Vous êtes sur la page 1sur 3

AMBING

Pertumbuhan kelenjar susu dari lahir sampai pubertas terus berlangsung, pada sapi
muda pertumbuhan sistem duktus terus berlangsung dan hasilnya terlihat pada
ambing sapi dewasa, ukuran kuartir terus bertambah, sebagian pada timbunan
jaringan lemak sampai bagian depan dan kuartir belakang, masing-masing menyatu
dan bergabung pada bagian dasar ambing, berat ambing pada anak sapi sampai
pubertas terus meningkat kapasitasnya. Ukuran dan bentuk kelenjar susu berbeda-
beda dan sangat dipengaruhi oleh kemampuan produksi, umur ternak, dan Iaktor
genetik yang diturunkan oleh induk ternak tersebut (Prihadi, 1991). Ambing
merupakan kelenjar kulit yang ditumbuhi bulu, kecuali pada puting, empat saluran
susu yang terpisah bersama menuju ambing. Berat dan kapasitasnya naik sesuai
dengan bertambahnya umur, setelah sapi mencapai umur 6 tahun, berat dan
kapasitas ambing tidak akan naik lagi (Blakely dan Bade, 1998). Ambing terdiri atas
dua bagian yaitu bagian sebelah kanan dan bagian sebelah kiri yang dipisahkan oleh
selaput pemisah yang tebal dan terletak memanjang badan sapi dan membantu
melekatkannya ambing pada tempatnya. Bagian ambing dibagi atas kuartir depan
dan kuartir belakang yang dibatasi oleh jaringan pengikat yang tipis dan tiap
perempatan ambing itu mempunyai saluran tempat keluarnya air susu yang disebut
saluran puting. Bagian ambing terbagi atas kuartir depan dan belakang yang dibatasi
oleh jaringan pengikat dan mempunyai saluran keluarnya air susu yang disebut
puting, rongga puting melebar ke arah rongga ambing (udder sistern) (SyarieI dan
Sumoprastowo, 1990). Dua kuartir depan biasanya berukuran 20 lebih kecil dari
kuartir ambing bagian belakang dan antara kuartir itu bebas satu dengan yang
lainnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa sapi perah adalah suatu jenis sapi yang
dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan susu, contohnya adalah Ayshire,
Guernsey dan Friesian Holstein (Blakely dan Bade, 1998). Ambing sapi di bagian
luar terbungkus oleh dinding luar yang disebut ligamentum suspensorium lateralis
sedangkan di bagian dalam ambing terpisah menjadi bagian kanan dan kiri oleh
suatu selaput pemisah tebal yang berjalan longitudinal dan menjulur ke atas bertaut
pada dinding perut yang disebut ligamentum suspensorium medialis (Mukhtar,
2006). Fine Membrane merupakan membran diantara keempat bagian kuartir
ambing. Inter mammary groove terbentuk saat ligamentum suspensorium lateralis
bertemu dengan ligamentum suspensorium medialis (Kesmavet FH UGM, 2010).
Sapi betina dapat berproduksi dengan baik pada umur dua tahun dan bobot badannya
sekitar 225-300 kg tergantung dari jenis dan bangsa sapinya. Idealnya lama laktasi
normal adalah 305 hari dengan 60 hari masa kering tergantung dengan proses
kebuntingan dan masa perkawinannya kembali (Williamson dan Payne, 1993).
Ambing pada sapi dara secara anatomi sama dengan ambing pada sapi laktasi
terutama pada kenampakan secara eksterior. Perbedaannya terletak pada ukuran
ambing dan anatomi bagian dalamnya, yaitu belum sempurnanya kerja dari sel-sel
penghasil susu. Ambing pada sapi dara terdiri dari banyak lemak dengan jaringan
lobula alveoler yang sedikit dan pada sapi laktasi sebaliknya, dimana saluran-saluran
tumbuh keluar dari saluran interlabuler. Pengganti tenunan lemak kemudian
membentuk lobula alveoler (Blakely dan Bade, 1998). Setelah pubertas, kelenjar
mammae akan dihadapkan pada siklus yang membutuhkan peningkatan estrogen dan
progesteron. EIek dari estrogen adalah pada perkembangan pembuluh, sedang
progesterone menstimulus perkembangan lobulus. Sapi betina yang telah mencapai
dewasa kelamin, maka esterogen merangsang perkembangan sistem duktus yang
besar. Siklus estrus yang berulang, menyebabkan perkembangan jaringan kelenjar
susu lebih cepat. Bila sapi dara telah mengalami beberapa kali siklus estrus, maka
Iolikel berkembang menjadi corpus luteum dan memproduksi hormon progesteron,
yang menyebabkan perkembangan sistem labula alveoler. Kelenjar mammae atau
ambing pada sapi terdiri dari empat bagian. Tiap bagian apabila dilihat dari segi
jaringan kelenjarnya merupakan suatu kesatuan yang terpisah dan tidak dapat
diuraikan lagi. Masing-masing bagian dari ambing tersebut merupakan kesatuan
sendiri-sendiri. Pemisahan ambing menjadi dua bagian ke arah ventral yang ditandai
dengan adanya kerutan longitudinal pada lekukan intermammae. Parenkim dari
kelenjar mamae dalam beberapa hal mirip dengan jaringan paru-paru, atau dengan
kata lain mirip dengan setandan anggur, dengan alveoli sebagai buah anggurnya,
dengan berbagai tingkat duktus digambarkan sebagai batangnya. Alveoli merupakan
struktur utama untuk produksi susu (Frandson, 1996). Pengeluaran susu diatur oleh
urat saraI dan hormon. Sapi induk pertama membutuhkan rangsangan sewaktu anak
sapi menyusui, tekanan pertama dari anak sapi pada puting susu merupakan suatu
rangsangan. Satu kali rangsangan dibentuk sistem saraI akan menyampaikan pesan
pada grandula pituitaria posterior yang mana selanjutnya akan mengeluarkan
hormon yang dikenal sebagai oksitosin. Hormon ini disirkulasikan dalam darah
dibawa ke jaringan ambing, dan diprakarsai proses pengeluaran air susu, karena
hormon berada dalam sirkulasi hanya dalam periode yang pendek (4 menit), lebih
cepat pemerahan dilaksanakan maka pemerahan menjadi lebih eIisien (Williamson
dan Payne, 1993). Rangsangan pada ambing mengahasilkan impuls saraI ke otak
kemudian otak mengaktiIkan pituitaria posterior. Pituitaria posterior mengeluarkan
hormon oksitosin ke dalam aliran darah ketika darah mengalir ke ambing sehingga
air susu keluar (Blakely dan Bade, 1998).
,19,7 Pus9,, :
Blakely, J dan Bade, DH. 1994. Ilmu Peternakan Edisi ke 4. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh Bambang Srigandono).

Frandson. R.D. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada
University Press. Yogjakarta.
Kesmavet FH UGM. 2010. Fisiologi siIat Fisik dan Kimia Susu. (online)
(http:://Ih.ugm.ac.id/Iisiologi-siIat-Iisik-dan-kimia-susu.html) diunduh
tanggal 20 November 2011
Prihadi, S. 1997. Dasar Ilmu Ternak Perah. Fakultas Peternakan UGM. Jogjakarta.
SyarieI, M.Z dan Sumoprastowo. 1990. Teknik Pemeliharaan Sapi Perah. Kanisius,
Yogyakarta.
Williamson, G dan Payne, W. J. A. 1993. Pengantar Peternakan di daerah Tropis.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Vous aimerez peut-être aussi