Vous êtes sur la page 1sur 21

I.

Peta Lokasi Cekungan Sumatra Tengah merupakan salah satu cekungan penghasil minyak bumi yang paling utama di Indonesia. Dalam rangka explorasi dan eksploitasi minyak bumi, banyak hal telah ditulis untuk membuat model geologi Cekungan Sumatra Tengah berdasarkan data-data baik berupa seismik, log listrik, core dan analisisanalisisnya. Cekungan Sumatra Tengah (gambar 1) merupakan bagian dari beberapa cekungan yang ada di sumatra, yang mana dibatasi pada bagian barat laut yaitu Cekungan Sumatra Utara, dibagian tenggara yaitu Cekungan Sumatra Selatan, dibagian selatan yaitu Cekungan Bengkulu dan di bagian barat daya yaitu Cekungan Ombilin.

Gambar 1.Lokasi Cekungan Sumatera Tengah II. Fisiografi Cekungan Sumatra Tengah merupakan cekungan belakang busur atau back arc basin yang berkembang di sepanjang tepi barat dan selatan Paparan Sunda yang terletak di sebelah barat daya Asia Tenggara. Cekungan ini merupakan hasil dari perkembangan struktur geologi yang berkembang akibat adanya tumbukan dari lempeng Samudra Hindia dengan lempeng Asia Tenggara yang arahnya oblique atau 1

menyudut. Cekungan Sumatra Tengah merupakan cekungan busur belakang yang memiliki batuan dasar (basement) paling dangkal di sepanjang tepi lempeng Sunda. Sistem cekungan busur dalam ini diawali dari cekungan Sumatra Utara kemudian sejajar mengikuti pola zona tumbukan antara lempeng Samudera Hindia dengan lempeng Eurasia. Cekungan ini dibatasi di bagian barat dan barat daya oleh Bukit Barisan, bagian utara oleh Busur Asahan, bagian tenggara oleh Tinggian Tigapuluh, dan bagian Timur oleh Sunda Craton.

Gambar 2. Posisi Cekungan Sumatra Utara Cekungan Sumatra Tengah mulai terbentuk pada awal Tersier (Eosen-Oligosen) dan merupakan seri dari struktur half graben yang terpisah oleh block horst. Batuan Tersier tersingkap dari Bukit Barisan di sebelah barat Sumatra hingga ke dataran pantai timur Sumatra. Pada beberapa daerah half graben ini diisi oleh sedimen clastic non marine dan sedimen danau dari Formasi Pematang yang mencapai ketebalan 6000 kaki. Proses pengangkatan, perlipatan dan pensesaran terjadi pada Formasi Pematang dan diikuti oleh amblesan secara regional yang menjadikan cekungan tersebut berada dalam kondisi transgresi pada Miosen Awal. Cekungan Sumatra tengah berbentuk asimetris yang mengarah barat laut- tenggara. Bagian yang terdalam terletak pada bagian barat daya dan melandai ke arah Timur Laut. Hal ini disebabkan karena adanya patahan-patahan bongkah pada landas cekungan yang umumnya berbentuk half graben. 2

III. Tatanan Tektonik

Gambar 3. Peta tektonik Cekungan Sumatera Tatanan tektonik yang terdapat pada Cekungan Sumatera Tengah dipengaruhi oleh pergerakan dan tumbukan antara Lempeng Samudera India dengan Lempeng Eurasia, yang dicirikan oleh blok-blok patahan yang umumnya membentuk orietasi utara-selatan yang berupa rangkaian horst dan graben. Terdapat dua pola struktur utama di Cekungan Sumatera Tengah, yaitu yang lebih tua cenderung berarah utaraselatan (N-S) dan pola-pola muda cenderung berarah baratlaut-tenggara (NW-SW). Sistem patahan blok yang terutama berarah utara-selatan, membentuk suatu seri horst dan graben, yang mengontrol pola pengendapan sedimen Tersier Bawah. Menurut De Coster (1974) bentuk struktur yang saat ini berkembang di Cekungan Sumatera Tengah dihasilkan oleh sekurang-kurangnya tiga fase tektonik utama yang terpisah,

yaitu Orogenesa Mesozoikum Tengah (Pretertiary), Tektonik Kapur Akhir-Tersier Awal (Eocene-Oligocene) dan Orogenesa Plio-Plistosen. Orogenesa Mesozoikum Tengah ditafsirkan merupakan penyebab utama termalihannya endapan-endapan Paleozoikum dan Mesozoikum yang sekarang dikenal sebagai batuan dasar. Secara umum keadaan teknonik dan stratigrafi di Cekungan Sumatra Tengah dapat digambarkan dalam 3 phase utama (major cycles). Ke tiga phase tectonic ini adalah: 1. Pre rift yang terdiri dari batuan dasar (basement) lebih tua dari Tertiary. Batuan dasar ini ber orientasi NW- SE dan NNW-SSE. Struktur yang ada pada umumnya berupa patahan yang tentunya telah mengalamai reactivation menjadi sesar naik dan geser. Patahan patahan ini juga merupakan batas dari basement terranes yang ada. Ada 5 struktur utama yang berkembang, yaitu Mountain Front , Central Deep, Kubu High, Rokan Uplift dan Coastal Plain. Mountain Front dibagian barat yang mana berada pada pinggiran bukit barisan yang tersingkap menjadi sturktur antiklin, ke bagian utara ada Kubu High, sedangkan di bagian selayan ada Central Deep. Akumulasi sedimen yang tebal pada bagian Central Deep yang dibatasi ke bagian timar oleh sturuktur patn yang membentuk tinggian yaitu Rokan Uplift.. Struktur dan batuan dari basement ini sangat berpengaruh pada pembentukkan struktur dan endapan batuan Tertiary diatasnya.

Gambar 4. Perkembangan tektonik Cekungan Sumatera Tengah fase Pre-rift yang mendasari pembentukan cekungan (G,MERTOSONO, !PA 1974) 4

2. Phase Synrift yaitu phase pembentuk kan rift pada awal Eocene akhir Oligocene yang di isi oleh endapan Grup Pematang yang terdiri dari 3 formasi yaitu Lower Red Bed, Browns Shale dan Upper Red Bed, kurang lebih mulai dari 50 25.5 Ma. Geometry dari rift ini adalah half graben. Pada awal terjadi pembentukan rift atau graben endapan Pematang yang terdiri dari endapan alluvial dan fluvial. Endapan alluvial Lower Red Bed yang di dominasi oleh batuan conglomerate/ fanglomerate , batu pasir dan mudstone yang berwana merah dengan sortasi pada umumya buruk. Diatas Lower Red Bed di endapan kan Brown Shale, yang merupakan endapan lacustrine dan merupakan source rock untuk Cekungan Sumatra Tengah. Brown Shale terutama terdiri dari batuan serpih berwarna coklat tua ke hitaman serta di beberapa tempat ada coal dan batu pasir halus. Serpih pada Brown Shale sangat kaya akan bahan organic dengan TOC. Phase synrift di akhiri dengan endapan fluvial dari Upper Red Bed . Upper Red Bed secara umum terdiri dari batu pasir yang dibeberapa tempat konglomeratan, batu lempung dan paleosol. Akhir dari syn rift di Cekungan Sumatra Tengah umur nya adalah 25.5 Ma.

Gambar 5. Fase tektonik pembentukan rift

3.a. Phase post rif - sagging. Pada masa ini secara umum Cekungan Sumatra Tengah mengalami penurunan dan akibatnya air laut mulai menggenangi Cekungan ini. Endapan pada phase ini adalah Grup Sihapas yang terdiri dari formasi-formasi Menggala, Bangko, Bekasap, Duri dan Telisa. Secara umum terjadi suatu transgresi. Grup Sihapas bagian bawah terdiri dari batu pasir dengan kualitas porositas dan permeabilitas yang bagus sekali yang juga merupakan reservoir utama di Cekungan Sumatra Tengah. Sedangkan bagian atas di dominasi endapan serpih dan batu pasir halus terutama di Formasi Telisa yang meupakan seal untuk cebakan hidrokarbon. Namun di beberapa tempat endapan Telisa yang merupakan endapan neritic sampai laut dangkal juga punya potensi sebagai reservoir terutama yang di endapkan di estuarine system. Phase ini di akhiri pada 13.8 Ma yang secara regional di Cekungan Sumatra Tengah di tandai dengan endapan dari arah Bukit Barisan (Wing Foot member of Petani Formation) yang mengendap secara on lapping pada Formasi Telisa. 3.b. Post rift uplift. Pada phase ini secara umum penurunan Cekungan Sumatra Tengah mulai melambat. Genang laut yang terjadi sebelum nya mulai ke arah regressi, dimana Formasi Petani di endapkan. Secara regional ini bersamaan dengan pembentuk kan pegunungan Bukit Barisan. Mulai dari phase ini, pembentuk kan struktur struktur perangkap hidrokarbon di Cekungan Sumatra dimulai dan berlanjut sampai puncak nya (pengangkatan) pada akhir Miocene (5 Ma). Struktur lain yang juga menjadi ciri utama di Cekungan Sumatra Tengah adalah dikenali nya (pengangkatan) pada akhir Miocene (5 Ma). Struktur lain yang juga menjadi ciri utama di Cekungan Sumatra Tengah adalah dikenalinya struktur Sunda Fold .Merupakan struktur yang terjadi akibat sesar geser (wrench fault) pada half graben. Cirinya adalah anticlinal di puncak struktur dan synclinal di dasar struktur.

Gambar 6. Fase tektonik (post rift uplift) Plio-Pliestosen

IV. Stratigrafi Regional Batuan dasar yang berfungsi sebagai landasan Cekungan Sumatera Tengah dapat dibagi menjadi tiga kelompok batuan, yaitu Mallaca Terrane, Mutus Assemblage, dan Graywacke Terrane. Ketiganya hampir paralel . 1. Quartzite Terrane atau disebut juga Mallaca Terrane terdiri dari kuarsit, batugamping kristalin, sekis danserpih yang berumur 295 Ma dan 112 122, 150 Ma serta diintrusi oleh pluton granodioritik dan granitik yang berumur Jura. Kelompok ini dijumpai pada coastal plain yaitu bagian timur dan timur laut. 2. Mutus Assemblage (Kelompok Mutus), merupakan zona suture yang memisahkan antara Quartzite Terrane dan Deep-Water Assemblage. Kumpulan Mutus ini terletak di sebelah baratdaya dari coastal plain dan terdiri dari batuan ofiolit dan sedimen laut dalam. 3. Deep Water Mutus Assemblage atau disebut Graywacke Terrane, Kelompok ini terletak dibagian baratdaya dari kelompok Mutus. Kelompok ini tersusun oleh Graywacke, pebbly mudstone dan kuarsit. Secara tidak selaras diatas batuan dasar diendapkan suksesi batuan-batuan sedimen Tersier. Stratigrafi Tersier di Cekungan Sumatera Tengah dari yang tua ke yang paling

muda adalah Kelompok Pematang, Kelompok Sihapas (Formasi Menggala, Bangko, Bekasap, dan Duri), Formasi Telisa, Formasi Petani dan diakhiri oleh Formasi Minas.

Gambar 9. Kolom Stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah Kelompok Pematang Kelompok Pematang diendapkan tidak selaras di atas batuan dasar, kelompok ini diendapkan pada lingkungan danau/lakustrin dan fluvial dengan sedimen yang berasal dari tinggian disekelilingnya dan berumur Paleogen. Kelompok Pematang dibagi menjadi tiga Formasi: Formasi Lower Red Bed terdiri dari batulempung, batulanau, batupasir arkose, konglomerat yang diendapkan pada lingkungan darat dengan sistem pengendapan kipas alluvial dan berubah secara lateral menjadi lingkungan fluviatil dan lakustrin. Formasi Brown Shale terdiri dari serpih berwarna coklat dan diendapkan pada lingkungan lakustrin dalam sampai lakustrin dangkal. Selain batulempung, di formasi ini juga terdapat endapan-endapan kipas alluvial dan turbid. Formasi Upper Red Bed terdiri dari litologi batupasir, konglomerat dan serpih merah kehijauan yang diendapkan pada lingkungan lakustrin.

Kelompok Sihapas Kelompok Sihapas diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Pematang. Unitunit sedimennya merupakan sikuen transgresif yang menyebabkan penenggelaman lingkungan pengendapan darat menjadi fluvio deltaic. Flavio deltaic ini ditandai oleh sikuen batupasir menghalus ke atas yang bersifat konglomeratik, berbutir kasar dan halus serta tertutup oleh serpih calcareous dan mudstone. Formasi Bangko yang lingkungan pengendapannya sangat besar dipengaruhi oleh intertidal dan laut. Sedimensedimennya diendapkan mulai Oligosen Akhir sampai Miosen Awal. Sedimen Kelompok Sihapas meluas ke seluruh cekungan dengan Formasi laut dalam Telisa di bagian atas yang menunjukkan bagian puncak transgresi. Kelompok Sihapas terbagi menjadi empat formasi, yaitu : Formasi Menggala, merupakan formasi paling tua di Kelompok Sihapas, diperkirakan berumur Miosen Awal. Litologinya tersusun atas batupasir halus sampai kasar yang bersifat konglomeratan. Lingkungan pengendapannya berupa braided river sampai non marine (Dr. Ukat Sukanta dan Dr. Darwin kadar, 1997). Ketebalan formasi ini mencapai 1800 kaki. Formasi Bangko, berumur sekitar Miosen Awal. Formasi ini diendapkan secara selaras diatas Formasi Menggala. Litologinya berupa serpih abu-abu yang bersifat gampingan berselingan dengan batupasir halus sampai sedang. Lingkungan pengendapannya Eustuarin (Dr. Ukat Sukanta dan Dr. Darwin kadar, 1997). Ketebalan formasi ini sekitar 300 kaki. Formasi Bekasap, mempunyai kisaran umur Miosen Awal. Formasi ini diendapkan secara selaras diatas Formasi Bangko. Litologi penyusunnya berupa batupasir dengan kandungan glaukonit di bagian atasnya serta sisipan serpih, batugamping tipis dan lapisan tipis batubara. Lingkungan pengendapan dari estuarin, intertidal, inner neritic sampai middle / outer (Dr. Ukat Sukanta dan Dr. Darwin kadar, 1997). Ketebalan formasi ini sekitar 1300 kaki. Formasi Duri, merupakan bagian teratas dari Kelompok Sihapas. Formasi Duri diendapkan secara selaras diatas Formasi Bekasap dan diperkirakan berumur Miosen Awal. Litologinya berupa batupasir berukuran halus sampai medium diselingi serpih dan sedikit batugamping. Lingkungan pengendapannya adalah middle-outer Neritic (Dr. Ukat Sukanta dan Dr. Darwin kadar, 1997). Ketebalan formasi ini maksimum 900 kaki.

Formasi Telisa Formasi ini diendapkan secara menjari dengan formasi dibawahnya, yaitu menjari dengan Formasi Bekasap disebelah barat daya, di sebelah timur laut menjari dengan Formasi Duri (Yarmanto dan Aulia, 1998). Di beberapa tempat juga ditemukan hubungan sejajar dengan formasi dibawahnya. Formasi ini berumur Miosen Awal Miosen Tengah terdiri dari suksesi batuan sedimen yang didominasi oleh serpih dengan sisipan batu lanau yang bersifat gampingan, berwarna abu kecoklatan dan terkadang dijumpai batugamping. Lingkungan pengendapan formasi ini mulai neritic, sampai non marine (Dr. Ukat Sukanta dan Dr. Darwin kadar, 1997)). Ketebalan Formasi Telisa sekitar 1600 kaki. Satu peristiwa yang cukup penting di Cekungan Sumatera Tengah adalah munculnya intrusi dan ekstrusi batuan beku berumur Miosen Tengah (12 17 Ma) sesaat setelah hiatus Duri. Komposisi batuan-batuan intrusive tersebut menunjukkan lingkungan kejadian cekungan belakang busur (Heidrick dan Aulia, 1993). Formasi Petani Formasi Petani ini diendapkan secara tidak selaras diatas Formasi Telisa dan Kelompok Sihapas dan berumur Miosen Tengah Plistosen. Formasi ini berisi sikuen monoton serpih mudstone dan berisi interkalasi batupasir minor dan batulanau yang kearah atas menunjukkan pendangkalan lingkungan pengendapan dan penyusutan pengaruh laut sehingga lingkungan pengendapan berubah dari laut pada bagian bawahnya menjadi daerah payau pada bagian atasnya. Formasi Petani merupakan awal dari fase regresif yang menunjukkan akhir dari periode panjang transgresif di Cekungan Sumatera Tengah. Formasi Minas Merupakan endapan kuarter yang diendapkan secara tidak selaras diatas Formasi Petani. Litologi Formasi minas terdiri dari laisan-lapisan tipis konglomerat, pasir kuarsa, pasir lepas, kerikil, lempung yang merupakan endapan fluvial-alluvial yang diendapkan dari zaman Plistosen hingga saat ini.

10

Gambar 8. Kolom Kronostratigrafi Cekungan Sumatera Tengah

Gambar 9. Kolom tektononostratigrafi Cekungan Sumatera Tengah

11

Gamabar 10. a) Penampang seismic di daerah Sumai (Cekungan Sumatera Tengah) yang memperlihatkan adanya flower structure (b) Flattening seismic yang memberikan ilustrasi konfigurasi half graben depocenter Sumai dan bagian yang tererosi. V. Mekanisme Pembentukan Cekungan Cekungan Sumatra Tengah mulai terbentuk pada awal Tersier (EosenOligosen) dan merupakan seri dari struktur half graben yang terpisah oleh block horst. Batuan Tersier tersingkap dari Bukit Barisan di sebelah barat Sumatra hingga ke dataran pantai timur Sumatra. Pada beberapa daerah half graben ini diisi oleh sedimen clastic non marine dan sedimen danau dari Formasi Pematang yang mencapai ketebalan 6000 kaki. Proses pengangkatan, perlipatan dan pensesaran terjadi pada Formasi Pematang dan diikuti oleh amblesan secara regional. Perkembangan cekungan ini sangat dipengaruhi oleh dua sistem sesar utama, yaitu Sesar Sumatra dan Sesar Malaka yang mengakibatkan penyesaran bongkah (block faulting) sebagai pull apart basin.

12

Gambar 11. Pull apart basins Bukit barisan merupakan jalur mobile yang terutama terdiri dari batuan Pre Tersier yang telah mengalami beberapa kali perlipatan, pengangkatan dan patahan di Kala awal Tersier dan terakhir Kala Plio - Pleistosen hingga Resen sepanjang jalur Sesar semangko yang mengakibatkan seluruh lapisan Tersier dan Pre - Tersier. Dimana secara tektonik lempeng Jalur Bukit Barisan merupakan busur magmatik (inner magmatic arc) yang dibatasi di sebelah Baratdaya oleh inner - arc basin dan ke arah Baratdaya dari Inner - arc basin oleh busur luar dan subduction zone.

Gambar 12.Penampang Cekungan Sumatera Tengah

13

VI. Klasifikasi Cekungan Seperti yang telah dibahas di atas mengenai mekanisme pembentukan cekungan, Cekungan Sumatera Tengah mulai terbentuk pada awal Tersier (EosenOligosen) dan merupakan seri dari struktur half graben yang terpisah oleh block horst. Batuan Tersier tersingkap dari Bukit Barisan di sebelah barat Sumatra hingga ke dataran pantai timur Sumatra. Pada beberapa daerah half graben ini diisi oleh sedimen clastic non marine dan sedimen danau dari Formasi Pematang. Proses pengangkatan, perlipatan dan pensesaran terjadi pada Formasi Pematang dan diikuti oleh amblesan secara regional. Perkembangan cekungan ini sangat dipengaruhi oleh dua sistem sesar utama, yaitu Sesar Sumatra dan Sesar Malaka yang mengakibatkan penyesaran bongkah (block faulting) sebagai pull apart basin.

Gambar 13. Klasifikasi jenis cekungan di Indonesia

14

VII. Petroleum System Batuan Sumber Sumber utama akumulasi minyak di cekungan Sumatra tengah adalah serpihan lacustrine dari Formasi Kelompok serpih Pematang/Kelesa. Unit-unit sumber ini merupakan lapisan tertekan terhadap sebuah rangkaian graben rift berumur paleogen dengan sumber utama tak lebih dari trend arah utara-selatan. Distribusi lapisan batuan sumber sampai graben ini sangat di pengaruhi oleh morfologi struktur, gelombang sedimen, posisi graben, dan lacustrine yang terhubung dengan variasi fasies. Meskipun batuan sumber paling baik berasosiasi dengan fasies lacustrine energi rendah, unit sumber lacustrine dangkal juga terbentuk. Variasi fasies sampai unit-unit sumber memiliki timah terhadap bermacam-macam minyak yang dikembangkan. Potensi sumber lebih lanjut yang ada sampai Formasi Telisa kelompok Sihapas dan laut kecil terhadap unit paralic Kelompok Petani. Unit ini didomonasi oleh gas prone kerogen.

Gambar 14. Petroleum system Cekungan Sumatra Tengah

15

Reservoir Pada cekungan Sumatra Tengah, reservoir terjadi sampai Kelompok Sihapas dan Pematang. Baik bagian atas maupun bawah Formasi Sihapas, batupasir merupakan penghasil minyak pada daerah Lalang dan Mengkapan, namun hanya batupasir bagian bawah Formasi Sihapas yang sesuai dengan ilmu pengetahuan saai ini, menjadi cukup tebal dan berkelanjutan untuk menyediakan aspek komersil yang sangat penting. Reservoir Sihapas bagian bawah umumnya bersih, batupasir berkuarsa, mengandung sedikit glaukonite, lempung detrital, feldspar dan fragmen batuan. Porositas secara umum baik dengan rata-rata 25% pada daerah Lalang dan agak sedikit di daerah Mengkapan bagian dalam. Porositas primer intergranular adalah yang paling penting, penamabahan pada daerah tersebut oleh porositas sekunder yang dihasilkan oleh pelepasan alkali feldspar yang tidak stabil. Batupasir berbutir kasar dan konglomerat Formasi Pematang seharusnya dapat menjadi reservoir hidrokarbon. yang baik, jika lokasinya pada posisi perangkap migrasi

Seal Sebuah penutup untuk pengidentifikasian rangkaian reservoir adalah interbedded batulanau dan batulempung yang terlihat sampai masing-masing formasi. Sebelumnya belum terlihat tanda-tanda adanya minyak atau resapan gas; jika ada dapat mengindikasikan baik kurang dan terobosan penutup cekungan Sumatra Tengah. Tekanan yang berlebihan Formasi Binio kelompok Petani pada reservoir pasir, sebagai bukti dari sejumlah blowout di suatu daerah, dapat juga dianggap sebagai indikator penutup. Secara regional, serpih diatas Formasi Telisa menyediakan penutup atas untuk akumulasi minyak sampai pasir Kelompok Sihapas. Hasil dari sumur Lalang adalah bersesuaian dengan data yang terpublikasi (Hasan , Kamal & Langitan, 1977) bahwa serpih pada Kelompok Sihapas biasanya tidak efektif dari keefektifan penutup intraformasi.

Maturasi

16

Cekungan Sumatra Tengah dianggap sebagai sebuah cekungan yang panas; pada kenyataannya yang paling panas. Gradien geothermal rata-ratanya (GTG) adalah 4,68oF/100 kaki. Harga rata-rata aliran panas saat ini di Sumatra antara 11,39 unit aliran panas (UAP) (kira-kira 3,6oF/100 kaki GTG) seluruh bagian utara cekungan Sumatra sebesar 3,27 UAP (GTG 4,68oF/100 kaki dari 84 sumur) dari seluruh cekungan Sumatra Tengah. Generasi utama minyak pada graben sumber hidrokarbon utama telah terjadi sejak umur Plio-Pleistosen. Migrasi aktif terjadi juga pada saat itu dan sebagai fase terakhir dari struktur utama merupakan satu waktu (sezaman), struktur masih berkembang hingga saat ini. Gas biogenik di Formasi Binio sampai cekungan Sumatra tengah tersumberkan dan tertutup oleh batulempung yang kaya akan bahan organik dan batulanau yang terasosiasikan dengan formasi tersebut. Gas diperoleh dari batang bor di Formasi Binio dan interval metan hingga 98%. Hal ini dipercaya bahwa penempatan gas ini terhubung dengan peristiwa kompresional berumur Miosen-Pliosen di suatu daerah yang menhasilkan pengangkatan sebuah penurunan pada tekanan pembebanan dan gas menjadi exsolved dari larutan terhadap perkembangan struktur. Migrasi Migrasi dari sumber depocenter telah diatur terutama oleh morfologi struktur dan waktu. Migrasi ulang yang kedua dari akumulasi minyak awal kedalam struktur yang lebih muda juga terbentuk. Migrasi terjadi sepanjang retakan, sesar dan ketidakselarasan. Susunan keseluruhan struktur graben telah ditunjukan oleh arah migrasi, baik primer maupun sekunder. Hal ini jelas terlihat bahwa migrasi ini keluar dari kedalaman dapur sumber ke arah flexural hinge graben daripada sepanjang garis tepi batas sesar.

SUMMARY OF THE PETROLEUM SYSTEM

Ketinggian struktur sering terjadi pada platform dekat batas graben dimana

arah graben berubah atau dimana dua atau lebih graben menyilang (contoh ketinggian Beruk, Napuh dan Melibur). Ketinggian-ketinggian ini telah termudakan, terangkatkan dan terkena gaya tektonik oleh pergerakan Barisan.

17

Gambar 15. Tabel waktu pembentukan hidrokarbon VIII. Penentuan Hidrokarbon Batupasir bagian bawah Sihapas kemungkinan ada pada cekungan Sumatra Tengah. Serpih lacustrine Formasi Pematang dan formasi Sihapas bagian bawah ini kemungkinan yang menjadi batuan sumber penentu. Migrasi hidrokarbon dari batuan sumber diatur oleh morfologi struktur dan waktu.

Gambar 16. Penentuan Hidrokarbon

IX. Kesimpulan

18

Cekungan Sumatra Tengah merupakan salah satu cekungan penghasil minyak bumi yang paling utama di Indonesia. Cekungan Sumatra Tengah merupakan cekungan belakang busur atau back arc basin yang berkembang di sepanjang tepi barat dan selatan Paparan Sunda yang terletak di sebelah barat daya Asia Tenggara. Keadaan teknonik dan stratigrafi di Cekungan Sumatra Tengah dapat digambarkan dalam 3 phase utama (major cycles). Ketiga phase tectonik ini adalah: 1. Fase Pre-Rift 2. Fase Syn-Rift 3. Fase Post-Rift Stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah Batuan dasar yang berfungsi sebagai landasan Cekungan Sumatera Tengah dapat dibagi menjadi tiga kelompok batuan, yaitu : Quartzite Terrane atau disebut juga Mallaca Terrane Mutus Assemblage (Kelompok Mutus) Deep Water Mutus Assemblage atau disebut Graywacke Terrane Kelompok Pematang Kelompok Pematang dibagi menjadi tiga Formasi: Formasi Lower Red Bed Formasi Brown Shale Formasi Upper Red Bed

Kelompok Sihapas Kelompok Sihapas terbagi menjadi empat formasi, yaitu : Formasi Menggala Formasi Bangko Formasi Bekasap Formasi Duri 19

Formasi Telisa Formasi Petani Formasi Minas

DAFTAR PUSTAKA

20

A. J. Barber, M. J. Crow & J. S. Milson, 2005. Geology, Resources, and Tectonic Evolution Sumatra, Publisher by The Geological Society, London D.R. Kingston, C.P. Dishroon, and P.A. Williams, Global Basin Classification System. G. L. DE COSTER, 1974. The Geology of The Central and South Sumatra Basin, Proceeding 3rd Annual Convention IPA, Jakarta Gumilar, bambang dkk, 1996. An analysis of Low Contrast Pay in Telisa sand Packages in central sumatera, Proceeding 25th Annual Convention IPA, Jakarta. Hardjono & C. M. Atkinson, 1990. Coal Resources in Central Sumatra Indonesia, Direktorate of Mineral Resources, Jakarta Koesoemadinata, 1980. Geologi Minyak dan Gasbumi. Edisi kedua, Jilid 2. Penerbit ITB. PT Patra Nusa Data, 2006. Indonesia Basin Summaries.Jakarta. R. Heryanto, N. Suwarna & H. Panggabean, 2004. Hydrocarbon Source Rock Potential of The Eocene-Oligocene Keruh Formation in The Southwestern Margin of The Central Sumatera Basin. Jakarta S. Mertosono & G. A. S. Nayoan, 1974. The Tertiary Basinal Area of Central Sumatera, Proceeding 3rd Annual Convention IPA, Yakarta http://gc.lib.itb.ac.id/go.php?node=8 jbptitbgc-gdl-s1-2004-fatrialbah-210

21

Vous aimerez peut-être aussi