Vous êtes sur la page 1sur 94

PROYEK AKHIR

PENGUKURAN DAN PENGOLAHAN EXCESS


DELAY KANAL RADIO PROPAGASI INDOOR
(NLOS) MENGGUNAKAN SISTEM D - MIMO

NURSANTUSO
NRP. 7203.030.008

Dosen Pembimbing :

Okkie Puspitorini, ST
NIP. 132 134 723

Ari Wijayanti,ST
NIP. 132 303 877

JURUSAN TELEKOMUNIKASI
POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
PENGUKURAN DAN PENGOLAHAN EXCESS DELAY
KANAL RADIO PROPAGASI INDOOR (NLOS)
MENGGUNAKAN SISTEM D - MIMO

Proyek Akhir ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya (A.Md.)
di
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Di setujui Oleh
Tim Penguji : Dosen Pembimbing:

1. Ir. Budi Aswoyo, MT 1. Okkie Puspitorini, ST


NIP. 131 843 379 NIP. 132 134 723

2. Ir. Yoedy Moegiharto, MT 2. Ari Wijayanti, ST


NIP. 131 651 259 NIP. 132 303 877

3. Arifin, ST, MT
NIP. 131 793 754

Mengetahui:
Ketua Jurusan Telekomunikasi

Drs. Miftahul Huda, MT


NIP. 132 055 257

ii
ABSTRAK

Banyak metode transmisi yang digunakan untuk mengatasi


problem dalam pemenuhan kanal radio propagasi, salah satu diantaranya
adalah menggunakan sistem D-MIMO (Distributed Multi-Input Multi
Output). Teknik ini mengeksploitasi propertis dari kanal radio propagasi
dalam lingkungan yang penuh dengan multipath (lintasan jamak) dengan
posisi antena pemancar yang terdistribusi. Karakteristik sistem D-
MIMO menggunakan antena array pada posisi pemancar dan penerima.
Lintasan jamak dapat juga menyebabkan masalah dalam transmisi yaitu
menyebabkan terjadinya ISI (intersymbol interference).
Salah satu penyebab terjadinya ISI adalah adanya delay spread
akibat dari keadaan multipath. Ada beberapa jenis parameter delay
spread yaitu Maximum excess delay, Mean excess delay, RMS delay
spread. Dari nilai parameter tersebut dapat dicari nilai maksimal dari
simbol rate transmisi data. Dimana nilai simbol rate harus lebih kecil
daripada 1/10στ, dimana σt merupakan nilai RMS delay spread.
Dalam proyek akhir ini dilakukan pengukuran dan pengolahan
excess delay pada kanal radio di laboratorium Mikrowave dengan
kondisi NLOS menggunakan sistem D-MIMO (4,2,4) dengan 24 jumlah
penerima dengan frekuensi kerja 1700 MHz. Dengan mengunakan teori
IFFT data dalam domain frekuensi diubah ke domain waktu kemudian
diolah menjadi bentuk PDP untuk menghasilkan nilai parameter –
parameter delay spread. Dari hasil pengolahan dihasilkan nilai simbol
rate maksimum sebesar 4,83 ns. Sementara bila dilihat rata – rata
maksimum delay terhadap masing – masing pemancar maka dapat
dilihat bahwa setiap penerima dapat dijangkau oleh salah pemancar
sehingga menghasilkan maksimum delay yang kecil terhadap pemancar
tersebut.

Kata kunci : multipath, delay spread, D-MIMO.

iii
ABSTRACT

There are many method to solve problem in accomplistment of


canal of radio propagation, one among other is use system D-MIMO
(Distributed Multi-Input Multi Output). This technique exploit propertis
from canal of radio of propagasi in full multipath environment with
position of transmitting antenna which is distributed in more than one
antenna position. Mulitpath also cause problem for the transmission like
delay spread and ISI (intersymbol interference).
Once factor that caused ISI is delay spread effect from multipath
phenomenon. There are some type of parameter of delay spread that is
Maximum excess delay, Mean Excess delay, RMS Delay spread. From
this value, we can find maximum value from symbol rate of data
transmission. Where the value of symbol rate must have minimize than
1/10στ, with στ represent the value of RMS delay spread.
In this final project, we done the measurement and processing of
excess delay of rdio canal in Mikrowave laboratory with the NLOS
condition use D-MIMO system (4,2,4) with the 24 receiver and use
frequency in 1700 MHz. With used IFFT theory, the measurement of
data in frequency domain altered to time domain, then processed to PDP
to get the value of delay spread parameter. From the result of
processing, we can get the maximum of symbol rate, it is equal to 4,83
ns. If we seen the value of maximum delay from all transmitter, we can
seen that all receiver can be reached by one transmitter so that the value
of maximum delay is small for this transmitter.

Keyword : multipath, delay spread, D-MIMO.

iv
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum WR.Wb.

Alhamdulillah! Saya panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT


atas rahmat dan hidayah-Nya hingga selesainya kegiatan proyek akhir
ini dengan judul :

“Pengukuran dan Pengolahan Excess Delay Kanal Radio Propagasi


Indoor (NLOS) Menggunakan Sistem D-MIMO”

Proyek Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Ahli Madya (A.Md.) di Politeknik Elektronika Negeri
Surabaya, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS).
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan buku proyek akhir
ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis sangat
mengharapkan segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak. Penulis berharap agar buku ini dapat memberikan
sumbangan yang berarti dan semoga dapat memberikan manfaat bagi
para mahasiswa Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS-ITS)
pada khususnya serta dapat memberikan nilai lebih bagi para pembaca
pada umumnya.
Akhir kata, segala kritik dan saran sangat saya harapkan untuk
pengembangan proyek akhir selanjutnya.
Wassalamu’alaikum WR.Wb.

Surabaya, Agustus 2006

Penulis

v
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat


serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proyak akhir
serta penulisan buku proyek akhir ini, dan juga tidak terlepas bantuan
dari semua pihak. Oleh sebab itu dengan segala ketulusan serta
kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Titon Dutono, M.Eng selaku Direktur Politeknik
Elektronika Negeri Surabaya.
2. Bapak Drs. Miftahul Huda, MT selaku Ketua Jurusan Teknik
Telekomunikasi PENS – ITS Surabaya.
3. Ibu Okkie Puspitorini, ST dan Ibu Ari Wijayanti, ST selaku
dosen pembimbing proyek akhir yang selalu memberikan teori
beserta penjelasan-penjelasannya dengan sabar.
4. Ibu Ir. Nur Adi Sisandari, MT, Ibu Hani’ah Mahmudah, ST dan
Ibu Ir. Wahyu Catur, MT atas saran dan dukungannya.
5. Bapak Ir. Yoedy Moegiharto, MT, Bapak Ir. Budi Aswoyo, MT
dan Bapak Arifni, ST, MT selaku Dosen Penguji atas revisi –
revisi yang membuat kesempurnaan buku ini.
6. Seluruh keluarga mulai dari bapak, ibu, adik – adikku yang
selalu mendukung dan memberi semangat terus untuk mencari
ilmu setinggi – tingginya.
7. Seluruh rekan –rekan anggota Tepoz Crew, Goodle crew, Unto
Crew serta rekan di lab komdig atas kerjasamanya.
8. Seluruh rekanku di kejawan putih tambak 57 atas dukungan
serta do’anya.
9. Teman – teman D4 Telkom angkatan 2003 atas segala
dukungan moralnya dan maaf teman, aku duluan.
10. Semua Dosen PENS-ITS dari semua Jurusan.
11. Seluruh staff dan karyawan PENS-ITS yang sabar melayani
segala permintaan dan keluhan kami.
Rekan-rekan mahasiswa serta semua pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................... ii
ABSTRAK................................................................................. iii
ABSTRACT............................................................................... iv
KATA PENGANTAR .............................................................. v
UCAPAN TERIMA KASIH...................................................... vi
DAFTAR ISI ............................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................ ix
DAFTAR TABEL ..................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG ......................................... 1
1.2 PERUMUSAN MASALAH ................................. 2
1.3 BATASAN MASALAH....................................... 3
1.4 TUJUAN DAN MANFAAT................................. 3
1.5 METODHOLOGI................................................. 3
1.6 SISTEMATIKA PEMBAHASAN ....................... 4
BAB II TEORI DASAR .......................................................... 5
2.1 U M U M .............................................................. 5
2.2 PROPAGASI GELOMBANG.............................. 5
2.3 ANTENA ARRAY............................................... 8
2.3.1 Antena Array Linier................................... 8
2.3.2 Antana Array Planar .................................. 9
2.4 SISTEM MIMO.................................................... 9
2.5 SISTEM D-MIMO ............................................... 11
2.6 PENGUKURAN KANAL.................................... 13
2.7 PENGOLAHAN DATA STATISTIK.................. 14
2.8 MATLAB ............................................................. 15
2.8.1 Lingkup Matlab.......................................... 16
2.8.2 M File Editor.............................................. 17
2.8.3 Matlab GUI (Graphical User Inerface) ...... 18
BAB III PENGUKURAN DAN DATA HASIL
PENGUKURAN.......................................................... 21
3.1 UMUM ................................................................. 21
3.2 SET-UP PENGUKURAN .................................... 21
3.3 PERALATAN YANG DIGUNAKAN................. 23
3.3.1 Network Analyzer...................................... 23
3.3.2 Antena Pemancar dan Penerima ................ 24

vii
3.3.3 Kabel Penghubung..................................... 24
3.4 PROSES PENGUKURAN ................................... 25
3.4.1 Kalibrasi..................................................... 25
3.4.2 Inisialisasi .................................................. 26
3.4.3 Pengukuran dan Pangambilan Data ........... 26
3.5 DATA PENGUKURAN....................................... 28
3.6 PEMBUATAN INTERFACE DENGAN GUI..... 29
BAB IV ANALISA DATA........................................................ 31
4.1 UMUM ................................................................. 31
4.2 TANGGAPAN IMPULS...................................... 31
4.3 PROSES BINNING.............................................. 36
4.4 PENGOLAHAN DATA STATISTIK.................. 38
4.5 HASIL TAMPILAN DENGAN GUI ................... 44
BAB V PENUTUP................................................................... 51
5.1 KESIMPULAN .................................................... 51
5.2 SARAN ................................................................ 51
DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 53
LAMPIRAN A........................................................................... 55
LAMPIRAN B .......................................................................... 59
DAFTAR RIWAYAT HIDUP................................................... 83

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1
Refleksi ................................................................ 6
Gambar 2.2
Difraksi ................................................................ 6
Gambar 2.3
ISI (Intersymbol Interference).............................. 7
Gambar 2.4
Susunan elemen antena array planar .................... 9
Gambar 2.5
Blok diagram sistem nirkabel MIMO Generik..... 10
Gambar 2.6
Sistem Distributed MIMO (D-MIMO) dengan
M antena pada stasiun penerima bergerak dan
N antena pemancar pada masing-masing dari
K port radio .......................................................... 12
Gambar 2.7 Tampilan utama Matlab ....................................... 16
Gambar 2.8 Tampilan layout M File........................................ 17
Gambar 2.9 Layout editor dari GUIDE ................................... 18
Gambar 3.1 Set-Up pengukuran dengan Network Analizer .... 21
Gambar 3.2 Skenario ruang pengukuran.................................. 22
Gambar 3.3 Network Analyzer ................................................ 23
Gambar 3.4 (a) Antena Discone, (b) Kabel Penghubung......... 24
Gambar 3.5 Tampilan software interface pada komputer ........ 26
Gambar 3.6 Susunan elemen antena array Planar
Sintesis;(a) Konfigurasi elemen array
pemancar, (b) Konfigurasi elemen array
penerima............................................................... 27
Gambar 3.7 Besar magnitudo dan phase, fungsi Transfer
Kanal dalam domain frekuensi............................. 28
Gambar 3.8 Layout editor untuk tampilan pertama ................. 29
Gambar 3.9 Layout editor untuk menu ................................... 30
Gambar 3.10 Layout editor untuk plot....................................... 30
Gambar 4.1 Grafik window Hamming dalam domain
Frekuensi.............................................................. 32
Gambar 4.2 Fungsi transfer |H( f )| linier................................ 32
Gambar 4.3 Hasil perkalian antara |H( f )| Linier dan W( f ) . 33
Gambar 4.4 Tanggapan impuls H(τ ) sebelum kalibrasi delay 34
Gambar 4.5 Tanggapan impuls H(τ ) sebelum dan setelah
kalibrasi delay ...................................................... 36
Gambar 4.6 Grafik window Hamming dalam domain waktu .. 36
Gambar 4.7 Proses binning tanggapan Impuls domain waktu 37
Gambar 4.8 Proses binning tanggapan impuls domain waktu 37

ix
Gambar 4.9 PDP untuk posisi penerima A terhadap masing
– masing pemancar, (a) Posisi pemacar 1, (b)
Posisi pemancar 2, (c) Posisi pemancar 3, (d)
Posisi pemancar 4................................................. 38
Gambar 4.10 Gambar PDP untuk posisi penerima A ................ 41
Gambar 4.11 Gambar PDP untuk ruang laboratorium
Mikrowave ........................................................... 43
Gambar 4.12 Tampilan pertama ................................................ 44
Gambar 4.13 Tampilan menu utama.......................................... 44
Gambar 4.14 Tampilan grafik untuk plot fungsi transfer |H(f)|
linier pada domain frekuensi................................ 45
Gambar 4.15 Tampilan grafik untuk plot fungsi transfer |H(f)|
dalam dB pada domain frekuensi......................... 45
Gambar 4.16 Tampilan grafik untuk plot phase pada
domain frekuensi.................................................. 45
Gambar 4.17 Tampilan untuk plot window hamming dalam
domain waktu....................................................... 46
Gambar 4.18 Tampilan grafik untuk plot hasil perkalian
fungsi transfer |H(f)| liner dengan window
Hamming ............................................................. 46
Gambar 4.19 Tampilan grafik untuk plot respon impuls
liner pada domain waktu ...................................... 46
Gambar 4.20 Tampilan grafik untuk plot respon impuls
liner ternormalisasi pada domain waktu............... 47
Gambar 4.21 Tampilan grafik untuk plot respon impuls
dalam dB pada domain waktu .............................. 47
Gambar 4.22 Tampilan grafik untuk plot respon impuls
dalam dB ternormalisasi pada domain waktu....... 47
Gambar 4.23 Tampilan grafik untuk plot respon impuls
dalam dB ysng sudah ditreshold pada domain
waktu.................................................................... 48
Gambar 4.24 Tampilan grafik hasil proses binning ................... 48
Gambar 4.25 Tampilan grafik PDP satu posisi penerima
terhadap tiap posisi pemancar .............................. 48
Gambar 4.26 Tampilan grafik PDP untuk tiap posisi
penerima terhadap semua pemancar .................... 49

x
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Nilai parameter delay apread untuk posisi A........ 40


Tabel 4.2 Nilai parameter delay spread untuk semua titik
penerima ............................................................... 42

xi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi berkembang
dengan cepat terutama jaringan wireless (jaringan nirkabel). Hal ini
disebabkan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat untuk dapat
berkomunikasi dengan mudah. Keadaan tersebut menimbulkan suatu
problem pad pemenuhan bandwidth kanal radio radio komunikasi. Hal
ini dikarenakan frekuensi merupakan sumber daya yang terbatas
sementara permintaan akan bandwidth frekuensi semakin besar.
Jaringan wireless mengunakan media gelombang RF sebagai
media pengirim data antara pemancar dan penerima. Kualitas yang
dihasilkan pada jaringan wireless tergantung dari propagasi gelombang
RF yang digunakan. Bila ditinjau dari dari kondisi posisi antara
pemancar dan penerima maka propagasi dapat dibedakan menjadi 2
yaitu kondisi LOS propagation dan NLOS propagation.
Untuk mengatasi problem tentang pemenuhan bandwidth kanal
radio, banyak metode yang dapat dilakukan untuk mengatasinya salah
satu diantaranya adalah menggunakan teknik D-MIMO (Distribution
Multi-Input Multi-Output). Sistem D-MIMO merupakan pengembangan
dari sistem MIMO yang menggunakan antena array pada sisi pemancar
dan penerima. Perbedaan yang mendasar antara teknik MIMO dan D-
MIMO adalah jumlah dan lokasi dari pemancar dimana pada teknik D-
MIMO jumlah pemancar yang digunakan lebih dari satu dan tersebar
pada beberapa titik. Teknik D-MIMO dapat meningkatkan kapasitas
kanal transmisi pada lingkungan yang penuh dengan lintasan jamak
(multipath). Teknik ini bekerja dengan cara mengeksploitasi propertis
spasial dari kanal radio yang penuh dengan multipath, keadaan ini lah
yang menawarkan suatu dimensi baru yang dapat digunakan untuk
memperbaiki kinerja dari sistem komunikasi yang ada [1].
Lintasan jamak (Multipath) sendiri terjadi karena adanya
pemantulan, pembiasan dan scattering sinyal saat propagasi sinyal
antara pemancar dan penerima. Masalah yang dapat ditimbulkan karena
adanya multipath antara lain delay spread, intersymbol interference (ISI)
[4]. Delay spread merupakan lebar pulsa dari impulse yang dikirimkan
antara pemancar dan penerima. Delay spread dapat menimbulkan
interferensi antar simbol, karena setiap simbol akan saling bertumbukan

1
2

dengan simbol sebelum dan sesudahnya. Level interferensi antar simbol


ini ditentukan oleh kecepatan transmisi bit. Jadi kecepatan transmisi bit
atau simbol pada sistem komunikasi bergerak digital dibatasi oleh delay
spread. Ada beberapa faktor pada delay spread yang dapat dianalisa
untuk dapat menentukan kecepatan bit transmisi agar tidak terjadi ISI
yaitu Maximum excess delay, Mean excess delay, RMS delay spread.
Pada proyek akhir ini dilakukan pengukuran dan pengolahan
excess delay untuk propagasi di dalam ruangan pada kondisi NLOS
menggunakan sistem D-MIMO pada frekuensi kerja 1,7 GHz. Untuk
menunjukkan bahwa sistem yang dipakai adalah sistem D-MIMO maka
pada saat pengukuran antena yang digunakan dibentuk dalam
konfigurasi antena array planar sintesis 4x4. Untuk mendapatkan nilai
dari parameter delay spread, data hasil pengukuran diolah menggunakan
teorema IFFT untuk menghasilkan respon impuls dari kanal radio dalam
domain waktu. Dari nilai respon impuls maka dapat dicari jarak antara
pemancar dan penerima dan dapat digunakan untuk mendapatkan Power
Delay Profile (PDP). Dari nilai PDP inilah dapat diketahui nilai – nilai
dari parameter delay spread.

1.2 PERUMUSAN MASALAH


Dalam sistem D-MIMO,antena yang digunakan adalah antena
array pada sisi penerima dan pemancar. Hal ini dikarenakan sistem ini
bekerja dengan cara mengeksploitasi propertis spasial dari kanal radio
yang penuh dengan multipath. Multipath mempunyai dua dampak yang
bertentangan dalam sistem komunikasi, disatu sisi dapat membantu
dalam propagasi gelombang radio untuk sampai pada satu tujuan yang
jauh, sementara disisi lain multipath dapat menimbulkan masalah lain
yaitu adanya delay spread dalam kanal radio yang berujung pada adanya
ISI. Keberadaan ISI inilah yang dapat menimbulkan gangguan pada
sistem komunikasi yang dipakai. ISI dapat dihindari bila nilai dari
parameter - parameter delay spread dapat diketahui sehingga dapat
ditentukan berapa besar kecepatan maksimal pengiriman data agar tidak
terjadi keadaan tersebut.
Dalam proyek akhir dilakukan pengukuran untuk kondisi kanal
radio di dalam ruangan dengan kondisi NLOS menggunakan sistem D-
MIMO di ruang laboratorium Mikrowave JJ 305. Dari data pengukuran
merupakan impuls respon dalam domain frekuensi. Dengan teori IFFT
maka data tersebut diubah ke dalam respon impuls dalam domain waktu.
Dari nilai respon impuls dalam domain waktu ini dapat dicari nilai dari
parameter delay spread dan hubungan jarak antara pemancar dan
3

penerima dengan nilai delay yang dihasilkan. Semua proses perhitungan


yang dilakukan dalam tugas akhir ini dilakukan dengan bantuan
software Matlab 6.5.

1.3 BATASAN MASALAH


Permasalahan yang ditangani pada proyek akhir ini dibatasi pada
hal - hal berikut :
• Pengukuran dilakukan dengan kondisi NLOS (Non Line of
Sigth) di Laboratorium Radiowave dan Propagasi JJ 305
dengan kondisi NLOS menggunakan Network Analyzer.
• Konfigurasi antena yang digunakan dalam pengukuran
adalah antena array planar syntesis 4x4 dengan frekuensi
kerja 1,7 GHz dan antena yang digunakan adalah antena
Disc-Conical dengan pola radiasi omnidirectional.
• Jumlah pemancar dan penerima adalah 4 dan 24 dengan
mengunakan konfigurasi antena array planar syntesis.
• Pengolahan data dilakukan menggunakan software matlab
sampai mendapatkan nilai jarak pemancar dan penerima,
Maximum excess delay, Mean excess delay, RMS delay
spread.

1.4 TUJUAN DAN MANFAAT


Tujuan dari proyek akhir ini adalah mengetahui kondisi kanal
radio propagasi indoor untuk kondisi NLOS bila menggunakan sistem
D-MIMO yang diukur di ruang Laboratorium Radiowave dan Propagasi
JJ 305. Kondisi kanal radio dapat diketahui dengan mengetahui
distribusi delay dan nilai parameter delay spread untuk kondisi ruangan
diatas.
Manfaat dari proyek akhir ini adalah memberikan gambaran
distribusi delay pada kanal radio propagasi indoor di laboratorium
Radiowave dan Propagasi JJ 305 bila pemancar dan penerima tidak
diletakkan dalam satu ruangan. Sehingga dapat diketahui kondisi kanal
radio di dalam ruangan untuk kondisi seperti diatas untuk sistem D-
MIMO.

1.5 METODHOLOGI
Untuk menyelesaikan proyek akhir ini, dilakukan langkah-
langkah sebagai berikut:
• Mempelajari dasar teori propagasi gelombang radio sistem
D-MIMO.
4

• Melakukan set up pengukuran,peralatan yang digunakan


adalah SSG dan Network Analyser sebagai pemancar dan
penerima, dan antena discone. Frekuensi kerja 1700 MHz
dan konfigurasi antena yang digunakan untuk Tx dan Rx
adalah antena array 2x1 dan 2x2.
• Mengambil data pengukuran di laboratorium Radiowave dan
Propagasi JJ 305
• Mengolah data pengukuran menggunakan IFFT (invers fast
fourier transform) menggunakan software Matlab 6.5 untuk
mendapatkan nilai – nilai parameter delay spread.
• Menganalisa data hasil pengukuran dengan dasar teori yang
ada.
• Membuat simpulan dan saran dari data yang telah diperoleh.

1.6 SISTEMATIKA PEMBAHASAN


Buku laporan proyek akhir ini terdiri dari 5 (lima) bab, dimana
masing-masing bab mempunyai kaitan satu sama lain, yaitu:
BAB 1 : memberikan latar belakang tentang permasalahan,
tujuan, masalah dan batasan masalah yang dibahas
dalam proyek akhir ini.
BAB 2 : memberikan dasar teori untuk menunjang
penyelesaian masalah dalam proyek akhir ini. Teori
dasar yang diberikan meliputi : propagasi gelombang,
antena array, sistem D-MIMO, pengukuran kanal,
pengolahan data statistik, Matlab.
BAB 3 : memberikan penjelasan tentang set up pengukuran dan
data pengukuran serta perencaan pembuatan GUI.
BAB 4 : memberikan penjelasan tentang proses dan hasil
perhitungan dan pengolahan data serta tampilan yang
dihasilkan menggunakan GUI.
BAB 5 : memberi kesimpulan tentang hasil yang telah
diperoleh dan saran yang layak dilakukan bila proyek
akhir ini dilanjutkan
BAB II
TEORI DASAR

2.1 U M U M
Pada bab ini akan diberikan teori dasar yang melandasi
permasalahan dan penyelesaiannya yang diangkat dalam proyek akhir
ini. Teori dasar yang diberikan meliputi: propagasi gelombang, antena
array, sistem D-MIMO, pengukuran kanal, pengolahan data statistik,
Matlab.

2.2 PROPAGASI GELOMBANG


Propagasi merupakan proses perambatan gelombang dari satu
tempat ke tempat yang lain. Bila dilihat berdasarkan mekanisme
propagasi sinyal, propagasi ada beberapa jenis diantaranya adalah free
space, refleksi, difraksi, dan scattering. Berikut adalah penjelasan
singkat tentang beberapa jenis propagasi :
a. Free Space
Propagasi free space merupakan propagasi gelombang radio
dimana sinyal dari transmitter dapat langsung diterima oleh
receiver. Propagasi ini mungkin terjadi bila medium antara
pemancar dan penerima tidak terdapat halangan (misal dalam
ruang anechoic chamber). Propagasi jenis ini diperlukan
sebagai bahan analisa yang ideal dari suatu antena untuk
pengukuran antena (gain, impedance, radiation pattern,
polarization). Untuk mendapatkan kondisi free space bisa
digantikan dengan memakai ruangan tanpa gema / pantulan
yang biasa disebut dengan anechoic chamber.
b. Refleksi
Refleksi terjadi ketika pancaran dari gelombang
elektromagnetik berbenturan dengan suatu objek yang
mempunyai dimensi lebih besar jika dibandingkan dengan
panjang gelombang dari gelombang elektromagnetik yang
dipancarkan. Refleksi terjadi pada permukaan bumi, gedung,
dan dinding seperti ditunjukkan pada gambar berikut[5].

5
6

Gambar 2.1 Refleksi

c. Difraksi
Difraksi terjadi ketika suatu sinyal menabrak suatu ujung
yang tidak dapat ditembus oleh sinyal yang mempunyai
panjang gelombang yang relatif lebih besar dibandingkan
dengan panjang gelombang sinyal tersebut[5].

Gambar 2.2 Difraksi

d. Scattering
Scattering terjadi ketika perambatan gelombang
elektromagnetik dihalangi oleh media/ benda yang
mempunyai ukuran dimensi lebih kecil jika dibandingkan
dengan panjang gelombang yang dikirim dari transmitter.
Scattering dihasilkan oleh permukaan yang kasar, benda
yang berukuran kecil dan benda – benda lainnya.
Propagasi refleksi, difraksi, dan scattering merupakan jenis
propagasi yang dapat menyabakan terjadinya efek multipath. Adanya
multipath ini memungkinkan sinyal yang dikirim dapat diterima
meskipun lintasan terhalang, tetapi disamping itu dengan adanya
multipath kondisi lingkungan akan selalu berubah-ubah, hal ini sangat
7

mempengaruhi pada penerimaan sinyal pada penerima ditambah dengan


posisi penerima yang bergerak. Masalah yang dapat ditimbulkan karena
adanya multipath antara lain multipath fading, delay spread, Doppler
shift dan intersymbol interference.
Delay spread merupakan lebar pulsa dari impulse yang
dikirimkan antara pemancar dan penerima. Delay spread dapat
menimbulkan interferensi antar simbol, karena setiap simbol akan saling
bertumbukan dengan simbol sebelum dan sesudahnya. Level interferensi
antar simbol ini ditentukan oleh kecepatan transmisi bit. Jadi kecepatan
transmisi bit atau simbol pada sistem komunikasi bergerak digital
dibatasi oleh delay spread. Ada beberapa faktor pada delay spread yang
dapat dianalisa untuk dapat menentukan kecepatan bit transmisi agar
tidak terjadi ISI (Intersymbol Interference) yaitu Maximum excess
delay, Mean excess delay, RMS delay spread.
Sementara untuk ISI terjadi akibat adanya delay spread pada saat
pengiriman data. ISI (Intersymbol Interference) menyebabkan kesalahan
penerjemahan bit dari informasi yang diterima pada sisi penerima. Hal
ini terjadi karena adanya penerimaan sinyal informasi yang berulang
dengan waktu yang berbeda (delay), maka dimungkinkan sinyal
informasi yang diterima akan bertumpuk dengan data yang dikirimkan
kemudian.

Transmitted Transmitted
pulse1 pulse2

Time
Received Received Received Received
atmospheric LOS pulse1 multipath pulses1 LOS pulse2 multipath pulses2
attenuation
Time

Gambar 2.3 ISI (Intersymbol Interference)


8

Dari gambar diatas dapat kita amati bahwa komponen sinyal


multipath pada pulsa pertama diterima pada sisi receiver bersamaan
dengan menerima sinyal pulsa yang kedua, sehingga sinyal kedua ter-
interferensi oleh sinyal yang indirect path dari sinyal pulsa pertama.
Kejadian seperti ini yang dinamakan Intersymbol Interference.

2.3 ANTENA ARRAY


Antena didefinisikan sebagai suatu struktur yang berfungsi
sebagai media transisi yang mengubah sinyal listrik menjadi gelombang
elektromagnetik agar dapat disalurkan melalui ruang bebas (free space)
dan sebaliknya. Kinerja dari antena sendiri ditentukan oleh parameter-
parameter antara lain antara lain penguatan, directivity, pola radiasi, dan
faktor array. Untuk mendapatkan pola radiasi yang terarah, beberapa
antena dapat disusun dalam jarak tertentu dan dihubungkan satu sama
lain.
Beberapa antena yang diatur dalam jarak tertentu dan
dihubungkan satu sama lain untuk menghasilkan suatu pola radiasi yang
diinginkan dinamakan dengan antena array. Konfigurasi element antena
array ada 2 macam yaitu array linier dan array planar.

2.3.1 Antena Array Linier


Antena array linier merupakan antena array dimana konfigurasi
elemen – elemen antena dibentuk dalam suatu garis lurus. Jarak antar
elemen dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Bentuk konfigurasi ini
merupakan dasar dari pembentukan antena array planar. Ada beberapa
halyang harus diperhatikan dalam pembentukan antena array dengan
elemen (N) yang berbeda :
1. Semakin banyak N, akan mempersempit main beam atau
main lobe.
2. Bertambahnya N, akan memperbanyak jumlah side lobe
dalam satu periode. Dimana jumlah keseluruhan lobe baik
main lobe maupun side lobe adalah sebesar N-1. Dengan
catatan bahwa pada setiap periode terdapat satu main lobe
dan sejumlah N-2 side lobe.
3. Lebar dari side lobe adalah 2 π /N, sedangkan lebar main
lobe 2 kali lebar side lobe.
4. Level dari side lobe turun sebanding dengan meningkatkan
jumlah elemen N, dan level side lobe (SLL) nerupakan hasil
pembagian harga maksimum side lobe terbesar dengan harga
main lobe.
9

2.3.2 Antana Array Planar


Antena array planr merupakan antena array yang tersusun dari
beberapa elemen antena array yanf tersusun secara teratur dalam suatu
bidang datar. Konfigurasi elemen antena diletakkan pada bidang X–Y
dengan konfigurasi elemen MxN. Setiap elemen antena disusun secara
teratur dan berderet pada arah X dan Y. Semua elemen antena array
diasumsikan merupakan sumber isotropis. Jarak antar elemen yang
sejajar pada arah sumbu – X da sumbu – Y berturut – turut dinyatakan
dalam dx dan dy.

Gambar 2.4 Susunan elemen antena array planar

2.4 SISTEM MIMO


Berdasarkan paper Michel A. Jensen dan Jhon W. Walace yang
membahas tentang antena dan propagasi untuk komunikasi nirkabel
MIMO. Pada komunikasi multipath MIMO digunakan N element antena
array yang harus mengirimkan data ke N pengguna yang berbeda.
Gambar 2 menunjukkan blok diagram untuk sistem nirkabel MIMO
generik. Apabila melihat hasil dari penelitian yang lain maka penelitian
[1] melengkapi kesimpulan yang didapatkan sebelumnya yaitu
penambahan jumlah antena pemancar dan penerima akan mempengaruhi
kapasitas kanal dengan respons impulse sebagai parameter terukur. Pada
pengukuran respon implus dipertimbangkan hanya satu antena
10

penerima dan pemancar pada suatu kantor, sedangkan [1] lebih


mewakili kondisi real bahwa sebuah ruangan tidak hanya ada satu
pemancar dan penerima melainkan juga memiliki antena yang lebih
daripada satu.
Penyederhanaan kanal diasumsikan time variant pada interval
blok transmisi. Pada gambar 2 dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian
bawah menggambarkan pemrosesan sinyal dan coding dan bagian atas
merupakan kanal. Komponen RF bearda pada kanal karena
mempengaruhui transfer function end-to-end (TF and-to-end). Pada
sistem, Q merupakan data independent yang diwakili dengan simbol
vektor b(n) dimana n menunjukkan waktu. Data input akan masuk dalam
decoder sehingga berubah menjadi NT dalam waktu diskrit imajiner x(n)
pada bagian transmitter. Pada block coding data akan diubah menjadi
bentuk data NT menjadi sinyal digital satu atau nol. Block pulse-shaping
merubah sinyal digital dari block encoder ke domain waktu kontinyu
dalam domain x(ω ) dan meletakannya kedalam NT kanal input dari
(RF chains and antennas).

Gambar 2.5 Blok diagram sistem nirkabel MIMO Generik

Pada X kanal H (ω ) menggabungkan sinyal input untuk memperoleh


elemen output NR dalam bentuk vektor y (ω ) . Pada penerima block
matched filter akan merubah sinyal ke bentuk diskrit y(n) dan hasilnya
11

akan di-decoder sehingga menghasilkan data Q yang dikirimkan dar


transmiter dalam bentuk vektor b(n).
Untuk elemen kanal linier, hubungan input dan output dapat
dituliskan sebagai berikut :
y(ω) = H(ω) x(ω)+η(ω)
NR x1 NR xNT NR x1 NR x1 (2.1)

Dimana η (ω ) merupakan noise adaptive yang timbul dari kanal, dan


Hij( ω ) merupakan fungsi transfer antara antena transmit ke-j dan antena
receive ke-i.

2.5 SISTEM D-MIMO


Seiring dengan kenaikan permintaan akan kualitas tinggi dan
peningkatan kapasitas untuk sistem komunikasi nirkabel masa depan,
sistem antena terdistribusi (DAS = Distributed Antenna System)
memberikan gambaran yang memungkinkan sejak hal ini dapat
menanggulangi fading skala besar, memperbaiki cakupan area, kualitas
link dan kapasitas sistem karena diversity macroscopic dan rata-rata
jarak akses diperpendek. Sistem ini yang disebut sebagai sistem MIMO
terdistribusi (D-MIMO), dapat menanggulangi banyak problem penting
yang berkaitan dengan MIMO konvensional yang dikenal sebagai co-
located MIMO (C-MIMO). Sistem ini diyatakan dengan antena
penerima co-located sejumlah M, dikelilingi dengan K port antena
pemancar yang memiliki N antena per port sehingga sistem D-MIMO
dinyatakan dalam (M,N,K) (gambar 2.6)
Pada sistem D-MIMO banyak port berfungsi sama sebagai sebuah base
station pada sistem seluler saat ini, atau bisa direalisasikan sebagai
antena jarak jauh seperti perangkat kecil yang mengandung antena dan
konverter optik-elektrik yang me-relay sinyal radio menuju unit kontrol
pada jaringan aksess. Bisa juga diasumsikan bahwa multiple port pada
D-MIMO dihubungkan dengan high speed backbone yang mengijinkan
informasi untuk saling bertukar diantara mereka dan joint serta
cooperative processing memungkinkan terjadi.Setiap port yang ada
saling mengirimkan informasi pada satu penerima dengan cara tertentu.
Perbedaan utama antara sistem D-MIMO dan C-MIMO adalah
terletak pada banyaknya antena yang berada pada satu sisi (pada kasus
ini pada sisi pemancar) yang letaknya terdistribusi diantara port-port
yang terpisah secara lebar (multiple widely separated radio ports) dan
12

fading yang terjadi berupa fading skala kecil dan besar akan diukur pada
masing-masing link antara port-port radio tersebut.

1…..N
1…..N
H2
H1
1….M
PORT 2
PORT 1 1….M

MOBILE

1…..N 1…..N
1….M
H3 H4

PORT 3 PORT K

Gambar 2.6 Sistem Distributed MIMO (D-MIMO) dengan M antena


pada stasiun penerima bergerak dan N antena pemancar pada masing-
masing dari K port radio

Pada model kanal realistis, kanal berada pada lingkungan penuh


dengan scattering, Faktor penting yang mempengaruhi kapasitas sistem
MIMO adalah jumlah kondisi kanal ĸ dengan nilai ĸ bergantung pada
perbandingan
max λr
κ= (2.2)
min λt

yang merupakan distribusi singular value dari kanal matrik. Sebagai


catatan bahwa pembagian daya yang seimbang diantara mode eigen
akan menghasilkan unjuk kerja optimal dengan SNR yang tinggi.
Berdasarkan Jensen inequality bahwa pada kanal dengan ĸ =1
didapatkan kapasitas terbesar dengan konstrain daya total yang sama..
Pada kindisi berscattering penuh, matrik kanal H diasumsikan sebagai
kanal normalisasi i.i.d complex Gaussian. Pada kondisi realistis , kanal
berada pada kondisi buruk sehubungan dengan korelasi fading yang
dihasilkan dari keberadaan beberapa scatterer yang dominant, sudut
penyebaran (angle spread) yang kecil dan ketidak-cukupan jarak
antenna. Dari persamaan y = Hx + n , apabila didapat nilai eigen λt2<<1
13

maka secara mendasar tidak berguna meskipun kanal berada dalam


kondisi full rank. Karena permasalahan itu maka prediksi yang paling
baik untuk gain kapasitas MIMO adalah berdasar asumsi i.i.d Gaussian
yang secara praktis memiliki keterbatasan yang sangat besar.
Untuk MIMO konvensional atau dikenal sebagai Colocated MIMO(C
MIMO) terdapat beberapa kasus khusus yang terjadi yaitu
a. Kanal C MIMO ideal
Ketika fading tidak berkorelasi pada kedua sisi pemancar dan
penerima dan terdapat sejumlah besar jalur independent
antara keduanya ( L→∞), dengan teori central limit matriks
kanal yang mempunyi tipe full rank dan dalam keadaan baik
dapat ditulis sebagai berikut :
H = ΦH w (2.3)

b. Korelasi Fading.
Ketika fading berkorelasi pada kedua sisi yang berkaitan
dengan ketidak sesuaian scattering, jarak antena atau sebaran
sudut, tetapi masih dalam keadaan L→∞, kanal matriks pada
2.3 menjadi

H = cij ΦRr1/ 2 H w Rt1/ 2 (2.4)

2.6 PENGUKURAN KANAL


Untuk kinerja MIMO dalam lingkungan yang sebenarnya
membutuhkan diskripsi yang jelas dari kanal multipath. Diskripsi
tersebut berdasarkan pada pengukuran secara akurat yang dinyatakan
dalam fungsi transfer matriks. Ada banyak cara pengukuran matriks
transfer antara lain adalah sebagai berikut [1]:
a. Desaign Switch Array
Desain switched array menggunakan transmitter tunggal dan
receiver tunggal untuk mengukur fungsi transfer. Digunakan
peralatan elektronik untuk switcing time dengan durasi 2
μs sampai 100 μs .
b. Virtual Array
Virtual array instrument menggunakan penempatan presisi
atau rotasi dari elemen antena tunggal untuk menetukan
14

lokasi. Keuntungan metode ini adalah mengeliminasi mutual


coupling tetapi kerugiannya adalah pengukuran matrik kanal
lengkap membutuhkan waktu beberapa detik atau beberapa
menit. Karena itu virtual array sangat cocok untuk
pengukuran dalam ruang yang fixed ketika aktivitas rendah.

2.7 PENGOLAHAN DATA STATISTIK


Dalam suatu pengukuran biasanya didapat suatu persamaan hasil
yang dinamakan dengan fungsi transfer kanal dalam domain frekuensi
H ( f ) , yang kemudian diolah dengan IFFT (invers fast fourier
transform) untuk mendapatkan respon impulse yang merupakan fungsi
transfer kanal dalam domain waktu. Pada umumnya pengukuran
dilakukan pada sistem tetap (fixed), maka respon impulse dimodelkan
sebagai Response Impulse Time Invariant. Jadi observasi hanya
dilakukan terhadap delay (τ ) saja. Secara matematis dapat dituliskan
[2][3] :
N jθ k
h (τ ) = ∑ a k e δ (τ − τ k ) (2.5)
k =1

Keterangan :
h (τ ) : fungsi transfer kanal dalam domain waktu
ak : magnitudo
θ : phase
τ : excess delay
δ (. ) : fungsi delta
Dari persamaan fungsi transfer kanal dalam domain waktu di atas,
maka dapat dicari nilai PDP, PDP (Power Delay Profile) adalah daya
terima per satuan waktu dengan excess delay tergantung pada panjang
respon impulse rata-rata. Dari PDP, maka bisa didapatkan beberapa
parameter delay statistik yang berupa maximum excess delay, mean
excess delay, rms delay spread[2][3].

a. Maximum Excess Delay


Maximum excess delay adalah rentang delay, waktu antara
munculnya impulse pertama sampai impulse terakhir pada
15

power delay profile. Secara rumus matematis dituliskan


sebagai berikut :
Maximum excess delay = τ −τ (2.6)
(max) (1)

b. Mean Excess Delay


Mean excess delay (τ ) adalah momen pertama dari PDP
yang dinormalisasi dengan daya sinyal rata-rata, dan secara
matematis diberikan rumus seperti di bawah ini :
1 N
∑ τ k P(τ k)
N k =1
Mean Excess Delay (τ ) = N
1
∑ P(τ k)
N k =1

N
∑ τ k P (τ k )
= k =1 (2.7)
N
∑ P (τ k )
k =1
dengan τ k delay waktu relatif (dalam S) terhadapa τ = 0
(waktu pertama munculnya APDP), P adalah daya sinyal
(dalam W) dan N adalah jumlah titik pengamatan PDP.
c. RMS Delay Spread
Momen kedua dari mean excess delay disebut sebagai RMS
delay spread ( στ ) dan dapat dihitung berdasarkan
persamaan di berikut ini :
1/ 2


N
( )
2
∑ τ k − τ P(τ k )


RMS delay spread = στ = ⎢ k =1 ⎥ (2.8)
⎢ N ⎥
⎢ ∑ P (τ k ) ⎥
⎣ k =1 ⎦
2.8 MATLAB
Matlab 6.5 merupakan software program aplikasi yang digunakan
untuk komputasi teknik. Matlab merupakan singkatan dari MATrix
LABoratory. Matlab mampu mengintegrasikan komputasi, visualisasi,
16

dan pemrograman untuk dapat digunakan secara mudah. Penggunaan


Matlab diantaranya adalah pada:
1. Matematika dan Komputansi
2. Pengembangan algoritma
3. Pemodelan, simulasi, dan prototyping
4. Analisa, eksplorasi, dan visualisasi data
5. Pengolahan grafik untuk sains dan teknik
6. Pengembangan Aplikasi berbasis GUI (Graphical User
Interface)
Pada proyek akhir ini Matlab 6.5 digunakan untuk proses pengolahan
data, yakni proses yang berkaitan dengan analisa, visualisasi data, dan
pengembangan aplikasi berbasis GUI.

Gambar 2.7 Tampilan utama Matlab

2.8.1 Lingkup Matlab


Ada beberapa tools yang disediakan oleh Matlab 6.5 diantaranya
sebagai berikut:
• Command Window, yang berfungsi untuk tempat
memasukkan dan menjalankan variabel (fungsi) dari Matlab
dan M File.
• Command History, yang berfungsi menampilkan fungsi-
fungsi yang telah dikerjakan pada command window.
17

• Launch Pad, yang berfungsi untuk akses tools, demo, dan


dokumentasi semua produk Math Works.
• Help Browser, yang berfungsi untuk menampilkan dan
mencari dokumentasi yang ada pada Matlab.
• Current Directory Browser, yang berfungsi menampilkan
file-file Matlab dan file yang terkait serta mengerjakan
operasi file seperti membuka dan mencari isi file.
• Workspace Browser, yang memuat variabel-variabel yang
dibuat dan yang disimpan dalam memori saat penggunaan
Matlab.
• Editor / Debugger, yang berfungsi untuk membuat dan
memeriksa M File
Beberapa tools ini merupakan tools yang secara umum digunakan pada
Matlab, namun sebenarnya selain itu ada banyak tools tambahan lainnya
pada Matlab.

2.8.2 M File Editor


M File merupakan file teks yang memuat variabel- variabel dan
fungsi yang ada pada Matlab. M File berupa nama file script dalam
Matlab yang disimpan dengan ekstensi ‘.m’. M File memudahkan dalam
penulisan (pembuatan) program dalam Matlab. Dimana fungsi-fungsi
yang ada pada M File tersebut dapat mengakses semua variabel Matlab
dan menjadi bagian dari ruang kerja Matlab.

Gambar 2.8 Tampilan layout M File


18

2.8.3 Matlab GUI (Graphical User Inerface)


GUI (Graphical User Interface) merupakan software aplikasi
dari Matlab yang mampu menampilkan secara visualisasi program yang
telah dibuat pada Matlab (M-File), dengan melalui bantuan komponen-
komponen yang ada seperti icons, pushbutton, radio button, dan
sebagainya.
GUIDE (GUI Development Environtment) merupakan tools
Matlab yang diaplikasikan untuk pembuatan Gui. Guide menyediakan
seperangkat tools yang digunakan untuk mendesain dan menampilkan
GUI. Salah satunya adalah tools Layout Editor, yang berfungsi sebagai
tempat peletakan komponen-komponen yang dibutuhkan. Dimana
ukuran, jarak antar komponen dan align dari komponen tersebut dapat
diatur. Tools ini secara otomatis tampil, pada saat pertama kali
menjalankan software aplikasi GUI pada Matlab 6.5.

Gambar 2.9 Layout editor dari GUIDE

Programer dapat memanfaatkan tools dan komponen Guide


lainnya yang merupakan bagian dari user interface control (uicontrols)
dan user interface menus (uimenus) untuk memudahkan dalam
pembuatan GUI. Beberapa tools dasar dari Guide, antara lain:
ƒ Layout Editor, digunakan untuk menambah atau mengatur
object pada figure window.
ƒ Aligment Tool, digunakan untuk mengatur jarak antar object.
19

ƒ Property Inspector, digunakan untuk mengatur properti dari


object
ƒ Object Browser, digunakan untuk menampilkan secara
hirarki object yang sedang digunakan dalam layout.
ƒ Menu Editor, digunakan untuk menambahkan menu dan
contect yang ada didalamnya pada layout.
Sementara dalam component pallete terdapat beberapa object yang bisa
digunakan untuk tampilan pada figure yang akan dibuat. Object – object
tersebut adalah Select, Push Button, Toggle Button, Radio Button,
Checkbox, Edit Text, Static Text, Slider, Frame, Listbox, Popup Menu,
dan Axes. Objects tersebut mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Radio Button berfungsi untuk memilih satu pilihan dari
beberapa pilihan.
2. Check Box sama seperti radio button namun dapat berfungsi
untuk memilih lebih dari satu pilihan dari beberapa pilihan.
3. Push Button berfungsi untuk menjalankan eksekusi seketika
jika ditekan.
4. Toggle Button berfungsi untuk menjalankan eksekusi secara
on ,off.
5. List Box berfungsi menampilkan keseluruhan list.
6. Editable Text berfungsi untuk menampilkan teks dan teks ini
dapat sewaktu-waktu diedit.
7. Frame berguna untuk menampilkan dan mengelompokkan
beberapa kontrol fungsi yang masih berkaitan.
8. Pop Up Menu untuk memilih satu list dari beberapa list yang
ada (ditampilkan).
9. Slider digunakan untuk menampilkan range suatu nilai dan
kita dapat memilih nilai yang diinginkan dengan melakukan
drag.
10. Static Text berfungsi untuk menampilkan teks secara statis.
11. Axes berfungsi untuk menampilkan gambar atau grafik.
12. Figure merupakan tempat untuk meletakkan komponen Gui
yang telah didesain dengan Layout Editor.
Semua object diatas dikendalikan lewat command dalam
fungsi callback untuk setiap browser yang berada pada file
tipe “.m“ dari figure yang dibuat. Sementara data yang
digunakan dalam mendesign figure disimpan dalam struktur
handles.
20

----- Halaman ini sengaja dikosongkan -----


BAB III
PENGUKURAN DAN DATA HASIL
PENGUKURAN

3.1 UMUM
Pada bagian ini akan menjelaskan prosedur pengukuran yang
dilakukan untuk dapat mengambil data dari kanal radio. Dibagian ini
pula akan digambarkan skenario ruangan, blok diagram pengukuran
serta penjelasan tentang peralatan yang digunakan pada saat pengukuran
dilakukan serta pembuatan GUI menggunakan GUIDE.

3.2 SET-UP PENGUKURAN


Set-up pengukuran dapat digambarkan pada Gambar 3.1,
pengukuran menggunakan network analyzer (NA) dalam domain
frekuensi dengan scattering parameter (S21) dengan antena discone
yang dibentuk dalam antena array planar sintesis 2x4. NA digunakan
untuk mengambil sampel data transfer function kanal radio dalam ruang
yaitu H(f). Pengukuran dilakukan dengan cara menghubungkan antena
pemancar pada port 1 dan antena penerima pada port 2 dengan kabel
koaksial.

Gambar 3.1 Set-Up pengukuran dengan Network Analizer

21
22

Gambar 3.2 Skenario ruang pengukuran

Keterangan :
: Meja kayu
: Kursi Panjang
: Almari Besi
: Almari Rak
23

Sementara untuk skenario ruangan yang digunakan dalam


pengukuran dapat dilihat pada Gambar 3.2. Dari gambar tersebut dapat
dilihat setting posisi letak antena pemancar dan penerima dimana setiap
titik lokasi pemancar dan penerima mewakili posisi antena array yang
digunakan. Ruangan yang digunakan mempunyai dimensi ukuran ruang
9,27 m x 13,8 m.

3.3 PERALATAN YANG DIGUNAKAN


Berdasarkan gambar set-up pengukuran, seperti ilustrasi yang
ditunjukkan pada Gambar 3.1. Ada beberapa peralatan yang digunakan
dalam pengukuran antara lain Network Analyzer (NA), 2 buah antena
sebagai pamancar dan penerima dan kabel koaksial sebagai
penghubung.

3.3.1 Network Analyzer


Network analyzer adalah suatu peralatan yang terdiri dari
beberapa sistem yang terintegrasi satu sama lain, sehingga peralatan ini
dapat digunakan untuk pengukuran sistem yang komplek. NA yang
digunakan pada saat melakukan pengukuran adalah NA dengan tipe HP
8753 ES, yang mempunyai sumber gelombang dengan frekuensi antara
0,3.– 6000.MHz.

Gambar 3.3 Network Analyzer


24

Selama melakukan pengukuran, peralatan dapat dikontrol dengan


komputer melalui GPIB Card yang dipasang pada komputer. Untuk
menghubungkan peralatan (NA) dengan GPIB Card digunakan kabel
paralel. Fungsi dari NA yaitu digunakan untuk mengukur suatu sistim
yang belum diketahui karakteristiknya, oleh karena itu ada beberapa
parameter pada NA yang dapat digunakan antara lain parameter H, Y, Z
dan S. Sedangkan untuk pengukuran dengan frekuensi tinggi digunakan
parameter S.

3.3.2 Antena Pemancar dan Penerima


Pada saat melakukan pengkuran digunakan 2 buah antena,
dimana masing-masing berfungsi sebagai pemancar dan penerima.
Penggunaan antena ini berdasarkan frekuensi yang digunakan pada saat
pengukuran. Pada penelitian ini digunakan antena discone dengan
frekuensi kerja 1,7 GHz dengan lebar bandwith 200 MHz maka range
frekuensi yang digunakan adalah 1600.MHz sampai dengan 1800 MHz.
Antena ini memiliki pola radiasi omnidirectional.

Gambar 3.4 (a) Antena Discone, (b) Kabel penghubung

3.3.3 Kabel Penghubung


Agar antena dapat digunakan, maka harus dihubungkan dengan
NA. Untuk menghubungkan masing-masing antena ini digunakan kabel
coaxial tipe RG-58, dengan panjang masing-masing kabel 10 meter.
Dimana kabel ini memiliki redaman sebesar 17 dB/100 feet pada
frekuensi 1 GHz, dengan impedansi 50 Ω .
25

3.4 PROSES PENGUKURAN


Ada beberapa langkah yang harus dilakukan pada saat melakukan
pengukuran menggunakan Network Analyzer, antara lain kalibrasi,
inisialisasi dan pemilihan parameter scattering yang digunakan. Secara
umum tahapan pengukuran dapat dituliskan sbb:
1. Menghidupkan semua peralatan seperti Network Analyzer
dan komputer.
2. Mengkalibrasi Network Analyzer beserta semua kabel dan
peralatan tambahan yang digunakan.
3. Memanggil software interface dan memberikan inisialisasi
sebelum dilakukan pengukuran.
4. Menghubungkana antara kabel untuk antena pemancar pada
port 1 dan kabel untuk antena penerima pada port 2 Network
Analyzer.
5. Membuat nama file pada worksheet software interface, untuk
membuat ”data base” (pengumpulan data hasil pengukuran).
6. Melakukan pengukuran swept frekuensi, dengan menekan
icon start measurement pada tampilan dilayar monitor PC.
7. Data hasil pengukuran akan tampil pada layar, dan akan
tersimpan secara otomatis pada library software interface.

3.4.1 Kalibrasi
Kalibrasi menjadi sesuatu yang penting yang harus dilakukan
dengan tujuan untuk mengurangi redaman kabel, pemilihan jumlah
sampling pengukuran, dan penentuan jenis parameter dan lain – lain
pada saat pengukuran dilakukan. Prosedur kalibrasi Network Analyzer
adalah sebagai berikut :
1. Tekan preset untuk all memory clear
2. Tekan tombol Meas (S- Parameter)
3. Tekan start (pilih mulai dengan menekan angka pada blok
entry)
4. Tekan stop (pilih mulai dengan menekan angka pada blok
entry)
5. Tekan AVG Æ IF BW -Æ 30Hz (IF Bandwidth 30Hz)
6. Tekan tombol power Æ 10 dBm (test port power)
7. Tekan tombol sweep set up Æ number of point 401
8. Tekan tombol call Æ calibrates menu Æ respon Æ thru
9. Tekan tombol save / recall.
10. Tekan tombol save state Æ recall state
26

3.4.2 Inisialisasi
Inisialisasi pengukuran dilakukan melalui software interface pada
PC dengan tujuan untuk menyesuaikan software dengan kalibrasi yang
telah dilakukan pada langkah sebelumnya. Hal – hal yang perlu
diinisialisasi adalah :
• Number of Point : 401
• Frekuensi start : 1600 MHz
• Frekuensi stop : 1800 MHz
• Jenis parameter : S21
• Lokasi penyimpanan data
• Nama file

Gambar 3.5 Tampilan software interface pada komputer

3.4.3 Pengukuran dan Pangambilan Data


Setelah melakukan proses kalibrasi dan inisialisasi maka
pengukuran baru dapat dilakukan. Dalam pengukuran antena diletakkan
pada ketinggian 0,9 m dari permukaan lantai dan range frekuensi yang
digunakan adalah 1600 MHz sampai dengan 1800 MHz dengan lebar
pita frekuensi 200 MHz. Konfigurasi antena yang digunakan adalah
antena array planar sintesis dengan konfigurasi 2x1 untuk pemancar
dan 2x2 untuk penerima yang diasumsikan dengan perpindahan antena
pada posisi pemancar dan penerima. Jarak antar elemen array yang
27

λ
digunakan adalah , bila frekuensi kerja yang digunakan adalah
2
1,7GHz maka jarak antar elemen array adalah sbb:
c
λ= dimana f = 1,7 × 10 9 Hz (3.1)
f
3 × 108
λ= = 0,17 m
1,7 × 109

Gambar 3.6 Susunan elemen antena array Planar Sintesis; (a)


Konfigurasi elemen array pemancar, (b) Konfigurasi elemen
array penerima

Pemilihan jarak anter elemen antena menggunakan panjang 0,5λ


adalah untuk menghindari korelasi antar path. Hal ini karena adanya
keterbatasan sudut antara pemancar dengan penerima. Jarak antar
element yang memungkinkan agar tidak terjadi korelasi antar path
adalah 0,5λ [7].
Dengan kondisi diatas maka untuk pengukuran satu posisi
penerima terhadap satu posisi pemancar akan dilakukan pengukuran
sesuai dengan hasil kombinasi elemen antena array pemancar dan
penerima yaitu sebanyak 8 kali pengukuran. Jumlah posisi penerima
yang digunakan adalah 4 buah dan jumlah posisi pemancar adalah 24
buah. Jadi pengukuran dilakukan sebanyak 768 kali pengukuran yang
juga berarti bahwa terjadi perpindahan antena pemancar dan penerima
sejumlah tersebut.
Setiap kali pengukuran diambil sampel data sebanyak 401 point
dan disimpan dalam sebuah file dengan tipe TXT. Sementara nama file
yang digunakan dibuat dengan aturan sebagi berikut :
28

nama file = ABCDX (3.2)


Dimana :
A : Lokasi Penerima ( A s/d X )
B : Lokasi Pemancar ( 1 s/d 4 )
C : Array Pemancar ( 1 s/d 2 )
D : Array Penerima ( 1 s/d 4 )
X : Jenis scattering dan tipe file ( S21.txt )
Misalkan pengukuran dilakukan pada lokasi penerima 1, lokasi
pemancar 2, posisi array penerima 1 dan posisi array pemancar 1 maka
file yang dihasilkan adalah ”A211S21.txt”. Setiap data yang dihasilkan
pada saat pengukuran adalah mempunayai 3 buah parameter yaitu
frekuensi, magnitudo H( f ) dan phase H( f ).

3.5 DATA PENGUKURAN


Data hasil pengukuran meruapakan respon kanal dalam domain
frekuensi ( H ch ( f ) ). H ch ( f ) merupakan besaran vektor yang terdiri
dari magnitudo dan phase dalam bentuk komplek yang dituliskan dalam
persamaan sbb :

H ch ( f ) = H ( f ) ⋅ e (3.3)
dengan, H ( f ) adalah magnitudo (dB) dan θ adalah phase (derajat).

Gambar 3.7 Besar magnitudo dan phase, fungsi Transfer Kanal dalam
domain frekuensi
29

3.6 PEMBUATAN INTERFACE DENGAN GUI


Untuk membantu proses analisis data, maka dibuat interface
menggunakan GUIDE untuk kondisi ini. Ada 3 macam figure utama
yang dipakai dalam interaface ini yaitu :
1. Tampilan pertama (splash)
Komponen yang digunakan :
• Tipe object = text, tag = text1, string =
”PENGUKURAN DAN PENGOLAHAN EXCESS
DELAY KANAL RADIO PROPAGASI INDOOR
(NLOS) MENGGUNAKAN SISTEM D-MIMO”.
• Tipe object = axes1.
• Tipe object = text, tag = text3, string =
”NURSANTUSO”.
• Tipe object = text, tag = text4, string = ” 7203.030.008”.
• Tipe object = text, tag = text4, string = ” Powered by :
Matlab 6.5”.

Gambar 3.8 Layout editor untuk tampilan pertama

2. Tampilan menu
Komponen yang digunakan :
• Tipe object = text, tag = text1, string = ”D – MIMO
System (4,2,4)”.
• Tipe object = text, tag = text2, string = ”NLOS”.
• Tipe object = text, tag = text3, string = ” Current
Directory :”.
• Tipe object = text, tag = text4, string = ” ....”.
30

Gambar 3.9 Layout editor untuk menu

• Tipe object = text, tag = text5, string = ” Grafic Type :”.


• Tipe object = text, tag = text6, string = ” Receiver
Location :”.
• Tipe object =popupmenu, tag = tipe.
• Tipe object =popupmenu, tag = letak.
• Tipe object =checkbox, tag = Cgrid, string = “Grid”.
• Tipe object =pushbutton, tag = pushbutton1, string =
“Plot”.

3. Tampilan untuk plot

Gambar 3.10 Layout editor untuk plot

Komponen yang digunakan :


• Tipe object = pushbutton, tag = pushbutton1, string = ”
Ok”.
BAB IV
ANALISA DATA

4.1 UMUM
Pada bab ini akan dibahas proses pengolahan data mulai dari
tahap awal sampai didapatkan parameter – parameter delay statistik.
Proses dimulai dari mendapatkan tanggapan impuls kanal dalam domain
waktu, proses binning, distribusi delay spread pada kanal dan proses
perhitungan untuk mendapatkan parameter delay spread. Proses
pengolahan data dilakukan adalah mengolah data per 8 path. Hal ini
dilakukan dengan cara mengolah 8 buah data terhadap sebuah pemancar
secara bersama. Pada bagian akhir juga ditunjukkan tampilan yang GUI
yang telah dibuat menggunakan GUIDE.

4.2 TANGGAPAN IMPULS


Dari data hasil pengukuran H( f ) merupakan nilai transfer
function dari kanal dalam domain frekuensi. Untuk menghasilkan
impuls respon domain waktu, maka data diproses sedemikian hingga
mengunakan teorema IFFT (Inverse Fast Fourier Transform). Sebelum
menggunakan teorema IFFT data hasil pengukuran harus diubah dulu
dalam bentuk linier dan dikalikkan dengan window W( f ). Proses IFFT
dilakukan saat data berada dalam bentuk linier atau H( f ) linier. Proses
merubah data ke bentuk linier dilakukan menggunakan anti-log dari data
hasil pengukuran. Perkalian antara data dan window dimaksudkan untuk
menghilangkan efek kontinyu pada saat proses IFFT berlangsung. Hasil
perkalian antara H( f ) linier dan W( f ) merupakan fungsi terestimasi
Hestimasi( f ). Secara matematis dapat dituliskan sbb :
H estimasi ( f ) = H ch ( f ) • W ( f ) (4.1)

Jenis window yang digunakan dalam proses ini adalah window


Hamming. Pemilihan jenis window ini karena window Hamming
tersebut memiliki lebar pita frekuensi main lobe (lobe utama) yang lebar
yaitu -43 dB sehingga time resolusinya kecil. Hal ini sangat perlu untuk
diperhatikan karena mengingat pada proyek akhir ini menggunakan
teknik pengukuran wideband (pita lebar). Secara matematis window
Hamming dapat didefinisikan sbb :

31
32

⎧0.54 − 0.46 cos( 2πf ), f1 ≤ f ≤ f 2


W Ham ( f ) = ⎨ (4.2)
⎩ 0 f lainnya

Berikut ini adalah grafik window Hamming dalam domain frekuensi dan
contoh Hestimasi( f ) untuk salah satu data hasil pengukuran pada posisi
penerima A terhadap posisi antena pemancar 1, data inilah yang
selanjutnya akan digunakan sebagai contoh pengolahan selanjutnya.

Gambar 4.1 Grafik window Hamming dalam domain frekuensi

Gambar 4.2 Fungsi transfer |H( f )| linier


33

Gambar 4.3 Hasil perkalian antara |H( f )| Linier dan W( f )

Setelah memperoleh data Hestimasi( f ) maka proses IFFT dapat


dilakukan untuk memperoleh data Hestimasi( τ ). Secara matematis proses
transformasi yang digunakan dapat dituliskan dalam persamaan berikut:

hestimasi (τ ) = ∫H
−∞
ch ( f ) ⋅ W ( f ) ⋅ e j 2πf df

f1
= ∫H
f2
ch ( f ) ⋅ W ( f ) ⋅ e j 2πf df

= hch (τ ) ∗ w(τ ) (4.3)

Setelah proses transformasi data dari domain frekuensi ke domain waktu


menggunakan teorema IFFT menghasilkan akan menghasilkan
tanggapan impuls sebagai pada Gambar 4.4.
Pada Gambar 4.4, tanggapan pertama dari impuls kanal berada
pada ± 120 ns. Hal ini karena pada data tersebut masih terdapat delay
lintasan kabel pada saat pengukuran. Delay kabel yang dihasilkan
tergantung dari kabel koaksial yang dipakai pada saat pengukuran.
Untuk mengetahui besar delay kabel yang digunakan maka jarak antara
pemancar dan penerima atau jarak link propagasi harus diketahui lebih
dahulu.
34

Gambar 4.4 Tanggapan impuls H( τ )


sebelum kalibrasi delay

Untuk memperoleh jarak dari link propagasi, maka harus


diketahui lebih dahulu impuls pertama kali yang datang dalam satu
kanal. Keadaan ini dideteksi dengan melihat nilai delay yang terkecil
dari 8 path yang berada dalam satu kanal yang kemudian disebut dengan
total delay kedatangan komponen pertama (Δτ1). Untuk menghitung
jarak link propagasi dapat dicari menggunakan rumus :

⎛⎛ ⎛ l1 + l 2 ⎞ ⎞ ⎞⎟
d = ⎜ ⎜ Δτ 1 − ⎜⎜ ⎟⎟ × c − λ
⎟⎟ ⎟ (4.4)
⎜⎜ ⎝ 0.66 × c ⎠⎠ ⎠
⎝⎝

Dimana :
Δτ1 : Total delay kedatangan komponen pertama
d : Jarak link propagasi
l1 ,l 2 : Panjang kabel yang digunakan pada port 1 dan port 2
c : Cepat rambat gelombang dalam ruang bebas
8 −1
( 3 x10 meter sec )
λ : Panjang gelombang, dengan f = 1,7 GHz maka
c 3x10 8
λ= = = 0,765m (4.5)
f 1.7 x10 9
Nilai 0.66 dalam rumus perhitungan diatas merupakan nilai velocity
vactor kabel koaksial yang digunakan yaitu 66%. Sementara panjang
35

kabel yang digunakan adalah bervariasi oleh karena itu panjang kabel
harus disesuaikan dengan kabel yang digunakan pada saat pengukuran.
Untuk kondisi ini jumlah panjang kabel yang digunakan adalah 18 m.
Sehingga jarak yang dihasilkan adalah :

⎛⎛ ⎛ l1 + l 2 ⎞ ⎞ ⎞⎟
d = ⎜ ⎜ Δτ 1 − ⎜⎜ ⎟⎟× c − λ
⎟⎟ ⎟
⎜⎜ 0.66 × c
⎝⎝ ⎝ ⎠⎠ ⎠
⎛⎛ ⎛ 18 ⎞⎞ ⎞
= ⎜ ⎜⎜120 ⋅10 −9 − ⎜ ⎟ ⎟⎟ × 3 ⋅10 8 ⎟⎟ − 0,1765
⎜ ⎝ 0.66 × 3 ⋅10 8 ⎠⎠
⎝⎝ ⎠
= 8,5508 m

Untuk hasil perhitungan dari proses mencari jarak link propagasi


selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
Setelah mencari jarak dari link propagasi maka dapat dicari nilai
delay kabel dapat dicari. Untuk mencari nilai delay kabel (Δt)dapat
menggunakan rumus sebagai berikut :

⎛ l1 + l 2 ⎞ ⎛ d +λ ⎞
Δt = ⎜⎜ ⎟+⎜
⎟ ⎝ ⎟ (4.6)
⎝ 0.66 × c ⎠ c ⎠

Dengan nilai d yang sudah dicari sebelumnya dan nilai konstanta yang
dipakai sama dengan nilai yang dipakai saat mencari nilai jarak link
propagasi, maka delay kabel untuk data diatas adalaha sebagai berikut :

⎛ l1 + l 2 ⎞ ⎛ d +λ ⎞
Δt = ⎜⎜ ⎟+⎜
⎟ ⎝ ⎟
⎝ 0.66 × c ⎠ c ⎠
⎛ 9+9 ⎞ ⎛ 8.5508 + 0,1675 ⎞
= ⎜ 8
⎟+⎜ ⎟
⎝ 0.66 × 3 x10 ⎠ ⎝ 3 x10 8 ⎠
= 119,97 ns

Setelah mencari nilai delay kabel maka komponen pertama dari


tanggapan impuls dapat diset pada τ0 dengan cara mengurangi nilai
delay data dengan delay kabel yang sudah dicari. Jadi komponen
pertama dari impuls dapat terletak pada nilai τ0 seperti gambar berikut:
36

Gambar 4.5 Tanggapan impuls H( τ ) sebelum dan setelah


kalibrasi delay

4.3 PROSES BINNING


Proses selanjutnya adalah proses binning yang bertujuan untuk
menghilangkan pengaruh dari perkalian window sehinngga diperoleh
respon impuls yang murni. Data tanggapan impuls dalam domain waktu
yang sudah dikalibrasi yang akan di-binning adalah hanya data yang
berada pada level di atas -40dB dengan cara men-threshold data pada
level -40dB, data yang berada di bawah -40dB tidak diikutsertakan
(dihilangkan)[2][3]. Batasan ambang (threshold) sebesar -40dB ini
berdasarkan pemilihan window yang dipakai pada proses awal
(windowing). Batasan ambang harus lebih besar dari amplitudo
maksimum dari window side lobe sehingga impuls yang dihasilkan
merupakan impuls yang murni.

Gambar 4.6 Grafik window Hamming dalam domain waktu


37

Karena window hamming mempunyai amplitudo maksimum dari


window side lobe sebesar -43dB maka pemilihan ambang ditentukan
sebesar -40dB.
Proses bining adalah dengan membagi excess delay tanggapan
impuls dengan resolusi window, setiap satu resolusi window
mengandung satu komponen lintasan jamak. Proses ini dinamakan
sebagai proses binning yang dalam persamaan matematikanya dituliskan
sebagai berikut :
N
1
h(τ ) =
N ∑ h (τ )
n =1
n (4.7)

dengan N adalah jumlah komponen lintasan jamak dalam satu resolusi


waktu dari window hamming. Ilustrasi proses binning digambarkan
sebagai berikut :

Gambar 4.7 Proses binning tanggapan Impuls domain waktu

Gambar 4.8 Proses binning tanggapan impuls domain waktu


38

4.4 PENGOLAHAN DATA STATISTIK


Untuk mencari nilai dari parameter delay spread maka terlebih
dahulu harus diketahui nilai dari PDP (Power Delay Profile). PDP
merupakan daya terima per satuan waktu dengan excess delay
tergantung pada panjang respon impuls rata-rata. Untuk pangolahan
pada tahap ini data yang digunakan adalah data pada posisi penerima A
terhadap 4 pemancar (A1, A2, A3, A4). Dari masing – masing pemancar
dapat dicari nilai PDP-nya dengan menggunakan rumus :
2
PDPτ = h(τ ) (4.8)
ss
Dengan rumus diatas maka dapat dicari nilai PDP untuk tiap pemancar
untuk ss = 8. Dari nilai PDP tersebut maka data akan ditreshold -40 dB,
dari sini nilai nilai maksimum delay untuk masing masing pemancar
dapat dicari. Berikut adalah PDP ang dihasilkan untuk masing – masing
pemancar :

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 4.9 PDP untuk posisi penerima A terhadap masing – masing


pemancar, (a) Posisi pemacar 1, (b) Posisi pemancar 2, (c) Posisi
pemancar 3, (d) Posisi pemancar 4
39

Dari nilai PDP tersebut dapat dicari nilai dari parameter delay
spread untuk masing pemancar. Berikut adalah contoh untuk data A1 :
• Maksimum Excess Delay
Nilai maksimum excess delay dapat dicari manggunkan
rumus (2.6). Dari gambar 4.8 diperoleh nilai τakhir = 30 ns dan
nilai τawal = 5 ns. Maka nilai maksimum excess delay yang
dihasilkan adalah sebagai berikut :
Maksimum Excess Delay = τakhir - τawal = 30 -5 = 25 nS

• Mean Excess Delay


Untuk nilai mean excess delay dapat dicari menggunakan
rumus (2.7).
N
∑ τ k P(τ k )
Mean excess delay = k =1 =
A
N B
∑ P(τ k )
k =1

A={(5x6,2317)+(10x1,0773)+(15x0,25194)+(20x0,24905)+
(25x0,14304)+(30x0,079576)}x10-9
= 5,67 x 10-17
B ={6,2317+1,0773+0,25194+0,24905+0,14304+
0,079576)}x10-9
= 8,03 x 10-9

5,67 × 10 −17
Mean Excess Delay = = 7,05 ns.
8,03 × 10 −9

• RMS Delay Spread


Sementara untuk mencari nilai RMS delay Spread rumus
yang digunakan adalah (2.8).
1/ 2


N
( 2
∑ τ k − τ P(τ k ) ) ⎤

RMS delay spread = στ = ⎢ k =1 ⎥
⎢ N ⎥
⎢ ∑ P (τ k ) ⎥
⎣ k =1 ⎦
1/ 2
⎡ A ⎤
= ⎢ ⎥
⎣ B ⎦
40

A={((5-7,05)2x6,2317)+((10-7,05)2x1,0773)+((15-7,05)2x
0,25194) + ((20-7,05)2x0,24905) + ((25-7,05)2x
0,14304) + ((30-7,05)2x0,079576)}x10-18
= 1,81x 10-25
B ={6,2317+1,0773+0,25194+0,24905+0,14304+
0,079576)}x10-9
= 8,03 x 10-9

1,81× 10 −25
RMS Delay Spread = = 4,75 ns
8,03 × 10 −9
Untuk posisi penerima A nilai ketiga pemancar diatas dan jarak link
propagasi adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1 Nilai parameter delay spread untuk posisi A

Posisi Pemancar
Parameter Delay Spread
1 2 3 4
Jarak (m) 8,5508 5,5508 17,551 15,975
Maksimum Excess Delay (ns) 25 110 45 50
Mean Excess Delay (ns) 7,0531 24,724 10,808 11,864
RMS Delay Spread (ns) 4,7502 24,114 9,4426 11,328

Sementara untuk hasil pada posisi penerima yang lain terdapat pada
lampiran.
Dari data pada bagian ini jarak link propagasi mempengaruhi
besar maksimum delay yang dihasilkan, keadaan ini bila dilihat secara
SISO artinya bila dilihat tiap pemancar terhadap posisi penerima.
Misalkan pada pemancar 1, pada posisi A dengan jarak 8,5508 m akan
mengalami delay sebesar 25 ns sementara pada posisi W dengan jarak
16,051 m akan mengalami delay sebesar 60 ns. Dari sini dapat dikatakan
bahwa pada sistem SISO semakin jauh jarak antara penerima dan
pemancar maka delay yang dihasilkan akan semakin lama.
Namun dengan sistem D-MIMO setiap posisi penerima akan
dijangkau oleh 4 pemancar secara bersama – sama, sehingga setiap
penerima akan mendapatkan nilai maksimum delay yang kecil dari
sebuah pemancar dari keempat pemancar yang digunakan diposisi
manapun dalam ruangan. Misalkan pada titik A akan memiliki delay
41

yang kecil terhadap pemancar A dengan jarak 8,5508 m. Sementara


untuk titik P memiliki maksimum delay yang kecil terhadap pemancar 3
dengan jarak 10,051 m dan pada titik V memiliki maksimum delay yang
kecil terhadap pemancar 4 dengan jarak 3,975 m. Dari kondisi diatas
nampak bahwa untuk sistem D-MIMO dengan kondisi ruang dan posisi
antena pada tiap sudut, bisa menjangkau semua posisi penerima dengan
dengan delay propagasi yang rendah.
Masih dengan data yang ada untuk kondisi penerima diposisi A,
dapat pula dihasilkan PDP terhadap semua pemacar dengan
menggunakan rumus (4.8) dengan nilai ss = 32. Nilai parameter delay
spread yang lain juga dapat dihasilkan dengan menggunkan rumus yang
sama dan cara yang sama seperti data pada A1. Nilai PDP yang
dihasilkan merupakan nilai rata – rata dari 32 respon impuls dari tiap
posisi pemancar terhadap satu posisi penerima. Grafik PDP untuk titik A
dan nilai parameter delay spread dapat digambarkan pada Gambar 4.10.

Gambar 4.10 Gambar PDP untuk posisi penerima A

Untuk posisi penerima yang lain, nilai parameter – parameter delay


spread dapat dilihat pada Tabel 4.2.
42

Tabel 4.2 Nilai parameter delay spread untuk semua titik penerima

Posisi Maksimum Mean Delay RMS Delay


Penerima Delay (ns) (ns) Spread (ns)
A 65 15,31 14,787
B 75 20,618 22,805
C 30 9,2476 8,2484
D 130 39,555 26,706
E 85 17,73 19,759
F 75 26,659 22,611
G 80 19,529 22,521
H 95 26,66 22,471
I 100 23,361 22,543
J 80 21,06 21,011
K 80 22,134 22,237
L 90 26,077 22,538
M 65 17,837 19,789
N 105 33,82 24,534
O 105 27,814 27,22
P 95 27,222 26,686
Q 85 25,787 26,672
R 70 22,779 22,459
S 65 15,357 19,056
T 85 19,949 18,778
U 45 11,438 9,8237
V 45 12,673 8,7608
W 65 10,612 12,102
X 80 17,422 19,088

Dari data diatas dapat dipelajari bahawa untuk titik – titik yang
berada pada tengah ruang akan memiliki rata – rata nilai maksimum
delay yang lebih besar bila dibandingkan dengan posisi penerima yang
berada pada tepi ruang atau yang dekat dengan pemancar. Misalkan
pada posisi A dan posisi P yang berada ditengah ruang. Nilai maksimum
delay yang dihasilkan lebih besar pada posisi P daripada posisi A.
43

Dengan nilai PDP yang ada untuk masing – masing penerima


dapat dicari nilai PDP untuk seluruh ruang dan nilai parameter delay
spread untuk seluruh ruang juga dapat dicari dengan rumus (4.8) dengan
ss = 768. Berikut adalah grafik dari PDP untuk satu ruang pengukuran :

Gambar 4.11 Gambar PDP untuk ruang laboratorium Mikrowave

Dari gambar diatas dapat dilihat nilai RMS delay spread untuk
satu ruang pengukuran yaitu 20,7035 ns. Dari nilai ini maka dapat dicari
nilai periode simbol yang harus dikirimkan agar tidak terjadi ISI. Untuk
kondisi pengukuran ini dimana frekuensi kerja yang digunakan tetap
maka nilai periode simbol (Ts) yang digunakan harus lebih besar
daripada 10στ sehingga penggunaan simbol rate harus lebih kecil
daripada 1/Ts. Sehingga bila στ dari data pengukuran untuk ruangan
laboratorium Mikrowave adalah 20,7035 ns maka penggunaan simbol
rate transmisi dapat dihitung sebagai berikut :
Jika : στ = 20,7035 ns
Maka :
Ts ≥ 10 στ
Ts ≥ 10 x 20,7035x10-9
Ts ≥ 20,7035x10-8
44

Dengan nilai Ts = 20,7035x10-8 maka besar laju simbol rate maksimum


adalah :
1
Laju simbol rate ≤
Ts
1

20,7035x10 −8
≤ 4,83 Mbps
Jadi untuk pengiriman simbol yang digunakan untuk menghindari
terjadinya ISI untuk ruangan seperti laboratorium Mikrowave dengan
menggunakan sistem D-MIMO harus lebih kecil daripada 4,83 Mbps.

4.5 HASIL TAMPILAN DENGAN GUI


Berikut adalah tampilan gui yang dihasilkan dari program GUI
yang telah dibuat. Data yang ditampilkan adalah data yang terletak pada
posisi penerima dititik A.

Gambar 4.12 Tampilan pertama

Gambar 4.13 Tampilan menu utama


45

Gambar 4.14 Tampilan grafik untuk plot fungsi transfer |H(f)|


linier pada domain frekuensi

Gambar 4.15 Tampilan grafik untuk plot fungsi transfer |H(f)|


dalam dB pada domain frekuensi

Gambar 4.16 Tampilan grafik untuk plot phase pada domain


frekuensi
46

Gambar 4.17 Tampilan untuk plot window hamming dalam


domain waktu

Gambar 4.18 Tampilan grafik untuk plot hasil perkalian fungsi


transfer |H(f)| liner dengan window Hamming

Gambar 4.19 Tampilan grafik untuk plot respon impuls liner


pada domain waktu
47

Gambar 4.20 Tampilan grafik untuk plot respon impuls liner


ternormalisasi pada domain waktu

Gambar 4.21 Tampilan grafik untuk plot respon impuls dalam dB


pada domain waktu

Gambar 4.22 Tampilan grafik untuk plot respon impuls dalam dB


ternormalisasi pada domain waktu
48

Gambar 4.23 Tampilan grafik untuk plot respon impuls dalam dB


ysng sudah ditreshold pada domain waktu

Gambar 4.24 Tampilan grafik hasil proses binning

Gambar 4.25 Tampilan grafik PDP satu posisi


penerima terhadap tiap posisi pemancar.
49

Gambar 4.26 Tampilan grafik PDP untuk tiap posisi penerima


terhadap semua pemancar
50

----- Halaman ini sengaja dikosongkan -----


BAB V
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengukuran, pengolahan data dan analisa data
pada tugas akhir ini maka dapat disimpulkan beberapa hal yaitu :
1. Dalam sistem D-MIMO didalam ruang dengan kondisi
NLOS dengan 4 pemancar disetiap sudut ruangan, dapat
menjangkau seluruh posisi penerima dalam ruangan dengan
nilai maksimum delay yang kecil.
2. Besar laju transmisi symbol rate yang harus digunakan agar
tidak terjadi ISI untuk transmisi data menggunakan sistem D-
MIMO di ruang laboratorium Mikrowave harus lebih kecil
daripada 4,83 Mbps.

5.2 SARAN
Ada beberapa saran untuk pengembangan tugas akhir ini
diantaranya adalah :
1. Pengukuran digunakan untuk kondisi pemacar dan penerima
tidak dalam satu lokasi ruang.
2. Pengukuran menggunakan konfigurasi antena array yang
berbeda dan dengan frekuensi kerja yang berbeda.

51
52

----- Halaman ini sengaja dikosongkan -----


DAFTAR PUSTAKA

[1] Michael A. Jensen and Jon W. Wallace, “A Review of Antennas


and Propagation for MIMOWireless Communications”.
[2] Nur Adi Siswandari, “Analisa Korelasi Spatial Propagasi Kanal
Radio 1,7 GHz Dalam Ruang Menggunakan Antena Array Planar
Sintesis”, Journal IES, 2003.
[3] Nur Adi S, Gamantyo H, “Analisa Propagasi Kanal Radio Dalam
Gedung Pada Frekuensi 1,7 GHz”, SEE 2003, UAD-Yogyakarta,
Oktober 2003.
[4] Nashrudin Ismail, “Kanal Rayleigh Fading pada Komunikasi
CDMA”, Elektro Indonesia, Maret 1998.
[5] Rapaport Theodore S., Wireless Communication – Principle &
Practice, IEEE Press, pp 71-131, 1996.
[6] Refaat Yousef Al Ashi, Ahmed Al Ameri, ”Introduction to
Graphical User Interface (GUI) MATLAB 6.5”, UAE
University.College Of Engineering.Electrical Engineering
Department.IEEE UAEU Student Branch.
[7] Simon R. Saunders, “Antenna and propagation for wireless
communication systems”, John Wiley & Sons Ltd, England,
August 2004.

53
54

----- Halaman ini sengaja dikosongkan -----


LAMPIRAN A
DATA HASIL PENGOLAHAN DATA

A.1 Tabel jarak link propagasi terhadap semua posisi pemancar

Posisi Jarak (m)


Penerima Tx 1 Tx 2 Tx 3 Tx 4
A 8,5508 5,5508 17,551 15,975
B 10,051 5,5508 16,051 17,475
C 8,5508 7,0508 16,051 15,975
D 13,051 4,0508 17,551 12,975
E 7,0508 8,5508 11,551 12,975
F 9,9144 8,5508 11,551 12,975
G 9,9144 7,0508 13,051 12,975
H 11,414 7,0508 13,051 11,475
I 14,414 7,0508 13,051 9,975
J 14,414 10,051 11,551 8,475
K 15,914 8,5508 11,551 8,475
L 11,414 8,5508 11,551 11,475
M 11,414 10,051 10,051 11,475
N 8,5508 11,414 10,051 11,475
O 14,414 12,914 10,051 6,975
P 12,914 11,414 10,051 8,475
Q 11,551 14,414 8,5508 8,475
R 11,551 12,914 8,5508 8,475
S 11,551 12,914 8,5508 6,975
T 14,551 12,914 10,051 5,475
U 14,551 14,414 8,5508 5,475
V 16,051 15,914 8,5508 3,975
W 16,051 17,414 4,0508 6,975
X 16,051 17,414 5,5508 3,975

55
56

A.2 Tabel parameter delay spread untuk setiap posisi penerima terhadap
setiap posisi pemancar.

Parameter Posisi Posisi Pemancar


Delay Spread Penerima 1 2 3 4
A 25 110 45 50
B 10 100 95 75
C 20 60 60 60
D 40 40 60 75
E 50 40 50 75
F 35 10 60 85
G 90 10 65 115
H 95 30 55 110
I 85 50 50 80
J 30 25 30 95
K 50 65 65 90
Maksimum
L 35 30 60 75
Excess Delay
(ns) M 10 15 55 105
N 75 70 85 70
O 20 90 70 70
P 55 40 15 95
Q 25 20 55 90
R 85 20 30 90
S 50 35 30 110
T 70 105 90 40
U 70 105 90 40
V 50 130 45 35
W 65 30 25 105
X 60 40 90 35
Mean Excess A 7,0531 24,724 10,808 11,864
Delay (ns) B 5,5988 26,267 25,158 15,314
C 6,5397 20,563 15,518 15,533
D 12,299 10,759 14,096 24,937
E 12,078 9,0643 11,078 20,57
F 9,4272 5,7389 18,34 27,724
57

G 23,707 5,8165 26,544 27,765


H 21,095 8,6818 19,032 27,754
I 18,383 10,006 12,945 19,725
J 7,3598 6,58 11,735 26,828
K 11,922 16,184 16,424 23,68
L 9,9287 7,4065 16,858 17,406
M 6,5574 6,7224 11,956 26,178
N 18,374 16,955 23,797 12,803
O 8,5093 24,033 15,058 16,837
P 11,77 8,4938 5,8044 24,558
Q 7,018 6,1994 9,8517 26,226
R 26,052 7,3989 7,2621 16,076
S 12,503 8,3232 6,9757 26,823
T 17,512 24,184 20,596 12,717
U 17,512 24,184 20,596 12,717
V 11,908 29,556 13,984 9,1937
W 25,639 8,686 7,6987 26,106
X 12,697 10,328 19,616 8,6552
RMS Delay A 4,7502 24,114 9,4426 11,328
Spread B 1,8437 24,94 22,848 15,761
(ns) C 3,3432 14,67 15,139 13,195
D 9,0505 8,7139 14,249 19,676
E 10,642 8,3838 12,302 17,388
F 5,9457 2,2879 17,668 18,305
G 24,9 2,1463 19,252 22,829
H 19,464 5,7506 15,327 24,3
I 19,271 8,8886 11,55 19,212
J 6,089 4,4719 7,8973 24,249
K 11,816 16,169 17,927 25,01
L 6,6621 4,7691 15,539 18,619
M 2,6526 3,0952 13,763 23,477
N 20,154 18,259 23,398 15,049
O 4,8051 20,324 15,956 16,157
P 13,634 8,51 2,6871 23,116
Q 4,7505 3,2902 11,567 27,482
58

R 21,171 3,228 5,5502 20,76


S 13,292 7,6522 5,4688 23,632
T 12,082 22,068 21,198 9,0233
U 12,082 22,068 21,198 9,0233
V 8,6536 24,393 8,84 6,9389
W 18,496 5,6439 4,2117 19,694
X 11,894 8,6761 20,914 6,1195
LAMPIRAN B
LISTING PROGRAM MATLAB GUI

9 Program tampilan pertama :


%nama file : Tugasakhir.m
function varargout = Tugasakhir(varargin)
gui_Singleton = 1;
gui_State = struct('gui_Name', mfilename, ...
'gui_Singleton', gui_Singleton, ...
'gui_OpeningFcn', @Tugasakhir_OpeningFcn, ...
'gui_OutputFcn', @Tugasakhir_OutputFcn, ...
'gui_LayoutFcn', [] , ...
'gui_Callback', []);
if nargin & isstr(varargin{1})
gui_State.gui_Callback = str2func(varargin{1});
end

if nargout
[varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});
else
gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});
end
function Tugasakhir_OpeningFcn(hObject, eventdata, handles, varargin)
handles.output = hObject;
guidata(hObject, handles);
set(handles.figure1,'WindowStyle','modal')

function varargout = Tugasakhir_OutputFcn(hObject, eventdata,


handles)
varargout{1} = handles.output;
gbr=imread('gambar/logo baru.jpg','jpg');
axis off;
imshow(gbr);
t = timer('StartDelay',4,'TimerFcn','close');
start(t);
wait(t);
Tugasakhir1(handles);

59
60

9 Program menu utama


%program Tugasakhir1.m
function varargout = Tugasakhir1(varargin)
gui_Singleton = 1;
gui_State = struct('gui_Name', mfilename, ...
'gui_Singleton', gui_Singleton, ...
'gui_OpeningFcn', @Tugasakhir1_OpeningFcn, ...
'gui_OutputFcn', @Tugasakhir1_OutputFcn, ...
'gui_LayoutFcn', [] , ...
'gui_Callback', []);
if nargin & isstr(varargin{1})
gui_State.gui_Callback = str2func(varargin{1});
end
if nargout
[varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});
else
gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});
end

function Tugasakhir1_OpeningFcn(hObject, eventdata, handles,


varargin)
handles.output = hObject;
guidata(hObject, handles);
guidata(hObject, handles);
FigPos=get(0,'DefaultFigurePosition');
OldUnits = get(hObject, 'Units');
set(hObject, 'Units', 'pixels');
OldPos = get(hObject,'Position');
FigWidth = OldPos(3);
FigHeight = OldPos(4);
if isempty(gcbf)
ScreenUnits=get(0,'Units');
set(0,'Units','pixels');
ScreenSize=get(0,'ScreenSize');
set(0,'Units',ScreenUnits);
FigPos(1)=1/2*(ScreenSize(3)-FigWidth);
FigPos(2)=2/3*(ScreenSize(4)-FigHeight);
else
GCBFOldUnits = get(gcbf,'Units');
set(gcbf,'Units','pixels');
61

GCBFPos = get(gcbf,'Position');
set(gcbf,'Units',GCBFOldUnits);
FigPos(1:2) = [(GCBFPos(1) + GCBFPos(3) / 2) - FigWidth / 2, ...
(GCBFPos(2) + GCBFPos(4) / 2) - FigHeight / 2];
end
FigPos(3:4)=[FigWidth FigHeight];
set(hObject, 'Position', FigPos);
set(hObject, 'Units', OldUnits);

function varargout = Tugasakhir1_OutputFcn(hObject, eventdata,


handles)
varargout{1} = handles.output;

function tipe_CreateFcn(hObject, eventdata, handles)

if ispc
set(hObject,'BackgroundColor','white');
else

set(hObject,'BackgroundColor',get(0,'defaultUicontrolBackgroundColor'
));
end

function tipe_Callback(hObject, eventdata, handles)

function letak_CreateFcn(hObject, eventdata, handles)


if ispc
set(hObject,'BackgroundColor','white');
else

set(hObject,'BackgroundColor',get(0,'defaultUicontrolBackgroundColor'
));
end

function letak_Callback(hObject, eventdata, handles)

function file_Callback(hObject, eventdata, handles)

function file_open_Callback(hObject, eventdata, handles)


dname = uigetdir('start_path','dialog_title');
62

handles.nama_directory = dname; %cara melewatkan data melalui


handles structure
guidata(hObject,handles);
set(handles.letak, 'String',
{'A','B','C','D','E','F','G','H','I','J','K','L','M','N','O','P','Q','R','S','T','U','V','
W','X'});
set(handles.text4,'String',dname);
set(handles.tipe, 'String', {'Magnitudo (dB)','Phase','Fungsi Transfer
|H(f)| Linier','Window','Fungsi Transfer |H(f)| estimasi','Impulse Respon
(Linier)','Impulse Respon (Normalised)','Impulse Respon (dB)','Impulse
Respon (dB & Normalised)','Impulse Respon
(Tresholded)','Binning','PDP untuk tiap pemancar','PDP terhadap semua
pemancar'});

function file_close_Callback(hObject, eventdata, handles)


close all;

function Cgrid_Callback(hObject, eventdata, handles)

function view_Callback(hObject, eventdata, handles)

function view_set_Callback(hObject, eventdata, handles)


pos_size = get(handles.utama,'Position');
user_response = mdlsetup('Title','Gambar Pengukuran');

function help_Callback(hObject, eventdata, handles)

function help_pros_Callback(hObject, eventdata, handles)


pos_size = get(handles.utama,'Position');
user_response = mdlhow('Title','Prosedur');

function help_ket_Callback(hObject, eventdata, handles)


keterangan;

function pushbutton1_Callback(hObject, eventdata, handles)


direcnam=num2str(handles.nama_directory);
f=2e8;
tn=1:401;
time=tn./f;
posr=num2str(get(handles.letak,'value'));
63

for m=1:4,
post=num2str(m);

[in,tp1,tpertama,freq,mag,pha,time,wnd,maglin,wmag,hmifft,hifftnorn,h
ifftlog,hifftlogn,jrak,tres,kpas,maksdlay,meandelay,rmsdelay,spas]=hitu
ng1(direcnam,posr,post);
data1(:,m)=mag(:,in); %data magnitudo murni hasil pengukuran
data2(:,m)=tpertama; %data delay
data3(:,m)=pha(:,in); %data nilai phase yang digunakan
data4(:,m)=maglin(:,in); %data nilai magnitudo linier
data5(:,m)=hmifft(:,in); %data nilai hasil dari ifft magnitudo
data6(:,m)=hifftnorn(:,in); %data hasil ifft yang sudah
dinormalisasi
data7(:,m)=hifftlog(:,in); %data magnitudo dalam bentuk DB
data8(:,m)=hifftlogn(:,in); %data magnitudo dalam DB yang
ternormalisasi
data9(:,m)=jrak; %jarak yang didapatkan
data10(:,m)=wmag(:,in);
data11(:,m)=tres(:,in);
data12(:,m)=spas(:,1);
data16(:,m)=kpas(:,1); %data pdp tuk tiap pemancar
data17(:,m)=maksdlay;
data18(:,m)=meandelay;
data19(:,m)=rmsdelay;
data20(:,m)=tp1;
end
[data12,data13,data14,data15,tp]=hitung2(data12,time);
posrn=get(handles.letak,'string');
ntitlen =get(handles.tipe,'string');
ntitle = get(handles.tipe, 'Value');
cr=0;
if (get(handles.Cgrid,'Value') == get(handles.Cgrid,'Max'))
cr=1;
else
cr=0;
end
save('lokasi','direcnam');
nama=[direcnam '\data'];
64

save(nama,'data20','data1','data16','data17','data18','data19','data2','data3'
,'data4','data5','data6','data7','data8','data9','data10','data11','posrn','posr','
ntitle','ntitlen','freq','cr','wnd','time','data12','data13','data14','data15','tp');
Gambarkan(handles);

Program hitung1.m
%nama file : hitung1.m
function
[index,tp1,tpertama,freq,mag,pha,time,window,maglin,wmag,hmifft,hiff
tnorn,hifftlog,hifftlogn,jrak,tres,kpas,maksdlay,meandelay,rmsdelay,spa
s]=hitung1(letak,psr,pst)
var='N';
ext='S21.txt';
f=2e8;
tn=1:401;
time=tn./f;
kch=3e8;
lamda=kch/1.7e9;
z=1;
for j=1:2,
apemancar=num2str(j);
for k=1:4,
apenerima=num2str(k);
nama=[letak '\' var psr pst apemancar apenerima ext];
a(:,:,z)=load(nama);
z=z+1;
end
end
freq(:,1)=a(:,1,1);
for j=1:8, %penyusunan matrik magnitudo untuk setiap pojok Tx
mag(:,j)=a(:,2,j);
end
n=length(mag);
for j=1:8, %penyusunan matrik phase untuk setiap pojok Tx
pha(:,j)=a(:,3,j);
end
pst1=str2num(pst);
psr1=str2num(psr);
switch pst1
case 1
65

if ((psr1 >= 6 & psr1 <=13) | psr1==15 | psr1==16)


kbl=27;
else
kbl=18;
end
case 2
if ((psr1 >= 1) & (psr1 <= 13))
kbl=18;
else
kbl=27;
end
case 3
kbl=18;
case 4
kbl=23;
end
%==========perhitungan IFFT======================
window=hamming(401); %Mulai untuk mencari nilai hamming
for k=1:8;
wind(:,k)=window(:,1);
end
antlogmag=10.^(mag./20);
maglin = antlogmag.*exp(i*pha*(pi/180)); %proses melinierkan
wmag=maglin.*wind;
hmifft=ifft2(wmag,n,8); %proses untuk IFFT magnitudo
for m=1:8;
maksi=max(abs(hmifft(:,m)));
hifftnorn(:,m)=(abs(hmifft(:,m)))./maksi;
hifftlog=20*log10(abs(hmifft)); %merubah ke bentuk log
maks=max(hifftlog(:,m));
ind(m,1)=maks;
hifftlogn(:,m)=(hifftlog(:,m))-maks; %magnitudo hasil IFFT dalam
dB
end
%======cari nilai delay terkecil dan range delay dari path========
for i=1:401;
for j=1:8;
[baris,kolom]= find(hifftlogn==0);
kbaris=baris';
b=sort(baris');
66

dmin=b(:,1); %yang terbesar mag pada b


tpertama=time(dmin); %delaykabel terukur yang nilai mabdb
terbesar
del(j,1)=time(baris(j,1));
end
end
x=tpertama-(kbl/(0.66*kch));
jrak=(x*kch)-lamda; %jarak pada saat delay terkecil
baris=sort(baris);
tt=tpertama;
if jrak <= 0
for p=1:8,
tpertama=time(baris(p,1));
if (tpertama==tt)
continue;
else
x=tpertama-(kbl/(0.66*kch));
jrak=(x*kch)-lamda;
dmin=baris(p,1);
end
break;
end
end
[a1,a2]=find(del==tpertama);
index=min(a1);
for m=1:8
for p=1:401, %cara sederhana untuk treshold
if (abs(hifftlogn(p,m)) >= 40)
tres(p,m)=-40;
else
tres(p,m) = (hifftlogn(p,m));
end
end
end %bentuk liner untuk diplot

c=0; %mulai pdp


kmw=(abs(hmifft)).^2; %kmw=kumpulan magnitud domain waktu yg
dikuadratkan
kmwdB=20*log10(kmw);
for i=1:401,
67

x=0;
for j=1:8,
x=x+kmw(i,j);
end
rtakmw(i)=x/8;
end
spas=rtakmw'; %nilai rata impuls
spasdb=20*log10(spas);
spasdbn=spasdb-(max(spasdb));
for i=1:401; %tertreshold -40dB
if spasdbn(i,1)>=-40;
spast(i,1)=spasdbn(i,1);
else
spast(i,1)=-40;
end
end
for j=1:401
kpas(j,1)=-40;
end
[a1,a2]=find(spast==0);
for j=a1:401
if spast(j,:)~=-40 || spast(j,:)==0;
kpas(j,:)=spast(j,:);
else
break;
end
end
tawl=a1;
[a3,a4]=find(kpas~=-40);
takhr=max(a3);
r=0;
for q=tawl:takhr;
r=r+1; %tuk set r nilai awal matrik ke posisi 1
tmes(r)=time(r);
kmwsmt(r)=spas(q);
end
tp1=time(tawl);
[a b]=size(tmes);
maksdlay=(tmes(b)-tmes(a))*1e9; %nilai maksimum delay
68

rkmwsmt=mean(kmwsmt); %rkmwsmt=rata2 dari nilai kumpulam


magnitud waktu smtara
rwkm=mean((tmes.*kmwsmt)); %rwkm=hasil perkalian magnitu smt
dengan waktu
meandelay=rwkm/rkmwsmt;
sa=mean(((tmes-meandelay).^2).*kmwsmt);
rmsdelay=(sqrt(sa./rkmwsmt));

Program hitung2.m
%nama file : hitung.m
function [kpas,maksdlay,meandelay,rmsdelay,tp]=hitung2(pas,time);
for i=1:401,
x=0;
for j=1:4,
x=x+pas(i,j);
end
spas(i,1)=x/4;
end
spasdb=20*log10(spas);
spasdbn=spasdb-(max(spasdb));
for i=1:401; %tertreshold -40dB
if spasdbn(i,1)>=-40;
spast(i,1)=spasdbn(i,1);
else
spast(i,1)=-40;
end
end
for j=1:401
kpas(j,1)=-40;
end
[a1,a2]=find(spast==0);
for j=a1:401
if spast(j,:)~=-40 || spast(j,:)==0;
kpas(j,:)=spast(j,:);
else
break;
end
end
tawl=a1;
[a3,a4]=find(kpas~=-40);
69

takhr=max(a3);
r=0;
for q=tawl:takhr;
r=r+1; %tuk set r nilai awal matrik ke posisi 1
tmes(r)=time(r);
kmwsmt(r)=spas(q);
end

[a b]=size(tmes);
maksdlay=(tmes(b)-tmes(a))*1e9; %nilai maksimum delay
rkmwsmt=mean(kmwsmt); %rkmwsmt=rata2 dari nilai kumpulam
magnitud waktu smtara
rwkm=mean((tmes.*kmwsmt)); %rwkm=hasil perkalian magnitu smt
dengan waktu
meandelay=(rwkm/rkmwsmt);
sa=mean(((tmes-meandelay).^2).*kmwsmt);
rmsdelay=(sqrt(sa./rkmwsmt));
tp=time(tawl);

9 Program untuk plot grafik


%program Gambarkan.m
function varargout = Gambarkan(varargin)
gui_Singleton = 1;
gui_State = struct('gui_Name', mfilename, ...
'gui_Singleton', gui_Singleton, ...
'gui_OpeningFcn', @Gambarkan_OpeningFcn, ...
'gui_OutputFcn', @Gambarkan_OutputFcn, ...
'gui_LayoutFcn', [] , ...
'gui_Callback', []);
if nargin & isstr(varargin{1})
gui_State.gui_Callback = str2func(varargin{1});
end
if nargout
[varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});
else
gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});
end

function Gambarkan_OpeningFcn(hObject, eventdata, handles,


varargin)
70

handles.output = hObject;
guidata(hObject, handles);

function varargout = Gambarkan_OutputFcn(hObject, eventdata,


handles)
varargout{1} = handles.output;
lok=load('lokasi');
data=load([lok.direcnam '\data']);
switch data.ntitle
case 1 %magnitudo hasil pengukran
namatas(data,handles);
for n=1:4,
subplot(2,2,n);
plot(data.freq,(data.data1(:,n)));
cekgrid(data.cr,handles);
title(['Posisi Pemancar ' num2str(n)]);
ylabel('Magnitudo (dB)');
xlabel('Frekuensi (MHz)');
end
case 2 %phase
namatas(data,handles);
for n=1:4,
subplot(2,2,n);
plot(data.freq,abs(data.data3(:,n)));
cekgrid(data.cr,handles);
title(['Posisi Pemancar ' num2str(n)]);
ylabel('Phase');
xlabel('Frekuensi (MHz)');
end
case 3 %H(f) linier
namatas(data,handles);
for n=1:4,
subplot(2,2,n);
plot(data.freq,abs(data.data4(:,n)));
cekgrid(data.cr,handles);
title(['Posisi Pemancar ' num2str(n)]);
ylabel('Amplitudo (v)');
xlabel('Frekuensi (MHz)');
end
case 4 %window fre,waktu
71

subplot(1,2,1);
plot(data.freq,data.wnd);
cekgrid(data.cr,handles);
set(handles.gambar,'name','Grafik window Hamming');
title('Domain Frekuensi');
ylabel('Amplitudo Normalisasi');
xlabel('Frekuensi (MHz)');
[y,norm]=windo;
subplot(1,2,2);
plot(y,norm);
axis([-25 25 -60 0]);
cekgrid(data.cr,handles);
title('Domain Waktu');
xlabel('Time(ns)');
ylabel('Amplitudo (dB)');
case 5 %H(f)estimasi
namatas(data,handles);
for n=1:4,
subplot(2,2,n);
plot(data.freq,abs(data.data10(:,n)));
cekgrid(data.cr,handles);
title(['Posisi Pemancar ' num2str(n)]);
ylabel('Amplitudo (v)');
xlabel('Frekuensi (MHz)');
end
case 6 %impulse liner
namatas(data,handles);
for n=1:4,
subplot(2,2,n);
plot(data.time*1e9,abs(data.data5(:,n)));
cekgrid(data.cr,handles);
axis tight;
title(['Posisi Pemancar ' num2str(n)]);
ylabel('Amplitudo (V)');
xlabel('Excess Delay (ns)');
end
case 7 %impulse normalisasi
namatas(data,handles);
for n=1:4,
x1=data.data2(:,n);
72

timeq=data.time-x1;
subplot(2,2,n);
plot(timeq*1e9,data.data6(:,n));hold on;
plot(data.time*1e9,data.data6(:,n),':r');
legend('sesudah kalibrasi','sebelum kalibrasi');
cekgrid(data.cr,handles);
axis([-100 500 0 1]);
title(['Posisi Pemancar ' num2str(n)]);
ylabel('Amplitudo Normalisasi');
xlabel('Excess Delay (ns)');
end
case 8 %impulse (dB)
namatas(data,handles);
for n=1:4,
subplot(2,2,n);
plot(data.time*1e9,data.data7(:,n));
cekgrid(data.cr,handles);
axis tight;
title(['Posisi Pemancar ' num2str(n)]);
ylabel('Amplitudo (dB)');
xlabel('Excess Delay (ns)');
end
case 9 %impulse (dB normalisasi)
namatas(data,handles);
for n=1:4,
x1=data.data2(:,n);
timeq=data.time-x1;
subplot(2,2,n);
plot(timeq*1e9,data.data8(:,n));hold on;
plot(data.time*1e9,data.data8(:,n),':r');
legend('sesudah kalibrasi','sebelum kalibrasi');
axis([-100 500 -40 0]);
cekgrid(data.cr,handles);
title(['Posisi Pemancar ' num2str(n)]);
ylabel('Amplitudo Normalisasi ');
xlabel('Waktu (s)');
end
case 10 %treshold
namatas(data,handles);
for n=1:4,
73

x1=data.data2(:,n);
timeq=data.time-x1;
[tout,dout,tout1,dout1]=hitung6(data.data11(:,n),timeq);
subplot(2,2,n);
plot(tout*1e9,dout);hold on;
stairs((tout-2.5e-9)*1e9,dout,':r');hold on;
axis([-100 500 -40 0]);
cekgrid(data.cr,handles);
title(['Posisi Pemancar ' num2str(n)]);
ylabel('Amplitudo (dB) ');
xlabel('Excess Delay (ns)');
end
case 11 %binning
namatas(data,handles);
for n=1:4,
x1=data.data2(:,n);
timeq=data.time-x1;
[tout,dout,tout1,dout1]=hitung6(data.data11(:,n),timeq);
subplot(2,2,n);
stem(tout1*1e9,dout1);
axis([-10 400 0 1]);
cekgrid(data.cr,handles);
title(['Posisi Pemancar ' num2str(n)]);
ylabel('Amplitudo (dB) ');
xlabel('Excess Delay (ns)');
end
case 12 %PDP tiap pemancar
namatas(data,handles);
for n=1:4,
subplot(2,2,n)
plot((data.time-data.data20(:,n))*1e9,data.data16(:,n));
axis([-50 500 -40 0]);
cekgrid(data.cr,handles);
title(['Posisi Pemancar ' num2str(n)]);
xlabel('Excess Delay (ns)');
ylabel('Received Power (dB)');
text(100,-8,['Maximum Excess Delay =
',num2str(data.data17(:,n)) ' nS']);
hold on
text(100,-11,['Jarak = ',num2str(data.data9(:,n)) ' m']);
74

end
case 13 %PDP semua pemancar
namatas(data,handles);
subplot(1,1,1);
plot((data.time-data.tp)*1e9,data.data12);
axis([-50 500 -40 0]);
cekgrid(data.cr,handles);
xlabel('Excss delay (nS)');
ylabel('Recieved Power (db)');
text(250,-8,['Maximum Excess Delay = ',num2str(data.data13) '
nS']);
hold on
text(250,-11,['RMS Delay Spread = ',num2str(data.data15*1e9) '
nS']);
hold on;
end

function cekgrid(x,handles)
if (x==1)
grid on
else
grid off
end

function namatas(data,handles)
n1=str2num(data.posr);
nn1=char(data.posrn(n1,1));
n2=data.ntitle;
nn2 = char(data.ntitlen(n2,1));
pesan=['Grafik ' nn2 ' pada posisi penerima ' nn1];
set(handles.gambar,'name',pesan);

function pushbutton1_Callback(hObject, eventdata, handles)


close

Program hitung6.m
%program hitung6.m
function [tout,dout,tout1,dout1]=hitung6(dinp,timeq)
for j=1:401
hala(j,1)=-40;
75

end
[a1,a2]=find(dinp==0);
for j=a1:401
if dinp(j,:)~=-40 || dinp(j,:)==0;
hala(j,:)=dinp(j,:);
else
break;
end
end
tawl=a1-1;
[a3,a4]=find(hala~=-40);
takhr=max(a3)+1;
r=0;
for q=tawl:takhr;
r=r+1; %tuk set r nilai awal matrik ke posisi 1
dout(r)=hala(q);
tout(r)=timeq(q);
end
tawl=a1;
[a3,a4]=find(hala~=-40);
takhr=max(a3);
r=0;
for q=tawl:takhr;
r=r+1; %tuk set r nilai awal matrik ke posisi 1
dout3(r)=hala(q);
tout1(r)=timeq(q);
end
dout1=10.^(dout3./20);

Program windo.m
%nama file : windo.m
function [y,norm]=wind
y=-256:1:255;
band1=2e8;
t2=(1/band1);
x=t2*y;
hamm=hamming(401);
hammt=ifft(hamm,512);
wt=ifftshift(hammt);
wt2=abs(wt);
76

h=20*(log10(wt2));
maxt=max(h);
norm=h-maxt;

9 Program untuk tampilan set up ruangan


%program mdlsetup.m
function varargout = mdlsetup(varargin)
gui_Singleton = 1;
gui_State = struct('gui_Name', mfilename, ...
'gui_Singleton', gui_Singleton, ...
'gui_OpeningFcn', @mdlsetup_OpeningFcn, ...
'gui_OutputFcn', @mdlsetup_OutputFcn, ...
'gui_LayoutFcn', [] , ...
'gui_Callback', []);
if nargin & isstr(varargin{1})
gui_State.gui_Callback = str2func(varargin{1});
end
if nargout
[varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});
else
gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});
end

function mdlsetup_OpeningFcn(hObject, eventdata, handles, varargin)


handles.output = hObject;
guidata(hObject, handles);
FigPos=get(0,'DefaultFigurePosition');
OldUnits = get(hObject, 'Units');
set(hObject, 'Units', 'pixels');
OldPos = get(hObject,'Position');
FigWidth = OldPos(3);
FigHeight = OldPos(4);
if isempty(gcbf)
ScreenUnits=get(0,'Units');
set(0,'Units','pixels');
ScreenSize=get(0,'ScreenSize');
set(0,'Units',ScreenUnits);
FigPos(1)=1/2*(ScreenSize(3)-FigWidth);
FigPos(2)=2/3*(ScreenSize(4)-FigHeight);
else
77

GCBFOldUnits = get(gcbf,'Units');
set(gcbf,'Units','pixels');
GCBFPos = get(gcbf,'Position');
set(gcbf,'Units',GCBFOldUnits);
FigPos(1:2) = [(GCBFPos(1) + GCBFPos(3) / 2) - FigWidth / 2, ...
(GCBFPos(2) + GCBFPos(4) / 2) - FigHeight / 2];
end
FigPos(3:4)=[FigWidth FigHeight];
set(hObject, 'Position', FigPos);
set(hObject, 'Units', OldUnits);

function varargout = mdlsetup_OutputFcn(hObject, eventdata, handles)


varargout{1} = handles.output;
handles.hala=1;
guidata(hObject,handles);
gam(handles);

function pushbutton1_Callback(hObject, eventdata, handles)


close;

function pushbutton2_Callback(hObject, eventdata, handles)


i=handles.hala;
i=i+1;
if i==7;
i=1;
end
handles.hala=i;
guidata(hObject,handles);
gam(handles);

function pushbutton3_Callback(hObject, eventdata, handles)


i=handles.hala;
i=i-1;
if i==0
i=6;
end
handles.hala=i;
guidata(hObject,handles);
gam(handles);
78

function gam(handles)
ket={'Komputer dan Network Analyzer' 'Antena Discone' 'Kabel
Koaksial' 'Set up Ruangan Laboratorium Mikrowave' 'Set up Antena
Pemancar' 'Set up Antena Penerima'};
i=handles.hala;
nam=char(ket(i));
a=mod(i,7);
nama=['gambar/gambar' num2str(i) '.jpg'];
gbr=imread(nama,'jpg');
axis off;
imshow(gbr);
set(handles.text1,'string',nam);

9 Program untuk menu help prosedur


%program mdlhow.m
function varargout = mdlhow(varargin)
gui_Singleton = 1;
gui_State = struct('gui_Name', mfilename, ...
'gui_Singleton', gui_Singleton, ...
'gui_OpeningFcn', @mdlhow_OpeningFcn, ...
'gui_OutputFcn', @mdlhow_OutputFcn, ...
'gui_LayoutFcn', [] , ...
'gui_Callback', []);
if nargin & isstr(varargin{1})
gui_State.gui_Callback = str2func(varargin{1});
end

if nargout
[varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});
else
gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});
end
function mdlhow_OpeningFcn(hObject, eventdata, handles, varargin)
handles.output = 'Yes';
guidata(hObject, handles);
if(nargin > 3)
for index = 1:2:(nargin-3),
if nargin-3==index break, end
switch lower(varargin{index})
case 'title'
79

set(hObject, 'Name', varargin{index+1});


case 'string'
set(handles.text1, 'String', varargin{index+1});
end
end
end
FigPos=get(0,'DefaultFigurePosition');
OldUnits = get(hObject, 'Units');
set(hObject, 'Units', 'pixels');
OldPos = get(hObject,'Position');
FigWidth = OldPos(3);
FigHeight = OldPos(4);
if isempty(gcbf)
ScreenUnits=get(0,'Units');
set(0,'Units','pixels');
ScreenSize=get(0,'ScreenSize');
set(0,'Units',ScreenUnits);
FigPos(1)=1/2*(ScreenSize(3)-FigWidth);
FigPos(2)=2/3*(ScreenSize(4)-FigHeight);
else
GCBFOldUnits = get(gcbf,'Units');
set(gcbf,'Units','pixels');
GCBFPos = get(gcbf,'Position');
set(gcbf,'Units',GCBFOldUnits);
FigPos(1:2) = [(GCBFPos(1) + GCBFPos(3) / 2) - FigWidth / 2, ...
(GCBFPos(2) + GCBFPos(4) / 2) - FigHeight / 2];
end
FigPos(3:4)=[FigWidth FigHeight];
set(hObject, 'Position', FigPos);
set(hObject, 'Units', OldUnits);
load dialogicons.mat
IconData=questIconData;
questIconMap(256,:) = get(handles.figure1, 'Color');
IconCMap=questIconMap;
Img=image(IconData, 'Parent', handles.axes1);
set(handles.figure1, 'Colormap', IconCMap);
set(handles.axes1, ...
'Visible', 'off', ...
'YDir' , 'reverse' , ...
'XLim' , get(Img,'XData'), ...
80

'YLim' , get(Img,'YData') ...


);
set(handles.figure1,'WindowStyle','modal')
uiwait(handles.figure1);

function varargout = mdlhow_OutputFcn(hObject, eventdata, handles)


varargout{1} = handles.output;
delete(handles.figure1);

function pushbutton1_Callback(hObject, eventdata, handles)


handles.output = get(hObject,'String');
guidata(hObject, handles);
uiresume(handles.figure1);

function pushbutton2_Callback(hObject, eventdata, handles)


handles.output = get(hObject,'String');
guidata(hObject, handles);
uiresume(handles.figure1);

function figure1_CloseRequestFcn(hObject, eventdata, handles)


if isequal(get(handles.figure1, 'waitstatus'), 'waiting')
uiresume(handles.figure1);
else
delete(handles.figure1);
end

function figure1_KeyPressFcn(hObject, eventdata, handles)


if isequal(get(hObject,'CurrentKey'),'escape')
handles.output = 'No';
guidata(hObject, handles);
uiresume(handles.figure1);
end
if isequal(get(hObject,'CurrentKey'),'return')
uiresume(handles.figure1);
end

9 Program untuk menu help keterangan


%program keterangan.m
function varargout = keterangan(varargin)
gui_Singleton = 1;
81

gui_State = struct('gui_Name', mfilename, ...


'gui_Singleton', gui_Singleton, ...
'gui_OpeningFcn', @keterangan_OpeningFcn, ...
'gui_OutputFcn', @keterangan_OutputFcn, ...
'gui_LayoutFcn', [] , ...
'gui_Callback', []);
if nargin & isstr(varargin{1})
gui_State.gui_Callback = str2func(varargin{1});
end

if nargout
[varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});
else
gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});
end

function keterangan_OpeningFcn(hObject, eventdata, handles, varargin)


handles.output = hObject;
guidata(hObject, handles);
FigPos=get(0,'DefaultFigurePosition');
OldUnits = get(hObject, 'Units');
set(hObject, 'Units', 'pixels');
OldPos = get(hObject,'Position');
FigWidth = OldPos(3);
FigHeight = OldPos(4);
if isempty(gcbf)
ScreenUnits=get(0,'Units');
set(0,'Units','pixels');
ScreenSize=get(0,'ScreenSize');
set(0,'Units',ScreenUnits);
FigPos(1)=1/2*(ScreenSize(3)-FigWidth);
FigPos(2)=2/3*(ScreenSize(4)-FigHeight);
else
GCBFOldUnits = get(gcbf,'Units');
set(gcbf,'Units','pixels');
GCBFPos = get(gcbf,'Position');
set(gcbf,'Units',GCBFOldUnits);
FigPos(1:2) = [(GCBFPos(1) + GCBFPos(3) / 2) - FigWidth / 2, ...
(GCBFPos(2) + GCBFPos(4) / 2) - FigHeight / 2];
end
82

FigPos(3:4)=[FigWidth FigHeight];
set(hObject, 'Position', FigPos);
set(hObject, 'Units', OldUnits);

function varargout = keterangan_OutputFcn(hObject, eventdata,


handles)
varargout{1} = handles.output;
gbr=imread('gambar/photo.jpg','jpg');
axis off;
imshow(gbr);

function pushbutton1_Callback(hObject, eventdata, handles)


close;
RIWAYAT HIDUP

Nursantuso, lahir pada tanggal 4 Juli 1985, sebagai


anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan
Sadak dan Niasri. Saat ini tinggal di Ds Grabagan
33/V No.120 Tulangan, Sidoarjo. Hobi dari penulis
ini adalah sepak bola, membaca.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh :


9 SDN 1 Grabagan lulus tahun 1997.
9 SLTPN 1 Wonoayu lulus tahun 2000.
9 SMUN 4 Sidoarjo lulus tahun 2003.
9 D3 T.Telekomunikasi, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya,
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya ( ITS ).

Pada tanggal 1 Agustus 2006 mengikuti Seminar Proyek Akhir sebagai


salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar Ahli Madya (A.Md.) di
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya (ITS).

83

Vous aimerez peut-être aussi