Vous êtes sur la page 1sur 24

Asma merupakan penyakit yang sering dijumpai pada anak.

Kejadian asma meningkat di hampir seluruh dunia, Dalam dekade terakhir ini terjadi peningkatan angka kejadian dan derajat asma terutama pada anak-anak di seluruh dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Walaupun tehnologi kedokteran dan pengetahuan tentang patologi, patofisiologi, dan imunologi asma berkembang sangat pesat, tetapi mekanisme dasar perkembangan penyakit ini belum diketahui pasti. Banyak ditemui bayi dan batita sering mengalami mengi pada saat terkena infeksi saluran napas akut dan pada perkembangan selanjutnya jarang menjadi asma di kemudian hari. Beberapa hal yang belum terungkap jelas tersebut mengakibatkan definisi asma pada anak sulit untuk dirumuskan. Menegakkan diagnosis dan pengobatan asma juga sering mengalami kesulitan sehingga sering terjadi under/overdiagnosis atau under/overtreatment. Dalam mengatasi masalah tersebut di dunia internasional terdapat beberapa panduan yang dianut, antara lain Global Institute for Asthma (GINA) yang disusun oleh National Lung, Heart, and Blood Institute yang bekerja sama dengan WHO dan NAEPP (National Asthma Education and Prevention Program (1997). GINA mendefinisikan asma secara lengkap sebagai berikut: gangguan inflamasi kronis saluran napas dengan banyak sel yang berperan, antara lain sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan, inflamasi ini menyebabkan episode mengi yang berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada waktu malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan napas yang luas dan bervariasi, sebagian besar bersifat reversibel baik spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan napas terhadap pelbagai rangsangan. Batasan ini sangat lengkap, tetapi dalam penerapan klinis untuk anak tidak praktis, oleh karena itu KNAA (Konsensus Nasional Asma Anak) memberi batasan sebagai berikut: Asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta mempunyai riwayat asma atau atopi lain dalam keluarga atau penderita sendiri. Asma secara klinis praktis adalah adanya gejala batuk dan/atau mengi berulang, terutama pada malam hari (nocturnal), reversible (dapat sembuh spontan atau dengan pengobatan) dan biasanya terdapat atopi pada pasien dan atau keluarganya.Yang dimaksud serangan asma adalah episode perburukan yang progresif akut dari gejala-gejala batuk, sesak nafas, mengi, rasa dada tertekan, atau berbagai kombinasi dari gejala-gejala tersebut. Penggolongan asma tergantung pada derajat penyakitnya (aspek kronik) dan derajat serangannya (aspek akut). Berdasar derajat penyakitnya, asma dibagi menjadi (1) asma episodik jarang, (2) asma episodik sering dan (3) asma persisten. Berdasarkan derajat serangannya, asma dikelompokkan menjadi (1) serangan asma ringan, (2) sedang dan (3) berat. Faktor resiko terjadinya asma anak bergantung pada faktor herediter dan lingkungan, juga pada umur. Bila salah satu orang tua menderita asma, kemungkinan anak-anak mereka menderita asma adalah 25%, bila kedua orang tua menderita asma kemungkinannya meningkat menjadi 50%. Asma pada orang tua laki-laki merupakan prediktor yang sangat kuat untuk diturunkan ke anak-anak mereka.

ANGKA KEJADIAN Angka kejadian asma pada masa anak-anak berkisar antara 1,4-11,4% dan di Amerika Serikat antara 8-13% dengan peningkatan sebesar 50% antara tahun 1964-1980 atau peningkatan prevalensi asma pada anak umur antara 6-11 tahun dari 4,5% antara tahun 1971-1974 menjadi 6,8% antara tahun 1976-1980, suatu peningkatan sebesar hampir 60%. Hal ini disebabkan oleh 2 faktor utama, yaitu faktor modernisasi dan urbanisasi, misalnya menurunnya pemberian ASI ekslusif, pemberian makanan padat yang lebih awal, pemukiman yang makin padat, dan paparan alergen yang baru. Selain itu angka perawatan di rumah sakit meningkat, di AS sekitar 200% pada tahun 1983 dibandingkan tahun 1965, atau kenaikan sekitar 4,5% per tahun, tertinggi pada usia 0-4 tahun.

PATOFISIOLOGI Proses patologi pada serangan asma termasuk adanya konstriksi bronkus, udema mukosa dan infiltrasi dengan sel-sel inflamasi (eosinofil, netrofil, basofil, makrofag) dan deskuamasi sel-sel epitel. Dilepaskannya berbagai mediator inflamasi seperti histamin, lekotriene C4, D4 dan E4, P.A.F yang mengakibatkan adanya konstriksi bronkus, edema mukosa dan penumpukan mukus yang kental dalam lumen saluran nafas. Sumbatan yang terjadi tidak seragam/merata di seluruh paru. Atelektasis segmental atau subsegmental dapat terjadi. Sumbatan jalan nafas menyebabkan peningkatan tahanan jalan nafas yang tidak merata di seluruh jaringan bronkus, menyebabkan tidak padu padannya ventilasi dengan perfusi (ventilation-perfusion mismatch). Hiperinflasi paru menyebabkan penurunan compliance paru, sehingga terjadi peningkatan kerja nafas. Peningkatan tekanan intrapulmonal yang diperlukan untuk ekspirasi melalui saluran nafas yang menyempit, dapat makin mempersempit atau menyebabkan penutupan dini saluran nafas, sehingga meningkatkan resiko terjadinya pneumotoraks. Peningkatan tekanan intratorakal mungkin mempengaruhi arus balik vena dan mengurangi curah jantung yang bermanisfestasi sebagai pulsus paradoksus. Ventilasi perfusi yang tidak padu padan, hipoventilasi alveolar, dan peningkatan kerja nafas menyebabkan perubahan dalam gas darah. Pada awal serangan, untuk mengkompensasi hipoksia terjadi hiperventilasi sehingga kadar PaCO2 yang akan turun dan dijumpai alkalosis respiratorik. Selanjutnya pada obstruksi jalan nafas yang berat, akan terjadi kelelahan otot nafas dan hipoventilasi alveolar yang berakibat terjadinya hiperkapnia dan asidosis respiratorik. Karena itu jika dijumpai kadar PaCO2 yang cenderung naik walau nilainya masih dalam rentang normal, harus diwaspadai sebagai tanda kelelahan dan ancaman gagal nafas. Selain itu dapat terjadi pula asidosis metabolik akibat hipoksia jaringan dan produksi laktat oleh otot nafas. Hipoksia dan asidosis dapat menyebabkan vasokontriksi pulmonal, namun jarang terjadi komplikasi cor pulmonale. Hipoksia dan vasokontriksi dapat merusak sel alveoli sehingga produksi surfaktan berkurang atau tidak ada, dan meningkatkan resiko terjadinya atelektasis. Sesuai dengan definisi asma, maka hiperreaktivitas bronkus merupakan dasar terjadinya asma bronkial. Hiperreaktivitas bronkus adalah peningkatan respons bronkus dan penurunan ambang

rangsang konstriksi bronkus terhadap pelbagai rangsangan, misalnya latihan fisis, udara dingin, alergen, dan zat-zat kimia, dan menimbulkan reaksi inflamasi. Derajat hiperreaktivitas bronkus bisa menetap atau makin berat bila terpajan pada faktor pencetus dalam jangka waktu lama. Besar kecilnya intensitas faktor pencetus untuk menimbulkan serangan asma sangat tergantung pada hiperreaktivitas bronkus. Makin berat derajat hiperreaktivitasnya, makin kecil intensitas faktor pencetus yang diperlukan untuk timbulnya serangan asma. Proses inflamasi saluran napas pasien asma tidak saja ditemukan pada pasien asma berat, tetapi juga pada pasien asma ringan, dan reaksi inflamasi ini dapat terjadi lewat jalur imunologik maupun nonimunologik. Akibat interaksi antigen dengan IgE spesifik yang sudah terikat pada sel mast pada mukosa saluran napas, dan/atau basofil di dalam peredaran darah, akan terjadi influks Ca++ ke dalam sel mast dan basofil, dengan akibat cAMP menurun di dalam sel mast/basofil, dan terjadi degranulasi dan pelepasan histamin dan mediator lain (lihat bab tentang reaksi hipersensitivitas). Pada pajanan alergen dapat terjadi 3 kemungkinan, yaitu: respons asma cepat, respons asma cepat dan diikuti respons asma lambat, atau respons asma lambat saja.Pada EAR terjadi penyempitan bronkus dengan segera, kurang lebih 10-20 menit setelah pajanan alergen, dan berlangsung selama 1-2 jam. Mediator yang dilepaskan oleh sel mast/basofil adalah histamin, ECF, NCF, dan lain-lain. Akibat pelepasan mediator ini akan terjadi spasme otot polos bronkus, inflamasi, edema, dan hipersekresi. Selain itu juga terjadi peningkatan jumlah eosinofil dan neutrofil sebagai akibat pelepasan ECF dan NCF oleh sel mast dan hiperreaktivitas bronkus. Pada LAR proses penyempitan bronkus lebih lambat, lebih kurang 48 jam sesudah pajanan alergen, dan dapat berlangsung sampai 12-48 jam. Respons lambat ini disebabkan oleh reaksi inflamasi saluran napas sebagai akibat aktivasi eosinofil, dan pelepasan mediator oleh sel mast/basofil seperti leukotrien, PAF, prostaglandin, bradikinin, serotonin, dan lain-lain. Hiperreaktivitas bronkus akibat LAR dapat berlangsung beberapa hari, minggu, bahkan beberapa bulan. Bila EAR diikuti dengan LAR disebut sebagai dual response. Polutan seperti ozon dan asap rokok secara langsung menyebabkan kerusakan epitel saluran napas tanpa melalui reaksi imunologik, dengan akibat terpaparnya dan rangsangan pada ujung nervus vagus, demikian pula infeksi virus dapat menimbulkan hiperreaktivitas bronkus lewat jalur nonimunologik dan imunologik.

FAKTOR PENCETUS Ada beberapa faktor pencetus yang erat hubungannya dengan serangan asma, yaitu faktor alergen, keletihan, infeksi, ketegangan emosi, serta faktor lain seperti bahan iritan, asap rokok, refluks gastroesofagal, rinitis alergi, obat dan bahan kimia, endokrin, serta faktor anatomi dan fisiologi. Alergen Dikenal 2 macam alergen sebagai penyebab serangan asma, yaitu:

Alergen makanan Makanan sebagai penyebab atopi khususnya dermatitis atopik dan serangan asma banyak ditemukan pada masa bayi dan anak yang masih muda. Pada bayi dan anak berumur di bawah 3 tahun terutama adalah alergi susu sapi, telur dan kedelai yang umumnya dapat mentolerir kembali sebelum anak berumur 3 tahun. Pada anak besar dan dewasa penyebab utama adalah ikan, kerang-kerangan, kacang tanah dan nuts dan penyebabnya ini sering menetap, walaupun demikian dapat diprovokasi tiap 6 bulan.

Alergen hirup Dibagi atas 2 kelompok, yaitu:


1. Alergen di dalam rumah (indoors) seperti tungau debu rumah, bulu kucing, bulu anjing

atau binatang peliharaan lainnya. Alergen ini banyak dijumpai di negara-negara tropis, juga terdapat di negara-negara dengan 4 musim. 2. Alergen di luar rumah (outdoors), seperti serbuk sari (pollen) khususnya di negaranegara 4 musim; tree pollen pada musim semi, grass pollen pada musim panas, jamur pada musim panas dan gugur.

Tungau debu rumah Tungau debu rumah (TDR), termasuk spesies laba-laba, banyak terdapat di dalam debu rumah, dan di tempat tidur. Di negara tropis TDR adalah penyebab utama penyakit alergi, khususnya asma bronkial, rinitis alergi dan belakangan ini diduga sebagai penyebab dermatitis atopik. TDR tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, bahkan dengan mikroskop pun sulit dilihat tanpa sinar dari samping. Untuk hidup, TDR jenis Dermatophagoides pteronyssinus diperlukan suhu sekitar 25-30oC, dengan kelembaban nisbi diatas 50% dan untuk jenis D. farinae dapat bertahan hidup sampai suhu 15oC dan kelembaban nisbi 40%. Populasi TDR banyak ditemukan pada permukaan kasur baik dari kapuk maupun dari busa, sebab untuk makanan TDR diperlukan serpihan kulit manusia. Infeksi saluran napas Sekitar 42% eksaserbasi asma dihubungkan dengan infeksi virus, terbanyak respiratory syncytial virus (RSV) pada masa bayi dan anak kecil dan parainfluenza virus pada anak yang lebih besar. Akibat infeksi virus terjadi kerusakan sel epitel saluran napas dan pajanan alergen pada reseptor aferen nervus vagus dan berakibat suatu bronkospasme dan serangan asma. Mengi pertama pada bayi perlu dipertimbangkan antara bronkiolitis atau sebagai serangan pertama asma. Keduanya bisa disebabkan oleh RSV dan sulit dibedakan satu dengan yang lain. Demikian pula pada perjalanan penyakit selanjutnya, dimana penderita dengan bronkiolitis mempunyai kemungkinan 3 kali lebih besar untuk berlanjut dengan mengi di kemudian hari dibandingkan anak normal. Infeksi bakteri umumnya jarang ada hubungannya dengan serangan asma.

Emosi Emosi dapat meningkatkan aktivitas saraf parasimpatikus, sehingga terjadi pelepasan asetilkolin dan mengakibatkan serangan asma. Faktor pencetus dapat bersumber dari masalah antara kedua orang tua, antara orang tua dengan anak, atau masalah dengan guru di sekolah.

Latihan jasmani Asma yang diinduksi latihan jasmani (Exercise Induced Asthma = EIA) dapat terjadi akibat lari bebas di udara yang dingin dan kering. Bila berlari di udara yang hangat dan lembab, EIA jarang timbul. Setelah berlari 2 menit umumya terjadi dilatasi bronkus dan anak merasa lebih enak, tetapi setelah berlari antara 5-8 menit terjadilah konstriksi bronkus (respons dini), dan pada beberapa pasien juga dapat diikuti dengan respons lambat antara 4-6 jam sesudah konstriksi bronkus yang pertama.

Faktor lain

Bahan iritan. Iritan sebagai pencetus asma mencakup bau cat, hair spray, parfum, udara dan air dingin, juga ozon dan bahan industri kimia yang dapat menimbulkan hiperreaktivitas bronkus dan inflamasi. Asap rokok. Asap rokok mengandung beberapa partikel yang dapat dihirup, seperti hidrokarbon polisiklik, karbonmonoksida, nikotin, nitrogen dioksida, dan akrolein. Asap rokok atau asap obat nyamuk bakar dapat menyebabkan kerusakan epitel bersilia, menurunkan klirens mukosiliar, dan menghambat aktivasi fagosit serta efek bakterisid makrofag, sehingga terjadi hiperreaktivitas bronkus. Refluks gastroesofagus. Refluks isi lambung ke saluran napas dapat memperberat asma pada anak dan merupakan salah satu penyebab asma nokturnal. Obat dan bahan kimia. Aspirin dapat sebagai pencetus serangan asma melalui proses alergi dan non alergi. Angka kejadiannya pada orang dewasa adalah antara 4-28%, tetapi jarang pada anak. Obat lain yang perlu diperhatikan sebagai pencetus serangan asma adalah obat antiiflamasi seperti indometasin, ibuprofen, fenilbutason, asam mefenamat, dan b-bloker. Bagi penderita yang alergi terhadap aspirin, mempunyai kemungkinan besar juga alergi terhadap bahan-bahan kimia seperti tartrazin (pewarna kuning untuk kapsul obat) dan sodium benzoat sebagai pengawet makanan atau minuman. Hormon. Asma dapat timbul atau diperberat oleh menstruasi, segera sebelum atau setelah menstruasi. Pemakaian pil KB, terkadang dapat memperberat asma.

Interaksi pelbagai faktor pencetus Seringkali faktor pencetus tersebut timbul bersamaan, yang akan memperkuat mekanisme terjadinya asma. Misalnya, pasien asma tertentu hanya mengalami EIA (Exercise Induced

Asthma) bila berolahraga pada udara dingin dan sewaktu serangan influensa. Pada pasien lain serangan asma terjadi akibat alergen tertentu dan sewaktu menderita influensa.

KLASIFIKASI ASMA Penyakit asma dibagi menjadi dua menurut berat ringannya, yaitu: 1. Klasifikasi derajat penyakit asma Konsensus Internasional Penanggulangan Asma Anak membagi asma berdasarkan keadaan klinis dan keperluan obat menjadi 3 golongan, yaitu asma episodik jarang, persisten sering, dan persisten berat.

1. Klasifikasi derajat serangan asma Asma yang dinilai berdasarkan derajat serangan dan dibagi atas serangan ringan, sedang, dan berat. Seorang penderita asma persisten sedang atau berat dapat mengalami serangan ringan saja, sebaliknya seorang penderita tergolong episodik jarang (asma ringan) dapat mengalami serangan berat, bahkan ancaman henti napas, tetapi umumnya anak dengan asma persisten sering akan mengalami serangan asma berat atau sebaliknya.

KLASIFIKASI DERAJAT PENYAKIT ASMA KNAA membagi asma menurut perjalanan penyakitnya dan berdasarkan parameter klinis, kebutuhan obat dan faal paru menjadi 3 derajat penyakit, yaitu: (Tabel 22-2)

Asma episodik jarang (asma ringan) Asma episodik sering (asma sedang) Asma persisten (asma berat)

Pembagian derajat penyakit asma pada anak Parameter klinis, kebutuhan obat dan faal paru 1. Frekwensi serangan 2. Lama serangan Asma episodik jarang (Asma ringan) < 1 x / bulan < 1 minggu Asma episodik sering (Asma sedang) > 1 x / bulan 1 minggu Asma persisten (Asma berat) Sering Hampir sepanjang tahun (tidak ada remisi)

biasanya berat 1. 2. 3. 4. Intensitas seranganbiasanya ringan biasanya sedang Di antara serangan Tidur dan aktivitas tanpa gejala sering ada gejala Pemeriksaan fisis di luar serangan tidak terganggu sering terganggu 5. Obat pengendali (anti inflamasi) normal (tidak mungkin terganggu 6. Uji faal paru (di ditemukan kelainan) (ditemukan kelainan) luar serangan) tidak perlu perlu, non steroid 7. Variabilitas faal paru (bila ada serangan) PEF / FEV1 >80% PEF/ FEV1 60-80% gejala siang & malam sangat terganggu tidak pernah normal

perlu, steroid

PEF / FEV1 < 60%

variabilitas > 30% variabilitas < 20% variabilitas 20-30%

Penilaian derajat serangan asma Parameter klinis, fungsi paru, Ringan

Sedang
Berbicara Bayi: tangis pendek dan lemah Penggal kalimat Biasanya teragitasi

Berat

Ancaman henti nafas

laboratorium Aktivitas Berjalan Bayi: menangis keras

Istirahat Bayi: berhenti makan Kata-kata Biasanya teragitasi Ada Sangat nyaring,

Bicara Kesadaran

Kalimat Mungkin teragitasi Tidak ada Sedang, hanya

Kebingungan

Sianosis Mengi

Tidak ada Nyaring, sepanjang

Nyata Sulit/ tidak

pada akhir ekspirasi

ekspir +inspirasi

terdengar tanpa stetoskop

terdengar

Otot bantu nafas Biasanya tidak

Biasanya ya

Ya

Gerakan paradoks torakoabdominal

Retraksi

Dangkal, retraksi Sedang, ditambah interkostal retraksi suprasternal

Dalam, ditambah Dangkal/ hilang nafas cuping hidung

Laju napas Laju nadi Pulsus paradoksus

Meningkat Normal Tidak ada

Meningkat Takikardia 10-20 mm Hg

Meningkat Takikardia > 20 mm Hg

Menurun Bradikardia Tidak ada (kelelahan otot napas)

PEFR atau FEV1

(% nilai dugaan / % nilai terbaik)

-pra bronkodilator >60% -pasca bronko Dilator Sa O2 % Pa O2 Pa CO2 >80%

40-60% 60-80%

<40% <60%

>95% Normal < 45 mm Hg

91-95% >60 mmHg <45 mm Hg

< 90% < 60 mmHg > 45 mm Hg

Butir-butir penilaian dalam tabel ini tidak harus lengkap ada pada setiap pasien. Penilaian tingkat awal harus diberikan jika pasien kurang memberikan respons terhadap terapi awal, atau serangan memburuk dengan cepat, atau pasien berisiko tinggi.

Pembagian derajat penyakit asma pada anak

Parameter klinis,

Asma episodik jarang Asma episodik sering Asma persisten

kebutuhan obat dan faal paru Frekuensi serangan < 1x/bulan Lama serangan < 1 minggu Intensitas serangan Di antara serangan Tidur dan aktifitas Pemeriksaan fisis diluar serangan Obat pengendali (anti inflamasi) Uji faal paru Biasanya ringan Tanpa gejala Tidak terganggu Normal (tidak ditemukan kelainan) Tidak perlu PEF/FEV1 > 80%

> 1x/bulan 1 minggu Biasanya sedang Sering ada gejala

Sering terganggu Mungkin terganggu (ditemukan kelainan) Perlu Perlu PEF/FEV1 60-80% Variabilitas > 30%

Sering Hampir sepanjang tahun, tidak ada remisi Biasanya berat Gejala siang dan malam Sangat terganggu Tidak pernah normal

PEF/FEV1 < 60% Variabilitas 20-30% Variabilitas > 50%

(di luar serangan) Variabilitas faal paru Variabilitas > 15% (bila ada serangan)

Penilaian derajat serangan asma

Parameter klinis, Ringan Fungsi paru, laboratorium Sesak timbul-pada Berjalan saat (breathless) Bayi:

Sedang

Berat

Ancaman henti nafas

Berbicara Bayi :

Istirahat Bayi : Tidak mau makan/minum

menangis keras - Tangis pendek dan lemah

- Kesulitan makan/minum Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata Posisi Bisa berbaring Lebih suka duduk Duduk bertopang lengan Kesadaran Mungkin iritableBiasanya iritable Biasanya iritable Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Mengi (wheezing) Sedang, sering Nyaring, sepanjang Sangat nyaring, hanya pada akhir ekspirasi, terdengar tanpa ekspirasi stetoskop inspirasi Sesak nafas Minimal Sedang Berat

Bingung dan mengantuk Nyata/Jelas Sulit/tidak terdengar

Obat Bantu nafas Retraksi

Biasanya tidak

Biasanya ya

Ya

Dangkal, retraksi Sedang, ditambah retraksi interkostal suprasternal

Laju nafas Meningkat Meningkat Pedoman nilai baku laju nafas pada anak sadar : Usia < 2 bulan 2 12 bulan 1 5 tahun laju nafas normal < 60 / menit < 50 / menit < 40 / menit

Dalam, ditambah nafas cuping hidung Meningkat Menurun

Gerakan paradok torako-abdominal Dangkal / hilang

6 8 tahun < 30 / menit Laju nadi Normal Takikardi Pedoman nilai baku laju nadi pada anak sadar : Usia 2 12 bulan 1 2 tahun laju nadi normal < 160 / menit < 120 / menit

Takikardi

Bradikardi

3 8 tahun < 110 / menit Pulsus paradoksus Tidak ada Ada (pemeriksaannya tidak praktis) < 10 mmHg 10-20 mmHg PEFR atau FEV1 (% nilai dugaan/% nilai terbaik) - pra bronkodilator - pasca bronkodilator > 60% > 80%

Ada > 20 mmHg

Tidak ada, tanda kelelahan otot nafas

< 40%

60-80% 40-60%

< 60% Respon < 2 jam

SaO2 % PaO2 PaCO2

> 95% 91-95% Normal biasanya > 60 mmHg tidak perlu diperiksa < 45 mmHg < 45 mmHg

90% < 60 mmHg > 45 mmHg

Sistem Skoring Pernafasan

Sianosis Aktifitas otot-otot pernafasan tambahan Pertukaran udara Keadaan mental Pulsus paradoksus (Torr) PaO2 (Torr) PaCO2 (Torr) Skor : 0-4 5-6 7 : tidak ada bahaya

0 (-) (-) Baik Normal < 10 70-100 < 40

1 (+) pada udara kamar Sedang Sedang Depresi/gelisah 10-40 70 pada udara kamar 40-65

2 (+) pada 40% O2 Nyata Jelek Koma > 40 70 pada 40%O2 > 65

: akan terjadi gagal nafas siapkan UGD : gagal nafas

DIAGNOSIS UKK Pulmonologi PP IDAI telah membuat pedoman nasional asma dengan gejala awal berupa batuk dan/atau mengi. Pada alur diagnosis selain anamnesis yang cermat beberapa pemeriksaan penunjang juga perlu dilakukan tergantung pada fasilitas yang tersedia. KNAA (Konsensus Nasional Asma Anak) memberi batasan sebagai berikut: Asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta mempunyai riwayat asma atau atopi lain dalam keluarga atau penderita sendiri. Sedangkan GINA mendefinisikan asma secara lengkap sebagai berikut: gangguan inflamasi kronis saluran napas dengan banyak sel yang berperan, antara lain sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan, inflamasi ini menyebabkan episode mengi yang berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada waktu malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan napas yang luas dan bervariasi, sebagian besar bersifat reversibel baik spontan maupun dengan pengobatan.

Inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan napas terhadap pelbagai rangsangan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Uji fungsi paru dengan spirometri atau peak flow meter. Diagnosis asma dapat ditegakkan bila didapatkan :

Variasi pada PFR (peak flow meter = arus puncak ekspirasi) atau FEV1 (forced expiratory volume 1 second = volume ekspirasi paksa pada detik pertama) 15% Kenaikan 15% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian inhalasi bronkodilator Penurunan 20% pada PFR atau FEV1 setelah provokasi bronkus.

Pemeriksaan Ig E dan eosinofil total. Bila terjadi peningkatan dari nilai normal akan menunjang diagnosis Foto toraks untuk melihat adanya gambaran emfisematous atau adanya komplikasi pada saat serangan. Foto sinus para nasal perlu dipertimbangkan pada anak > 5 tahun dengan asma persisten atau sulit diatasi.

PENANGANAN Tatalaksana asma mencakup edukasi terhadap pasien dan atau keluarganya tentang penyakit asma dan penghindaran terhadap faktor pencetus serta medikamentosa. Medikamentosa yang digunakan dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu pereda (reliever) dan pengendali (controller). Tata laksana asma dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu pada saat serangan (asma akut) dan di luar serangan (asma kronik). Di luar serangan, pemberian obat controller tergantung pada derajat asma. Pada asma episodik jarang, tidak diperlukan controller, sedangkan pada asma episodik sering dan asma persisten memerlukan obat controller. Pada saat serangan lakukan prediksi derajat serangan (Lampiran 2), kemudian di tata laksana sesuai dengan derajatnya (lampiran 5). Pada serangan asma akut yang berat : Berikan oksigen Nebulasi dengan

-agonis antikolinergik dengan oksigen dengan 4-6 kali pemberian.Koreksi asidosis, dehidrasi dan gangguan elektrolit bila ada Berikan steroid intra vena secara bolus, tiap 6-8 jam Berikan aminofilin intra vena :

Bila pasien belum mendapatkan amonifilin sebelumnya, berikan aminofilin dosis awal 6 mg/kgBB dalam dekstrosa atau NaCl sebanyak 20 ml dalam 20-30 menit Bila pasien telah mendapatkan aminofilin (kurang dari 4 jam), dosis diberikan separuhnya. Bila mungkin kadar aminofilin diukur dan dipertahankan 10-20 mcg/ml Selanjutnya berikan aminofilin dosis rumatan 0,5-1 mg/kgBB/jam

Bila terjadi perbaikan klinis, nebulasi diteruskan tiap 6 jam hingga 24 jam, dan pemberian steroid dan aminofilin dapat per oral Bila dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan dengan -agonis (hirupan atau oral) yang diberikandibekali obat tiap 4-6 jam selama 24-48 jam. Selain itu steroid oral dilanjutkan hingga pasien kontrol ke klinik rawat jalan dalam 24-48 jam untuk reevaluasi tatalaksana.

Serangan asma adalah episode perburukan yang progresif dari gejala-gejala batuk, sesak napas, mengi, rasa dada tertekan atau berbagai kombinasi dari gejala tersebut. Serangan asma biasanya mencerminkan gagalnya tatalaksana asma jangka panjang, atau adanya pajanan dengan pencetus, dan serangan asma merupakan kegawatan medis yang lazim dijumpai di ruang gawat darurat.

Tujuan tatalaksana serangan


Meredakan penyempitan jalan napas secepat mungkin Mengurangi hipoksemia Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya Rencanakan tatalaksana untuk mencegah kekambuhan

Beratnya derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan, National Asthma Education and Prevention Program (NAEP) melakukan pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala, pemeriksaan fisis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium (Tabel 221).

Tatalaksana serangan asma di klinik atau IGD Pasien asma yang datang dalam keadaan serangan, langsung dinilai serajat serangannya menurut klasifikasi di atas dengan fasilitas yang tersedia. Tatalaksana awal terhadap pasien adalah pemberian b-agonis secara nebulisasi, dapat ditambahkan NaCl 0,9% dan/atau mukolitik. Nebulisasi serupa dapat diulang 2 kali dengan selang 20 menit dan pada pemberian kedua dapat ditambahkan prednison oral 1 mg/kg/kali dan O2. Pemberian O2 dan prednison ini

juga dapat diberikan segera bila penderita datang dalam serangan berat. Pemberian prednison sistemik awal dapat mencegah penderita untuk dirawat di rumah sakit (Bagan 22-1).

Alur tatalaksana serangan asma pada anak

Nilai derajat serangan


(sesuai tabel 1) Klinik/ IGD

Serangan berat

Nebuliser b2- agonis Oksigen Prednison oral Nebuliser 1-3 kali Prednison oral bila sebelumnya minum / tidak ada kemajuan Intubasi + ventilator O2 100% Nebuliser b2- agonis iv

Kortikosteroid Serangan ringan


Gagal nafas

Ruang Rawat Inap


Oksigen teruskan Atasi dehidrasi dan asidosis jika ada Steroid iv tiap 6-8 jam Nebulisasi tiap 1-2 jam Aminofilin IV awal, lanjutkan rumatan Jika membaik dalam 4-6x nebulisasi, interval jadi 4-6 jam Jika dengan steroid dan aminofilin parenteral tidak membaik, bahkan timbul ancaman henti nafas, alih rawat ke Ruang Rawat Intensif Bekali obat -agonis (hirupan / oral) Jika sudah ada obat pengendali, teruskan Dapat diberikan steroid oral

Boleh pulang Ruang Rawat Sehari


Oksigen teruskan Berikan steroid oral Nebulisasi tiap 2 jam Bila dalam 8-12 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang Jika dalam 12 jam klinis tetap belum membaik, alih rawat ke Ruang Rawat Inap

Catatan :
1. Jika menurut penilaian serangannya sedang/berat, nebulisasi dengan -agonis +

Prednison oral + O2

2. Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan 0,01 ml/kgBB/kali maksimal 0,3 ml/kali 3. Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 L/menit diberikan sejak awal, termasuk saat nebulisasi

Tatalaksana jangka panjang Sehubungan kesulitan menggunakan alat-alat penunjang diagnosis asma pada anak-anak di bawah 6 tahun, maka penentuan derajat penyakit asma pada kelompok anak-anak ini sepenuhnya bergantung pada gejala-gejala klinis (Tabel 22-2). Untuk anak-anak yang sudah besar (> 6 tahun) sebaiknya dilakukan pemeriksaan faal paru. Uji fungsi paru yang sederhana atau dengan peak flow meter, atau dengan lebih canggih dengan spirometer. Uji provokasi bronkus dengan histamin, metakolin, latihan dengan lari bebas (exercise), udara dingin dan kering, atau dengan salin hipertonis sangat menunjang diagnosis. Ada 3 macam pemeriksaan yang berguna untuk mendukung diagnosis asma anak:

Variabilitas PEFR atau FEV1 20% Kenaikan 20% PEFR/FEV1 setelah pemberian bronkodilator inhalasi Penurunan 20% PEFR/FEV1 setelah provokasi bronkus

Variabilitas harian adalah perbedaan peningkatan/penurunan PEFR dalam 1 hari, sebaiknya penilaian dilakukan selama 2 minggu.

Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pasien dapat menjalani aktivitas normal, termasuk bermain dan berolah raga Sesedikit mungkin absen sekolah Gejala tidak timbul siang atau malam hari Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal (PEFR) yang mencolok Kebutuhan obat seminimal mungkin Efek obat dapat dicegah seminimal mungkin, terutama yang menghambat tumbuh kembang anak.

OBAT-OBATAN Obat-obat yang umum digunakan Takaran obat, cairan, dan waktu untuk nebulisasi Cairan , Obat, Waktu Garam faali (NaCl 0,9%) -agonis/antikolinergik/steroid Nebulisasi jet 5 ml Lihat tabel 2 Nebulisasi ultrasonik 10 ml

Waktu

10-15 menit

3-5 menit

Obat untuk nebulisasi, jenis dan dosis Nama generik Nama dagang Golongan -agonis Fenoterol Berotec Salbutamol Ventolin Terbutalin Bricasma Golongan antikolinergik Ipratropium bromide Atroven Golongan steroid Budesonide Fluticasone Sediaan Solution 0,1% Nebule 2,5 mg Respule 2,5 mg Solution 0,025% Dosis nebulisasi 5-10 tetes 1 nebule (0,1-0,15 mg/kg) 1 repsule > 6 thn : 8-20 tetes 6 thn : 4-10 tetes Pulmicort Flixotide Respule Nebule

Sediaan steroid yang dapat digunakan untuk serangan asma Steroid Oral : Nama Generik Nama Dagang Prednisolon Medrol, Medixon Prednison Triamsinolon Lameson, Urbason Hostacortin, Pehacort, Dellacorta Kenacort Sediaan Tablet 4 mg Tablet 5 mg Tablet 4 mg Dosis 1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam 1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam 1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam

Steroid Injeksi : Nama Generik M. prednisolon Nama Dagang Solu-Medrol Sediaan Vial 125 mg Vial 500 mg Vial 100 mg Vial 100 mg Ampul 5 mg Jalur IV / IM IV / IM IV / IM Dosis 1-2 mg/kg tiap 6 jam 4 mg/kgBB/x tiap 6 jam 0,5-1mg/kgBB bolus,

suksinat Medixon Hidrokortison-Suksinat Solu-Cortef Deksametason Silacort Oradexon

Kalmetason Ampul 4 mg Fortecortin Ampul 4 mg Corsona Betametason Celestone Ampul 5 mg Ampul 4 mg IV / IM

dilanjutkan 1 mg/kgBB/hari diberikan tiap 6-8 jam

0,05-0,1 mg/kgBB tiap 6 jam

Agonis b2-Adrenergik Sebagai bronkodilator, b2-Agonis adalah obat yang paling poten dan berkerja cepat dan paling banyak dipakai untuk mengatasi serangan asma. Ada 2 golongan b2-agonis yang tersedia di Indonesia yaitu yang bekerja cepat dan bekerja lambat, dan diberikan dalam bentuk inhalasi (metered dose inhaler), dengan nebulizer, atau serbuk yang dihirup (dry powder inhaler). Selain bekerja sebagai bronkodilatasi, b2-agonis meningkatkan fungsi clearance daripada silia, mengurangi edema dengan menghambat kebocoran kapiler dan mungkin menghambat kerja sel mast. Efek samping b2-agonis adalah tremor, takikardia dan anak cemas, yang semuanya ini akan berkurang bila b2-agonis diberikan lewat hirupan. Untuk serangan asma dipakai b2-agonis yang bekerja cepat seperti, salbutamol, terbutalin atau pirbeterol, sedangkan salmeterol dan formeterol dipergunakan sebagai pengendali asma dengan mengkombinasikan kedua obat ini dengan steroid inhalasi dan sebaiknya b2-agonis kerja lambat tidak dipergunakan sebagai monoterapi.

Metilxantin Yang tergolong dalam metilxantin adalah teofilin dan aminofilin. Cara kerja obat ini adalah menghambat kerja ensim fosfodiesterase dan menghambat pemecahan cAMP menjadi 5AMP yang tidak aktif. Obat ini dapat dipergunakan sebagai pengganti b2-agonis untuk mengatasi serangan asma atau kombinasi dengan b2-agonis oral atau inhalasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat diberikan bersama dengan steroid inhalasi sebagai pengendali asma, juga pada asma berat aminofilin masih dapat dipakai dengan memberikannya secara parenteral. Untuk memperoleh fungsi paru yang baik, diperlukan konsentrasi aminofilin dalam darah antara 5-15 mg/ml dan efek samping terjadi bila kadar aminofilin dalam darah berada di atas 20 mg. Pemberian aminofilin intravena pada serangan berat/status asmatikus dipertimbangkan. Bila dengan obat-obat standar di atas belum ada perbaikan, berikan loading dose 4-5 mg/kg BB, diencerkan dengan NaCl 0,9% dan diberikan perlahan-lahan dalam waktu 10 menit, dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,7-0,9 mg/kg BB/jam atau 5-6 mg/kg BB/8 jam. Efek

samping yang sering dijumpai adalah iritasi lambung, insomia, palpitasi, dan pada dosis yang berlebihan dapat terjadi konvulsi.

Kortikosteroid Kortikosteroid adalah obat anti-inflamasi yang paling poten untuk pengobatan penyakit asma. Kerja obat ini melalui pelbagai cara, antara lain menghambat kerja sel inflamasi, mengambat kebocoran pembuluh darah kapiler, menurunkan produksi mukus dan meningkatkan kerja reseptor b-reseptor.

Steroid inhalasi Walaupun pemberian steroid secara inhalasi mempunyai efek samping yang minimal (kecuali: kandidiasis oral), pada pemberian lama dan dosis tinggi akan menghambat pertumbuhan, sekitar 1-1,5 cm/tahun untuk bulan-bulan pertama pemakaian, dan pada pemakaian jangka panjang ternyata tidak berpengaruh banyak pada pertumbuhan. Walaupun demikian, perlu dipertimbangkan untuk dikombinasi dengan b-agonis kerja lambat, teofilin kerja lambat atau leukotriene receptor antagonist, bila untuk pengendali jangka panjang pasien resisten terhadap steroid inhalasi atau dosis steroid perlu ditingkatkan.

Obat asma dibagi 2 kelompok, yaitu:


obat pereda (reliever), yang digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma yang timbul. obat pengendali (controller) yang digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran napas. Pemakaian obat ini terus menerus dalam jangka waktu yang relatif lama, bergantung pada derajat penyakit asma dan responsnya terhadap pengobatan.

Cukup diobati dengan obat pereda seperti b-agonis inhalasi, atau nebulisasi kerja pendek dan bila perlu saja, yaitu jika ada serangan/gejala. Teofilin makin kurang perannya dalam tatalaksana serangan asma, sebab batas keamanannya sempit. NAEPP menganjurkan penggunaan kromoglikat atau b-agonis kerja pendek sebelum aktivitas fisik atau pajanan dengan alergen.

NAEPP merekomendasikan kromoglikat atau steroid inhalasi sebagai obat pengendali. Pada anak sebaiknya obat pengendali dimulai dengan kromoglikat inhalasi dahulu, jika tidak berhasil diganti dengan steroid inhalasi. Bila dengan steroid saja asma belum dapat dikendalikan dengan

baik, atau dosis steroid perlu ditingkatkan, sebagai terapi tambahan dapat digunakan b-agonis atau teofilin lepas lambat, atau leukotriene receptor antagonist (zafirlukast atau montelukast) atau leukotriene synthesis inhibitor (Zueliton).

Pada asma berat sebagai obat pengendali adalah steroid inhalasi. Dalam keadaan tertentu, khususnya pada anak dengan asma berat, dianjurkan untuk menggunakan steroid dosis tinggi dahulu, bila perlu disertai steroid oral jangka pendek (3-5 hari). Apabila dengan steroid inhalasi dicapai fungsi paru yang optimal atau perbaikan klinis yang mantap selama 1-2 bulan, maka dosis steroid dapat dikurangi bertahap sehingga tercapai dosis terkecil yang masih dapat mengendalikan asmanya. Sementara itu penggunaan b-agonis sebagai obat pereda tetap diteruskan. Sebaliknya bila dengan steroid hirupan asmanya belum terkendali, maka perlu dipertimbangkan tambahan pemberian b-agonis kerja lambat, teofilin lepas lambat, atau leukotriene modifier. Jika dengan penambahan obat tersebut, asmanya tetap belum terkendali, obat tersebut diteruskan dan dosis steroid inhalasi dinaikkan, bahkan bila perlu diberikan steroid oral. Untuk steroid oral sebagai dosis awal dapat diberikan 1-2 mg/kgBB/hari. Dosis kemudian diturunkan sampai dosis terkecil dan diberikan selang sehari pada pagi hari.

Tatalaksana asma jangka panjang

Derajat asma

Pengendali (Controller)

Pereda (Reliever)

Persisten berat

Terapi harian: Anti inflamasi: kortikosteroid inhalasi (dosis tinggi) dan Bronkodilator kerja panjang: 2 agonis inhalasi/tablet kerja panjang, theophylline sustained-release atau Kortikosteroid/Prednisone 2mg/kg/hari (max 60 mg perhari) Anti inflamasi: kortikosteroid inhalasi (dosis rendah atau dosis tinggi) Terapi harian:

Bronkodilator kerja cepat: 2 agonis inhalasi Intensitas terapi tergantung pada seringnya eksaserbasi

Persisten sedang

Bronkodilator kerja cepat: -2 agonis inhalasi untuk

mengatasi gejala. Anti inflamasi: salah satu dari kortikosteroid inhalasi (dosis rendah) atauMeski demikian, penggunaan cromolyn atau nedokromil (anak-anak -2 agonis lebih dari 3-4 kali biasanya dimulai dari kromolin atau perhari atau penggunaan nedokromil). teratur setiap hari mengindikasikan perlunya pengobatan tambahan Dan jika diperlukan: Bronkodilator jangka panjang: salah satu dari b2-agonis inhalasi atau tablet kerja panjang, theophylline sustained-release atau leukotriene receptor antagonist (LRA) Tidak diperlukan terapi harian Bronkodilator kerja cepat: 2 agonis inhalasi untuk mengatasi gejala. Intensitas terapi tergantung pada seringnya eksaserbasi 2 agonis inhalasi, cro-molyn sebelum olahraga

Episodik ringan

DAFTAR PUSTAKA

Michael Sly. Asthma Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM, penyunting. Nelson Textbook of Pediatric. Edisi ke-16. Philadelphia : WB Saunders, 2000 : 664-80. Lemanske RF, Green CG. Asthma in Infancy and Childhood. Dalam: Middleton E Jr, Ellis EF, penyunting. Allergy, Principle & Practice. 5th ed. St Louis, Mosby 1998, pp 877-900. Eliss EF. Asthma in Infancy and Childhood. Dalam: Adkinson NF, penyunting. Middletons Allergy. Principles and Practice. 6th ed. St Louis 2003, pp 1225-62. Siwik JP, Nowak RM, Zoratti EM. The evaluation and management of acute, severe asthma. Med Clin Amer. 2002;86: Larche M, Robinson DS, Kay AB. The role of T lymphocytes in the patogenesis of asthma. J Allergy Clin Immunol. 2003;111:450-463. Warner JO. Guidelines for treatment of asthma. Dalam: Leung DYM, Sampson HA, Geha RS, Szefler SJ, penyunting. Pediatric Allergy; Principles and practice. St Louis 2003,pp 350-356. Lemanske RF, Busse WW. Asthma. J Allergy Clin Immunol. 2003;111:S502-S519.

1. Rahajoe N, Supriyatno B, Setyanto DB. Pedoman Nasional Asma Anak. UKK Pulmonologi : PP IDAI, 2004.

Larsen Garyl, Colasurdo GN. Assesment and treatment of Acute Asthma in Children and aldolecens Dalam: Naspitz CK, penyunting. Text Book of Pediatric Asthma an International Perspective. Edisi ke-1. United Kingdom : Martin Dunitz, 2001 : 189-209.

DEFINISI Penyakit asma (Bronchial asthma; Exercise-induced asthma)adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan; penyempitan ini bersifat sementara. PENYEBAB Pada penderita asma, penyempitan saluran pernafasan merupakan respon terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal tidak akan mempengaruhi saluran pernafasan. Penyempitan ini menjadi penyabab asma dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga. Pada suatu serangan asma, otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adanya peradangan dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Hal ini akan memperkecil diameter dari saluran udara (disebut bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas. Sel-sel tertentu di dalam saluran udara (terutama sel mast) diduga bertanggungjawab terhadap awal mula terjadinya penyempitan ini. Sel mast di sepanjang bronki melepaskan bahan seperti histamin dan leukotrien yang menyebabkan terjadinya: - kontraksi otot polos - peningkatan pembentukan lendir - perpindahan sel darah putih tertentu ke bronki. Sel mast mengeluarkan bahan tersebut sebagai respon terhadap sesuatu yang mereka kenal sebagai benda asing (alergen), seperti serbuk sari, debu halus yang terdapat di dalam rumah atau bulu binatang. Tetapi asma juga bisa terjadi pada beberapa orang tanpa alergi tertentu. Reaksi yang sama terjadi jika orang tersebut melakukan olah raga atau berada dalam cuaca dingin. Stres dan kecemasan juga bisa memicu dilepaskannya histamin dan leukotrien. Sel lainnya (eosnofil) yang ditemukan di dalam saluran udara penderita asma melepaskan bahan lainnya (juga leukotrien), yang juga menyebabkan penyempitan saluran udara. GEJALA

Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita lebih sering terbebas dari gejala asma dan hanya mengalami serangan serangan sesak nafas yang singkat dan ringan, yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya hampir selalu mengalami batuk dan mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat setelah menderita suatu infeksi virus, olah raga atau setelah terpapar oleh alergen maupun iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan timbulnya gejala. Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan nafas yang berbunyi (wheezing, mengi, bengek), batuk dan sesak nafas. Bunyi mengi terutama terdengar ketika penderita menghembuskan nafasnya. Di lain waktu, suatu serangan asma terjadi secara perlahan dengan gejala yang secara bertahap semakin memburuk. Pada kedua keadaan tersebut, yang pertama kali dirasakan oleh seorang penderita asma adalah sesak nafas, batuk atau rasa sesak di dada. Serangan bisa berlangsung dalam beberapa menit atau bisa berlangsung sampai beberapa jam, bahkan selama beberapa hari. Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal di dada atau di leher. Batuk kering di malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa merupakan satu-satunya gejala. Selama serangan asma, sesak nafas bisa menjadi semakin berat, sehingga timbul rasa cemas. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat. Pada serangan yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara karena sesaknya sangat hebat. Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang menurun, dimana penderita seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar kemudian segera tertidur kembali) dan sianosis (kulit tampak kebiruan) merupakan pertanda bahwa persediaan oksigen penderita sangat terbatas dan perlu segera dilakukan pengobatan. Meskipin telah mengalami serangan yang berat, biasanya penderita akan sembuh sempurna, Kadang beberapa alveoli (kantong udara di paru-paru) bisa pecah dan menyebabkan udara terkumpul di dalam rongga pleura atau menyebabkan udara terkumpul di sekitar organ dada. Hal ini akan memperburuk sesak yang dirasakan oleh penderita. DIAGNOSA Diagnosa asma ditegakkan berdasarkan gejala asma yang khas. Untuk memperkuat diagnosa asma bisa dilakukan pemeriksaan spirometri berulang. Spirometri juga digunakan untuk menilai beratnya penyumbatan saluran udara dan untuk memantau pengobatan. Menentukan faktor pemicu asma seringkali tidak mudah. Tes kulit alergi bisa membantu menentukan alergen yang memicu timbulnya gejala asma. Jika diagnosisnya masih meragukan atau jika dirasa sangat penting untuk mengetahui faktor pemicu terjadinya asma, maka bisa dilakukan bronchial challenge test. PENGOBATAN Obat-obatan bisa membuat penderita asma menjalani kehidupan normal. Pengobatan segera untuk mengendalikan serangan asma berbeda dengan pengobatan rutin

untuk mencegah serangan. Agonis reseptor beta-adrenergik merupakan obat asma terbaik untuk mengurangi serangan asma yang terjadi secara tiba-tiba dan untuk mencegah serangan yang mungkin dipicu oleh olahraga. Bronkodilator ini merangsang pelebaran saluran udara oleh reseptor beta-adrenergik. Bronkodilator yang yang bekerja pada semua reseptor beta-adrenergik (misalnya adrenalin), menyebabkan efek samping berupa denyut jantung yang cepat, gelisah, sakit kepala dan tremor (gemetar) otot. Bronkodilator yang hanya bekerja pada reseptor beta2-adrenergik (yang terutama ditemukan di dalam sel-sel di paru-paru), hanya memiliki sedikit efek samping terhadap organ lainnya. Bronkodilator ini (misalnya albuterol), menyebabkan lebih sedikit efek samping dibandingkan dengan bronkodilator yang bekerja pada semua reseptor beta-adrenergik. Sebagian besar bronkodilator bekerja dalam beberapa menit, tetapi efeknya hanya berlangsung selama 4-6 jam. Bronkodilator yang lebih baru memiliki efek yang lebih panjang, tetapi karena mula kerjanya lebih lambat, maka obat ini lebih banyak digunakan untuk mencegah serangan. Bronkodilator tersedia dalam bentuk tablet, suntikan atau inhaler (obat yang dihirup) dan sangat efektif. Penghirupan bronkodilator akan mengendapkan obat langsung di dalam saluran udara, sehingga mula kerjanya cepat, tetapi tidak dapat menj PENCEGAHAN Serangan asma dapat dicegah jika faktor pemicunya diketahui dan bisa dihindari. Serangan yang dipicu oleh olah raga bisa dihindari dengan meminum obat sebelum melakukan olah raga.

Vous aimerez peut-être aussi