Vous êtes sur la page 1sur 21

BATUBARA Energi mempunyai peranan penting dalam berbagai kegiatan ekonomi dan kehidupan masyarakat.

Oleh karena itu, dalam pembangunan nasional, energi menjadi salah satu faktor masukan ekonomi yang sangat penting dalam proses produksi, selain faktor modal, tenaga kerja, bahan baku dan teknologi. Menjelang akhir abad ini, Indonesia menghadapi masalah energi yang sangat serius. Khususnya energi yang berasal dari minyak bumi. Selama ini minyak bumi menjadi tumpuan utama dalam pembangunan nasional, baik sebagai sumber energi maupun sebagai sumber pendapatan. Akan tetapi keadaan tersebut tidak dapat diandalkan pada masa mendatang karena keberadaan minyak bumi di Indonesia akan habis. Oleh karena itu perlu dicari sumber energi alternatif yang dapat digunakan. Indonesia dikaruniai potensi batubara berkualitas baik yang sangat melimpah. Sejalan dengan kebijakan diversifikasi energi, batubara memiliki peluang sangat besar untuk menggantikan peranan minyak bumi. SEJARAH PERTAMBANGAN BATUBARA INDOONESIA Pengusahaan batubara Indonesia telah berlangsung lama. Tambang batubara pertama dilakukan di Pengaron, Kalimantan Timur pada tahun 1849 oleh NV.Oost Borneo Maatsnhappij. Kemudian disusul oleh tambang batubara swasta lainnya di daerah pelaron pada tahun 1888. Di Sumatera, tambang batubara pertama kali beroperasi adalah tambang batubara Ombilin di Sawah Lunto pada tahun 1892. Kemudian disusul oleh tambang batubara Bukit Asam di Sumatera Selatan pada tahun 1919. Pada tahun 1968, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1968 tambang batubara Ombilin, Bukit Asam dan Mahakan\m di Kalimantan Timur menjadi Unit produksi di bawah Perusahaan Negara Tambang Batubara. Tetapi pada tahun 1970, unit produksi Mahakam di tutup. Hal ini disebabkan mulai digunakannya mesin diesel di sektor perhubungan dan pembangkit tenaga listrik yang sebelumnya menggunakan batubara. Pada tahun 1973, setelah terjadi krisis minyak bumi, perhatian dunia mulai beralih ke batubara sebagai bahan bakar. Sejak saat ini timbul rencana untuk

mengembangkan Tambang Batubara Bukit Asam secara besar-besaran. Oleh karena itu berdasarkan peraturan pemerintah No. 24 Tahun 1980, unit produksi Bukit Asam berubah statusnya menjadi PT. Tambang Batubara Bukit Asam (persero) yang terpisah dari Perusahaan Negara. Dalam rangka penyesuaian bentuk BUMN terhadap UU No. 9 Tahun 1969, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1984 status Perusahaan Negara Tambang Batubara berubah menjadi Perum Tambang Batubara. Dengan alasan peningkatan efisiensi dan penyederhanaan, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 1990, Perum Tambang Batubara dilebur dan dibubarkan kedalam PT. Tambang Batubara Bukit Asam. PENGERTIAN DAN BATASAN BATUBARA Batubara adalah benda padat yang mengandung karbon, hidrogen, dan oksigen dalam kombinasi kimia bersama-sama dengan sedikit sulfur dan nitrogen. Terdapat di lapisan kulit bumi yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang telah mengalami metamorfosis dalam waktu relatif lama. Batubara merupakan salah satu bahan bakar yang digunakan selain minyak dan gas bumi serta dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar energi maupun bahan baku industri. Sifat terpenting batubara berhubungan dengan pembakaran. Proses pembakaran batubara dalam kondisi udara, yaitu semua zat yang mudah terbakar, akan terbakar dan sisanya berupa abu. Dan proses pembakaran tanpa udara sering disebut karbonisasi dihasilkan kokas, tar, dan produksi lain. Dalam proses pembakaran batubara akan mengurai menjadi : 1. 2. Uap air Zat terbang terdiri dari :

a. Gas, yaitu H , CO, CO , dan hidrokarbon ringan


2 2

b. Cairan dan hidrokarbon berat c. Tar, terdiri dari senyawa hidrokarbon berat 3. 4. Kokas, berupa padatan karbon Abu, terdiri dari oksida anorganik

Dalam proses pembakaran batubara, tahap-tahap yang terjadi sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. Pemanasan partikel batubara yang berasal dari radiasi, konveksi dan konduksi dari lingkungan. Pengeluaran zat terbang. Pencampuran zat terbang dengan oksigen dan reaksi pembakarannya. Difusi oksigen ke dalam sisa arang dan pembakarannya.

1.

Gambut Tumbuhan yang telah mati akan mengalami dekomposisi sebagian dan terakumulasi dalam payau. Gambut ini masih tercampur dengan lumpur pada waktu pengambilannya, sehingga kandungan airnya antara 80-90%. Gambut yang telah dikeringkan di udara terbuka mengandung air antara 5%6%. Gambut tersebut akan menjadi bahan bakar yang lebih baik tetapi nilai kalornya kecil. Gambut kering dapat di buat menjadi briket dengan proses tekan ataupun dengan mengunakan zat pengikat seperti tar.

Reaksi pembakaran tersebut adalah reaksi antara oksigen dengan unsur-unsur dalam batubara yang dapat terbakar seperti karbon, hidrogen, nitrogen, dan sulfur, yang akan menghasilkan CO2, H2O, NO dan SO2. Sifat kimia dari batubara ditentukan oleh jenis dan jumlah unsur kimia yang terkandung dalam tumbuh-tumbuhan asalnya. Faktor dan kondisi yang menyebabkan perubahan pada batubara yakni bakteri pembusuk, temperatur, tekanan dan waktu. PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA Batubara terbentuk dari tumbuh-tumbuhan yang mengalami proses 3. 2.

Lignit Merupakan suatu nama yang digunakan untuk produk kualifikasi gambut tahap pertama. Lignit biasanya mengandung sedikit material kayu dan mempunyai struktur yang lebih kompak di banding gambut. Lignit segar yang baru di tambang mempunyai kandungan air antara 20 24% dengan nilai kalor 3056-4611 kalori/gram sedangkan untuk lignit bebas air dan abu berkisar antara 10000-11111 kalori/gram. Sub bituminus Jenis batubara ini biasanya berwarna hitam mengkilap seperti kilapan logam tetapi karakternya sering berubah. Pada waktu di tambang kandungan airnya mencapai 40% dengan nilai kalor sekitar 44446111 kalori/gram.

pembusukan, pemampatan dan proses perubahan sebagai akibat bermacam-macam pengaruh kimia dan fisika. Proses pembentukan dari sisa tumbuh-tumbuhan menjadi gambut, kemudian menjadi batubara muda sampai batubara tua dalam dua tahap :

1.

Tahap Biokimia, merupakan tahap awal dari proses pembatubaraan. Pada tahap ini menjadi proses pembusukan sisa-sisa tumbuhan yang disebabkan oleh bekerjanya bakteri anaerob. Karena produk warna dari proses ini adalah gambut, maka tahap awal pembatubaraan sering di sebut penggambutan (peatification) 4.

Bituminus Tingkatan-tingkatan batubara, khususnya sebagai bahan bakar dengan nilai kalor antara 44448333 kalori/gram. Batubara bituminus perlu dikategorikan a. b. c. ke dalam beberapa sub-kelas akibat peran dan keragamannya, yaitu : Bituminus dengan kandungan zat terbang tinggi Bituminus dengan kandungan zat terbang menengah Bituminus dengan kandungan zat terbang rendah

2.

Tahap Geokimia, proses inilah yang di sebut proses pembatubaraan (coalification). Bertambah gelapnya warna dari massa pembentukan batubara, naiknya kekerasan dan perubahan tekstur. Pada proses ini terjadi perubahan dari gambut menjadi lignit, sub bituminus dan akhirnya antrasit menjadi meta antrasit.

Khususnya untuk batubara yang mengandung zat terbangnya menengah biasanya di sebut batubara semibituminus. Hal ini disebabkan tingginya kandungan karbon padat yang mengakibatkan sedikit sekali asap selama

Adapun urutan pembentukan batubara sebagai berikut :

pembakaran. Batubara ini umumnya digunakan untuk meningkatkan

2IV - 1

jumlah uap panas yang diinginkan. Batubara ini digunakan untuk kokas dan pabrik gas di amerika Serikat.

Sulfur Sulfur dalam batubara terdapat sebagai berikut : Sulfur besi dan sering di sebut sebagai pirit sulfur Sulfur sulfat dalam bentuk kalsium sulfat dan besi sulfat

5.

Semiantrasit Batubara semiantrasit merupakan batubara yang memiliki karakter antara batubara bituminus yang kandungan zat terbangnya tinggi dengan antrasit. Kandungan zat terbang batubara ini berkisar antara 8 14 % dengan demikian batubara ini lebih mudah terbakar dibandingkan antrasit dengan warna nyala sedikit kekuning-kuningan.

Sulfur organik Abu Abu yang terbentuk pada pembakaran batubara berasal dari mineral-mineral yang terikat kuat pada batubara seperti silika, alumunium oksida, ferri oksida, kalsium oksida, titan oksida dan oksida alkali. Mineral-mineral ini tidak menyublim pada pembakaran di bawah 925oC. Abu yang terbentuk ini diharapkan akan keluar sebagai sisa pembakaran. Klor Pada umumnya logam-logam alkali seperti natrium, kalium dan litium terikat sebagai garam klorida, sedangkan kadarnya antara 0,3 0,4%. JENIS BATUBARA

6.

Antrasit Pada umumnya antrasit di sebut batubara keras. Sifat antrasit ditentukan oleh susunan keteraturan molekul dan derajat kilap, maka antrasit menyala perlahan-lahan serta nilai kalor tinggi antara 7222 7778 kalori/gram dengan nyala biru pucat dan bebas asap.

KOMPONEN-KOMPONEN DALAM BATUBARA Secara mikroskopis batubara dapat dibedakan dari band, yaitu Bright Coal dan 1. Air Air dalam batubara di bagi menjadi dua bagian yaitu air bebas (free moisture), air yang terikat secara mekanik dengan batubara dan mempunyai tekanan uap normal dimana kadarnya dipengaruhi oleh pengeringan dan pembasahan selama penambangan, transportasi, penyimpanan dan lain-lain. Air lembab (moisture in air dried) yaitu air yang terikat secara fisika dalam batubara dan mempunyai tekanan uap di bawah normal. 2. Karbon, Hidrogen dan Oksigen Karbon, hidrogen dan oksigen merupakan unsur pertama pembentukan batubara. Dari ketiga unsur ini dapat memberikan gambaran mengenai umur, jenis dan sifat-sifat dari batubara. 3. Nitrogen Kandungan nitrogen dalam batubara umumnya tidak lebih dari 2%. Nitrogen dalam batubara terdapat sebagai senyawa organik yang terikat pada ikatan karbon. Dull Coal. Slopes (1919) membedakan Bright Coal menjadi vitrain dan clarain dan Dull Coal menjadi durain dan fusain untuk Charcoal fosil. Keempat macam batubara tersebut digambarkan sebagai berikut :

1.
2. 3. 4.

Vitrain : band tipis, mengkilap, uniform dan mempunyai tekstur seperti kaca. Clarain : laminated shine kurang mengkilap dari vitrain Durain : keras granular, permukaannya suram, abu-abu kecoklatan (dull coal) Fusain : powder, suram, hitam char coal like

KLASIFIKASI BATUBARA Klasifikasi batubara bertujuan untuk mengelompokan batubara menurut jenis dan kualitasnya. Selain itu klasifikasi batubara bertujuan untuk memenuhi keinginan produser, konsumen, serta ahli-ahli teknologi yang menggunakan batubara. Klasifikasi batubara biasanya berdasarkan analisis proksimat, analisis ultimat dan nilai kalor. Klasifikasi batubara yang dipergunakan adalah :

3IV - 1

1.

ASTM Classification Klasifikasi ini merupakan penggolongan standar bagi Amerika Serikat, mulai berlaku sejak tahun 1938. Pertama kali diperkenalkan American Standard Association and American Society for Testing Material. Cara ini berdasarkan proses pembentukan batubara dari lignit sampai antrasit. Klasifikasi ASTM memerlukan data sebagai berikut : a. Persen karbon padat dmmf (dry mineral matter free)

b. Angka kedua menyatakan kelas 0 3 yang dapat ditentukan dari roga indeks dan nilai muai bebas. c. Angka ketiga menyatakan sub kelas 0 5 yang dapat ditentukan dari hasil dilatometer dan type kokas gray king assay. Dalam klasifikasi internasional diperlukan data sebagai berikut :

a.

Persen zat terbang daf Zat terbang adb x

100 padat 0,15 x belerang ) 100 ( air lembab + abu ) 100 [( air lembab ) + (1,08 x abu ) + (0,55 x belerang )]

( Karbon

x 100%

b.

Nilai kalor dalam satuan kalori/gram maf (moist ash free) Nilai kalor adb x

b.

Persen zat terbang dmmf 100% - %karbon padat dmmf c. 3.

100 100 air

c. Nilai kalor mmmf (mois mineral matter free)

Sifat coking batubara National Coal Board Classification Cara ini berdasarkan metode Coal Rank Code (CRC) yang membutuhkan data zat terbang dan gray king assay, yaitu :

( nilai kalor x 1,8) (50 x belerang ) 100 [(1,08 x abu ) + (0,55 x belerang )]
x 100% 2. International Classification Menurut sifat fisik dan lingkungan pembentukannya batubara di bagi menjadi tujuh golongan, yaitu : fusit, vitrit, durit, pseudo, cannel coal dan boghead. Tujuh golongan ini dirumuskan oleh kongres batubara international haarlem, Belanda. Sedangkan menurut analisis kimianya klasifikasi internasional digunakan untuk menentukan nomor kode yang terdiri dari tiga angka, yaitu : a. Angka pertama menyatakan kelas 1-9 yang dapat ditentukan dari zat terbang dan nilai kalor.

a. Persen zat terbang dmmf (dry mineral matter free)


100% - % karbon padat dmmf Karbon padat dmmf :

(K arbon padar 0,15 x belerang ) 100 [( air lem bab ) + (1,08 x abu ) + (0,55 x belerang
x 100% b. Type kokas dan gray king assay

)]

ANALISIS DAN PENGUJIAN BATUBARA

4IV - 1

Analisis dan pengujian batubara digunakan untuk kualitas terhadap contoh batubara yang mewakili selama tahapan eksplorasi dan kelayakan dari proses penambangan batubara hingga tahapan preparasi dan contoh siap di analisis. 1. Analisis proksimat Merupakan analisis terhadap senyawa yang terkandung di dalam batubara, meliputi kadar air, abu, zat terbang dan karbon padat yang berfungsi untuk menentukan kualitas batubara. 2. Analisis ultimat Merupakan analisis terhadap unsur-unsur yang terkandung di dalam batubara, meliputi kadar karbon, hidrogen, nitrogen, belerang dan oksigen yang berfungsi untuk menentukan kadar zat-zat yang mungkin dapat mengganggu proses pengolahan ataupun kualitas batubara. 3. 4. Analisis lainnya Meliputi nilai kalor dan kadar klorida. Analisis titik leleh abu 5. Analisis komposisi abu Bertujuan untuk mengetahui kadar oksida-oksida logam yang terdapat dalam abu batubara. 6. 7. Analisis bentuk sulfur Pengujian batubara Bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dan mekanik dari batubara, meliputi berat jenis, nilai muai bebas dan nilia ketergerusan. MANFAAT BATUBARA 1. a. b. c. d. 2. a. b. Proses gasifikasi Pencairan batubara Batubara sebagai bahan bakar langsung Bahan bakar pada ketel uap Bahan bakar untuk industri semen Penggunaan batubara pada industri kecil Penggunaan batubara pada rumah tangga Batubara sebagai bahan bakar tidak langsung

c. d.

Pembriketan Suspensi 3. Batubara bukan sebagai bahan bakar a. b. c. 4. Sebagai elektroda Sebagai reduktor Sebagai bahan baku industri kimia Abu batubara dapat digunakan dalam industri bahan bagunan, industri semen portland. Gas batubara dapat digunakan sebagai bahan dasar kimia. KARAKTERISTIK BATUBARA Sifat fisik dan komposisi kimia batubara sangat berbeda-beda, apakah masih berbentuk endapan ataupun telah menjadi bahan perdagangan. Perbedaan ini disebabkan oleh kondisi pembentukan gambut, perubahan-perubahan yang terjadi selama masa waktu geologi, cara-cara penambangan dan pengolahan yang telah dialaminya. Dalam beberapa hal pencucian dan pengolahan dapat memperbaiki karakteristik ini, sehingga batubara tersebut menjadi dapat dimanfaatkan. Beberapa karakteristik batubara yang diperbaiki lewat pencucian adalah : 1. 2. 3. 4. Menghasilkan produk yang lebih uniform Distribusi ukuran yang optimum Kandungan moisture optimum Mengurangi kandungan mineral

Pemanfaatan sisa pembakaran batubara

a. b.

Moisture (AIR) Air yang ada di batubara akan ikut terangkut atau tersimpan bersama batubara. Bila banyaknya dalam jumlah besar, akan meningkatkan ongkos atau mendatangkan kesulitan pada penanganannya. Misalnya adanya air permukaan akan menyebabkan batubara lengket dan akan menyulitkan pada hopper atau chute pada waktu menggerusnya. Adanya moisture akan menurunkan nilai panas dan sebagian panas juga hilang pada penguapan air. Air pada batubara terdapat pada : 1. Permukaan dan didalam rekahan-rekahan, disebut air bebas (free moisture) atau air permukaan

5IV - 1

2. 3. 4.

Rongga-rongga kapiler disebut inherent moisture Pada kristal-kristal partikel-partikel mineral yang ada pada batubara disebut air hydrasi Bagian organic dari batubara disebut air dekomposisi

Impurities yang akan membentuk abu Impurities yang mengandung sulfur

Impurities lain seperti fosfor dan garam tertentu sering juga ada. Dari segi pencucian batubara, impurities dapat diklasifikasikan lagi sebagai : inherent impurities dan extraneous impurities. Inherent Impurities menyatu dengan batubara dan tidak dapat dipisahkan, sedangkan extraneous impurities tersegregasi dan dapat dipisahkan dengan cara-cara pencucian yang ada.

Air permukaan mempunyai tekanan uap normal (air biasa), sedangkan inherent moisture yang berada di dalam pori-pori, tekanan uapnya lebih rendah dari normal. Air total adalah jumlah air permukaan dan inherent moisture dari batubara pada waktu analisis. Volatile Matter (Zat Terbang) Porositas Berat Jenis Grindability dan Friability Grindability adalah ukuran mudah sukarnya batubara digerus menjadi berbutir halus untuk penggunan bahan bakar bubuk (pulverized coal) dibandingkan dengan batubara standar yang dipilih sebagai grindability 100. Dengan demikian batubara akan lebih sukar digerus bila index grindability-nya lebih kecil dari 100. Weathering

1.

Mineral Matter (MM) Semua batubara mengandung MM. Residu dari mineral ini setelah batubara dibakar, disebut abu. Batubara yang mengandung abu sangat tinggi pada penggunaan biasa disebut bone coal, carbonaceus shale atau black slate. Material pembentuk abu yang menyatu dengan batubara disebut inherent mineral matter (sebanyak 2% dari total abu). Bagian ini berasal dari unsurunsur kimia yang telah ada pada tumbuh-tumbuhan asal batubara. Extraneous mineral matter adalah material pembentuk abu yang berasal dari luar dari tumbuh-tumbuhan asal batubara. Bagian terbesar dari abu berasal dari detrital matter yang mengendap ke dalam endapan batubara, endapan berkristal yang masuk bersama air ke dalam rekahan-rekahan dan cleavege, pada masa selama atau sesudah pembentukan batubara. Umumnya teridiri dari slate, shale, sandstone atau limestone yang berukuran mikroskopis sampai membentuk lapisan yang agak tebal. Batubara yang ditambang juga membentuk unsur mineral matter ini dengan shale, sandstone, clay dan material lain berasal dari atap atau lantai endapan yang ikut tergali. Rumus empiris yang dapat digunakan untuk menentukan mineral matter dari data-data analisis abu dan unsur lain. Formula Parr Asli (North America) : Formula Parr Modifikasi (North America) : MM = 1,08 A + 0,55 Stot MM = 1,13 A + 0,47 Spyr + Cl

Komposisi Ukuran

Kekuatan Abrasiveness

Impurities Batubara Impurities yang terbentuk di dalam batubara dapat diklasifikasikan :

Formula King-Maris-Crossley (KCM) yang direvisi

oleh National Coal Board (Britain) :

6IV - 1

MM = 1,13 A + 0,5 Spyr + 0,8 CO2 2,8 Sabu + 2,8 Ssul + 0,31 Cl (BCURA) : MM = 1,1 A + 0,53 Stot + 0,74 CO2 0,36 Formula British coal Utilization Research association

Disamping itu ada unsure-unsur minor atau trace yang ada di dalam batubara mengingat factor-faktor berikut ini :

a.
Formula Standards Association of Australia :

Adanya beberapa unsur minor dapat menjadi kunci yang membantu ahli geokimia mempelajari lebih lanjut tentang pengendapan batubara dengan diikuti sejarah geologi dari batubara. Misalnya Boron telah digunakan sebagai indicator tingkat salinitas dari lingkungan selama proses pembentukan batubara.

MM = 1,1 A Africa) :

Formula National Institute for Coal research (South b.

Arsenic, selenium dan mercury, sering ada dalam jumlah trace di batubara dan dapat berbahaya pada lingkungan jika ia dibebaskan pada waktu pembakaran batubara.

MM = 1,1 A + 0,55 CO2 Formula diatas didasarkan pada Basis air dried, dengan : MM A Stot Spyr Sabu Ssul CO2 Cl = = = = = = = = Mineral matter Abu Sulfur total Sulfur pirit Sulfur yang tertinggal di abu Sulfur surfat Karbon dioksida Clor c.

Batubara mungkin dapat digunakan sebagai sumber logam jarang (rare element). Misalnya sekarang ini abu dianggap sebagai sumber potensial dari gallium dan germanium, dua unsure yang merupakan bahan semikonduktor.

3.

Sifat-sifat dari Abu Batubara Ash Fusion Test adalah prosedur standar untuk menentukan tingkah laku abu pada temperatur tinggi. Pada uji ini contoh berupa abu batubara dibuat berbentuk piramid sisi tiga dan pemanasannya dari 900oC sampai 1600oC di dalam atmosfer reduksi. Ada 4 temperatur yang dicatat pada saat terjadi perobahan bentuk piramid asal yaitu perobahan bentuk asal, spherical, hemispher dan cair. Temperatur perubahan ini merupakan pegangan terbaik untuk mengetahui unjuk kerja abu di dalam lingkungan tungku dimana ia dibakar. Ada 3 titik penting yang semuanya ditentukan di dalam atmosfir reducing : Temperatur deformasi awal, yaitu temperatur dimana Temperatur pelunakan yaitu temperatur dimana contoh Temperatur lebur, temperatur dimana leburan contoh contoh terlihat mulai membundar atau menekuk pada apex pyramid. telah melebur membentuk tumpukan bulat mulai menyebar membentuk lapisan tipis.

Sifat lebur abu

Umumnya 95% dari mineral matter yang ada pada batubara adalah shale, kaolin, sulfida dan grup klorida. 2. Abu Abu adalah residu yang berasal dari mineral matter hasil dari perubahan batubara. Komposisi kimianya berbeda dan beratnya lebih kecil dari mineral matter yang ada di dalam batubara asalnya. Komponen unsure-unsur abu yang utama : Natrium Kalsium Magnesium Kalium Aluminium Silikon Besi Sulfur

7IV - 1

AFT diukur dalam 2 kondisi yaitu kondisi oksidasi dan kondisi reduksi. Pengukuran dibawah kondisi oksidasi biasanya menunjukkan harga yang lebih besar, tergantung pada keberadaan beberapa komponen abu seperti besi oksida. Besi oksida mempunyai efek fluxing (sifat sebagai flux atau bahan imbuh) yang berbeda bilamana dalam bentuk teroksidasi dan tereduksi. b. Kandungan Sulfur Sulfur umumnya terdapat dalam kebanyakan batubara, jumlahnya dapat bervariasi mulai dari jumlah yang sangat kecil (traces) sampai 4% atau lebih. S terdapat 3 bentuk utama adalah : Viskositas slag

Tingkah laku batubara antara temperatur pelunakan dan temperatur pembekuan kembali (resolidification) umumnya disebut sifat plastis dari batubara. Plastisitas akan teramati ketika telah terjadi proses dekomposisi, mula-mula terjadi proses depolimerisasi batubara, diikuti dengan munculnya produk cair yang akan merubah komponen lain menjadi plastis dan gas yang membentuk gelembung-gelembung. Ketika gelembung-gelembung lewat melalui pori-pori besar dan rekahan dari partikel batubara, ia melawan tahan dari batubara plastis tersebut. Hasilnya seluruh batubara memuai (swell). Pemuaian berhenti ketika batubara kembali membeku ketika produk cairselanjutnya terdekomposisi membentuk zat terbang. Sifat Muai(Swelling)

1.

Sulfur Piritik (FeS2), jumlahnya sekitar 20-30% dari sulfur total dan terasosiasi dalam abu, terjadi baik sebagai makrodeposit (lensa, veins, joints, balls dsb) dan mikrodeposit (partikel-partikel halus yang terdisseminasi).

Swelling properties diukur dengan free swelling index (FSI) yaitu ukuran pembesaran volume batubara apabila ia dipanaskan dibawah kondisi pemanasan tertentu. FSI digunakan untuk meramalkan kecenderungan batubara membentuk kokas bila dipanaskan pada alat tertentu. Batubara yang FSI-nya 2 atau kurang, bukan merupakan coking coal yang baik, sedangkan yang menunjukkan index antara 4 sampai 8 akan menunjukkan sifat coking yang baik (FSI dapat mulai 0 9). METODE ANALISIS ANALISIS GRAVIMETRI Gravimetri merupakan analisis konvensional yang penentuan jumlah zatnya berdasarkan pada jumlah penambangan. Selain penimbangan contoh dilakukan pula penimbangan hasil reaksi, baik berupa endapan maupun gas yang terjadi. Berdasarkan dasar dan analisisnya gravimetri di bagi menjadi : 1. 2. 3. Cara pengendapan Cara Penguapan Cara Elektrogravimetri

2.

Sulfur Organik, jumlahnya sekitar 20 80 % dari sulfur total dan secara kimia terikat dalam substansi batubara, biasanya berasosiasi dengan konsentrasi sulfat (dan sulfida) selama proses pembatubaraan.

3.

Sulfur sulfat, kebanyakan sebagai kalsium sulfat dan besi sulfat, jumlahnya sangat kecil kecuali pada batubara yang terekspos dan teroksidasi.

Makrodeposite dari sulfur piritik dapat dihilangkan dengan proses pencucian, sementara mikrodeposit dari sulfur organik dan sulfat sulit dihilangkan. Sifat-sifat Plastis Batubara Apabila batubara bituminous dipanaskan, ia akan mengalami suatu seri perubahan fasa :

1.
2.

Partikel batubara melunak (pada temperatur + 400 C) dan mencair. Akan terjadi pemuaian segera setelah partikel menyatu dan melebur Pemuaian berhenti pada temperatur disekitar 500oC ketika batubara kehilangan plastisitasnya dan mulai membeku membentuk struktur porous yang disebut kokas.

3.

ANALISIS TITRIMETRI Merupakan analisis jumlah berdasarkan pengukuran volume larutan yang diketahui kepekatannya secara teliti dan direaksikan dengan larutan contoh yang akan ditetapkan kadarnya. Penggolongan metode titrasi :

8IV - 1

1.

Reaksi Metatetik, meliputi : a. Titrasi Asidi-Alkalimetri b. Titrasi Pengendapan c. Titrasi Kompleksometri

b. c. d. e.

warna contoh : coklat, hitam atau coklat kehitaman kilap : mengkilap, campuran mengkilap atau kusam kotoran : resin, clay atau pirit kekerasan : keras atau lunak

2.

Reaksi Redoks, meliputi : a. Titrasi Permanganatometri b. Titrasi Yodo/Yodimetri c. Titrasi Serimetri d. Titrasi Dikromatometri ANALISIS INSTRUMEN Merupakan suatu cara analisis kuantitatif atau kualitatif yang menggunakan detektor sebagai pengganti ketajaman mata sehingga hasilnya lebih baik dan lebih teliti. 1. Spektofotometer Merupakan analisis jumlah berdasarkan tua-mudanya warna larutan yang tergantung pada kepekatannya itu sendiri dan didasari oleh hukum Lambert-Beer, yakni Bila suatu cahaya monokromatis melalui suatu media yang transparan maka bertambah turunnya intensitas cahaya yang dipancarkan sebanding dengan bertambah tebalnya dan kepekatan media. 2. Spektrofotometer Serapan Atom Merupakan suatu teknik analisis zat yang berdasarkan pada absorbsi sinar oleh atom bebas. PROSEDUR ANALISIS d. e. PREPARASI DAN PENENTUAN AIR BEBAS Preparasi merupakan persiapan contoh yang dilakukan sedemikian rupa seihngga menjadi contoh yang siap di analisis. Beberapa tahap dalam preparasi contoh batubara. Pengamatan contoh dilakukan untuk mengetahui ciri khas dari batubara, meliputi : a. bentuk contoh : bongkahan atau halus Keterangan : Kadar air bebas = Perhitungan : c. b. Alat dan bahan : a. b. c. Prosedur : a. Ditimbang batubara asal pada pan pengering yang telah diketahui bobotnya. Dibiarkan di udara terbuka atau pada suhu kamar sampai bobotnya konstan (A). Di timbang sampai bobot tetap dengan selisih penimbangan 0,1% per jam. Di gerus sampai dengan lolos saringan 8 mesh dan dibiarkan pada suhu kamar sampai beratnya konstan (B). Di timbang sampai selisih penimbangan 0,1% per jam. pan pengering neraca analitik contoh batubara PENGERINGAN DAN PENENTUAN AIR BEBAS Pengeringan dilakukan pada suhu kamar atau pada oven pengering dengan suhu maksimal 40oC dan air bebas dapat ditentukan bersama-sama pada saat pengeringan. Metode Prinsip : : ASTM Designation D.2013-86 Kadar air bebas di dapat dari selisih bobot contoh batubara asal dengan batubara yang telah dikeringkan pada suhu kamar.

B (100 A) 100

+A%

A = kadar air bebas pada contoh asal B = kadar air bebas pada contoh 8 mesh

9IV - 1

PENGGERUSAN Di bagi menjadi dua tahap, yaitu : Prosedur : Perhitungan

Contoh batubara Timbang batubara + 1 gram contoh berukuran -60 mesh ke dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya. Dipanaskan dalam oven pengering pada suhu 105110oC selama + 1 jam. Dinginkan dalam Eksikator dan akhirnya ditimbang. :

a.

Penghancuran, yaitu menggerus contoh sampai lolos saringan

nomor 4 atau nomor 8 menggunakan alat Jaw Crusher atau Roll Mill kemudian dilakukan pembagian berat.

b.

Penghalusan, yaitu contoh di gerus pada alat cofffe Mill atau

Cup Mill untuk mendapatkan contoh yang lolos 60 mesh.

Kadar air lembab = PEMBAGIAN CONTOH Alat-alat yang digunakan adalah Machanical Divider atau Splitter atau kombinasi keduanya. Sedangkan yang paling sederhana dengan cara Coning atau Quartering. Keterangan :

a b a

x 100 %

a = Berat contoh asal b = Berat contoh setelah dipanaskan / dikeringkan

ANALISIS PROKSIMAT 1. Penentuan kadar air lembab Residual moisture atau inherent moisture adalah air yang terikat di dalam batubara. Pemanasan pada suhu sedang diperlukan karena air tersebut terikat kuat pada komponen-komponen batubara. Motode Prinsip : : ASTM Designation D. 3173-92 kadar air lembab di dapat dari selisih bobot contoh yang dipanaskan pada suhu 105 C pada waktu standar 105oC Reaksi : Batubara ----------> batubara kering + H2O Oven pengering Botol timbang, T = 2,4 cm D = 4,2 cm V = 15,10 ml Neraca analitik Eksikator Spatulla Alat dan bahan :
o

2.

Penentuan kadar abu Metode Prinsip : : ASTM Designation D. 3174-98 Contoh batubara diabukan pada kondisi standar sampai sempurna Reaksi Alat dan bahan : Prosedur : Timbang + 1 gram contoh berukuran -60 mesh ke dalam cawan porselin yang telah diketahui bobotnya. Muffle furnace atau pembakar Mecker Cawan porselin diameter 38 mm, tinggi 34 mm, Volume 20 ml Eksikator Neraca analitik Spatulla Contoh batubara : 800oC Batubara ----------> abu + CO2 + H 2O

10IV - 1

Perhitungan

Panaskan dalam oven pada suhu rendah, kemudian perlahanlahan suhu dinaikan sampai 750 - 800 C. Pemanasan diteruskan sampai contoh sempurna menjadi abu (berat konstan). Dinginkan dalam Eksikator dan akhirnya ditimbang. : Perhitungan :
o

contoh yang mengalami sparking, pemanasan pada suhu 650oC dilakukan selama 5 10 menit, kemudian pemanasan diteruskan selama tepat 6 menit pada suhu 950 + 20oC). Dinginkan dalam Eksikator dan akhirnya ditimbang.

berat abu Kadar abu = berat contoh


3. Penentuan kadar zat terbang Metode Prinsip : :

Kadar abu =

x 100 %
Keterangan : 4. Penentuan karbon padat Prinsip Perhitungan : :

a b x 100 % a

- kadar air lembab

a = berat contoh asal b = berat contoh setelah dipanaskan

British Standard (BS. 1016) Contoh batubara dipanaskan tanpa oksidasi pada kondisi standar, kemudian dikoreksi dengan air lembab. 900oC Batubara ----------> kokas + zat terbang

kadar karbon padat diperoleh dari selisih antara air lembab, abu dan zat terbang

Kadar karbon padat = 100% - (kadar air lembab + kadar abu + kadar zat terbang) ANALISIS BENTUK SULFUR Metode Prinsip : : ASTM Designation d. 2492 90 Sulfur yang terkandung dalam batubara dipisahkan dengan asam klorida, residu yang tertinggal di ekstrak dengan asam nitrat untuk melarutkan pirit dan diukur dengan AAS. Reaksi : Batubara + HCl FeS.S FeS.S + 8 HNO3 NO + 2 SO4 + 4 H2O H2SO4 + BaCl2 -------- BaSO4 + 2 HCl Alat dan bahan : Refluks Erlenmeyer 300 ml Penangas listrik -------- Fe(NO3) + 5 -------- H2SO4 +

Reaksi -

Alat dan bahan : Vertikal electric Tube Furnace khusus zat terbang (Mecker burner atau Muffle Furnace). Cawan silika dengan tutup : ~ Volume 10,15 ml ~ Diameter 23 mm ~ Tinggi 40 mm Prosedur : Timbang + 1 gram contoh berukuran -60 mesh ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya, kemudian di tutup. Pasangkan pada kaitan kawat nichron, panaskan dibagian atas furnace (+650oC) selama 2 3 menit. Kemudian pemanasan diteruskan selama tepat 7 menit pada suhu 950 + 20oC (untuk Nichrom Wire (untuk kaitan/pegangan cawan) Neraca analitik dan dessicator Stop Watch Contoh batubara

11IV - 1

Prosedur :

Corong Kertas saring Spektrofotometer Serapan Atom Contoh batubara 60 mesh HCl 2 : 3 HNO3 1 : 7 Larutan standar besi 1000 ppm Air brom NH4OH pekat Indikator metil orange HCl pekat BaCl2 10%

c.

Fitrat di bubuhi dengan indikator metil orange dan dinetralkan dengan tetesan HCl (p) sampai berwarna merah.

d. e.
f.

Dididihkan kemudian diendapkan dengan 25 ml BaCl2 10% sampai

pengendapan sempurna. Endapan berupa BaSO4 diperam selama 2 jam di penangas atau Endapan disaring dengan kertas saring No. 42. Residu dimasukan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui

didiamkan semalam.

g.

bobotnya lalu diperarang, dipijarkan, dan diabukan sampai sempurna (dibakar), sisa pembakaran berupa BaSO4 (padat). h. Perhitungan Didinginkan dan ditimbang. : : :

1.
2. 3.

Ditimbang + 5 gram contoh batubara 6 mesh ke dalam erlenmeyer. Dibubuhi 50 ml HCl 2 : 3 dan direfluks dengan pendingin tegak selama 30 menit mendidih dan dinginkan. Kemudian disaring dengan kertas saring No. 40 dan residu dimasukan kedalam erlenmeyer untuk penetapan pirit serta filtrat ditampung untuk penetapan kadar sulfat sulfur.

Kadar Pirit Sulfur Kadar Sulfat Sulfur

fk x fp x ppm bobot contoh

x 100 %

bobot B Sulfat a bobot contoh


Keterangan 3. :

x 13 ,738
fk = faktor kimia (FeS.S / Fe) Fp = faktor pengenceran

1.

Penentuan Pirit Sulfur a. b. Residu ditambahkan 50 ml HNO3 1 : 7 kedalam erlenmeyer, direfluks selama 30 menit mendidih lalu disaring kedalam labu ukuran 250 ml. Diimpitkan dan diukur dengan Spektrofotometer Serapan Atom. Hasil dari SSA adalah SFeS2 (sulfur firit) Penentuan Sulfat Sulfur a. Fitrat yang ditampung dibubuhi dengan sedikit air brom (Br 2 (p)) sampai berwarna kuning, kemudian dididihkan untuk menghilangkan air brom + 10 menit. b. Ditambahkan 50 ml NH4OH pekat sampai sempurna kemudian disaring dengan kertas saring No. 40, endapan yang dihasilkan di buang. Perhitungan : Prinsip

Penentuan Kadar Sulfur Organik : Kadar sulfur organik dapat diketahui dengan selisih antara sulfur total dengan pirit sulfur dan sulfat sulfur. Kadar Sulfur Organik : % S total ( %S - SO4 + %S - FeS.S )

c.
2.

PENENTUAN NILAI KALOR Metode Prinsip : : ASTM Designation D. 2015 93 Batubara dibakar dalam bomb kalorimeter pada kondisi standar, panas yang dihasilkan dihitung dari kenaikan suhu setelah pembakaran, dikurangi beberapa nilai koreksi.

12IV - 1

Reaksi

Batubara -------- abu + CO2 + H2O + SO3 + NO2 + a kalori SO2 + H2O 2 NO2 + H2O -------- H2SO4 -------- 2 HNO3 + O2

Bomb diisi dengan 5 ml air dan ditutup rapat kemudian dialiri gas oksigen dengan tekanan 30 atm selanjutnya dimasukan kedalam vessel yang sudah berisi air sebanyak 2000 ml.

Alat dinyalakan , bila suhu vessel dan suhu jacket sudah sama maka suhu awal dicatat. Tombol fire ditekan sampai terjadi kenaikan suhu yang cukup drastis hingga konstan, lalu dicatat suhu akhir. Alat dimatikan dan air dalam bomb ditampung ke dalam piala gelas 400 ml dan diencerkan sampai 100 ml. Larutan dididihkan lalu dititrasi oleh Ba(OH)2 dengan indikator phenolpthlein kemudian ditambahkan 10 ml Na2CO3 lalu dititrasi dengan HCl 0,1 N dengan methyl orange sebagai penunjuk.

H2SO4 + HNO3 + Ba(OH)2--- BaSO4 + Ba(NO3)2 + H2O Ba(NO3)2 + Na2CO3 Na2CO3 Na2CO3 + HCL + H2O + CO2 Alat dan bahan : Perhitungan Satu unit alat Bomb Kalorimeter Cawan Kwarsa Kawat nikrom Piala gelas 400 ml Buret 50 ml Kertas saring Pemanas listrik Gelas ukur 2000 ml Contoh batubara 60 mesh Oksigen Ba (OH)2 0,1 N Na2CO3 HCl 0,1 N 0,1 N KADAR ULTIMAT 1. 2 NaCl --------- BaCO3 + 2 -

: =

N a x ( T T ) b ir a o bobot contoh
Keterangan : N Ta To b = = = = Nilai air suhu air suhu awal total nilai koreksi

Nilai Kalor

Penentuan kadar karbon dan hidrogen Metode Prinsip : : ASTM Designation D.3178-89 Karbon dan hidrogen dioksidasikan dalam combustion tube, gas hasil oksidasi dialirkan melalui penyerap H2O dan penyerap CO2 kemudian ditentukan secara gravimetri. Reaksi : Pada penyerap H2O : n H2O + Mg(ClO4) ---- ---- Mg(ClO4)n Na2CO3 +

Indikator Methyl orange Indikator Phenolpthalein

Prosedur : Ditimbang + 1 gram contoh batubara 60 mesh ke dalam cawan kwarsa, lalu kawat nikrom dikaitkan pada bomb kalorimeter dan dicelupkan ke alam contoh.

H2O Pada penyerap CO2 : CO2 + 2NaOH H2O

13IV - 1

Alat dan bahan : Prosedur : tube. Rangkain penyerap dibiarkan selama 15 menit, kemudian di timbang dan dihubungkan dengan pipa pembakaran. Di timbang contoh batubara 60 mesh ke dalam combustion boat yang telah diketahui bobotnya. Combustion boat dimasukkan ke dalam pipa pembakaran yang telah dipanaskan pada suhu 850 900oC. Aliran gas oksigen dijalankan dengan kecepatan 50 100 ml/menit dan dibiarkan furnace bergerak sampai tepat berada di atas contoh. Motor dimatikan dan dibiarkan furnace tepat berada di atas contoh selama 45 menit. Rangkaian penyerap dipisahkan dari pipa pembakar dan didinginkan lalu ditimbang. Perhitungan : Kadar Hidrogen = Alat disiapkan. Disiapkan rangkaian penyerap dan dirangkaikan pada combustion Satu unit alat Combustion Furnace Neraca analitik Contoh batubara 60 mesh Gas oksigen Penyerap H2O yaitu anhidrat Mg (ClO4) Penyerap CO2 yaitu Natron asbestos

2.

Penentuan Kadar Sulfur dengan Metode Suhu Tinggi : Contoh dialiri gas oksigen membentuk SO3 pada proses pembakaran SO3 ditangkap dengan H2O membentuk H2SO4 yang selanjutnya dititrasi oleh Na2B4O7 .

Prinsip

Reaksi

: Batubara + O2 SO3 + H2O2 Cl2 + H2O2 2 Na + SO4 Na + Cl


+ + 2-

-------- -------- -------- -------- --------

abu + SO3 + Cl2 H2SO4 2 HCl Na2SO4 NaCl

Alat dan bahan : Prosedur : Ditimbang 0,5 gram contoh batubara kedalam cawan perahu kemudian ditutupi dengan hablur Al2O3. Contoh kemudian dimasukan kedalam furnace yang telah diset suhunya 1350oC, kemudian dialiri gas O2 sampai flow meter menunjukan angka 12 - 15 (5 ml/menit). Vakum dinyalakan dan flow meter diatur sampai 9,310,5 (4 ml/menit) Disiapkan 100 ml larutan H2O2 kedalam botol penyerap yang telah ditambahkan indikator MM : MB, selanjutnya dipasang di furnace. Setiap dua menit contoh didorong agar pembakarannya sempurna. Satu unit furnace high temperature Neraca analitik Cawan perahu Buret 50 ml Gelas ukur Contoh batubara 60 mesh H2O2 1% Na2B4O7 0,0500 N Indikator MM : MB Hablur Al2O3

a x 11 ,19 bobot contoh


=

x 100%

Kadar Karbon Keterangan :

b x 27 ,289 bobot contoh

x 100%

a = pertambahan bobot penyerap H2O b = pertambahan bobot penyerap CO2

14IV - 1

Analisis dihentikan sampai larutan berwarna ungu. Larutan dimasukan kedalam erlenmeyer lalu di titar dengan Na2B4O7 0,0500 N.

Prosedur : -

KOH 50% Ditimbang 1 gram contoh batubaa kedalam labu Kjeldahl yang telah berisi 10 gram K2SO4, 0,7 gram CuSO4, dan 0,3 gram selen kemudian ditambahkan 25 ml H2SO4 lalu dihomogenkan.

Perhitungan : Kadar sulfur total = Keterangan :

V x N x 1,603 bobot contoh

x 100 %

Larutan dideduksi sampai larutan berwarna hijau jernih. Larutan didinginan, dibubuhi KMnO4 dan didestruksi sampai larutan berwarna hijau jernih. Didinginkan dan dimasukan kedalam alat destilasi dan ditambah air suling. Pada saat mendidih ditambahkan KOH 50% sampai larutan berwarna coklat. Amoniak yang terbentuk ditampung dengan larutan H3BO3 yang telah dibubuhi indikator MM : MB. Destilasi dihentikan sampai volume larutan menjadi 250 ml. Larutan dititar dengan HCL 0,1 N sampai berwarna lembayung. Dilakukan blanko. Kadar Nitrogen =

V = volume Na2B4O7 N = normalitas Na2B4O7

3.

Penentuan Kadar Nitrogen Cara Kjeldahl : : ASTM Designation D. 3179 89 Contoh didestruksi dengan asam sulfat pekat menghasilkan (NH4)2SO4 dengan penambahan KOH maka NH3 akan dibebaskan selanjutnya dapat dititrasi.

Metoda Prinsip

Reaksi

Batubara + H2SO4 + K2SO4 + CuSO4 -- (NH4)2SO4 (NH4)2SO4 + 2 KOH ------- NH4OH + K2SO4 NH3 + H3BO4 NH4H2BO4 + HCL ------- NH4H2BO2 ------- NH4Cl + H3BO3

Perhitungan :

Alat dan Bahan : Satu unit alat destruksi Labu Kjeldahl Buret Pipet 25 ml Contoh batubara Indikator MM : MB Hablur CuSO4 Hablur Selen Hablur KMnO4 H3BO3 HCl 0,1 N

( a b ) x N x 0,014 bobot contoh


Keterangan :

x 100 %
a = volume HCl contoh b = volume HCl blanko N = normalitas HCl

4.

Penentuan Kadar Oksigen

Kadar oksigen dapat ditentukan dari selisih antara kadar abu, kadar hidrogen, nitrogen, karbon dan belerang. Perhitungan : 100% - ( %abu + %N + %C + %S + %H ) ANALISIS KOMPOSISI ABU

15IV - 1

1.

Penentuan LOI (lost on ignition) Prinsip : Contoh batubara umumnya mengandung senyawa organik dan anorganik. Dengan pemanasan 900 925 C dapat diketahui kadar zat hilang di bakar dengan menghitung selisih bobot sebelum dan sesudah pemanasan. Alat dan bahan : Prosedur : Perhitungan : Kadar LOI = 3. Di timbang + 1 gram contoh abu batubara ke dalam cawan yang telah di ketahui bobotnya. Cawan dipijarkan ke dalam furnace pada suhu 900 925 C selama 1 jam kemudian didinginkan dan ditimbang.
o o

Prosedur : -

Abu batubara Larutan BaCl2 10% Di timbang +0,5 gram abu batubara ke dalam piala gelas 400 ml dan ditambahkan air suling. Ditambahkan 10 ml HCl pekat, di tutup dan dididihkan (larut). Diencerkan sampai 50 ml, dididihkan sampai larut. Di saring dengan kertas saring No. 40, larutan di tampung dan dipanaskan sampai mendidih. Ditambahkan BaCl2 10% sambil di aduk dan dibiarkan di atas hot plate sampai mendidih. Disaring dengan kertas saring No. 42 dan di cuci dengan air panas, lalu endapan diperarang, dipajarkan dan diabukan.

Cawan porselin Furnace Eksikator Contoh abu batubara

Perhitungan :

0,343 x bobot Ba Sulfat bobot contoh

x 100 %

Penentuan Kadar Silikat Prinsip : Silikat dapat ditetapkan dengan cara pengurangan bobot pemijaran senyawa yang tidak larut oleh aqua regia dengan pemijaran senyawa yang tidak larut dalam asam florida. Reaksi : SiO2 + aqua regia ------------- Oksida logam lain + aqua regia ------ garam-I + H2O +

bobot sebelum

pem anasan bobot sesudah bobot contoh

pem anasan

2.

Penentuan Kadar SO3 Prinsip : Reaksi : Alat dan bahan : Kaca arloji Piala gelas 400 ml Pemanas listrik Corong Meker Furnace Sulfat di endapkan dengan BaCl2 berlebih dalam suasana asam dan panas. Endapan yang terbentuk di timbang sebagai BaSO4. SO42- + BaCl2 ------ BaSO4 + 2 ClNO

SiO2 + 4 HF ---- SiF4 + 2H2O Alat dan bahan : Piala gelas Pemanas listrik Kaca arloji Cawan platina Corong Furnace

16IV - 1

Prosedur : -

Neraca analitik HNO3 pekat HCl pekat H2SO4 1 : 1 HF

Prinsip

Sejumlah abu batubara dilarutkan dengan HF pekat dan HNO3 pekat, serta dioksidasi dengan HClO4. Kandungan logam-logam tersebut dapat diketahui dengan memeriksa larutan tersebut dengan spektrofotometer dan spektrofotometer serapan atom.

Reaksi : Ditimbang + 0.5 gram abu batubara dan dimasukan kedalam piala gelas. Dibilas dengan air dan ditambahkan 15 ml HCl pekat, 5 ml HNO3 pekat, dan 10 ml H2SO4 1 : 1. Ditutup dengan kaca arloji dan dipanaskan sampai keluar asap putih. Dipanaskan kembali sambil digoyang-goyangkan selama 23 menit. Didinginkan dan diencerkan dengan air sampai 75 ml serta dibubuhi 10 ml HCl pekat. Dipanaskan sampai mendidih, lalu disaring dengan kertas saring No.42. Dicuci dengan HCl encer beberapa kali, lipat kertas saring dan dimasukan kedalam cawan platina, diperarang, dipijarkan, didinginkan dan ditimbang. NO2 + H2O Logam o + HClO4 Alat dan bahan : Prosedur : Ditimbang + 0.2 gram contoh, dimasukan kedalam piala teflon lalu dibilas dengan air suling. Ditambah 3 ml HNO3 pekat dan 3 ml HClO4, Lalu dipanaskan sampai hampir kering. Dibubuhi 5 ml HNO3 pekat lalu dipanaskan sampai mendidih. Diencerkan dengan air suling sampai volume 40 ml, dipanaskan sampai mendidih lalu didinginkan. Larutan dimasukan ke dalam labu ukur 100 ml, diimpitkan dan dikocok. a. Penetapan kadar K2O, Na2O, Al2O3, MgO, MnO, dan Fe2O3 dengan Spektrofotometer Serapan Atom Neraca analitik Piala teflon Pemanas listrik Labu ukur 100 ml HF HNO3 pekat HClO4 ---------- garam I SiO2 + 4 HF Logam + HNO3 ---------- ---------- SiF4 + 2 H2O garam nitrat +

Perhitungan

Abu dibasahkan sedikit dengan air suling, lalu dibubuhi 2 3 tetes H2SO4 1 : 1. Dibubuhi 5 10 ml HF dan dipanaskan sampai kering, dipijarkan, lalu didinginkan dan ditimbang. :

Kadar SiO2 =

Bobot SiO 2 bobot contoh

x 100 %

4.

Penetapan Kadar K2O, Na2O, MgO, CaO, Al2O3, Fe2O3, MnO, P2O5, dan TiO2

17IV - 1

Prinsip :

Kondisi larutan contoh dengan kondisi larutan standar harus sama. Dalam hal ini baik larutan contoh maupun standar mengandung Li 2000 ppm dan Sr untuk mengatasi gangguan kation.
+ 2+

sehingga dapat ditentukan dengan spektrofotometer pada 400 nm. Reaksi : TiO2 + H2SO4 H2O TiOSO4 + H2O2 TiO3 (kuning) Alat dan bahan : Labu ukur 25 ml Pipet 5 ml Spektrofotometer Labu semprot Larutan induk Larutan H2SO4 1 : 1 Larutan H3PO4 Larutan H2O2 3% Dipipet 10 ml larutan induk ke dalam labu ukur 25 ml Ditambah 2,5 ml H2SO4 1 : ! ; 1,25 ml H3PO4, dan 2,5 ml H2O2 3% Dibilas dan diimpitkan dengan air suling Diperiksa dengan Spekrofotometer pada Kadar TiO2 400 nm. = ----------- H2SO4 + ----------- TiOSO4 +

3000 ppm yang berfungsi

Alat dan bahan : Prosedur : Dipipet 5 ml larutan induk kedalam labu ukur 25 ml dan 100 ml. Kedalam labu ukur 100 ml masing-masing ditambahkan 20 ml larutan Li+ dan 10 ml larutan Sr2+ lalu kedalam labu 25 ml ditambahkan 5 ml larutan Li+ dan 2.5 ml larutan Sr2+. Diimpitkan dengan HNO3 1:24 lalu diperiksa dengan spektrofotometer serapan atom. Perhitungan : Kadar = Labu ukur 25 ml dan 100 ml SSA Varian techtron AA-5 Pipet 5 ml Labu semprot Larutan induk Air suling Larutan Li+ 2000 ppm Larutan Sr2+ 3000 ppm Larutan HNO3 1 : 24

Prosedur : -

Perhitungan :

volum labu x A contoh x ppm s tan dar x fp x fk e x 100 % 1000 x A s tan dar x bobot contoh
b. Penetapan Kadar TiO2 dengan Spektrofotometer Prinsip : Dalam suasana asam sulfat, Titan dioksida dapat membentuk kompleks berwarna kuning hijau dengan hidrogen perioksida

volume labu x A contoh x ppm s tan dar x fp 100 % 1000 x A s tan dar x bobot contoh

c.

Penetapan Kadar P2O5 dengan Spektrofotometer Prinsip : Dalam Suasana asam nitrat, difosfor pentaoksida dapat membentuk kompleks berwarna kuning dengan amonium molibdat, sehingga dapat ditetapkan dengan spektrofotometer pada 460 nm.

18IV - 1

Reaksi :

H3PO4 + 12 (NH4)2MoO4 + 21 HNO3 ---------- (NH4)3PO4.12 MoO3 + 21 NH4NO3 + 12 H2O

Batubara + MgO + Na2CO3 Cl + AgNO3 AgNO3 + KCNS 6 KCNS + Fe2(SO4)3 Alat dan bahan = Prosedur : : Cawan porselin Muffle furnace Buret 50 ml Gelas ukur 50 ml Piala gelas Kertas saring No. 40 Corong HNO3 1 :1 KCNS 0,025 N AgNO3 0,025 N Nitrobenzena Indikator feri amonium sulfat Campuran Eschka
-

-------- Cl-------- AgCl + NO3-------- AgCNS + KNO3 -------- Fe(CNS)2

Alat dan bahan : Prosedur : Dipipet 10 ml larutan induk ke dalam labu ukur 50 ml, ditambah 5 ml amonium molibdat 3%. Ditambahkan 5 ml amonium vanadat 0,25%, lalu diimpitkan dengan HNO3 1 : 24. Diperiksa dengan Spektrofotometer dengan 460 nm Kadar P2O5 Perhitungan : Labu ukur 50 ml Pipet 5 ml Pipet serologi Spektrofotometer Larutan HNO3 1 : 24 Larutan amonium vanadat 0,25 % Larutan amonium molibdat 3%

volum labu x A contoh x ppm s tan dar x fp e x 100 % 1000 x A s tan dar x bobot contoh
ANALISIS LAINNYA Penentuan Kadar Klor cara Eschka Metode Prinsip : : ASTM Designation D. 2361 91 Kadar klor dalam batubara dapat ditentukan dengan melebur contoh batubara dalam campuran Eschka dan dioksidasikan Reaksi : pada suhu standar. Ion klorida yangterbentuk ditentukan secara Argentometri.

Ditimbang + 1 gram batubar yang berukuran 60 mesh kedalam cawan yang telah berisi 3 gram campuran eschka, diaduk dan ditutup dengan 2 gram eschka.

Dipanaskan dalam muffle furnace pada suhu 800 oC selama 3 jam lalu didinginkan. Dilarutkan dengan air suling panas sampai 100 ml, lalu ditambahkan 50 ml HNO3 1 : 1 kemudian disaring. Bila larutan jernih, maka tidak perlu di saring, larutan keruh karena

19IV - 1

kadar abu yang tinggi maka diperlukan penyaringan untuk mendapatkan larutan yang jernih. Larutan ditambahkan 20 ml AgNO3 0,025 N dan didiamkan selama 15 menit lalu ditambahkan 10 ml nitrobenzena kemudian diaduk selama 1 menit. Larutan dititrasi dengan KCNS 0,025 N dengan indikator feri amonium sulfat. Dilakukan analisis blanko, untuk analisis blanko, prosesnya sama dengan di atas, sampel yang digunakan sebanyak + 5 gram eshka yang dipanaskan dalam muffle furnace dan selanjutnya sama. Perhitunan : Kadar Klor =

Prosedur Perhitungan : :

Spatulla Larutan typol 0,03 % Di abuat larutan typol 0,03% dan di ukur berat jenisnya setelah tidak ada gelembung udara. Piknometer di isi dengan larutan typol sampai penuh dan kemudian di timbang. Larutan typol di pipet, sampai setengah dari volume piknometer. Di timbang + 1 gram batubara ukuran 60 mesh, dikeringkan dalam oven pada suhu 105 110o C selama satu jam. Setelah dingin, perlahan-lahan dimasukkan kedalam piknometer dengan menggunakan corong kecil dan kuas. Dibiarkan sampai semua contoh mengendap dalam larutan typol selama satu malam atau di vakum dalam eksikator. Piknometer di isi kembali dengan larutan typol sampai penuh dan kemudian di timbang.

0,0886 x ( b a ) x 100 % bobot contoh


Keterangan : b = a = volume blanco volume contoh

Berat jenis : Keterangan :

bobot ker ing x bj typol Bobot ker ing (b a )


a = bobot piknometer + larutan typol b = bobot piknometer + larutan typol +

PENGUJIAN SIFAT FISIKA BATUBARA 1. Penentuan Berat Jenis Metode Prinsip : : ASTM Designation D. 167 79 Berat jenis batubar dapat diketahui berdasarkan perhitungan bobot per volume dengan menggunakan piknometer dan larutan typol. Alat dan bahan : Piknometer vacum 50 ml Pipet ukur 25 ml Neraca analitik Corong kecil Kuas kecil Alat dan Bahan : contoh 2.

Penetapan Nilai Muai Bebas (Free Swelling Index-FSI) Metode Prinsip : : ASTM Designation D. 720-91 Contoh batubara dipanaskan secara tepat tanpa oksigen dan nilai muai bebas dari contoh tersebut dapat diketahui dengan membandingkan kokas yang terbentuk dengan gambar standar yang bernilai dari 1 9. Cawan porselin khusus ubtuk penentuan nilai bebas. Muffle furnace khusus untuk penentuan nilai muai bebas.

20IV - 1

Prosedur : 3.

Stopwatch. Neraca Analitik Spatula Tang crucible

Dimasukkan ke dalam mesin HGI yang telah dibersihkan sebelumnya dan di putar sebanyak 60 kali. Hasilnya di saring dengan menggunakan saringan 200 mesh dengan bantuan alat rotap. Batubara hasil penyaringan yang tidak lolos saringan 200 mesh dimasukkan ke dalam plastik kosong yang telah diketahui bobotnya dan kemudian di timbang.

Di timbang + 1 gram batubara berukuran 60 mesh ke dalam cawan porselin yang telah diketahui bobotnya. Cawan beserta isinya di ketuk-ketuk sebanyak 12 kali agar permukaannya menjadi rata. Cawan tersebut dipanaskan dalam muffle furnace pada suhu 815 825oC selama 2 - 4 menit. Cawan diangkat dan didinginkan di udara terbuka. Hasil pemanasan dibandingkan dengan profil standar. Perhitungan : HGI

(contoh asal contoh tidak lolos saringan 0,15017


Keterangan :

200 mesh ) + 2,1549

Angka-angka di dalam rumus di dapat dari perhitungan kalibrasi alat dengan contoh standar.

Penetapan Hardgrove Grindability Index (HGI) Metode Prinsip : : ASTM Designation D.409-93a Batubara di gerus pada mesin HGI pada kondisi standar dan hasilnya di saring dengan saringan yang berukuran 200 mesh. Nilai HGI dapat di hitung dari jumlah batubara yang tidak lolos saringan 200 mesh. Semakin tinggi nilai HGI semakin mudah batubara di gerus. Alat dan bahan : Prosedur : Saringan yang berukuran 14, 28 dan 200 mesh. Mesin Hardgrove Grindability Index. Mesin penyaring rotap. Naraca analitik. Neraca teknis Plastik

Di timbang + 50 gram batubara yang berukuran 14 + 28 mesh.

21IV - 1

Vous aimerez peut-être aussi