Vous êtes sur la page 1sur 32

ASKEP KEJANG DEMAM DAN TIFOID PADA ANAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di banyak negara berkembang, termasuk di Indonesia, demam tifoid masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat, berbagai upaya yang dilakukan untuk memberantas penyakit ini tampaknya belum memuaskan. Di seluruh dunia WHO memperkirakan pada tahun 2000 terdapat lebih dari 21,65 juta penderita demam tifoid dan lebih dari 216 ribu diantaranya meninggal . Di Indonesia selama tahun 2006, demam tifoid dan demam paratifoid merupakan penyebab morbiditas peringkat 3 setelah diare dan Demam Berdarah Dengue. Kejadian demam tifoid meningkat terutama pada musim hujan.Usia penderita di Indonesia (daerah endemis) antara 3-19 tahun (prevalensi 91% kasus). Dari presentase tersebut, jelas bahwa anak-anak sangat rentan untuk mengalami demam tifoid. Selain demam tifoid, kejang demam juga merupakan suatu keadaan yang yang dapat dialami oleh seorang anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% daripada anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderitanya (Millichap, 1968). Oleh karena demam tifoid dan kejang demam ini adalah keadaan yang berbahaya bagi seorang anak, bahkan (tifoid) dapat menyebabkan kematian, maka sebagai mahasiswa keperawatan perlu mengetahui tentang DEMAM TIFOID DAN KEJANG DEMAM, agar dapat menangani masalah tersebut sesuai dengan teori keperawatan pada kasus tersebut. Hal ini diharapkan dapat memecahkan masalah atau setidaknya dapat memberikan pengetahuan kepada kita tentang masalah yang terjadi di negara kita ini. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka penulis dapat merumuskan masalah: Konsep dasar Demam Tifoid dan Kejang Demam Asuhan Keperawatan dari Demam Tifoid dan Kejang Demam 1.3 Tujuan Makalah Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu agar mahasiswa mengetahui dan memahami konsep dasar teori dari Demam Tifoid dan Kejang Demam agar mahasiswa mengerti dan memahami Asuhan Keperawatan dari Demam Tifoid dan Kejang Demam.

1.4 Kegunaan Makalah Dalam penyusunan makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman tentang Demam Tifoid dan Kejang Demam, agar dapat meningkatkan derajat kesehatan anak. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis, umumnya bagi pembaca. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Demam Tifoid A. PENGERTIAN Penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella.( Bruner and Sudart,1994 ). Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu , gangguan dari saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. (staff pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI). B. ETIOLOGI Penyebab demam tifoid dan demam paratifoid adalah S.typhi, S.paratyphi A, S.paratyphi B dan S.paratyphi C. (Arjatmo Tjokronegoro, 1997). Ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam tifoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun. C. PATOFISIOLOGI Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai selsel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu. Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan

merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis. (Soegeng soegijanto, 2002) Patofisiologi Demam Tifoid D. GEJALA KLINIS Masa inkubasi: 10-14 hari. * Penderita < 5 tahun, tanda klinisnya tidak khas. * Penderita > 5 tahun: a. Demam selama satu minggu atau lebih, terutama sore atau malam hari. b. Lidah tifoid (tremor, di bagian tengah kotor, di bagian tepi hiperemis/memerah, lidah tampak kering; dilapisi selaput tebal) c. Pembesaran limpa/lien (splenomegali), pembesaran Hepatomegali lebih sering dijumpai daripada splenomegali. hati/liver (hepatomegali).

d. Nyeri tekan/spontan di daerah McBurney (di perut kanan bawah), sedangkan di sisi kiri normal/kurang nyeri. e. Meteorismus (kembung; terdapatnya gas di perut dan usus) f. Dapat disertai diare atau konstipasi (sembelit). g. Dapat disertai batuk batuk, anorexia (seleramakan menurun/menghilang), lethargy (sensasi mengantuk yang hebat), delirium (mengigau), nyeri kepala, nyeri perut. h. Dapat disertai penurunan kualitas/fungsi pendengaran (agak tuli). i. Bila berat dapat dijumpai penurunan kesadaran, kejang, dan ikterus. Gambaran klinis: E. KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat terjadi antara lain: perforasi usus, perdarahan, toksemia dan kematian. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001)

Perdarahan usus, peritonitis, meningitis, kolesistitis, ensefalopati, bronkopneumonia, hepatitis. (Arif mansjoer & Suprohaitan 2000) Perforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10% penderita demam tifoid. Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium ke-2 penyakit dan umumnya didahului oleh penurunan suhu tubuh dan tekanan darah serta kenaikan denyut jantung.Pneumonia sering ditemukan selama stadium ke-2 penyakit, tetapi seringkali sebagai akibat superinfeksi oleh organisme lain selain Salmonella. Pielonefritis, endokarditis, meningitis, osteomielitis dan arthritis septik jarang terjadi pada hospes normal. Arthritis septik dan osteomielitis lebih sering terjadi pada penderita hemoglobinopati. (Behrman Richard, 1992) F. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap : Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. 2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT : SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus 3. Pemeriksaan Uji Widal : Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri Salmonella typhi. Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita Demam Tifoid. Akibat adanya infeksi oleh Salmonella typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu: Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh bakteri Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela bakteri Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai bakter. Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis Demam Tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan menderita Demam Tifoid. (Widiastuti Samekto, 2001)

G. TERAPI
1. Kloramfenikol. Anak : 50-75 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi tiap 6 jam. Bayi < 2 minggu : 25 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis terbagi tiap 6 jam. Berikan dosis lebih tinggi untuk infeksi lebih berat. Setelah umur 2 minggu bayi dapat menerima dosis sampai 50 mg/kgBB/ hari dalam 4 dosis tiap 6 jam. 1. Tiamfenikol. 2. Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim)

3. Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu 4. Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari 5. Golongan Fluorokuinolon

Norfloksasin Siprofloksasin Ofloksasin Pefloksasin Fleroksasin

: dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari

1. Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001) H.PENATALAKSANAAN Perawatan dan pengobatan terhadap penderita penyakit demam Tifoid atau types bertujuan menghentikan invasi kuman, memperpendek perjalanan penyakit, mencegah terjadinya komplikasi, serta mencegah agar tak kambuh kembali. Pengobatan penyakit tifus dilakukan dengan jalan mengisolasi penderita dan melakukan desinfeksi pakaian, faeces dan urine untuk mencegah penularan. Pasien harus berbaring di tempat tidur selama tiga hari hingga panas turun, kemudian baru boleh duduk, berdiri dan berjalan. Selain obat-obatan yang diberikan untuk mengurangi gejala yang timbul seperti demam dan rasa pusing (Paracetamol), Untuk anak dengan demam tifoid maka pilihan antibiotika yang utama adalah kloramfenikol selama 10 hari dan diharapkan terjadi pemberantasan/eradikasi kuman serta waktu perawatan dipersingkat. Namun beberapa dokter ada yang memilih obat antibiotika lain seperti ampicillin, trimethoprim-sulfamethoxazole, kotrimoksazol, sefalosporin, dan ciprofloxacin sesuai kondisi pasien. Demam berlebihan menyebabkan penderita harus dirawat dan diberikan cairan Infus. Cara pemberian kompres hangat pada anak dengan typhoid Kompres hangat akan menurunkan suhu anak dalam waktu 30-45 menit. Oleh karena itu, lakukanlah kompres hangat bila suhu anak sangat tinggi. Kompres hangat ini juga membantu anak agar lebih comfortable. Cara mengompres anak demam: a) Kompres sebaiknya menggunakan air hangat, tidak menggunakan alkohol karena uap alkohol sangat berbahaya dan dapat menyebabkan iritasi pada kulit. b) Kompres akan lebih efektif apabila dilakukan pada daerah yang mengandung banyak pembuluh darah, seperti ketiak, lipat paha atau selangkangan dan dahi. c) Taruh anak di bath up/ ember mandi yang diisi air hangat bersuhu 30-32 C. d) Usapkan air hangat di sekujur tubuh bayi/ anak.

e) Bila anak menolak, suruh duduk di ember / bath up, beri mainan, ajak bermain A. Medikamentosa 1. Pilihan antibiotik yang dapat digunakan: a. Kloramfenikol (drug of choice) 50-100 mg/kg berat badan/hari, oral atau intravena, dibagi dalam 4 dosis selama 10-14 hari. b. Amoksisilin 100 mg/kg berat badan/hari, oral atau intravena, selama 10 hari. c. Kotrimoksasol 6 mg/kg berat badan/hari, oral, selama 10 hari. d. Seftriakson 80 mg/kg berat badan/hari, intravena atau intramuskuler, sekali sehari, 5 hari. e. Sefiksim 10 mg/kg berat badan/hari, oral, dibagi dalam 2 dosis, selama 10 hari. 2. Antipiretik Diberikan bila demam > 39C. Dapat diberikan lebih awal bila ada riwayat kejang demam. 3. Kortikosteroid Diberikan pada kasus berat yang disertai gangguan kesadaran. Deksametason 1-3 mg/kg berat badan/hari, intravena, dibagi 3 dosis, hingga kesadaran membaik. 4. Pembedahan Diperlukan bila terjadi perforasi usus. B. Pencegahan 1. Higiene, sanitasi, edukasi. Mencegah demam tifoid adalah dengan meningkatkan higiene perorangan dan sanitasi lingkungan seperti: tidak jajan di sembarang tempat, mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, pengamanan pembuangan limbah feses (tinja), pemberantasan lalat, penyediaan air minum yang memenuhi syarat, penyuluhan masyarakat. 2. Imunisasi Vaksin yang digunakan adalah: a. Vaksin yang dibuat dari Salmonella typhosa yang dimatikan. Pada pemberian oral, vaksin ini ternyata tidak memberikan perlindungan yang baik. b. Vaksin yang dibuat dari strain Salmonella yang dilemahkan (Ty21-a). Diberikan secara oral, pada usia > 6 tahun, dengan interval selang sehari (hari 1, 3, 5), ulangan setiap 3-5 tahun. Vaksin ini memberikan perlindungan 87-95% selama 1,5 tahun.

c. Vaksin polisakarida kapsular Vi (Typhi Vi) Vaksin ini disuntikkan sc atau im 0,5 mL dengan booster (diulang setiap) 2-3 tahun. 2.2 Kejang Demam (Febris Konvulsi) A. PENGERTIAN Kesepakatan UKK Neurologi IDAI Saraf Anak PERDOSSI , 2004, Kejang Demam adalah bangkitan kejang yg terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal >38 C) yg disebabkan oleh suatu proses ekstrakra- nial. Catatan:- terjadi pd umur 6bln 5thn 18bln - belum pernah kejang tanpa demam - tanpa ggn elektrolit/ metabolik berat Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu (suhu rectal lebih dari 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (di luar rongga kepala). (staff pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI). Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980) kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. (http://www.mer-c.or) B. ETIOLOGI Hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang demam. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, radang telinga tengah, infeksi saluran cerna dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang. C. PATOFISIOLOGI Kejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara intermitten dapat berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik, dan atau otonom yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang berlebihan di neuron otak. Status epileptikus adalah kejang yang terjadi lebih dari 30 menit atau kejang berulang lebih dari 30 menit tanpa disertai pemulihan kesadaran. Mekanisme dasar terjadinya kejang adalah peningkatan aktifitas listrik yang berlebihan pada neuron-neuron dan mampu secara berurutan merangsang sel neuron lain secara bersama-sama melepaskan muatan listriknya. Hal tersebut diduga disebabkan oleh; 1] kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuron untuk melepaskan muatan listrik yang berlebihan; 2] berkurangnya inhibisi oleh neurotransmitter asam gama amino butirat [GABA]; atau 3] meningkatnya eksitasi sinaptik oleh transmiter asam glutamat dan aspartat melalui jalur

eksitasi yang berulang. Status epileptikus terjadi oleh karena proses eksitasi yang berlebihan berlangsung terus menerus, di samping akibat ilnhibisi yang tidak sempurna. Menurut Prichard dan Mc Greal th 1958, patogenese dari kejang demam Teori anoksia relatif : Suhu metabolisme otak (vaskularisasi otak anak umur 3 th 65%) glukosa & O otak pompa ion Na-K terganggu ggn permeabilitas ddg sel depolarisasi kejang D. KRITERIA KEJANG Perbedaan antara kejang dan serangan yang menyerupai kejang Keadaan Kejang Onset Tiba-tiba Lama serangan Detik/menit Kesadaran Sering terganggu Sianosis Sering Gerakan ekstremitas Sinkron Stereotipik serangan Selalu Lidah tergigit atau luka Sering lain Gerakan abnormal bola Selalu mata Fleksi pasif ekstremitas Gerakan tetap ada Dapat diprovokasi Jarang Tahanan terhadap Jarang gerakan pasif Bingung pasca Hampir selalu serangan Iktal EEG abnormal Selalu Pasca iktal EEG selalu abnormal Sumber: Smith dkk (1998). E. KLASIFIKASI Secara umum, Kejang Demam dapat dibagi dalam dua jenis yaitu : Simple febrile seizures (Kejang Demam Sederhana/KDS) : kejang menyeluruh yang berlangsung < 15 menit dan tidak berulang dalam 24 jam. Complex febrile seizures / complex partial seizures (Kejang Demam Kompleks/KDK) : kejang fokal (hanya melibatkan salah satu bagian tubuh), berlangsung > 15 menit, dan atau berulang dalam waktu singkat (selama demam berlangsung). F. PEMERIKSAAN PENUNJANG Menyerupai kejang Mungkin gradual Beberapa menit Jarang terganggu Jarang Asinkron Jarang Sangat jarang Jarang Gerakan hilang Hampir selalu Selalu Tidak pernah Hampir tidak pernah jarang

n Darah tepi lengkap penyebab demam n Elektrolit, glukosa darah diare, muntah, hal lain yg dpt mengganggu kesimbangan elektrolit atau gula darah. n L P curiga meningitis, umur 12 bl sangat dianjurkan, 12-18 bl dianjurkan. n EEG tdk dpt memprediksi berulangnya kejang/ menjadi epilepsi tidak perlu. n PCR HHV-6, HHV-7 dan virus influenza n Kadar TNF alfa, IL-1 alfa & IL-6 pada CSS Ensefalopati. n CTscan atau MRI tidak dilakukan pd KDS n Vaksinasi bukan merupakan kontra indikasi G. EPIDEMIOLOGI n KD terjadi pd 2-4% populasi 6 bl 4 th n KDS 80 %, KDK 20 % n Kejang > 15 mnt 8 % n Berulang dlm waktu 24 jam 16 % n Resiko menjadi epilepsi 2% 50% H. FAKTOR RESIKO a. Berulang Kejang 1. 2. 3. 4. Riwayat Kejang Demam dalam keluarga (org tua sdr) Usia < 12 bulan Tingginya suhu badan sebelum kejang. (makin rendah makin mudah berulang) Lamanya demam sebelum kejang >16 jam lebih mudah berulang. meningkat Ensefalitis akut /

Bila seluruh Faktor ada 80% berulang, jika (-) 10 15%, berulang terutama pada tahun I. b. Faktor Resiko menjadi Epilepsi 1. Kelainan Neurologis 2. Kejang Demam Kompleks 3. Riwayat Epilepsi Dalam Keluarga. - Tiap faktor resiko epilpepsi 4 6 % - Kombinasi dari faktor tersebut diatas 1050 %

- Kemungkinan menjadi Epilepsi tidak dapat dicegah dengan obat rumat pada Kejang Demam. I. PENANGANAN Pindahkan anak ke tempat yang aman seperti lantai atau kasur serta jauh dari benda-benda berbahaya. Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak. Miringkan posisi kepala ke salah satu sisi agar ia tidak tersedak dan memudahkan keluarnya air liur atau muntah. Melonggarkan pakaian yang digunakannya agar anak tidak mengalami sesak napas. Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendok atau penggaris, karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan napas. Jangan memegangi anak untuk melawan kejang. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak akan sulit bernapas atau kulitnya membiruanak harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat. segera bawa ke rumah sakit atau telpon ambulance. Penanganan demam :

Berikan kompres hangat Berikan pakaian tipis dan menyerap keringat Beri makanan dan minuman yang adekuat

Cara menghitung kebutuhan cairan : KEBUTUHAN CAIRAN TUBUH

Cairan tubuh hilang melalui:

1. Urin 50% dari kehilangan cairan Normal: 50 ml/ kgBB/ 24 jam 1. Insensible Water Loss (50%) Respirasi (15%) Kulit (30%) Feses (5%)

CARA MENGHITUNG KEBUTUHAN CAIRAN

1. Luas permukaan tubuh (BSA = Body Surface Area) = mL/ m2/ 24 jam Paling tepat untuk BB > 10 kg Normal: 1500 ml/ m2/ 24 jam (kebutuhan maintenance/ kebutuhan rumatan) 1. Kebutuhan kalori 100 150 cc/ 100 KAL 1. Berat badan Rumus umum: 0 0 0 100 ml/ kg 50 ml/ kg 20 ml/ kg 10 kg pertama 10 kg kedua berat > 20 kg

Misalnya anak dengan BB 25 kg, memerlukan: 0 0 0 100 ml/ kg x 10 kg 50 ml/ kg x 10 kg 20 ml/ kg x 5 kg 25 kg = 1000 cc 10 kg (I) = 500 cc 10 kg (II) = 100 cc 5 kg (sisa) = 1600 cc/ 24 jam

Total =

Keadaan yang Meningkatkan/ Menurunkan Kebutuhan Cairan 1. Meningkatkan metabolisme


Demam H2O: 12%/ C Hipotermi H2O 12%/ C

1. Menurunkan metabolisme 1. Kelembaban lingkungan tinggi Insensible water loss menurun 0 15 cc/ 100 KAL 1. Hiperventilasi IWL meningkat 50 60 cc/ 100 KAL 2. Keringat >> H2O meningkat 10 25 cc/ 100 KAL Kebutuhan Elektrolit

2 4 mEq Na+/ 100 cc cairan 2 4 mEq K+/ 100 cairan

ASKEP PADA KELUARGA (PSIKO-SOSIAL) Pada anak yang sakit,apalagi yang mengalami perawatan di RS, tentunya mengalami perubahan pada psikologis dan sosialnya. Dalam keperawatan, termasuk dalam keperawatan anak hal ini merupakan salah satu yang harus menjadi perhatian seorang perawat. Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa keperawatan itu bersifat holistic, tidak hanya biologisnya saja, tetapi juga harus memperhatikan sisi psikologis, social, dan spiritual si anak dan keluarganya. Dalam hal ini, tenaga kesehatan perlu untuk mendengarkan dan mengidentifikasi persepsi perasaan anak dan keluarga. Sehingga asuhan kep tidak bisa hanya berfokus pada anak , tetapi juga pada orangtuanya. REAKSI ANAK TERHADAP HOSPITALISASI/PERAWATAN Reaksi tersebut bersifat individual dan sangat tergantung pada usia perkembangan anak,pengalaman sebelumnya terhadap sakit,sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimilikinya,pada umumnya,reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan,kehilangan,perlukaan tubuh,dan rasa nyeri. Reaksi anak pada hospitalisasi : 1. Masa bayi(0-1 th) Dampak perpisahan Pembentukan rasa P.D dan kasih sayang Usia anak > 6 bln terjadi stanger anxiety /cemas - Menangis keras - Pergerakan tubuh yang banyak - Ekspresi wajah yang tak menyenangkan 2.Masa todler (2-3 th) Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan .Disini respon perilaku anak dengan tahapnya. > Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain > Putus asa menangis berkurang,anak tak aktif,kurang menunjukkan minat bermain, sedih, apatis > Pengingkaran/ denial

- Mulai menerima perpisahan - Membina hubungan secara dangkal - Anak mulai menyukai lingkungannya 3. Masa prasekolah ( 3 sampai 6 tahun ) - Menolak makan - Sering bertanya - Menangis perlahan - Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan Perawatan di rumah sakit : - Kehilangan kontrol - Pembatasan aktivitas Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman. Sehingga ada perasaan malu, takut sehingga menimbulkan reaksi agresif, marah, berontak,tidak mau bekerja sama dengan perawat. 4.Masa sekolah 6 sampai 12 tahun Perawatan di rumah sakit memaksakan meninggalkan lingkungan yang dicintai , klg, klp sosial sehingga menimbulkan kecemasan. Kehilangan kontrol berdampak pada perubahan peran dlm klg, kehilangan klp sosial,perasaan takut mati,kelemahan fisik. Reaksi nyeri bisa digambarkan dgn verbal dan non verbal. 5.Masa remaja (12 sampai 18 tahun ) Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya. Saat MRS cemas karena perpisahan tersebut. Pembatasan aktifitas kehilangan kontrol Reaksi yang muncul : > Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan > Tidak kooperatif dengan petugas Perasaan sakit akibat perlukaan menimbulkan respon : - bertanya-tanya

- menarik diri - menolak kehadiran orang lain REAKSI ORANG TUA DAN SAUDARA KANDUNG Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi & Perasaan yang muncul dalam hospitalisasi: Takut dan cemas,perasaan sedih dan frustasi: Berbagai macam perasaan muncul pd org tua yaitu : takut, rasa bersalah, stress dan cemas (Halsom and Elander, 1997) Rasa takut pd org tua selama anak di RS terutama pd kondisi sakit anak yg terminal, karena takut kehilangan anak yg dicintainya dan adanya perasaan berduka (Brewis, 1995). Perasaan org tua tdk boleh diabaikan karena apabila org tua merasa stress, hal ini akan membuat ia tdk dpt merawat anaknya dgn baik dan akan menyebabkan anak menjadi semakin stress (Supartini, 2000). Kehilangan anak yang dicintainya: - Prosedur yang menyakitkan - Informasi buruk tentang diagnosa medis - Perawatan yang tidak direncanakan - Pengalaman perawatan sebelumnya &Perasaan sedih: Kondisi terminal perilaku isolasi /tidak mau didekati orang lain & Perasaan frustasi:Kondisi yang tidak mengalami perubahan. Perilaku tidak kooperatif,putus asa,menolak tindakan,menginginkan P.P . Reaksi saudara kandung terhadap perawatan anak Org tua pd dasarnya tdk boleh membedakan perlakukan pd anak yg sedang sakit dan dirawat di RS dgn saudara kandung lainnya di rumah Selain kehadiran fisik org tua di RS, perhatian dlm bentuk lain mis : uang, makanan dan hal lain yg berhubungan dgn perw anak di RS menuntut org tua utk memprioritaskannya dibanding keperluan anak lain Reaksi yg sering muncul pd saudara kandung (sibling) thd kondisi ini adl : marah, cemburu, benci dan rasa bersalah. Marah jengkel thd org tua yg dinilai tdk memperhatikan Cemburu dirasakan orrg tua lbh mementingkan saudaranya yg sedang sakit

Rasa bersalah anak berfikir mungkin saudaranya sakit akibat kesalahannya INTEVENSI PERAWATAN DALAM MENGATASI DAMPAK HOSPITALISASI Fokus intervensi keperawatan adalah - meminimalkan stressor - memaksimalkan manfaat hospitalisasi memberikan dukungan psikologis pada anggota keluarga - mempersiapkan anak sebelum masuk rumah sakit Upaya meminimalkan stresor atau penyebab stress Dapat dilakukan dengan cara : - Mencegah atau mengurangi dampak perpisahan - Mencegah perasaan kehilangan kontrol - Mengurangi / meminimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan rasa nyeri Upaya mencegah / meminimalkan dampak perpisahan 1. Melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak 2. Modifikasi ruang perawatan 3. Mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah; Surat menyurat, bertemu teman sekolah Mencegah perasaan kehilangan kontrol: - Hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif. - Bila anak diisolasi lakukan modifikasi lingkungan - Buat jadwal untuk prosedur terapi,latihan,bermain - Memberi kesempatan anak mengambil keputusan dan melibatkan orang tua dalam perencanaan kegiatan - Meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri; > Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan prosedur yang menimbulkan rasa nyeri > Lakukan permainan sebelum melakukan persiapan fisik anak > Menghadirkan orang tua bila memungkinkan

> Tunjukkan sikap empati > Pada tindakan elektif bila memungkinkan menceritakan tindakan yang dilakukan melalui cerita, gambar. Perlu dilakukan pengkajian tentang kemampuan psikologis anak menerima informasi ini dengan terbuka Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak > Membantu perkembangan anak dengan memberi kesempatan orang tua untuk belajar . > Memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang penyakit anak. > Meningkatkan kemampuan kontrol diri. > Memberi kesempatan untuk sosialisasi. > Memberi support kepada anggota keluarga. Memberi dukungan pd anggota keluarga lain : 1. Berikan dukungan pd keluarga utk mau tinggal dgn anak di RS 2. Apabila diperlukan, fasilitasi keluarga utk berkonsultasi pd psikolog/ahli agama, karena sgt dimungkinkan keluarga mengalami msl psikososial dan spiritual yg memerlukan bantuan ahli 3. Beri dukungan keluarga utk menerima kondisi anaknya dgn nilai-nilai yg diyakini 4. Fasilitasi utk menghadirkan saudara kandung anak apabila diperlukan keluarga dan berdampak positif pd anak yg dirawat maupun saudara kandungnya Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit > Siapkan ruang rawat sesuai dengan tahapan usia anak. > Mengorientasikan situasi rumah sakit. Pada hari pertama lakukan tindakan : - Kenalkan perawat dan dokter yang merawatnya - Kenalkan pada pasien yang lain. - Berikan identitas pada anak. - Jelaskan aturan rumah sakit. - laksanakan pengkajian . - Lakukan pemeriksaan fisik BAB III

PEMBAHASAN (ASUHAN KEPERAWATAN) Demam Tifoid A. PENGKAJIAN 1. Riwayat keperawatan 2. Kaji adanya gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh terutama pada malam hari, nyeri kepala, lidah kotor, tidak nafsu makan, epistaksis, penurunan kesadaran B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada nafsu makan, mual, dan kembung 3. Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan, dan peningkatan suhu tubuh C. PERENCANAAN 1. 1. Mempertahankan suhu dalam batas normal

Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang hipertermia Observasi suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan Berri minum yang cukup Berikan kompres air biasa Lakukan tepid sponge (seka) Pakaian (baju) yang tipis dan menyerap keringat Pemberian obat antipireksia Pemberian cairan parenteral (IV) yang adekuat

1. 2. Meningkatkan kebutuhan nutrisi dan cairan

Menilai status nutrisi anak o Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat. o Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi o Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tetapi sering o Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama, dan dengan skala yang sama o Mempertahankan kebersihan mulut anak Menjelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit Kolaborasi untuk pemberian makanan melalui parenteral jika pemberian makanan melalui oral tidak memenuhi kebutuhan gizi anak

1. 3. Mencegah kurangnya volume cairan

Mengobservasi tanda-tanda vital (suhu tubuh) paling sedikit setiap 4 jam Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan: turgor tidak elastis, ubunubun cekung, produksi urin menurun, memberan mukosa kering, bibir pecah-pecah Mengobservasi dan mencatat berat badan pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama Memonitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam o Mengurangi kehilangan cairan yang tidak terlihat (Insensible Water Loss/IWL) dengan memberikan kompres dingin atau dengan tepid sponge o Memberikan antibiotik sesuai program

(Suriadi & Rita Y, 2001)

D. DISCHARGE PLANNING 1. 2. 3. 4. 5. Penderita harus dapat diyakinkan cuci tangan dengan sabun setelah defekasi Mereka yang diketahui sebagai karier dihindari untuk mengelola makanan Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman. Penderita memerlukan istirahat Diit lunak yang tidak merangsang dan rendah serat

(Samsuridjal D dan Heru S, 2003) 1. Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak 2. Jelaskan terapi yang diberikan: dosis, dan efek samping 3. Menjelaskan gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut 4. Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan. (Suriadi & Rita Y, 2001) Kejang Demam 1. 1. Pengkajian Yang paling penting peran perawat selama pasien kejang adalah observasi kejangnya dan gambarkan kejadiannya. Setiap episode kejang mempunyai karakteristik yang berbeda misal adanya halusinasi (aura ), motor efek seperti pergerakan bola mata , kontraksi otot lateral harus didokumentasikan termasuk waktu kejang dimulai dan lamanya kejang. Riwayat penyakit juga memegang peranan penting untuk mengidentifikasi faktor pencetus kejang untuk pengobservasian sehingga bisa meminimalkan kerusakan yang ditimbulkan oleh kejang. 1. Aktivitas / istirahat : keletihan, kelemahan umum, perubahan tonus / kekuatan otot. Gerakan involunter

2. Sirkulasi : peningkatan nadi, sianosis, tanda vital tidak normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan 3. Integritas ego : stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau penanganan, peka rangsangan. 4. Eliminasi : inkontinensia episodik, peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus spinkter 5. Makanan / cairan : sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak / gigi 6. Neurosensor : aktivitas kejang berulang, riwayat truma kepala dan infeksi serebra 7. Riwayat jatuh / trauma 2. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul 1. Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot. 2. Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neoromuskular 3. Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh 4. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan 5. Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi 3. INTERVENSI Diagnosa 1 Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot. Tujuan Cidera / trauma tidak terjadi Kriteria hasil Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan pengobatan, meningkatkan keamanan lingkungan Intervensi Kaji dengan keluarga berbagai stimulus pencetus kejang. Observasi keadaan umum, sebelum, selama, dan sesudah kejang. Catat tipe dari aktivitas kejang dan beberapa kali terjadi.

Lakukan penilaian neurology, tanda-tanda vital setelah kejang. Lindungi klien dari trauma atau kejang. Berikan kenyamanan bagi klien. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi anti compulsan Diagnosa 2 Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neuromuskular Tujuan Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi Kriteria hasil Jalan napas bersih dari sumbatan, suara napas vesikuler, sekresi mukosa tidak ada, RR dalam batas normal Intervensi Observasi tanda-tanda vital, atur posisi tidur klien fowler atau semi fowler. Lakukan penghisapan lendir, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi Diagnosa 3 Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh Tujuan Aktivitas kejang tidak berulang Kriteria hasil Kejang dapat dikontrol, suhu tubuh kembali normal Intervensi Kaji factor pencetus kejang. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien. Observasi tanda-tanda vital. Lindungi anak dari trauma. Berikan kompres dingin pda daerah dahi dan ketiak. Diagnosa 4 Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan Tujuan Kerusakan mobilisasi fisik teratasi

Kriteria hasil Mobilisasi fisik klien aktif , kejang tidak ada, kebutuhan klien teratasi Intervensi Kaji tingkat mobilisasi klien. Kaji tingkat kerusakan mobilsasi klien. Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan. Latih klien dalam mobilisasi sesuai kemampuan klien. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan klien. Diagnosa 5 Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi Tujuan Pengetahuan keluarga meningkat Kriteria hasil Keluarga mengerti dengan proses penyakit kejang demam, keluarga klien tidak bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien. Intervensi Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien. Jelaskan pada keluarga klien tentang penyakit kejang demam melalui penkes. Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal yang belum dimengerti. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan pada klien. 6. EVALUASI 1. Cidera / trauma tidak terjadi 2. Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi 3. Aktivitas kejang tidak berulang 4. Kerusakan mobilisasi fisik teratasi 5. Pengetahuan keluarga meningkat BAB IV PENUTUP Kesimpulan 1. Demam Tifoid

Demam tifoid ini jika ditangani dengan baik, maka akan dapat membaik. Keadaan menjadi memburuk, jika gejala klinis berat, seperti panas tinggi (hiperpireksia), kesadaran menurun, adanya komplikasi yang berat (dehidrasi dan asidosis), dan keadan gizi penderita buruk. 1. Kejang Demam Penanganan kejang pada anak dimulai dengan memastikan adanya kejang. Kejang dapat berhenti sendiri, atau memerlukan pengobatan sat kejang. Tatalaksana kejang yang adekuat dibutuhkan untuk mencegah kejang menjadi status konvulsivus. Setelah kejang teratasi dilakukan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis, dan pemeriksaan penunjang sesuai indikasi untuk mencari penyebab kejang. Saran Diharapkan makalah ini bisa memerikan masukan bagi perawat terutama perawat yang bekerja pada ruang perawatan anak, sehinga kami menyarankan agar teman-teman perawat membaca dan memahami isi makalah ini sehinga menjadi bekalkan bila menghadapi kasus ini. DAFTAR PUSTAKA Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta; Infomedika Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2006. Jakarta 2007. Anurogo, Dito. Demam Tifoid. http://www.kabarindonesia.com. Diakses tanggal 30 September 2010 Kania, Nia. KEJANG PADA ANAK. http://pustaka.unpad.ac.id. Di akses tanggal 28 September 2010 Lukimon, Paskalis. Dampak Hospitalisasi pada Anak & Orang Tua. www.find-docs.com. Diak ses tanggal 13 Oktober 2010. Mahmud, Ratna. Konsep Hospital.www.find-docs.com. Diak ses tanggal 13 Oktober 2010. http://nursingbegin.com/askep-anak-demam-tifoid. Di akses tanggal 28 September 2010 http://www.scribd.com/doc/5524958/KEJANG-PADA-ANAK. Di akses tanggal 28 September 2010 http://www.scribd.com/doc/14759186/ASKEP-THIPOID. Di akses tanggal 28 September

2010 www.pediatrik.com/tips/20060220-r9k8mu-tips.doc. Di akses tanggal 28 September 2010 http://kedokteran.ums.ac.id/kejang-demam.html. Di akses tanggal 28 September 2010 _____, KEJANG DEMAM. http://www.mer-c.org/component/content/article/25-artikelkesehatan/267-kejang-demam.html. Di akses tanggal 28 September 2010 http://www.medicalera.com . Di akses tanggal 28 September 2010 http://www.wartamedika.com/2008/08/kejang-demam-pada-anak.html. Di akses tanggal 28 September 2010 Yusvita, Whenny. I8 Juni 2010. Hospitalisasi Pada anak. http://www.slideshare.net. Diak ses tanggal 13 Oktober 2010.

Askep Anak Dengan Demam Tifoid


Beberapa Pengertian Demam Tifoid
Tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ). Tifoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, Tifoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (.Seoparman, 1996).

Demam Tifoid Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 ). Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi ( Arief Maeyer, 1999 ). Tifoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999). Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002) Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran dari limpa/hati/kedua-duanya. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)

Penyebab Demam Tifoid


Penyebab demam tifoid dan demam paratifoid adalah S.typhi, S.paratyphi A, S.paratyphi B dan S.paratyphi C. (Arjatmo Tjokronegoro, 1997) ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam tifoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.

Patofisiologis Demam Tifoid


Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.

Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai selsel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu. Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis. (Soegeng soegijanto, 2002)

Patofisiologi Demam Tifoid

Gejala Klinis Demam Tifoid


Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan lebih bervariasi dibandingkan dengan orang dewasa. Walaupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, tetapi secara garis besar terdiri dari demam satu minggu/lebih, terdapat gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, serta suhu badan yang meningkat. Pada minggu kedua maka gejala/tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung, bisa disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat. Lidah tifoid dan tampak kering, dilapisi selaput kecoklatan yang tebal, di bagian ujung tepi tampak lebih kemerahan. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001) Sejalan dengan perkembangan penyakit, suhu tubuh meningkat dengan gambaran anak tangga. Menjelang akhir minggu pertama, pasien menjadi bertambah toksik. (Vanda Joss & Stephen Rose, 1997) Gambaran Klinik

Gambaran Klinik Demam Tifoid

Pemeriksaan Penunjang Demam Tifoid


1. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. 2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT

SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus 3. Pemeriksaan Uji Widal

Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri Salmonella typhi. Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita Demam Tifoid. Akibat adanya infeksi oleh Salmonella typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu:

Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh bakteri Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela bakteri Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai bakter.

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis Demam Tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan menderita Demam Tifoid. (Widiastuti Samekto, 2001)

Terapi Demam Tifoid


1. Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas 2. Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.

3. Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim) 4. Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu

5. Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari 6.

Golongan Fluorokuinolon Norfloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari Siprofloksasin : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari Ofloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari Pefloksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari Fleroksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari

7. Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001)

Komplikasi Demam Tifoid


Komplikasi yang dapat terjadi antara lain: perforasi usus, perdarahan, toksemia dan kematian. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001)

Perdarahan usus, peritonitis, meningitis, kolesistitis, ensefalopati, bronkopneumonia, hepatitis. (Arif mansjoer & Suprohaitan 2000) Perforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10% penderita demam tifoid. Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium ke-2 penyakit dan umumnya didahului oleh penurunan suhu tubuh dan tekanan darah serta kenaikan denyut jantung.Pneumonia sering ditemukan selama stadium ke-2 penyakit, tetapi seringkali sebagai akibat superinfeksi oleh organisme lain selain Salmonella. Pielonefritis, endokarditis, meningitis, osteomielitis dan arthritis septik jarang terjadi pada hospes normal. Arthritis septik dan osteomielitis lebih sering terjadi pada penderita hemoglobinopati. (Behrman Richard, 1992)

Pemeriksaan penunjang Demam Tifoid


a. b. c. d. Pemeriksaan leukosit Uji Widal Biakan darah Pemeriksaan SGOT DAN SGPT

Tumbuh kembang pada anak usia 6 12 tahun


Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai mengembangkan ciri sex sekundernya. Perkembangan menitik beratkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi. a. Motorik kasar 1) Loncat tali 2) Badminton 3) Memukul 4) motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara bertahap meningkatkan irama dan keleluasaan. b. Motorik halus 1) Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan 2) Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik. c. Kognitif 1) Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi 2) Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah 3) Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal 4) Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang

d. Bahasa 1) Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak 2) Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata penghubung dan kata depan 3) Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal 4) Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan

Dampak Hospitalisasi
Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan. Penyebab anak stress meliputi ; a. Psikososial Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran b. Fisiologis Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri c. Lingkungan asing Kebiasaan sehari-hari berubah d. Pemberian obat kimia Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun) a. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya b. Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri c. Selalu ingin tahu alasan tindakan d. Berusaha independen dan produktif Reaksi orang tua a. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan dampaknya terhadap masa depan anak b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak familiernya peraturan Rumah sakit

Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Demam Tifoid Pengkajian pada Anak dengan Demam Tifoid
1. Riwayat keperawatan 2. Kaji adanya gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh terutama pada malam hari, nyeri kepala, lidah kotor, tidak nafsu makan, epistaksis, penurunan kesadaran

Diagnosa Keperawatan Anak Demam Tifoid


1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada nafsu makan, mual, dan kembung 3. Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan, dan peningkatan suhu tubuh

Perencanaan Keperawatan Anak Demam Tifoid


1. Mempertahankan suhu dalam batas normal

Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang hipertermia Observasi suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan Berri minum yang cukup Berikan kompres air hangat Lakukan tepid sponge (seka) Pakaian (baju) yang tipis dan menyerap keringat Pemberian obat antipireksia Pemberian cairan parenteral (IV) yang adekuat

2. Meningkatkan kebutuhan nutrisi dan cairan


Menilai status nutrisi anak Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat. Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tetapi sering Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama, dan dengan skala yang sama Mempertahankan kebersihan mulut anak Menjelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit Kolaborasi untuk pemberian makanan melalui parenteral jika pemberian makanan melalui oral tidak memenuhi kebutuhan gizi anak

3. Mencegah kurangnya volume cairan


Mengobservasi tanda-tanda vital (suhu tubuh) paling sedikit setiap 4 jam Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan: turgor tidak elastis, ubun-ubun cekung, produksi urin menurun, memberan mukosa kering, bibir pecah-pecah Mengobservasi dan mencatat berat badan pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama Memonitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam Mengurangi kehilangan cairan yang tidak terlihat (Insensible Water Loss/IWL) dengan memberikan kompres dingin atau dengan tepid sponge

Memberikan antibiotik sesuai program

(Suriadi & Rita Y, 2001) Discharge Planning 1. 2. 3. 4. 5. Penderita harus dapat diyakinkan cuci tangan dengan sabun setelah defekasi Mereka yang diketahui sebagai karier dihindari untuk mengelola makanan Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman. Penderita memerlukan istirahat Diit lunak yang tidak merangsang dan rendah serat

(Samsuridjal D dan Heru S, 2003) 6. Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak 7. Jelaskan terapi yang diberikan: dosis, dan efek samping

8. Menjelaskan gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut 9. Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan.

(Suriadi & Rita Y, 2001) Daftar Pustaka 1. Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta Kedokteran. Penerbit Media Aesculapius. FKUI Jakarta. 2000. 2. Arjatmo Tjokronegoro & Hendra Utama. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke Tiga. FKUI. Jakarta. 1997. 3. Behrman Richard. Ilmu Kesehatan Anak. Alih bahasa: Moelia Radja Siregar & Manulang. Editor: Peter Anugrah. EGC. Jakarta. 1992. 4. Joss, Vanda dan Rose, Stephan. Penyajian Kasus pada Pediatri. Alih bahasa Agnes Kartini. Hipokrates. Jakarta. 1997. 5. Ranuh, Hariyono dan Soeyitno, dkk. Buku Imunisasi Di Indonesia, edisi pertama. Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2001. 6. 7. Samsuridjal Djauzi dan Heru Sundaru. Imunisasi Dewasa. FKUI. Jakarta. 2003. Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta. 1998.

8. Soegeng Soegijanto. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan. Salemba Medika. Jakarta. 2002. 9. Suriadi & Rita Yuliani. Buku Pegangan Praktek Klinik Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi I. CV Sagung Seto. Jakarta. 2001. 10. Widiastuti Samekto. Belajar Bertolak dari Masalah Demam Typhoid. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 2001

Vous aimerez peut-être aussi