Vous êtes sur la page 1sur 7

New Emerging disease Emerging viruses merupakan virus yang dalam prosesnya beradaptasi untuk membentu k host baru

dan vice versa . Contoh dari emerging virus adalah : Myxoma virus (Rabb itpox), virus influenza dan virus corona. Dapat dikatakan emerging virus karena : - Merupakan penampakan virus baru dalam sebuah populasi - Berkembang secara cepat dalam membentuk host baru dengan meningkatkan korespon densi dalam deteksi penyakit Evolusi Virus - Mutasi - Rekombinasi - Seleksi Replikasi virus menghasilkan tingginya jumlah mutasi genetic virus Virus RNA Avian Influenza in Humans (Flu Burung) Virus influenza merupakan virus RNA yang termasuk dalam family Orthomyxoviridae. Asam nukleat virus ini beruntai tunggal, terdiri dari 8 segmen gen yang mengkod e sekitar 11 jenis protein. Virus influenza mempunyai selubung yang terdiri dari kompleks protein dan karbohidrat. Viru ini mempunyai spikes (tonjolan) yang dig unakan untuk menempel pada reseptor yang spesifik pada sel-sel hospesnya pada sa at menginfeksi sel. Terdapat dua jenis spikes yaitu yang mengandung hemaglutinin dan neuraminidase yang terletak di bagian luar virion. Virus influenza mempunyai 4 jenis antigen yang terdiri dari protein nukleokapsid , hemaglutinin, neuraminidase, dan protein matriks. Berdasarkan jenis antigen nukleokapsid dan matriks protein virus influenza digol ongkan menjadi virus influenza A, B dan C. - Virus influenza A sngat penting dalam bidang kesehatan karena sangat pathogen baik bagi manusia ataupun hewan yang menyebabkan angka kematian dan kesakitan me ningkat diseluruh dunia. Virus ini sering menimbulkan pandemic karena mudahnya b ermutasi baik berupa antigenic drift ataupun antigenic shift sehingga membentuk varian baru yang lebih pathogen. - Virus influenza B adalah jenis virus yang hanya menyerang manusia dan jarang s ekali atau tidak menyebabkan wabah pandemic. - Virus influenza C bisa menyebabkan infeksi pada manusia dan binatang,dan sama jarang sekali atau tidak menyebabkan wabah pandemic. Penularan atau transmisi dari virus influenza secara umum dapat terjadi melalui inhalasi, kontak langsung ataupun kontak tidak langsung. Kekhawatiran yang muncu l dikalangan ahli genetika antara virus influenza burung dengan virus influenza manusia terjadi rekombinasi genetic, sehingga dapat menular antara manusia. Ada dua kemungkinan yang dapat menghasilkan subtype baru dari H5N1 yang dapat me nular antara manusia ke manusia adalah: - Virus dapat menginfeksi manusia dan mengalami mutasi sehingga virus tersebut d apat beradaptasi untuk mengenali linkage RNA pada manusia atau virus burung ters ebut mendapatkan gen dari virus influenza manusia sehingga dapat bereplikasi sec ara efektif didalam el manusia. - Jeni virus, baik avian ataupun vrus influenza tersebut dapat secara bersamaan menginfki manusia sehingga terjadi mix atau rekombinasi genetic, sehingga menghasi lkan strain virus baru yang sangat virulen bagi manusia. Patogenesis Mutasi genetic virus Avian influenza sering kali terjadi sesuai dengan kondisi d an lingkungan replikasinya. Mutasi gen ini tidak saja untuk mempertahankan diri tetapi juga dapat meningkatkan sifat patogenisitasnya. Penelitian terhadap virus H5N1 yang diisolasi dari pasien yang terinfeksi, menun jukan bahwa mutasi genetic pada posisi 627 dari gen PB2 yang mengkod ekspresi po lymerase basic protein telah menghasilkan highly cleavable hemaglutinin glycopro tein yang merupakan factor virulensi yang dapat meningkatkan aktivitas replikasi virus H5N1 dalam sel hospesnya. Infeksi viru H5N1 dimulai ketika virus memasuki sel hospes setelah terjadi penem

pelan spikes virion dengan reseptor spesifik yang ada di permukaan sel hospesnya . Virion akan menyusup ke sitoplasma sel dan akan mengintegrasikan materi geneti knya didalam inti sel hospesnya, dan dengan menggunakan mesin genetic dari sel h ospesnya, virus dapat bereplikasi membentuk virion-virion baru, dan virion ini d apat menginfeksi kembali sel-sel di sekitarnya. Dari beberapa hasil pemeriksaan terhadap specimen klinik yang diambil dari penderita ternyata avian influenza H5 N1 dapat bereplikasi di dalam sel nasofaring dan didalam sel gastrointestinal. V irus H5N1 ini juga dapat ditemukan di dalam darah, cairan cerebrospinal dan tinj a pasien (WHO, 2005). Fase penempelan (attachment) adalah fase yang paling menentukan apakah virus bis a masuk atau tidak kedalam sel hospesnya untuk melanjutkan replikasinya. Gejala Klinik Masa inkubasi virus H5N1 yaitu sekitar 2-4 hari setelah terinfeksi, namun berdas arkan hasil laporan belakangan ini masa inkubasinya bsa mencapai antara 4-8 hari . Sebagian pasien memperlihatkan gejala awal berupa demam tinggi (>380 C) dan geja la flu serta kelainan saluran nafas. Gejala lain yang dapat timbul adalah diare, muntah, sakit perut, sakit pada dada, hipotensi, dan juga dapat terjadi perdara han dari hidung dan gusi. Gejala sesak nafas mulai muncul setelah 1minggu beriku tnya. Gejala klinik dapat memburuk dengan cepat yang biasanya ditandai denganpneumonia berat, dyspnea, tachypnea, gambaran radiograpgy yang abnormal seperti diffuse, multifocal, patchy infiltrate, interstisial infiltrate, dan kelainan segmental a tau lobular. Gambaran lain yang juga sering dijumpai berdasarkan hasil laboratorium adalah le ucopenia,, lymphopenia, trombositopenia, peningkatan aminotransferase, hyperglyc emia, dan peningkatan kreatinin. Diagnosis Laboratorium Penderita yang terinfeksi H5N1 pada umumnya dilakukan pemeriksaan specimen klini k berupa swab tenggorokan dan cairan nasal. Untuk uji konfirmasi terhadap virus H5N1 harus dilakukan pemeriksaan dengan cara: a. Mengisolasi virus b. Deteksi genom H5N1 dengan metode polymerase Chain Reaction menggunakan sepasa ng primer spesifik c. Tes imunofluoresensi terhadap antigen menggunakan monoclonal menggunakan anti body terhadap H5 d. Pemeriksaan adanya peningkatan titer antibody terhadap H5N1 e. Pemeriksaan dengan metode western blotting terhadap H5 spesifik. Untuk diagnosis pasti, salah satu atau beberapa dari uji konfirmasi tersebut dia tas harus dinyatakan positif. Terapi dan Manajemen Terdapat 4 jenis obat antiviral untuk pengobatan ataupun pencegahan terhadap inf luenza, yaitu amantadine, rimantadine, zanamivir, dan oseltamivir (tamiflu). Mekanisme kerja amantadine dan rimantadine adalah menghambat replikasi virus. Na mun demikian obat ini sudah tidak mempan lagi untuk membunuh virus H5N1 yang saa t ini beredar luas. Kedua obat ini hanya efektif untuk influenza tipe A. Sedangk an zanamivir dan oseltamivir merupakan inhibitor neuraminidase. Diketahui bahwa neuraminidase ini diperlukan oleh virus H5N1 untuk lepas dari sel hospes pada fa se budding sehingga membentuk virion yang infektif. Bila neuraminidase ini diham bat oleh oseltamifir atau zanamivir, maka replikasi virus tersebut dapat dihenti kan. Zanamivir dan oseltamivir ini efektif untuk influenza tipe A dan B, dan ked ua obat ini sedikit menimbulkan toksisitas. Swine Influenza (Flu Babi) ? Sembilan negara melaporkan swine influenza A/H1N1 Total: 148 kasus o USA 91 laboratory confirmed human cases, dengan 1 korban meninggal o Mexico 26 confirmed human cases of infection termasuk 7 meninggal

? Terkonfirmasi secara laboratorium dengan tanpa korban meninggal: o Austria (1) o Canada (13) o Germany (3) o Israel (2) o New Zealand (3) o Spain (4) o United Kingdom (5). Swine Influenza merupakan : - Penyakit pernafasan akut yang sangat menular diantara babi. - Disebabkan oleh satu dari beberapa virus swine influenza A : H1N1, H1N2, H3N1, H3N2 - Morbiditas cukup tinggi - Mortalitas rendah(1-4%). - Virus menyebar diantara babi dengan cara aerosols, Kontak langsung dan tidak l angsung, dan oleh asymptomatic carrier pigs. Genus dari virus ini adalah influenza virus type A, dimana virus influenza tipe A ini mampu menjangkiti manusia, babi, musang, dan unggas. Penamaan virus influe nza didasarkan pada struktur permukaan dari virus tersebut. H, dimaksudkan untuk menunjukan protein Hemaglutinasi dan N menunjukan protein Neurominidase. Selama ini, telah ditemukan 16 subtype H dan 9 subtype N. kombinasi antara keduanya ak an menghasilkan 144 jenis subtype virus influenza, seperti H1N1, H1N2, H1N3, sampa i dengan H16N9. Menurut hasil penelitian para ahli, virus yang paling berbahaya adalah H1N1, H2N3, H5N1, dan H7N1. Berdasarkan WHO update (30 April 2009), sebenarnya pandemi ini sudah pernah terj adi pada saat perang dunia I. Dimana pada saat itu para tentara Spanyol yang men jajah Mexico adalah pembawa virus ini pertama kali. Pada saat itu wabah tersebut dinamakan Spanish Influenza, kejadian-kejadian serupa juga terjadi di tahun-tah un berikutnya di berbagai Negara seperti Hongkong dan Jepang (1970), Thailand (1 983), Amerika (1998), dan Mexico (2009). Kejadian-kejadian wabah influenza lebih sering disebabkan oleh hewan, baik hewan ternak (babi dan unggas) ataupun hewan liar (musang dan unggas liar). Kejadian yang sekarang ini disebabkan oleh babi, pada babi virus ini akan bermutasi dan menata diri yang kemudian dapat menjangk iti manusia. Jumlah kasus yang terjadi di Indonesia menurut data terakhir mencap ai 420 kasus. Untuk kasus yang terjadi di Indonesia memang tidak terbukti bahwa babi sebagai penyebab utama. Diduga penularan melalui antar manusia, walaupun ha l ini kerap dibantah oleh Dinas Kesehatan. Pembawa virus ini juga diduga berasal dari mobilitas orang-orang yang masuk ke Indonesia dari Negara yang terkena wab ah seperti Mexico. Masa inkubasi virus ini adalah sekitar 1-7 hari, masa penularan satu hari sebelu m sakit, dan 7 hari sesudah sakit (onset ). Adapun cara penularannya adalah dengan cara kontak langsung dengan penderita kar ena berbicara ataupun percikan batuk atu bersin, dan atau kontak dengan benda ya ng terkontaminasi dengan virus H1N1. Secara operasional Definisi kasus swine influenza dibagi menjadi 3, yaitu : 1. Suspek Seseorang dengan gejala infeksi pernapasan akut (demam = 38oC) mulai dari yang r ingan (Influenza like Illnes) sampai dengan Pneumonia, ditambah salah satu keada an di bawah ini : - Dalam 7 hari sebelum sakit, pernah kontak dengan kasus konfirmasi swine influe nza (H1N1 - Dalam 7 hari sebelum sakit pernah berkunjung ke area yang terdapat satu atau l ebih kasus konfirmasi Swine influenza (H1N1)/ Flu Meksiko 2. Probabel Seseorang dengan gejala di atas disertai dengan hasil pemeriksaan laboratorium p ositif terhadap Influenza A tetapi tidak dapat diketahui subtypenya dengan mengg unakan reagen influenza musiman Atau Seseorang yang meninggal karena penyakit in feksi saluran pernapasan akut yang tidak diketahui penyebabnya dan berhubungaan secara epidemiologi (kontak dalam 7 hari sebelum onset) dengan kasus probable at

au konfirmasi. 3. Konfirmasi Seseorang dengan gejala di atas sudah dikonfirmasi laboratorium swine influenza (H1N1)/ Flu Meksiko dengan pemeriksaan satu atau lebih test di bawah ini : - Real time RT PCR - Kultur virus - Peningkatan 4 kali antibody spesifik swine influenza (H1N1) / Flu Meksiko deng an netralisasi tes Sampai saat ini antivirus yang masih sensitif adalah Oseltamivir dan Zanamivir, sedangkan Amantadine dan Rimantadine sudah resisten. Penderita yang terjangkit virus flu babi mempunya ciri-ciri (WHO): 1. Panas demam yang tinggi diatas 39 derajat C 2. Nyeri di persendian 3. Hidung berair yang tak seperti biasanya karena paru-paru berair. Vaccine untuk Swine Influenza: - Saat ini tidak tersedia. - Vaccine untuk influenza (Seasonal flu) tidak diketahui efektivitasnya untuk me ncegah swine flu. - Virus Influenza A sangat cepat bermutasi. Pencegahan : - Hindari babi yang sedang sakit dan orang yang sedang menderita demam dan gejal a influenza lainnya - Hygiene yang baik: Cuci tangan dengan sabun sesering mungkin - Virus swine influenza mati dengan memanaskan pada suhu 70C. - Lakukan kebiasaan hidup sehat: cukup istirahat, makanan berimbang, lakukan akt ivitas fisik cukup. Diagnosis (Pada anak dan dewasa) Diagnosis influenza A baru H1N1 ditegakkan berdasarkan kriteria klinis berupa ge jala Influenza Like Ilness (ILI) yaitu demam dengan suhu > 380C, batuk, pilek, n yeri otot dan nyeri tenggorok. Gejala lain yang mungkin menyertai adalah sakit k epala, sesak napas, nyeri sendi, mual, muntah dan diare. Pada anak gejala klinis dapat terjadi fatique. Diagnosis influenza A baru H1N1 dengan RT-PCR dilakukan hanya untuk pasien yang dirawat, kluster dan kasus-kasus influenza yang tidak lazim (unusual). Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada pasien yang dirawat (criteria sedang dan berat) o Laboratorium: darah perifer lengkap, tes fungsi hati, tes fungsi ginjal, gula darah sewaktu. o Radiologi: foto toraks o Pemeriksaan lainnya tergantung indikasi Pada darah perifer lengkap bila ditemukan leukopenia dan trombositopenia dapat m emperkuat diagnosis namun bila tidak ditemukan leukopenia dan trombositopenia ti dak menyingkirkan diagnosis Diagnosis influenza A baru H1N1 secara klinis dibagi atas kriteria ringan, sedan g dan berat. o Kriteria ringan yaitu gejala ILI, tanpa sesak napas, tidak disertai pneumonia dan tidak ada faktor risiko. o Kriteria sedang gejala ILI dengan salah satu dari kriteria: faktor risiko, pen umonia ringan (bila terdapat fasilitas foto rontgen toraks) atau disertai keluha n gastrointestinal yang mengganggu seperti mual, muntah, diare atau berdasarkan penilaian klinis dokter yang merawat. o Kriteria berat bila dijumpai kriteria yaitu pneumonia luas (bilateral, multilo bar), gagal napas, sepsis, syok, kesadaran menurun, sindrom sesak napas akut (AR DS) atau gagal multi organ. Kelompok risiko tinggi pada dewasa adalah faktor yang dapat memperberat keadaan yaitu penyakit paru kronik (asma, penyakit paru obstruksi kronis (PPOK)), kehami lan, obesitas, penyakit kronik lainnya (penyakit jantung, diabetes mellitus, gan gguan metabolik, penyakit ginjal, hemoglobinopati, penyakit immunosupresi, gangg uan neurologi), malnutrisi dan usia > 65 tahun.

Kelompok risiko tinggi pada anak adalah: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru H1N1 4 o Anak berusia kurang dari 5 tahun. o Anak atau remaja (usia 6 bulan 18 tahun) yang mendapat terapi aspirin jangka p anjang dan berisiko mengalami sindrom Reye setelah mendapat infeksi virus influe nza. o Anak dengan penyakit paru kronik (asma, bronkiektasis, dysplasia bronkopulmona l), penyakit jantung, ginjal dan hati, penyakit neuromuskular kronik (sindrom do wn, CP spastic, delayed development, miastenia gravis). o Anak dalam keadaan imunokompromais (keganasan, anemia aplastik,dalam terapi im unosupresi atau HIV), diabetes mellitus, hipertensi, obesitas dan tinggal di rum ah perawatan dan fasilitas perawatan kesehatan lainnya. Kriteria pneumonia berat pada dewasa yaitu bila dijumpai salah satu atau lebih k riteria minor atau mayor. o Kriteria minor yaitu Frekuensi napas > 30 /menit, foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral atau melibatkan 2 lobus, tekanan sistolik < 90 mmHg, tekanan diastolik 4 jam (septik syok), kreatinin serum >2 mg/dl atau peningkatan >2 mg/ dl, pada penderita penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis, PaO2/FiO2 kurang dari 300 mmHg. Kriteria pneumonia pada anak yaitu gejala ILI dan frekuensi napas yang cepat (fr ekuensi napas sesuai usia) dan/atau terdapat kesukaran bernapas yang ditandai de ngan retraksi sela iga, retraksi epigastrium, retraksi suprasternal, retraksi su bkostal (chest indrawing) atau napas cuping hidung. SARS Severe Acute Respiratory Syndrome Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) atau Sindroma Pernapasan sangat akut ad alah penyakit infeksi pada jaringan paru manusia yang sampai saat ini belum dike tahui pasti penyebabnya. Penyakit ini dicurigai pertaman kali timbul di provinsi Guangdong, RRC. Diketahui penyakit SARS ini mempunyai tingkat penularan yang tinggi terutama dia ntara petugas kesehatan yang selanjutnya menyebar ke anggota keluarga dan pasien pasien Rumah Sakit. Angka kematian diantara penderita (CFR) diketahui sekitar 4 %. Dan hingga saat ini SARS dilaporkan telah menyebar di berbagai negara ditanda i dengan ditemukannya penderita yang dicurigai SARS. Dengan kenyataan diatas maka pada tanggal 15 Maret 2003, WHO menetapkan SARS mer upakan ancaman kesehatan global (Global Threat) yang harus mendapat perhatian da ri semua negara di dunia. Indonesia merupakan negara kepulauan dengan wilayah yang luas dan berbatasan den gan negara negara terjangkit dan negara tempat ditemukannya penderita SARS. Kead aan ini menjadi ancaman terhadap masuknya penyakit ini ke wilayah Indonesia dan didukung oleh banyaknya jalur transportasi langsung dengan daerah daerah di Indo nesia. Agar ancaman masuknya penyakit SARS dapat dicegah dan atau diminimalisir serta p enyebaran lebih lanjut di masyarakat tidak terjadi bila masuk ke Indonesia maka perlu ada pedoman penanggulangan terhadap penyakit SARS. Karena merupakan penyak it yang baru, dimana belum ada pedoman penanggulangannya maka dipandang perlu se gera dibuat pedoman penanggulangan yang dapat digunakan sebagai acuan oleh setia p petugas kesehatan dalam bertindak. Epidemiologi Pertama kali ditemukan di Asia pada pertengahan Februari, SARS telah menyerang l ebih dari 450 orang di 3 benua dan menyebabkan pnemonia berat pada sebagian besa r pengidap. Data terakhir yang dikumpulkan oleh WHO menunjukkan kecenderungan pe nyakit tersebut telah meluas di seluruh dunia. Etiologi Etiologi SARS saat ini masih menjadi bahan penelitian para ahli. Penelitian saat ini mengarah kepada Coronavirus, walaupun tipe lain yaitu Paramyxovirus juga di pikirkan menjadi penyebab SARS. Para ahli juga memikirkan kemungkinan SARS diseb

abkan oleh infeksi ganda oleh 2 virus baru yang bekerja secara simbiosis sehingg a menyebabkan klinis yang berat pada manusia. Coronavirus Coronavirus memiliki bentuk bundar, ukuran 100-150 nm terdiri dari RNA rantai tu nggal. Dua bentuk tipe coronavirus manusia yang telah diidentifikasi adalah stra in 229E yang telah diisolasi dari kultur sel seperti fibroals sel paru-paru embr ional, dan strain OC43 yang diisolasi dari kultur organ. Studi pada pasien dewas a, coronavirus dijumpai pada 4 15 % penyakit respirasi akut dengan puncak hingga 35%. Pada anak-anak dijumpai pada 8 % dengan puncak hingga 20%. Masa inkubasi berkisar 2 4 hari, lebih lama daripada rhinovirus. Untuk diagnosis serologis dengan spesimen serum, tes fiksasi komplemen dan ELISA dapat mendetek si baik strain 229E maupun OC43. Pemeriksaan hemagglutination-inhibition dapat j uga digunakan untuk diagnosis serologis untuk grup OC43. Parainfluenzavirus Parainfluenza virus adalah penyebab penting penyakit infeksi saluran nafas bawah pada anak, yang merupakan penyebab utama croup (laringotrakeobronkitis akut) da n penyebab kedua terbanyak penyakit saluran nafas bawah akut pada bayi-bayi yang dirawat setelah RSV. Parainfluenza virus merupakan genus Paramyxovirus, berbentuk pleomorfik, berukur an 150 200nm, mengandung genom RNA rantai tunggal. Pada manusia virus ini diiden tifikasi menjadi 4 tipe. Parainfluenza virus tersebar di seluruh dunia dan hampi r semua orang dewasa pernah terkena selama masa anak-anak. Virus ini menyebar da ri orang ke orang melalui sekret yang terinfeksi. Diagnosis serologis dapat dilakukan dengan cara tes fiksasi komplemen, ELISA, ne tralisasi dan hemagglutin-inhibisi. Masa inkubasi SARS adalah 2 7 hari, beberapa mengatakan sampai 10 hari. Terdapat 2 definisi kasus klinis SARS menurut WHO yaitu : Suspected case : Temperatur tubuh > 38 C DAN Satu atau lebih gejala gangguan saluran pernafasan ( batuk, nafas pendek, sulit nafas, hipoksia, atau gambaran radiologis berupa pnemonia atau sindrom distress pernafasan akut ) DAN Bepergian dalam 10 hari saat onset gejala ke daerah yang tercatat atau diduga te rdapat transmisi SARS ATAU kontak erat dalam 10 hari dengan penderita yang menga lami gangguan pernafasan yang bepergian ke daerah SARS atau orang yang diketahui merupakan suspect case Kontak erat didefinisikan sebagai : orang yang merawat, tinggal serumah, atau kontak langsun g dengan cairan saluran nafas dan/atau cairan tubuh dari penderita SARS. Probable case : Suspect case dengan disertai dengan gambaran foto rontgen dada sesuai pneumoni a tau respiratory distress syndrome (RDS) ATAU Suspect case yang meninggal dengan penyebab penyakit respiratorik yang tidak dap at diterangkan penyebabnya, pada pemeriksaan autopsi didapatkan hasil pemeriksaa n patologi sesuai dengan RDS yang tidak dapat diidentifikasi penyebabnya. Gejala tambahan : Selain demam dan gejala respiratorik, SARS dapat disertai dengan gejala lain sep erti kaku otot, nafsu makan menurun, lesu, bingung (confusion), ruam kulit dan d iare. Banyak kasus pada awalnya mengeluh nyeri kepala hebat, dizzines, dan demam tingg i selama perjalanan penyakit. Pada kasus tertentu terjadi perubahan keadaan umum memburuk secara cepat sejalan dengan penurunan saturasi oksigen dan gejala acut e respiratory distress, sehingga membutuhkan bantuan ventilator. Sepuluh persen di antaranya memerlukan perawatan di Unit Perawatan Intensif. Pemeriksaan Penunjang

Foto rontgen dada Terdapat gambaran foto yang khas, dimulai dengan gambaran unilateral , patchy sh adowing, apabila keadaan pasien memburuk dalam waktu 1-2 hari, terjadi infiltrat interstitial/confluent bilateral dan menyeluruh. Namun kadang-kadang pada beber apa kasusu gambaran patchy pada goto toraks tidak tidak tampak. Pada akhir perja lanan penyakit beberapa pasien mengalami Adult Respiratory Distress Syndrome (AD RS) Laboratorium Pada awalnya gambaran darah tepi normal, tetapi pada hari ke 3-4 sakit, umumnya dijummpai limfoni (>50% kasus) dan Trombositopenia. Enzim hati meningkat, dan nilai PT dan PTT abnormal Peningkatan kadar kreatinin fosfokinase dan CRP terjadi pada beberapa kasus Terapi Regimen terapi meliputi beberapa antibiotik untuk mengobati bakteri yang telah d iketahui pada pnemonia atipik. Di beberapa lokasi, terapi juga meliputi antiviru s seperti oseltamivir atau ribavirin. Steroid diketahui juga diberikan secara or al atau intravena pada pasien bersama dengan ribavirin dan antimikroba lainnya. Sampai saat ini terapi yang paling efektif belum diketahui.

Vous aimerez peut-être aussi