Cl- Res-H+ + ClAgar terjadi pertukaran kation, maka pada percobaan ini resin yang telah mengikat H+tersebut dielusi menggunakan larutan NaCl jenuh dimasukkan ke dalam kolom yang telah berisi resin. Pada penambahan larutan NaCl jenuh terjadi pertukaran kation H+ dari resin dengan kation Na+ (kation yang lebih kuat) dari larutan. Kation H+ pada effluent terikat dengan ion Cl- sehingga membentuk HCl. Pertukaran kation terjadi menurut reaksi : Res-H+ + Na+Cl- Res- Na+ + HCl

Resin berbentuk butiran berwarna kuning yang ditempatkan di dalam buret. Sebaiknya dilakukan pengukuran massa dari suatu resin yang ingin digunakan dalam percobaan. Selain itu, tinggi dan diameter dari kolom resin harus diukur terlebih dahulu agar kita dapat menentukan seberapa banyak resin penukar ion yang mempengaruhi zat yang tertahan maupun yang terlewat dari kolom resin tersebut. Pada kolom resin kemudian dielusi dengan menambahkan akuades dan dialirkan isi kolom resin yang ditampung dalam labu takar 250 ml. Hal ini dilakukan agar seluruh HCl yang dihasilkan benarbenar menjadi effluent. Efluen dialirkan secara terus-menerus hingga ke dalam tabu takar hingga bersifat netral. Karena HCl merupakan suatu larutan asam, maka untuk membuktikan bahwa di dalam kolom resin tidak terdapat lagi larutan HCl dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus biru. Dan ternyata kertas lakmus biru tidak berubah menjadi merah. pH telah mencapai netral (pH=7) maka pengaliran efluen dihentikan. Efluen yang dihasilkan dalam labu takar diencerkan hingga tanda batas. Untuk mengukur kadar kation H+ yang terikat pada resin, maka dilakukan proses titrasi asam basa. Sebanyak 10 ml dari larutan tersebut dititrasi dengan larutan NaOH baku 0,1 M. Dengan penambahan indikator pp, diperoleh volume titrasi sebanyak dua kali yaitu sebesar 5,8 ml dan 5,7 ml sehingga volume rata-rata titrasi adalah 5,75 ml. Titrasi menggunakan NaOH akan manghasilkan garam NaCl dan air. Reaksinya adalah sebagai berikut: HCl + NaOH NaCl + H2O Perlakuan terakhir, setelah titrasi selesai dilakukan maka kolom resin yang telah digunakan dicuci dengan larutan HCl 6 M hingga fluen yang keluar bersifat netral. Larutan HCl dimasukkan secara perlahan-lahan melalui dinding kolom agar kedudukan resin dalam tetap. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapatkan nilai diameter dan tinggi kolom resin adalah 1 cm, sehingga diperoleh besarnya nilai kapasitas kolom resin yang digunakan adalah 0,6261 mmol/cm 3. Sedangkan kapasitas tukar kation (KTK) dari resin tersebut sebesar 0,9583 ml resin. Hal tersebut menunjukkan bahwa kapasitas tukar kation yang dihasilkan lebih besar dibandingkan kapasitas kolom dari suatu resin yang digunakan. Kapasitas pertukaran ion total dari suatu resin bergantung pada jumlah total gugus-gugus aktif ion persatuan bobot bahan dan semakin banyak jumlah ion-ion itu, maka kapasitasnya semakin besar. Kapasitas total pertukaran ion biasanya dinyatakan sebagai mili-ekuivalen per gram penukar ion. Kecepatan aliran efluen menjadi kendala dalam percobaan ini. Saat terjadi proses elusi, cairan yang berada dalam kolom resin dikeluarkan dengan kecepatan tertentu yang berpengaruh pada pengikatan kation oleh resin. Ketepatan mengatur kecepatan aliran efluen 2 tetes/detik sulit dilakukan, sehingga menyebabkan ketidakakuratan dalam melakukan hasil yang diperoleh. VI. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah: 1. Resin penukar ion merupakan polimer tinggi organik yang mengandung gugus-gugus fungsional ionik dan merupakan salah satu metode pemisahan zat di mana terjadi penggantian suatu ion yang terikat pada resin dengan ion lain.

2. Kapasitas tukar ion akan bertambah seiring dengan banyaknya ion-ion yang dipertukarkan. 3. Kapasitas kolom resin penukar kation sebesar 0,6261 mmol/cm3. Besarnya nilai kapasitas tukar kation (KTK) dari suatu resin adalah 0,9583 mmol/gr resin.

Vous aimerez peut-être aussi