Vous êtes sur la page 1sur 14

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Iinfark mioakard adalah suatu keadan ketidakseimbangan antara suplai & kebutuhan oksigen miokard sehingga jaringan miokard mengalami kematian. Infark menyebabkan kematian jaringan yang ireversibel. Sebesar 80-90% kasus MCI disertai adanya trombus, dan berdasarkan penelitian lepasnya trombus terjadi pada jam 6-siang hari. Infark tidak statis dan dapat berkembang secara progresif. Miokarditis post mortem karena peradangan fokal atau difus. Miokarditis sering disertai radang perikard atau mioperikarditis. Miokarditis merujuk ke proses mendasar yang menyebabkan peradangan dan cedera hati. Ini tidak mengacu pada peradangan hati sebagai konsekuensi dari beberapa penghinaan lainnya. Banyak penyebab sekunder, seperti serangan jantung, dapat menyebabkan peradangan pada miokardium dan oleh karena itu diagnosis miokarditis tidak dapat dibuat oleh bukti peradangan saja miokardium. Peradangan miokard dapat dicurigai berdasarkan hasil elektrokardiografi (EKG), peningkatan protein C-reaktif (CRP) dan / atau tingkat sedimentasi eritrosit (ESR) dan IgM meningkat (serologi) terhadap virus diketahui mempengaruhi miokardium. Penanda kerusakan miokard (troponin atau creatine kinase isoenzim jantung) ditinggikan.

B. TUJUAN Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk membahas tentang asuhan keperawatan miokarditis.

BAB II LANDASAN TEORI

A. INFARK MIOKARDITIS 1. PENGERTIAN Iinfark mioakard adalah suatu keadan ketidakseimbangan antara suplai & kebutuhan oksigen miokard sehingga jaringan miokard mengalami kematian. Infark menyebabkan kematian jaringan yang ireversibel. Sebesar 80-90% kasus MCI disertai adanya trombus, dan berdasarkan penelitian lepasnya trombus terjadi pada jam 6-siang hari. Infark tidak statis dan dapat berkembang secara progresif. Peran Oksigen pd Miokard

Dibutuhkan pada saat aktivitas preload & afterload. Kontraktilitas miokard Diperlukan jantung untuk berdenyut. Kelelahan & stres emosional meningkatkan denyut jantung. Hipoksia, anemia menyebabkan infark.

Jenis MCI

Infark Transmural

Infark yang terjadi pada seluruh lapisan dinding ventrikel: anterior, inferior, dan posterior.

Infark subendokardial

Infark pada lapisan superfisial otot jantung. Lokasi Infark Perawat harus memahami perubahan EKG yang berhubungan dengan distribusi sirkulasi koroner. Sirkulasi Koroner jantung terbagi menjadi:

Arteri koronaria kanan posterior.

: Aka, Vka, Vki (SA dan AV node), Vki

Arteri koronaria kiri : desending (Vki anterior dan Vki apeks), sirkumfleks. Arteri koronaria sirkumfleks kiri : Aki, Vki posterior

2. ETIOLOGI Penyebab utama infark adalah gangguan pada pembuluh darah koroner: CAD (coronary atherosklerosis dissease). Beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya infark antara lain :

Hiperkolesterolemia Hipertensi Merokok Contributing faktor: umur, hereditas, aktifitas, obesitas, inoleransi glukosa, perilaku & stress.

Lokasi AMI berdasarkan EKG


Inferior: II, III, aVF Lateral: I, aVL, V4 V6 Anteroseptal: V1 V3 Anterolateral: V1 V6 Ventrikel kanan: RV4, RV5

Respon Psikofisiologis pd AMI


Psikologis: cemas, takut Mekanis: vasokontriksi, kontraktilitas, TD, CO Elektris: konduksi & HR Metabolik : penurunan suplai O2 akan mendorong terjadinya metabolisme anaerob oleh sel dengan hasil sampingan asam laktat. Peningkatan asam laktat menyebabkan keadaan asidosis yang dapat menyebabkan kerusakan enzim dan sel yang ireversibel.

3. GAMBARAN KLINIS Walaupun sebagian individu tidak memperlihatkan tanda-tanda jelas Infark Miokard, biasanya timbul manifestasi klinis antara lain: Nyeri dada mendadak Mual dan muntah Perasaan lemas

Kulit dingin dan pucat Penurunan pengeluaran urine Takikardia akibat peningkatan stimulasi simpatis jantung Cemas Diaforesis Disphea Perubahan EKG Peningkatan enzim spesifik miokardium (ex :SGOT, LDH-1)

4. PATOFISIOLOGI Infark Miokard adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat kekurangan oksigen berkepanjangan. Hal ini adalah respons letal terakhir terhadap iskemia miokardium yang tidak teratasi. Sel-sel miokardium mulai mati setelah sekitar 20 menit mengalami kekurangan oksige. Setelah periode ini, kemampuan sel untuk menghasilkan ATP secara aerobis lenyap, dan sel tidak dapat memenuhi kebutuhan energinya. Tanpa ATP, pompa natrium-kalium berhenti dan sel terisi ion natrium dan air yang akhirnya menyebabkan sel pecah (lisis). Dengan lisis, sel mencederai sel-sel disekitarnya. Protein-protein introsel, yang mencederai sel-sel disekitarnya mulai mendapat akses kesirkulasi sistematik dan ruang intersfitium dan ikut menyebabkan edema dan pembengkakan intersfitium disekitar sel miokardium. Akibat kematian sel, tercetus reaksi peradangan. Di tempat peradangan,terjadi penimbunan trombosit dan pelepasan faktor-faktor pembekuan. Terjadi degranulasi sel mast yang menyebabkan pelepasan histamin dan berbagai prostagtandin. Sebagian bersifat yasokonstriktif dan sebagian merangsang pembekuan (tromboksan). Efek Infark Miokard pada depolarisasi jantung. Dengan dilepaskannya berbagai enzim intrasel dan ion kalium serta penimbunan asam laktat, jalur-jalur hantaran listrik jantung terganggu. Hal ini dapat menyebabkan hambatan depolatisasi atrium atau ventrikel, atau timbulnya suatu disritmia.

Efek Infark Miokard pada kontraktilitas jantung dan tekanan darah. Dengan matinya sel-sel otot, dan karena pola listrik jantung berubah, maka pemompaan jantung menjadi kurang terkoordinasi sehingga kontraktilitasnya menurun. Volume sekuncup menurun sehingga terjadi penurunan tekanan darah sitemik.

Walaupun sebagian individu tidak memperlihatkan tanda-tanda jelas Infark Miokard, biasanya pasien yang terkena AMI akan merasakan nyeri dengan awitan yang mendadak, timbul mual yang berkaitan dengan nyeri yang hebat, perasaan lemas yang berkaitan dengan penurunan aliran darah ke otot otot rangka. Kulit yang dingin dan pucat akibat vasokonstriksi sipatis, pengeluaran urine berkurang karena penurunan aliran darah ginjal serta peningkatan aldosteron dan ADH, Takikardi akibat dari peningkatan stimulasi simpatis jantung, serta keadaan mental berupa rasa cemas bear disertai perasaan mendekati kematian.

5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1) Laboratorium : leukosit, LED, limfosit, LDH. 2) Elektrokardiografi. 3) Rontgen thorax. 4) Ekokardiografi. 5) Biopsi endomiokardial (FKUI, 1999).

6. KOMPLIKASI 1) Kardiomiopati kongestif/dilated. 2) Payah jantung kongestif. 3) Efusi perikardial. 4) AV block total. 5) Trombi Kardiac (FKUI, 1999).

7. PENATALAKSANAAN 1) Perawatan untuk tindakan observasi. 2) Tirah baring/pembatasan aktivitas.

3) Antibiotik atau kemoterapeutik. 4) Pengobatan sistemik supportif ditujukan pada penyakti infeksi sistemik (FKUI, 1999). 5) Antibiotik. 6) Obat kortison. 7) Jika berkembang menjadi gagal jantung kongestif : diuretik untuk mnegurangi retensi ciaran ; digitalis untuk merangsang detak jantung ; obat antibeku untuk mencegah pembentukan bekuan (Griffith, 1994).

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10). Pengkajian pasien infark myocarditis (Marilynn E. Doenges, 1999) meliputi : Aktivitas / istirahat Gejala : kelelahan, kelemahan. Tanda : takikardia, penurunan tekanan darah, dispnea dengan aktivitas. Sirkulasi Gejala : riwayat demam rematik, penyakit jantung congenital, bedah jantung, palpitasi, jatuh pingsan. Tanda : takikardia, disritmia, perpindaha titik impuls maksimal, kardiomegali, frivtion rub, murmur, irama gallop (S3 dan S4), edema, DVJ, petekie, hemoragi splinter, nodus osler, lesi Janeway. Eleminasi Gejala : riwayat penyakit ginjal/gagal ginjal ; penurunan frekuensi/jumlsh urine. Tanda : urin pekat gelap. Nyeri/ketidaknyamanan Gejala : nyeri pada dada anterior (sedang sampai berat/tajam) diperberat oleh inspirasi, batuk, gerakkan menelan, berbaring. Tanda : perilaku distraksi, misalnya gelisah.
6

Pernapasan Gejala : napas pendek ; napas pendek kronis memburuk pada malam hari (miokarditis). Tanda : dispnea, DNP (dispnea nocturnal paroxismal) ; batuk, inspirasi mengi ; takipnea, krekels, dan ronkhi ; pernapasan dangkal. Keamanan Gejala : riwayat infeksi virus, bakteri, jamur (miokarditis ; trauma dada ; penyakit keganasan/iradiasi thorakal ; dalam penanganan gigi ; pemeriksaan endoskopik terhadap sitem GI/GU), penurunan system immune, SLE atau penyakit kolagen lainnya. Tanda : demam. Penyuluhan / Pembelajaran Gejala : terapi intravena jangka panjang atau pengguanaan kateter indwelling atau penyalahgunaan obat parenteral.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994 : 17). Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan myocarditis (Doenges, 1999) adalah : 1. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri koroner. 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan kebutuhan. 3. Kecemasan berhubungan dengan kehilangan status kesehatan. 4. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria, perubahan frekuensi suplai O2 ke jantung.

5. Resiko perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan iskemia pembuluh darah. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.

3. INTERVENSI Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994:20) Intervensi dengan infark myocarditis (Doenges, 1999). 1. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri koroner . Kriteria hasil :- Pasien menyatakan nyeri dada hilang/ terkontrol - Mendemonstrasikan penggunaan tehnik relaksasi - Menunjukkan menurunnya tegangan, rileks, mudah bergerak Intervensi : a. Pantau/ catat karakteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk nonverbal, dan respon hemodinamik (contoh, meringis, menangis, gelisah, berkeringat, mencengkeram dada, nafas cepat, TD/ frekuensi jantung berubah. b. Ambil gambaran lengkap terhadap nyeri dari pasien termasuk lokasi ; intensitas (010) ; lamanya ; kualitas (dangkal/ menyebar) dan penyebaran. c. Kaji ulang riwayat angina sebelumnya, nyeri menyerupai angina, diskusikan riwayat keluarga. d. Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera. e. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman. f. Ajarkan dan bantu melakukan tehnik relaksasi, misal : nafas dalam \/ perlahan, distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi. g. Monitor perubahan EKG h. Periksa tanda vital sebelum dan sesudah obat narkotik i. Kolaborasi pemberian obat analgetik-narkotik, dan pemberian O2 tambahan. (Doenges, ME. 1999: 86)

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan kebutuhan. Kriteria hasil :Mendemonstrasikan peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur/ maju dengan frekuensi jantung/ irama dan TD dalam batas normal pasien dan kulit hangat, merah muda dan kering. Melaporkan tak adanya angina/ terkontrol dalam tentang waktu selama pemberian obat. Intervensi : a. Catat/ dokumentasikan frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD sebelum, selama, sesudah aktivitas sesuai indikasi. b. Tingkatkan istirahat di tempat tidur batasi aktivitas. c. Batasi pengunjung atau kunjungan oleh pasien d. Anjurkan pasien menghindari peningkatan tekanan abdomen, contoh mengejan saat defekasi. e. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas, contoh bangun dari kursi bila tak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selama 1 jam setelah makan. f. Kaji ulang tanda/ gejala yang menunjukkan tidak toleran terhadap aktivitas atau memerlukan pelaporan pada perawat atau dokter. g. Kolaborasi, rujuk ke program rehabilitasi jantung. (Doenges, ME. 1999: 88)

3. Kecemasan berhubungan dengan kehilangan status kesehatan. Kriteria hasil : - Pasien dapat menyatakan kecemasan status kesehatan. - Pasien dapat beristirahat dengan tenang - Nadi dalam batas normal - Ekspresi wajah ceria/ rileks Intervensi : a. Berikan dorongan terhadap tahap-tahap proses kehilangan status kesehatan yang timbul. b. Berikan privacy dan lingkungan yang nyaman.

c. Batasi staf perawatan/ petugas kesehatan yang menangani pasien. d. Observasi bahasa non verbal dan bahasa verbal dari gejala-gejala kecemasan e. Temani pasien bila gejala-gejala kecemasan timbul. f. Berikan kesempatan bagi pasien untuk mengekspresikan perasaan g. Hindari konfrontasi dengan pasien h. Berikan informasi tentang program. i. Hargai setiap pendapat dan keputusan pasien. j. Anjurkan istirahat sesuai dengan yang diprogramkan k. Lakukan komunikasi terapotik (FKUI, 1993: 12)

4. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria, perubahan frekuensi suplai O2 ke jantung. Kriteria hasil : - Mempertahankan stabilitas hemodinamik, contoh TD, curah jantung dalam tentang normalhaluaran urine adekuat, tidak ada disritmia/ menurun. - Melaporkan penurunan episode dispnea, angina. - Mendemonstrasikan peningkatan toleransi terhadap aktivitas. Intervensi : a. Auskultasi TD, bandingkan kedua tengan dan ukur dengan tidur, duduk dan berdiri bila bisa. b. Evaluasi kualitas dan kesamaan nadi sesuai indikasi c. Catat terjadinya S3, S4. d. Adanya murmur/ gesekan. e. Auskultasi bunyi nafas. f. Pantau frekuensi jantung dan irama. Catat distritmia melalui telemetri. g. Kolaborasi O2 tambahan, hepatin-tak sesuai indikasi. h. Kaji ulang seri EK 6, pantau data laboratorium. (Doenges, ME. 1999: 92)

10

5. Resiko perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan iskemia pembuluh darah. Tujuan : Gangguan perfusi jaringan berkurang/ tidak terjadi / tidak meluas Kriteria hasil : Mendemonstrasikan perfusi adekuat secara individual, contoh kulit hangat dan kering, ada nadi pesifer/ kuat, tanda vital dalam batas normal, pasien sadar/ berorientasi, keseimbangan pemasukan/ pengeluaran, tak ada edema, batas nyeri/ ketidaknyamanan. Intervensi : a. Selidiki perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinyu contoh, cemas, bingung, lethargi, pingsan. b. Lihat pusat, sianosis, belang, kulit dingin/ lembab. Catat kekuatan nadi perifer c. Kaji tanda Homan (nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi),esitema, edema. d. Dorong latihan kaki aktif/ pasif, hindari latihan isometik. e. Anjurkan pasien dalam melakukan/ melepas kaus kaki antiembelik bila digunakan . f. Pantau pernafasan, catat kerja pernafasan g. Kaji fungsi gastrointestinal, catat anoeksia, penurunan / tak ada bising usus, mual atau muntah, distensi abdomen, konstipasi. h. Kolaborasi, pantau data laboratorium, contoh GDA, BUN, kreatinin, elektrolit, pemberian obat sesuai indikasi (hepanin, ranitidin, antasida, dll). (Doenges, ME. 1999: 94)

6. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit berhubungan dengan kurang informasi. Tujuan : - Pasien dapat menjelaskan kembali tentang proses penyakit dan pengobatan. - Pasien tidak bertanya lagi tentang keadaan penyakit dan program pengobatan. - Pasien kooperatif dalam program pengobatan.

Intervensi : a. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit dan pengobatannya. b. Berikan penjelasan tentang penyakit, tujuan pengobatan dan program pengobatan. c. Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya dan mengajukan

11

pertanyaan terhadap hal-hal yang belum dipahami. d. Diskusikan pentingnya istirahat sesudah makan, hindari bekerja terlalu lelah. e. Diskusikan tentang faktor resiko penyakit jantung seperti : obesitas dan merokok. f. Jelaskan pentingnya mencari pertolongan segera bila sakit dada muncul,dan tindakan yang harus dilakukan bila sakit dada. (FKUI. 1993: 11)

5. IMPLEMENTASI Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995:40).

4. EVALUASI Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan. Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan myocarditis (Doenges, 1999) adalah : 1. Nyeri hilang atau terkontrol 2. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas. 3. Mengidentifikasi perilaku untuk menurunkan beban kerja jantung. 4. Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan.

12

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN Iinfark mioakard adalah suatu keadan ketidakseimbangan antara suplai & kebutuhan oksigen miokard sehingga jaringan miokard mengalami kematian. Infark menyebabkan kematian jaringan yang ireversibel. Sebesar 80-90% kasus MCI disertai adanya trombus, dan berdasarkan penelitian lepasnya trombus terjadi pada jam 6-siang hari. Infark tidak statis dan dapat berkembang secara progresif. Banyak penyebab sekunder, seperti serangan jantung, dapat menyebabkan peradangan pada miokardium dan oleh karena itu diagnosis miokarditis tidak dapat dibuat oleh bukti peradangan saja miokardium. Peradangan miokard dapat dicurigai berdasarkan hasil elektrokardiografi (EKG), peningkatan protein C-reaktif (CRP) dan / atau tingkat sedimentasi eritrosit (ESR) dan IgM meningkat (serologi) terhadap virus diketahui mempengaruhi miokardium. Penanda kerusakan miokard (troponin atau creatine kinase isoenzim jantung) ditinggikan.

B.SARAN Kami mengakui bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu diharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

13

DAFTAR PUSTAKA

Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit, Jakarta.

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31. EGC : Jakarta.

DEPKES. 1993. Proses Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. EGC : Jakarta.

Doenges, E. Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3. EGC : Jakarta.

Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.

FKUI. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1. FKUI : Jakarta.

Griffith. 1994. Buku Pintar Kesehatan. Arcan : Jakarta.

Nasrul Effendi, 1995, Pengantar Proses Keperawatan, EGC, Jakarta.

14

Vous aimerez peut-être aussi