Vous êtes sur la page 1sur 21

AoIIK IlKlM KIIIGAWAIA

KELOMPOK 7

Disusun Oleh:

I. DcIi Linda WP . Mivawati
i. Evwinda Yu!iani . Nining Putviani
. Su!istyowati . Apvi!ia
. Lai!i Fivdausy Io. Yoscphinc Mavtina I
. Wachidah Masvuvoh II. Hakim B
. Nanik Hcndva Wijaya


STIE INDOCAKTI MALANG
l. Besar Ijen 90-92 Malang


KATA PENGANTAR


Dengan memanjat kan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat,tauIik sert a hidayahnya kepada kit a semua, sehingga
kelompok kami dapat menyelesaikan makalah ini yang dibuat unt uk memenuhi
tugas dari mat a kuliah Aspek Hukum Ekonomi. Kami sebagai penulis juga
menyadari atas ket erbatasan maupun kekurangan kami dalam menyusun makalah
ini.
Oleh karena it u saran dan krit ik dari para pembaca kepada yang bersiIat
membangun akan kami terima dengan baik dan senang hati. Akhir kata kami mengucapkan
terima kasih kepada dosen pengasuh mata kuliah yang telah memberikan bimbingan, baik waktu
dan pengarahan yang baik dalam penyelesaian makalah ini.




Malang, Oktober 20011
Hormat Kami


KELOMPOK 7





BAB I
PENDAHULUAN

Lutur eI ukung

Melalui dinamika perkembangan pemerintahan di Indonesia, UU Otoda atau Otonomi
Daerah no. 32 Tahun 2004 atau UU no. 12 Tahun 2008 sangat member ikan dampak yang
besar t erhadap proses pemerint ahan di daerah. Secara umum, set iap daerah diber i
kebebasan yang luas unt uk mengatur jalannya proses pemerint ahan di daerahnya
masing-masing. Mengenai masalah di atas, jalannya roda pemerint ahan t idak
terlepas dari kinerja aparat pemerint ahannya. Suatu pemerint ahan daerah yang
baik berhubungan dengan Sumber Daya Aparatur yang dimiliki. .
Kinerja Pemda dapat dilihat dari bagaimana produkt ivit as pegawai at au aparat
pemerint ahannya. Dalam hal ini, aparat pemerintahan yang dimaksud adalah Pegawai Negeri
Sipil yang bekerja dan mengabdi di pemerintahan daerah. Menurut Undang-Undang No. 43
tahun 1999 tentang perubahan Undang-Undang pokok kepegawaian yang dimaksud dengan
Pegawai Negeri Sipil adalah setipa warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi
syarat yang ditentukan. Diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu
jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.





#:2:8un Mu8uIuh
Makalah ini membahas bagaimana hukum kepegawaian mengenai Sumber Hukum
Kepegawaian, Hak dan Kewajiban Kepegawaian serta Rekuitmen PNS di Indonesia.



%::un Pen:Ii8un
Dari pembahasan materi pada makalah ini diharapkan memberikan pengetahuan yang
baru tentang Sumber Hukum Kepegawaian, Hak dan Kewajiban Kepegawaian dan Rekruitmen
PNS, Aspek Administrasi Kepegawaian, Pangkat dan Jabatan Pegawai di Indonesia.

Munfuut Pen:Ii8un
Dari pembahasan materi tersebut pada makalah ini diharapkan memberikan pengetahuan
tentang hukum kepegawaian mengenai Sumber Hukum Kepegawaian, Hak dan Kewajiban
Kepegwaian, dan Rekrutmen PNS,Aspek Administrasi Kepegawaian, Pangkat dan Jabatan
Pegawai di Indonesia.




BAB II
PEMBAHASAN

$&ME# H&&M EPESAWAIAN
A. Sumber Hukum Kepegawaian
O Sumber pokok hukum kepegawaian di Indonesia, menurut Utrech (1990) antara lain
terdapat dalam Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Instruksi
Presiden, Peraturan Menteri, Keputusan Menteri, Intruksi Menteri. Sedangkan menurut
Sastra Djatmika dan Marsono (1995) selain hal tersebut di atas, Ketetapan MPR juga
merupakan sumber hukum kepegawaian di Indonesia. Ia mencontohkan Ketetapan MPR
No. II/MPR/1993, mengenai kebijakan umum angka 41 yang menyatakan bahwa:
Pembangunan Aparatur Negara diarahkan untuk mewujudkan Aparatur Negara
yang handal serta mampu melaksanakan keseluruhan penyelenggaraan pemerintah
dan pembangunan dengan efesien, efektif, dan terpadu yang didukung oleh
aparatur negara yang profesional, bertanggung jawab, bersih dan berwibawa serta
menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran, dan keadilan.
O Sedangkan beberapa Undang-Undang yang berkenaan dengan hukum kepegawaian,
antara lain Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, yang
tercatat dalam lembaran negara No. 55 Tahun 1974. Undang-undang dikeluarkan sebagai
pengganti Undang-Undang No. 18 Tahun 1961 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kepegawaian, yang tercatat pada lembaran negera No. 263 Tahun 1961.
O Di samping Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawian,
terdapat peraturan menyangkut kepegawaian yang dibuat dalam bentuk undang-undang,
yakni Undang-undang N0. 11 tahun 1969 tentang Pensiunan Pegawai dan Pensiunan
Janda/Duda Pegawai, dan Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Pemerintah di Daerah, yakni pada beberapa pasalnya disebutkan menyangkut
kepegawaian sipil di daerah serta kepegawaian sipil pusat yang dipekerjakan/
diperbantukan pada pemerintahan daerah otonom.

B. Kedudukan Hukum Kepegawaian
Sebagaimana telah disinggung pada bagian pendahuluan, kedudukan hukum kepegawaian
merupakan landasan yang kokoh guna mewujudkan aparatur pemerintah (pegawai negeri sipil)
sebagai penyelenggara tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan untuk lebih berdaya
guna dan berhasil guna. Dalam kaitan itu, hukum kepegawaian mengatur perilaku dan
pembinaan pegawai negeri sipil agar dapat menjadi unsur aparatur negara, abdi negara, dan abdi
masyarakat yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945, bersih, berwibawa, berdaya guna, dan menjalankan tugas dengan penuh kesadaran dan
tanggung jawab.

C. Pengertian dan Kedudukan Pegawai Negeri
O Dalam Undang-undang No.8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian disebutkan
bahwa pegawai negeri adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang
berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara
lainnya yang ditetapkan berdasarkan suatu peraturan perundangan dan digaji menurut
peraturan perundangan yang berlaku.
O Adapun yang dimaksud dengan jabatan negeri adalah jabatan dalam bidang eksekutiI
yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundangan termasuk di dalamnya jabatan dalam
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi dan Kepaniteraan Pengadilan.
Di samping Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah terdapat pula
Pegawai Negeri Sipil Lainnya yang dalam hal-hal tertentu seperti sumber penggajian dan
sebagainya dapat dikategorikan Pegawai Negeri Sipil, seperti:
1. Pegawai perusahaan umum dan perusahaan negara yang belum dialihkan bentuknya.
2. Pegawai lokal pada perwakilan RI di luar negeri.
3. Pegawai dengan ikatan dinas untuk waktu tertentu.
4. Kepala kelurahan dan anggota-anggota perangkat kelurahan menurut UU No. 5 Th. 1979
5. Pegawai bulanan di samping pensiun.

KEWAIBAN DAN HAK-HAK KEPEGAWAIAN
Dengan kedudukan seperti itu pegawai negeri memiliki kewajiban-kewajiban dan hak-hak.
Kewajiban pegawai negeri, adalah:
1. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan
Pemerintah. (Pasal 4 UU No. 8 Th. 1974).
2. Mentaati segala peraturan perundangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan
yang dipercayakan kepadanya dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab.
(Pasal 5 UU No. 8 Th. 1974).
3. Menyimpan rahasia jabatan. (Pasal 6 UU No. 8 Th. 1974).
4. Mengangkat sumpah/janji pegawai negeri. (Pasal 26 No. 8 Th. 1974).
5. Mengangkat sumpah/janji jabatan negeri. (Pasal 27 UU No. 8 Th. 1974).
6. Mentaati kewajiban serta menjauhkan diri dari larangan sebagaimana ditetapkan dalam
pasal 2 dan 3 Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin
Pegawai Negeri.

Adapun yang menjadi hak-hak pegawai negeri, adalah:
O Memperoleh gaji yang layak sesuai dengan tanggung jawabnya.(Pasal 7 UU No. 8 Th.
1974).
O Memperoleh cuti.(Pasal 8 UU No. 8 Th. 1974).
O Memperoleh perawatan bagi yang tertimpa suatu kecelakaan dalam dan karena
menjalankan tugas kewajiban.(Pasal 9 Ayat (1) UU No. 8 Th. 1974).
O Memperoleh tunjangan bagi yang menderita cacat jasmani atau cacat rohani dalam dan
karena menjalankan tugas kewajibannya yang mengakibatkan tidak dapat bekerja lagi
dalam jabatan apapun juga.(Pasal 9 ayat (2) UU No. 8 Th. 1974).
O Memperoleh uang duka bagi keluarga pegawai negeri sipil yang meninggal dunia.(Pasal
9 ayat (3) UU No. 8 Th. 1974).
O Memperoleh pensiun bagi yang telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.
(Pasal 10 UU No. 8 Th. 1974).
O Memperoleh kenaikan pangkat reguler.(Pasal 18 UU No. 8 Th. 1974).
O Menjadi peserta TASPEN menurut Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1963.
O Menjadi peserta ASKES menurut Keputusan Presiden No. 8 Tahun 1977


#E#&I%MEN PN$

A. Pengertian Rekruitmen (Umum)
Rekruit men adalah proses mencari, menemukan, mengajak dan me ne t a pk a n
s e j u ml a h o r a ng d a r i d a l a m ma upu n d a r i l u a r s e ba ga i c a l o n t e na ga ke r j a
de ng a n k a r a kt e r i s t i k t e r t e nt u s e p e r t i ya ng t e l a h d i t e t a p ka n da l a m
pe r e nc a na a n s u mbe r d a ya ma nu s i a . Ha s i l ya ng d i d a p a t ka n da r i pr o s e s
r e kr u i t me n a d a l a h s e j u ml a h t e na g a ke r j a ya ng a ka n me ma s uk i pr o s e s
s e l e k s i , ya k ni pr o s e s u nt uk me ne n t uka n ka nd i d a t ya ng ma na ya ng
pa l i ng l a ya k u nt uk me ng i s i j a ba t a n t e r t e nt u ya ng t er s e d i a .




B. Proses Rekrutmen (Umum)

S e c a r a u mu m, p r o s e s p e l a k s a n a a n r e k r u i t me n d a n s e l e k s i
b i a s a n y a t e r d i r i d a r i b e b e r a p a l a n g k a h a t a u t a h a p a n .

1. Me ng i d e nt i I i k a s i j a ba t a n ya ng l o wo ng da n be r a p a j u ml a h t e na ga
ya ng d i pe r l u k a n. Proses rekruitmen dimulai saat adanya bidang pekerjaan baru,
karyawan dipindahkan atau dipromosikan ke posisi lain, mengajukan permintaan
pengunduran diri, adanya PHK, atau karena pension yang direncanakan.
2. Mencari inIormasi jabatan melalui analisa jabatan. Untuk memperoleh uraian jabatan (job
description) dan spesiIikasi jabatan (job spesiIication) sebagai landasan dalam membuat
persyaratan jabatan.
3. Jika persyaratan jabatan telah tersusun, maka langkah berikutnya adalah menentukan
dimana kandidat yang tepat harus dicari. Dua alternatiI untuk mencari kandidat yakni dari
dalam dan dari luar. Jika diambil dari dalam, apabila kebutuhan staI untuk masa yang
akan datang telah direncanakan, maka perlu juga diketahui siapa kira-kira karyawan yang
ada saat ini yang dapat dipindahkan atau dipromosikan.
4. Memilih metode-metode rekruitmen yang paling tepat untuk jabatan. Ada banyak metode
rekruitmen yang dapat dipilih dalam melakukan rekruitmen seperti iklan, employee
reIerrals, walk-ins dan write-ins, Depnakertrans, pencari tenaga kerja, lembaga
pendidikan, organisasi buruh, dan lain sebagainya.
5. Memanggil kandidat-kandidat yang dianggap memenuhi persyaratan jabatan.
Mengumpulkan berkas-berkas lamaran mereka, dan meminta mereka mengisi Iormulir
lamaran pekerjaan yang telah disediakan untuk selanjutnya diproses dalam tahap seleksi.
6. Menyaring / menyeleksi kandidat. Prosedur seleksi perlu dilakukan jika: 1) Pelaksanaan
tugas pada jabatan yang akan diisi memerlukan ciri-ciri Iisik dan psikis tertentu yang
tidak dimiliki oleh setiap orang; 2) Ada lebih banyak kandidat yang tersedia
dibandingkan jumlah jabatan yang akan diisi. Ada banyak teknik atau metode seleksi
yang dapat digunakan oleh pemilihan suatu teknik atau metode sebagai ramalan dalam
prosedur seleksi sangat tergantung pada ciri-ciri pekerjaan, validitas dan reliabilitas
metode, persentase calon yang terseleksi, dan biaya penggunaan teknik tertentu.
7. Membuat penawaran kerja setelah proses seleksi dianggap cukup dan petugas rekrut
sudah dapat menentukan kandidat terbaik untuk jabatan tertentu. Termasuk disini adalah
mempersiapkan perjanjian kerja (KKB), memperkenalkan secara lebih mendalam tentang
peraturan dan kondisi kerja dan memastikan kapan kandidat akan mulai bekerja.
8. Mulai bekerja, proses merekrut tidak berhenti begitu saja, setelah kandidat menerima
penawaran kerja. Pada saat menjadi pegawai, maka yang bersangkutan masih perlu
dibantu agar dapat bekerja secara optimal dan tahan untuk waktu yang lama. Pada tahap
ini petugas rekruitmen perlu mengkaji ulang cara-cara yang dapat dipakai dalam
merekrut dan menyeleksi pegawai. Hal ini sangat penting demi mencegah masalah-
masalah yang mungkin timbul setelah pegawai diterima kerja.

St r a t e g i r e kr u i t me n d a n s e l e k s i ya ng ba i k a ka n me mbe r i k a n ha s i l ya ng
po s i t i I . Se ma k i n e I e kt i I pr o s e s r e kr u i t me n da n s e l e k s i , ma k a s e ma k i n
be s a r k e mu ngk i na n u nt uk me nd a pa t ka n pe g a wa i ya ng ko mpe t e n. Se l a i n
i t u, r e kr u i t me n da n s e l e k s i ya ng e I e kt i I a k a n be r pe nga r u h l a ng s u ng
pa d a pr o dukt i I i t a s da n k i ne r j a I i n a nc i a l . De ng a n d e mi k i a n ma k a
pe ng e mba ng a n da n pe r e nc a na a n s i s t e m rekruitmen dan seleksi merupakan hal
yang sangat penting untuk dilaksanakan supaya proses yang berlangsung cukup lama dan
memakan biaya tidak sia-sia.

ASPEK ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
1. Seni memilih pegawai baru, mempergunakan dan mempekerjakan pegawai lama.
O merupakan seni karena yang dibutuhkan adalah keahlian untuk menentukan dan
menggunakan potensi pegawai yang ada dan yang akan diterima. Sehingga
diperoleh 'the right man on the right place.
2. Segala kegiatan yang menyangkut persoalan pegawai mulai dari penerimaan sampai
dengan pemberhentian pegawai.
3. Fungsi seorang administrator yang bertujuan untuk menyusun dan mengendalikan semua
kegiatan untuk mendapatkan, memelihara, mengembangkan dan menggunakan pegawai
sesuai dengan beban kerja dan tujuan organisasi.
O beban kerja harus disesuaikan dengan 'fob description yang tercantum pada
organisasi tata laksana.

GAI (sistem penggajian):
Sistem skala tunggal (mono-scale system) berlaku secara nasional kepada pegawai
yang berpangkat sama diberikan gaji yang sama pula.
Sistem skala ganda (multi-scale system) pemberian tunjangan kepada pegawai yang
melakukan pekerjaan tertentu, yang didasarkan pada siIat pekerjaan, prestasi, tanggung
jawab. Tunjangan inilah yang disebut sebagai tambahan gaji. Akumulasi gaji dan
tunjangan inilah yang disebut 'take home pay.
Sistem skala gabungan, setiap PNS pasti mempunyai gaji pokok karena ketika diangkat
sudah tertera pangkatnya. Tapi tidak semua PNS mempunyai tunjangan yang sama
karena tunjangan didasarkan pada jabatannya.

enis Tunjangan:
Tunjangan jabatan Iungsional (berdasarkan siIat pekerjaan, misalnya dokter, dosen,
pengamat gunung berapi, pustakawan, peneliti, hakim, dll)
Tunjangan jabatan struktural (berdasarkan jabatan dalam organisasi, misalnya dirjen,
irjen, kepala biro, dll)
Tunjangan keluarga (sejak 1994 yang ditanggung adalah pasangannya dan 2 anak)
Tunjangan kemahalan (diberikan untuk yang bertugas di daerah yang kebutuhan
pokoknya tinggi)
Tunjangan daerah terpencil (diberikan untuk yang bertugas di daerah terpencil, misalnya
daerah indonesia timur)
Tunjangan cacat dalam menjalankan tugas kedinasan

PANGKAT dan ABATAN PEGAWAI
Pangkat adalah kedudukan yang menunjukkan tingkat seorang PNS dalam rangkaian
susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian, oleh sebab itu setiap PNS
diangkat dalam jabatan tertentu.
Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan
hak seorang PNS dalam rangka susunan suatu organisasi. Jabatan pada dasarnya terdiri atas:
O Jabatan struktural, adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab,
wewenang dan hak seseorang PNS dalam rangka memimpin suatu satuan
organisasi negara. Jabatan struktural dipegang oleh eselon 1,2, dan 3.
O Jabatan Iungsional, adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab,
wewenang dan hak seorang PNS dalam suatu satuan organisasi yang dalam
pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian/atau ketrampilan tertentu serta
bersiIat mandiri.

KENAIKAN PANGKAT
O Reguler :
4 tahun, apabila setiap unsur DP3 bernilai baik.
5 tahun, apabila salah satu unsur DP3 bernilai cukup.

O Pilihan, yaitu kenaikan yang dipercepat, terdiri atas:
2 tahun, yaitu 1 tahun dalam jabatan, dengan setiap unsur DP3 bernilai baik.
3 tahun, yaitu 1 tahun dalam jabatan, dimana salah satu DP3 bernilai cukup.
O Istimewa, yaitu: 2 tahun, apabila DP3 amat baik dan menunjukkan prestasi kerja
yang luar biasa.
O Pengabdian, yaitu apabila setiap unsur DP3 tidak ada yang bernilai kurang dan
sudah 4 tahun dalam pangkat terakhir.
O Anumerta, yaitu: kenaikan pangkat penghargaan karena meninggal dunia dan
diberikan pada tanggal meninggalnya. Pangkatnya dinaikkan 1 tingkat.
O Tugas belajar, menjadi pejabat negara, penyesuaian ijasah: tetap mengikuti aturan
umum.









ANALISIS DAN EVALUASI TERHADAP PUTUSAN PTUN BANDUNG
PERKARA NO. 92/G/2001/PTUN BANDUNG
TENTANG SENGKETA KEPEGAWAIAN

Obyek penelitian ini adalah tentang gugatan sengketa kepegawaian di PTUN
Bandung oleh Ir. A, PNS Pemerintah Provinsi Jawa Barat, yang mendapat SK
Penurunan Pangkat karena beristri lebih dari satu tanpa sepengetahuan istri dan
seijin atasan, dan Putusan PTUN Bandung yang menyatakan 'gugatan tidak dapat
diterima, dan tidak berwenang memeriksa dan menyelesaikan sengketa tata usaha
negara yang diajukan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptiI analitis dengan
pendekatan yuridis normatiI. Maksud penggunaan metode tersebut adalah, untuk
menilai kesesuaian antara peraturan perundang-undangan yang digunakan dalam
menyelesaikan sengketa dengan obyek sengketa.
Kesimpulan penelitian: SK Penurunan Pangkat terhadap Ir. A, PNS Pemerintah
Provinsi Jawa Barat, sesuai dengan PP Nomor 10 Tahun 1983 PP Nomor 45
tahun 1990 Tentang Ijin Perkawinan dan Perceraian PNS, serta PP Nomor 30
Tahun 1980 Tentang Peraturan disiplin PNS. Putusan PTUN Bandung yang
menyatakan 'tidak berwenang memeriksa perkara dan menyelesaikan sengketa tata
usaha negara yang diajukan , sesuai dengan Pasal 48, 51 ayat (3) Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1986. Undang-undang nomor 9 tahun 2004 Tentang Peradilan
Tata Usaha Negara, Pasal 36 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974. Undangundang
Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.

Perumusan Masalah
1. Apakah putusan terhadap Ir. A, sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku?
2. Apakah putusan PTUN Bandung dengan menyatakan 'gugatan tidak
dapat diterima, dan tidak berwenang memeriksa dan menyelesaikan
sengketa tata usaha negara yang diajukan, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku?


Hasil dan Pembahasan
A. Kasus Posisi
Ir. A, seorang PNS di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, tanpa
sepengetahuan istri dan seijin atasan, telah beristri lebih dari satu. Berdasarkan
pengaduan si istri dan hasil pemeriksaan, terbukti melanggar PP Nomor 10
Tahun 1983 tentang Ijin Perkawinan dan Perceraian bagi PNS, dan PP Nomor 30
Tahun 1980 Tentang Peraturan Disiplin PNS, sehingga dijatuhi hukuman displin
melalui SK Penurunan Pangkat. Selanjutnya Ir. A menggugat Gubernur
Pemerintah Provinsi Jawa Barat di PTUN Bandung dan menjadikan SK Penurunan
Pangkat sebagai obyek Sengketa Kepegawaian di PTUN Bandung.
Putusan PTUN Bandung terhadap perkara nomor 92/G/2001/ PTUN Bandung
intinya; Dalam eksepsi : mengabulkan eksepsi absolut Tergugat bahwa SK
Penurunan Pangkat yang diterbitkan sesuai prosedur administrasi kepegawaian ;
bahwa PTUN Bandung tidak berwenang untuk memeriksa dan menyelesaikan
sengketa tata usaha negara yang diajukan. Dalam pokok perkara : Menyatakan
gugatan para Penggugat tidak dapat diterima. Pertimbangan Putusan di atas antara lain : adanya
pengaduan dari istri. Penggugat dan pemeriksaan, Tergugat bermaksud menegakkan disiplin
pegawai yang menurut Tergugat telah melanggar disiplin PNS; untuk mewujudkan hal tersebut
di atas, Tergugat menerbitkan objek sengketa; acuan dasar yang diterapkan
Tergugat adalah PP Nomor 30 Tahun 1980 Tentang Peraturan Disiplin PNS; atas
penjatuhan hukuman disiplin tersebut berdasarkan Pasal 15 ayat (2) Pasal 16 PP
Nomor 30 Tahun 1980 Tentang Peraturan Disiplin PNS, dapat mengajukan keberatan kepada
atasan pejabat yang berwenang menghukum tersebut dalam jangka waktu 14 hari terhitung mulai
tanggal ia menerima keputusan hukuman disiplin tersebut; berdasarkan Pasal 48 UU No.5 Tahun
1986 disebutkan : 'Bahwa dalam hal suatu badan hukum atau pejabat tata usaha negara diberi
wewenang atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan sengketa tata
usaha negara tertentu, maka sengketa tata usaha negara tersebut harus diselesaikan secara
administratiI yang tersedia (ayat 1), sedangkan ayat ( 2 ) menyebutkan pengadilan baru
berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upaya administratiI yang bersangkutan telah digunakan;
bertitik tolak pada uraian pertimbangan Pasal 15 ayat (2) Pasal 16 PP Nomor 30 Tahun 1980
tentang Peraturan Disiplin PNS di atas Analisa dan Evaluasi Perkara Gugatan yang dilakukan
oleh PNS, Ir.A terhadap atasannya merupakan suatu tindakan hukum ( litigasi ) yang umum
dilakukan seorang pegawai karena merasa
tidak puas atas SK tersebut, disertai sikap tidak menerima terhadap penyelesaian
yang dilakukan melalui pemeriksaan internal (peradilan semu) di luar pengadilan,
karena tidak mendapat hasil maksimal.
Menurut Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, gugatan yang diajukan
pihak yang dirugikan pada pihak lain harus didasarkan pada ketentuan yang terdapat dalam Pasal
53 ayat 1, dan bila melihat objek sengketa, maka pengajuan gugatan oleh penggugat ke Peradilan
Administrasi pada dasarnya sudah tepat karena diajukan masih dalam tenggang waktu 90 hari
sejak Penggugat menerima Surat Keputusan tersebut ( Pasal 55 UU No 5 tahun 1986 dan UU
No. 9 tahun 2004 ), akan tetapi bila melihat ketentuan dalam Pasal 15 ayat (2) PP No. 30 tahun
1980 Tentang Peraturan Disiplin PNS khususnya untuk putusan berupa
hukuman disiplin, dapat dilakukan melalui upaya administratiI yaitu, Penggugat
menyampaikan keberatan disertai alasan-alasan walaupun sengketa belum selesai.
Dengan demikian gugatan dapat diajukan untuk diadili langsung oleh Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara dan bukan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (Pasal
51 ayat (3) UU No 5 tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara), oleh
karenanya putusan PTUN Bandung yang menyatakan tidak berwenang untuk
mengadili perkara tersebut adalah sudah tepat.
Selanjutnya, penggugat menyatakan bahwa Gubernur telah bertindak
sewenang-wenang dalam mengeluarkan Surat Keputusan No 862.3/Kep,
592/kepeg/2001. Pernyataan penggugat tersebut tidak tepat atau tidak sesuai
dengan Iakta-Iakta yang terungkap dalam persidangan, karena berdasarkan Iakta-Iakta
diketahui adanya proses yang jelas dan pengujian terlebih dahulu semenjak
adanya laporan istri Penggugat yang ditindak lanjuti pemeriksaan oleh
ITWILPROP dan rekomendasi pimpinan unit kerja penggugat yang berisi, bahwa
sebelum mengeluarkan keputusan tersebut telah diberikan kesempatan kepada
penggugat untuk melakukan pembelaan ataupun keberatannya dalam pemeriksaan
(Pasal 9 ayat (1) (2) dan (3) Pasal 10, 11 dan Pasal 12 ayat (1) dan (2) PP No 30
Tahun 1980, terhadap kasus penggugat oleh beberapa instansi atau badan yang
berwenang dilingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat.
Mengenai pokok perkara, tentang pernyataan Tergugat/Gubernur bahwa
dalam menerbitkan Keputusan tidak bertindak sewenang-wenang, adalah benar
karena sebagai pejabat yang berwenang menghukum (Pasal 7 ayat (1) dan PP
No. 30 tahun 1980), Gubernur berwenang menjatuhkan hukuman disiplin terhadap
Pegawai Negeri Sipil yang telah terbukti melanggar peraturan disiplin pegawai
negeri, setelah dilakukan pemeriksaan (Dengan memperhatikan tentang ijin
perkawinan dan perceraian PNS yang telah diubah), dengan demikian Keputusan
No. 62.3/kep.592/Kepeg/2001 yang diterbitkan tergugat tidak bertentangan dengan Hukum
Acara Peradilan Tata Usaha
Negara, tetapi pernyataan tersebut lebih baik dikeluarkan melalui Putusan sela,
dengan demikian majelis hakim tidak perlu memeriksa pokok perkara..








Kesimpulan dan Rekomendasi
A. Kesimpulan
1. Putusan terhadap Ir. A, PNS Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang dijatuhi hukuman disiplin
berbentuk SK Penurunan Pangkat, sesuai dengan PP Nomor 10 Tahun 1983 dan PP Nomor
45 Tahun 1990 Tentang Ijin Perkawinan dan Perceraian PNS, dan PP Nomor 30 Tahun 1980
Tentang Peraturan disiplin PNS.
2. Putusan majelis hakim yang menyatakan 'gugatan tidak dapat diterima, dan tidak berwenang
memeriksa dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara yang diajukan, sesuai dengan Pasal
48, 51 ayat (3) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004
Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pasal 36 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 dan
Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok kepegawaian.

B. Rekomendasi
Isi Putusan yang menyatakan 'PTUN Bandung tidak berwenang memeriksa
dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara yang diajukan', pada dasarnya dapat
dibenarkan karena tidak melanggar ketentuan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha
Negara, tetapi pernyataan tersebut lebih baik dikeluarkan melalui Putusan sela,
dengan demikian majelis hakim tidak perlu memeriksa pokok perkara.













BAB III
PENUTUPAN

Kesimpulan
1. Prakondisi untuk pola pembinaan karir pegawai adalah perlu disusunnya:
a. KlasiIikasi jabatan PNS
b. Standar kompetensi jabatan PNS
c. Standar penilaian yang berorientasi kinerja
2. Instrument yang mutlak harus diperiksa untuk menyusun pola karir PNS adalah
a. Misi, sasaran organisasi yang dapat menjadikan prosedur organisasi yang jelas dan
menegakkan prinsip-prinsip rasional, eIektivits dan eIesien.
b. Peta jabatan yang mengacu pada misi sasaran, struktur kewenangan organisasi dan
spesiIikasi jabatan.
c. Alur karir yang disusun berdasarkan peta jabatan.
d. Rencana sukses (succession plan) yang terbuka bagi PNS sesuai dengan kompetensi
jabatan.

Penjelasan mengenai Dimensi Kinerja
1. Perencanaan dan pengorganisasian kecakapan untuk pengembangan sasaran secara
realistis, menentukan arah kegiatan secara eIektiI, kemapuan memberikan tugas kepada
bawahan dan dalam penggunaan sumber daya dan waktu.
2. Pengembangan keputusan kemampuan untuk mengambil keputusan dengan penuh
keyakinan dan tepat waktu.
3. Pelimpahan wewenang/ pekerjaan untuk membagi beban kerja dan tanggung jawab.
4. Kemampuan analisis kecakapan untuk mendekati masalah secara menyeluruh dengan
teliti dan sistematis.
5. Penyesuaian (adaptasi) kecakapan untuk memahami dan menyesuaikan dengan gagasan,
tata cara dan permasalahan baru.
6. Kemampuan pengawasan untuk mengendalikan sehingga tercipta suasana kerja yang
produktiI.
7. Prakarsa kemampuan untuk bekerja tanpa bimbingan dan mengembangkan rencana
metode dan gagasan untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi.
8. Kerjasama kemampuan untuk bekerja secara kelompok demi tercapainya sinergi
organisasi.











DAFTAR PUSTAKA

Bagir Manan, !emecahan !ersoalan Hukum, Makalah disampaikan pada Ceramah Penataran
Hakim Agama se-Indonesia diselenggarakan Depag, 1993

Indroharto, Asas-Asas Umum !emerintahan yang Baik, Mahkamah Agung, Jakarta,1985

Kotan Y SteIanus, Mengenal !eradilan Kepegawaian di Indonesia, Raja GraIindo Persada,
Jakarta, 1995
www.google.com

Vous aimerez peut-être aussi