Vous êtes sur la page 1sur 127

BUKU AJAR

KIMIA FISIKA 2

TIM DOSEN KIMIA FISIKA


Nama NIP Oleh : : Ir. Sri Wahyuni, M.Si : 131931626

Universitas Negeri Semarang 2003

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Mahaesa, karena berkat bimbingan, dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan penulisan buku paparan kuliah Kimia Fisika II. Dasar penulisan buku paparan perkuliahan Kimia Fisika II ini adalah surat tugas Rektor Universitas Negeri Semarang nomor 3095/J40/PP/2003 dan dibiayai oleh Pimpinan Proyek Peningkatan Universitas Negeri Semarang dengan kontrak tanggal 12 September 2003 dengan nomor 411/J40.19/KU/2003. Sasaran yang dituju untuk menggunakan buku paparan kuliah Kimia Kimia II ini adalah mahasiswa kimia dan mahasiswa pendidikan kimia semester IV FMIPA Universitas Negeri Semarang. Pada kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Rektor UNNES yang telah menugaskan kami untuk menulis buku paparan kuliah Kimia Fisika II ini. 2. Bapak Pimpinan Proyek Peningkatan UNNES yang telah sudi membiayai penulisan buku paparan kuliah ini. 3. Bapak Drs. Kasmui, M.Si yang telah membantu menyelesaikan penulisan buku paparan kuliah ini. Tiada gading yang tak retak, oleh sebab itu kami selalu menerima saran dan kritik untuk menyempurnakan tulisan buku paparan kuliah ini. Semoga buku paparan kuliah ini dapat bermanfaat untuk pengembangan kimia fisika. Semarang, November 2003

Penulis

DAFTAR ISI Halaman I 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 II 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 2.1 0 III 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 IV 4.1 4.2 4.3 4.4 KESPONTANAN DAN KESETIMBANGAN . Kondisi Umum Kesetimbangan dan Kespontanan Kondisi Kesetimbangan dan Kespontanan dalam Batasan . Persamaan Fundamental Termodinamika . Persamaan Keadaan Termodinamika .. Sifat-sifat A . Sifat-sifat G . Energi Gibbs Gas Real. Ketergantungan Temperatur Energi Gibbs .. Soal-soal .. SISTEM KOMPOSISI VARIABEL .. Persamaan Fundamental Energi Bebas Campuran Potensial Kimia Gas Ideal Murni Potensial Kimia Campuran Gas Ideal Kesetimbangan Kimia dalam Campuran Kesetimbangan Kimia dalam Campuran gas ideal .. Kesetimbangan Kimia dalam Campuran Gas Nyata. Konstanta Kesetimbangan, Kx dan Kc Ketergantungan Konstanta Kesetimbangan pada Temperatur . Kesetimbangan antara Gas Ideal dan Fase Terkondensasi Murni Soal-soal KESETIMBANGAN FASE DALAM SISTEM SEDERHANA Kondisi Kesetimbangan Kestabilan Fase Zat Murni Ketergantungan Tekanan dari Kurva terhadap T .. Persamaan Clapeyron Diagram Fase Integrasi Persamaan Clapeyron Efek Tekanan pada Tekanan Uap Aturan Fase Soal-soal LARUTAN IDEAL DAN SIFAT KOLIGATIF Jenis-jenis Larutan Definisi Larutan Ideal Bentuk Analitik Potensial Kimia dalam Larutan Cair Ideal Potensial Kimia Zat Terlarut dalam Larutan Ideal Biner 17 17 17 18 19 22 23 25 25 27 27 27 28 29 3 1 1 1 2 3 5 6 7 8 10 10 11 11 11 12 12 13 13 14 15

4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 V 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6 5.7 VI 6.1 6.2 6.3 6.4 6.5 6.6 6.7 6.8 6.9 6.1 0 6.1 1 6.1 2 VII 7.1 7.2 7.3 7.4 7.5 7.6 7.7 7.8

Sifat-sifat Koligatif Penurunan Titik Beku Kelarutan Kenaikan Titik Didih Tekanan Osmotik Soal-soal LARUTAN ENCER IDEAL Karakteristik Umum Larutan Ideal Potensial Kimia dalam Larutan Ideal Larutan Biner Azeotrop Potensial Kimia Dalam Larutan Encer Ideal Hukum Henry dan Kelarutan Gas Distribusi Suatu Zat Terlarut antara Dua Pelarut Soal-soal KESETIMBANGAN DIANTARA FASE TERKONDENSASI Kesetimbangan Cair-Cair Distilasi Cairan dapat Campur Sebagian dan Tidak dapat Campur Kesetimbangan Padat-Cair, Diagram Eutektik Sederhana .. Diagram Titik Beku dengan Pembentukan Senyawa Senyawa yang Memiliki Titik Leleh tidak Sebangun Kemampuan Bercampur dalam Keadaan Padat. Kenaikan Titik Beku Sistem Tiga Komponen Kesetimbangan CairCair. Kelarutan Garam;Efek Ion Sejenis .. Pembentukan Garam Rangkap Salting Out . Soal-soal KESETIMBANGAN SISTEM NONIDEAL .. Konsep Aktivitas Sistem Rasional Aktivitas Sifat-sifat Koligatif Sistem Praktis Aktivitas dan Kesetimbangan Reaksi Aktivitas dalam Larutan Elektrolit Teori Debye-Huckel Struktur Larutan Ionik Encer Kesetimbangan dalam Larutan Ionik Soal-soal

29 30 32 32 33 36 36 36 37 38 39 40 41 43 43 45 47 49 49 50 51 52 53 53 54 55 56 57 57 57 59 60 63 64 68 75 77

VIII KESETIMBANGAN SEL ELEKTROKIMIA .. 8.1 8.2 8.3 8.4 8.5 8.6 8.7 8.8 8.9 8.1 0 8.1 1 8.1 2 8.1 3 8.1 4 8.1 5 8.1 6 8.1 7 8.1 8 8.1 9 8.2 0 8.2 1 IX 9.1 9.2 9.3 9.4 9.5 9.6 9.7 9.8 9.9 9.1 0 Pendahuluan . Definisi .. Potensial Kimia Spesies Bermuatan .. Diagram Sel Sel Daniel .. Energi Gibbs dan Potensial Sel .. Persamaan Nernst .. Elektroda Hidrogen Potensial Elektroda . Ketergantungan Temperatur Potensial Sel . Macammacam Elektroda . Konstanta Kesetimbangan Potensial Setengah-Sel Standar Makna Potensial Setengah-Sel Pengukuran Potensial Sel Reversibilitas .. Penentuan o Setengah-Sel . Penentuan Aktivitas dan Koefisien Aktivitas Potensial Sel . Sel Konsentrasi . Proses Elektrokimia Teknik Sel Elektrokimia sebagai Sumber Daya . Dua Sumber Energi Praktis Soal-soal . FENOMENA PERMUKAAN Energi Permukaan dan Tegangan Permukaan Ukuran Tegangan Permukaan Pengukuran Tegangan Permukaan Termodinamika permukaan.. Kenaikan dan Penurunan Kapiler Antarfase Cair-Cair dan Padat-Cair Tegangan Permukaan dan Adsorpsi Adsorpsi pada Padatan Adsorpsi Fisik dan Kemisorpsi Isoterm Brunauer, Emmet, dan Teller (BET)

79 79 79 80 82 83 84 85 85 87 90 91 92 94 96 96 97 98 98 101 102 104 106 108 108 109 110 110 112 112 114 116 117 118

9.1 1 9.1 2

Koloid .. Zat aktif permukaan . Soal-soal .. DAFTAR PUSTAKA ...

118 121 122 123

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.1 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 3.5 Gambar 3.6 Gambar 3.7 Gambar 3.8 Gambar 3.9 Gambar 3.10 Gambar 3.11 Gambar 3.12 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 5.1 Gambar 5.2 Gambar 5.3 Gambar 5.4 Gambar 6.1 Gambar 6.2 Gambar 6.3 Gambar 6.4 Gambar 6.5 Gambar 6.6 Gambar 6.7 Gambar 6.8 Gambar 6.9 Gambar 6.10 Gambar 6.11 Gambar 6.12 Gambar 6.13 Gambar 6.14 Gambar 6.17 Gambar 6.18 Gambar 6.19 Gambar 6.20 Gambar 7.1 Gambar 7.2 Gambar 7.3 Gambar 7.4 Gambar 7.5 Gambar 8.1 Gambar 8.2 Energi Gibbs gas Ideal sebagai fungsi tekanan versus T pada tekanan tetap. versus T pada tekanan tetap. Efek tekanan pada titik didih dan leleh.. versus T zat yang menyublim.. Garis kesetimbangan (a) padatcair, (b) cairuap.. Diagram fase untuk zat sederhana.. Diagram fase karbondioksida Diagram Fase Air Diagram Fase Air pada Tekanan Tinggi Log p / mmHg versus 1/T untuk air.. . Log p / mmHg versus 1/T untuk ai. Tekananuap.. Tekanan uap sebagai fungsi x2 Hukum Raoult untuk pelarut Sifat Koligatif (ii0)versus xi .. Tekanan uap sebagai fungsi komposisi. Diagram tx dengan titik maksimum. .. Diagram tx dengan titik minimum... Potensial kimia dalam larutan nonideal. Diagram tx phenol air. Diagram titik konsolut .. Distilasi parsial cairan tidak larut.. Cairan tidak larut dalam kesetimbangan dengan uap. Kesetimbangan padatcair dalam sistem dua komponen... Sistem Antimonilead.. Pembentukan senyawa Titik beku dalam sistem H2OFe2Cl6. Senyawa dengan titik didih tidak sebangun.. Senyawa dengan titik didih tidak sebangun.. Sistem CuNi... .. Diagram segitiga..... Sifat diagram segitiga.. Dua zat cair larut sebagian .. Diagram NH4ClH2O(NH4)2SO4.. Senyawa jenuh sebangaun dan tidak sebangun. Sistem K2CO3H2OCH3OH... Aktivitas versus fraksi mol Koefisien aktivitas versus fraksi mol Koefisien aktivitas ionik ratarata sebagai fungsi m1/2 .. Log versus Ic1/2 Plot fungsi f (r) terhadap r . Sel Daniel Elektroda Hidrogen 7 18 18 19 19 21 22 23 23 23 24 24 25 28 28 30 37 38 39 39 43 44 45 46 46 47 48 49 49 50 50 50 52 52 53 54 55 55 59 59 68 74 75 83 86 7

Gambar 8.3 Gambar 8.4 Gambar 8.5 Gambar 8.6 Gambar 8.7 Gambar 8.8 Gambar 8.9 Gambar 9.1 Gambar 9.2 Gambar 9.3 Gambar 9.4 Gambar 9.5 Gambar 9.6 Gambar 9.7 Gambar 9.8 Gambar 9.9 Gambar 9.10 Gambar 9.11 Gambar 9.12 Gambar 9.13 Gambar 9.14

Elektroda FeriFero 92 Sirkuit Potensiometer . 96 Ketergantungan ideal E pada m .. 97 Sel konsentrasi 99 Sel konsentrasi tanpa pemindahan . 100 Sirkuit terbuka potensial sel .. 103 Skema sel bahan bakar O2H2 105 Lapis tipis cairan 108 Alat DuNouy . 110 Pengukuran tegangan permukaan metode tetes . 110 Perpindahan antar muka 111 Tekanan di bawah surface datar dan lengkung . 112 Contact Angle .. 112 Tegangan antarmuka 113 Penyebaran cairan di atas padatan 114 Konsentrasi sebagai fungsi posisi . 115 Langmuir Isotherm 116 Multilayer adsorpsion 117 Lapisan rangkap pada dua partikel .. 120 Energi interaksi partikel koloid . 120 Diagram skematik misel 121

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 6.1 Tabel 6.2 Tabel 6.3 Tabel 7.1 Tabel 8.1 Tabel 8.2 Tabel 8.3 Tabel 9.1 Tabel 9.2 Aturan fase . Jenis larutan Temperatur Eutektik beberapa senyawa Sistem varian . Sistem tiga komponen Koefisien aktivitas ionik ratarata elektrolit kuat .. Potensial elektroda standar. Potensial setengah sel golongan Ag .. Sifat termodinamika reaksi sel bahan bakar yang mungkin .. Tegangan permukaan cairan pada 20 oC Tegangan antarmuka . 26 27 49 54 55 68 88 95 105 109 113

BAB I KESPONTANAN DAN KESETIMBANGAN Setelah mempelajari bab ini, diharapkan mahasiswa dapat: 1. memahami kondisi umum kesetimbangan dan kespontanan dalam termodinamika 2. menggunakan fungsi termodinamika untuk menghitung energi Gibbs gas ideal dan gas nyata 3. menurunkan formulasi ketergantungan energi Gibbs pada temperatur 1.1 Kondisi Umum Kesetimbangan dan Kespontanan Tujuan kita sekarang adalah mencari perbedaan karakteristik transformasi irreveresibel dengan reversibel (ideal). Dimulai dengan melihat hubungan yang eksis antara perubahan entropi dalam suatu transformasi dan aliran panas irreversibel, sistem hanya menyimpang sangat kecil dari kesetimbangan. Sistem yang telah ditransformasi, masih tersisa secara efektif pada kesetimbangan melalui perubahan keadaan reversibel. Karena itu kondisi reversibel adalah suatu kondisi kesetimbangan; dari definisi persamaan dS, kondisi reversibel adalah TdS = dQrev (1.1) Karena itu persamaan (1.1) adalah kondisi kesetimbangan. Kondisi yang terletak pada suatu perubahan keadaan kesetimbangan adalah ketidaksamaan Clausius, yang ditulis dalam bentuk TdS >dQ (1.2) Perubahan irreversibel adalah perubahan nyata atau perubahan alamiah atau perubahan spontan. Kita menghubungkan perubahan alamiah sebagai perubahan spontan, dan ketidaksamaan (1.2) sebagai kondisi kespontanan. Dua hubungan persamaan (1.1) dan (1.2) dapat dikombinasikan menjadi TdS dQ (1.3) Dimana tanda samadengan menyatakan suatu harga reversibel dQ. Dengan menggunakan hukum pertama termodinamika dalam bentuk dQ = dU + d W, hubungan dalam (1.3) dapat ditulis TdS dU + dW atau dU dW + TdS 0 (1.4) Kerja memasukkan semua jenis; dW =PopdV + d Wa. Harga dW ini membawa hubungan (1.4) menjadi dU PopdV dWa + TdS 0 (1.5) Kedua hubungan (1.4) dan (1.5) menyatakan kondisi kesetimbangan (=) dan kespontanan (>) untuk suatu transformasi yang berkaitan dengan perubahan sifat sistem dU, dV, dS dan jumlah kerja dW atau dWa. 1.2 Kondisi Kesetimbangan dan Kespontanan dalam Batasan 1.2.1 Transformasi dalam sistem terisolasi Untuk sistem terisolasi, dU = 0, dW = 0, dQ = 0; jadi hubungan (1.4) menjadi dS 0 (1.6) Dari hubungan (1.6) sistem terisolasi pada kesetimbangan harus memiliki temperatur yang sama dalam semua bagian. Diasumsikan sistem terisolasi dibagi menjadi 2 bagian, dan . Jika jumlah positif panas, dQrev, berlangsung reversibel dari bagian ke , diperoleh dQ rev dQ rev dS = dan dS = T T Perubahan total entropi adalah 10

1 1 dS = dS + dS = T T dQ rev

Jika aliran panas terjadi spontan, maka dengan hubungan (1.6) dS > 0. Karena dQrev positif, yang berarti 1 1 T T > 0 atau T >T

yang berarti panas mengalir secara spontan dari daerah temperatur lebih tinggi, , ke temperatur lebih rendah, . Lebih jauh pada kesetimbangan dS = 0, memerlukan T =T Ini adalah kondisi kesetimbangan termal; suatu sistem dalam kesetimbangan harus memiliki temperatur yang sama dalam keseluruhan bagian. 1.2.2 Transformasi pada Temperatur Konstan Jika suatu sistem berlaku perubahan isotermal, maka TdS = d(TS), dan hubungan (1.4) dapat ditulis dU + d(TS) dW , d(UTS) dW (1.7) Kombinasi variabel UTS sering muncul, karena itu diberi simbol khusus, A, jadi A UTS (1.8) A adalah fungsi keadaan sistem yang disebut sebagai energi Helmholts. Dimana dA dW (1.9) dengan integrasi A W (1.10) 1.2.3 Transformasi pada Temperatur dan Tekanan konstan Sistem dibatasi pada tekanan konstan , Pop = p, tekanan kesetimbangan sistem. Karena p konstan , pdV = d(pV). Temperatur konstan sehingga TdS = d(TS). Hubungan (1.5) menjadi [dU + d (pV)d(TS)] dWa, d(U + pVTS) dWa, (1.11) Kombinasi variabel U + pV TS sering muncul, karena itu diberi simbol G. Dengan definisi G U + pV TS = H TS = A + pV (1.12) G disebut energi Gibbs sistem, biasa disebut energi bebas sistem. Dengan menggunakan persamaan (1.12), hubungan (1.11) menjadi dG dWa (1.13) dengan integrasi diperoleh G Wa (1.14) Ada 3 kemungkinan harga G : 1. G < 0; transformasi dapat terjadi secara spontan, atau alamiah 2. G = 0; sistem dalam kesetimbangan 3. G > 0; transformasi tidak spontan 1.3 Persamaan Fundamental Termodinamika Sebagai tambahan sifat mekanik p dan V, suatu sistem memiliki tiga sifat fundamental T, U, dan S, didefinisikan oleh hukum termodinamika, dan tiga sifat gabungan yaitu H, A dan G. Pada batasan kerja ekspansi, dimana dWa = 0, kondisi umum kesetimbangan dU = TdS pdV (1.15) Kombinasi hukum termodinamika pertama dan kedua ini adalah persamaan fundamental termodinamika. Dengan menggunakan definisi fungsi gabungan H = U + pV, A = U TS, G = U + pV TS 11

Hasil diferensiasinya dH= dU + pdV + Vdp, dA= dU TdS SdT, dG= dU + pdV + Vdp TdS SdT Jika persamaan untuk dU dimasukkan maka diperoleh persamaan dU = TdS pdV dH= TdS + Vdp, dA= pdV SdT, dG= dU + pdV + Vdp TdS SdT Empat persamaan ini sering disebut empat persamaan termodinamika fundamental.

(1.16) (1.17) (1.18) (1.19)

1.4 Persamaan Keadaan Termodinamika Persamaan keadaan yang dibahas sejauh ini, hukum gas ideal, persamaan vander Walls, dan yang lain, adalah hubungan antara p, V dan T, diperoleh dari data empiris pada perilaku gas atau dari spekulasi tentang efek ukuran molekular dan gaya tarik pada perilaku gas. Persamaan keadaan untuk suatu cairan atau padat hanya dinyatakan dalam kaitan dengan sifat dapat dimampatkan dan koefisien muai termal yang secara eksperimen ditentukan. Persamaan ini berlaku untuk sistem pada keseimbangan, tetapi ada suatu syarat keseimbangan yang lebih umum. Hukum termodinamika yang kedua memerlukan hubungan dU = TdS pdV sebagai suatu kondisi kesetimbangan. Dari persamaan ini kita harus bisa memperoleh suatu persamaan keadaan untuk manapun sistem. Misalkan perubahan dalam U, S dan V persamaan (1.16) diubah pada T konstan (U)T = T(S)T pdV pembagian dengan (V)T, didapat

( U ) V

=T

S ( V )

(1.20)

di mana, dari penulisan derivative, U dan S dianggap sebagai fungsi T dan V. Oleh karena itu derivative parsial persamaan (1.20) adalah fungsi T dan V. Persamaan ini menghubungkan tekanan itu]untuk fungsi T dan V; adalah suatu persamaan keadaan. Dengan menggunakan hargaharga persamaan termodinamika dan penyusunan kembali, persamaan (1.20) menjadi p U p=T (1.21) T v V T yang barangkali suatu format lebih rapi untuk persamaan. Dengan pembatasan persamaan dasar yang kedua, persamaan (1.20), ke temperatur tetap dan pembagian oleh(p)T diperoleh H S =T +V (1.22) p T p T Dengan menggunakan persamaan (1.26) dan susun kembali persamaan ini menjadi V H V= + (1.23) T p p T Merupakan suatu persamaan keadaan umum yang menyatakan volume itu sebagai fungsi temperatur dan tekanan. Persamaan keadaan termodinamika ini dapat digunakan untuk unsur apapun juga.

( ) ( )
( )

( )

( ) ( )

12

1.4.1 Applikasi persamaan keadaan termodinamika U H Jika diketahui lebih dulu harga atau untuk suatu zat, maka persamaan V T p T keadaannya dapat cepat diketahui dari persamaan (1.21) atau (1.23). Biasanya kita tidak mengetahui nilai-nilai dari derivative ini, maka kita menyusun persamaan (1.21) dalam format U p =T p (1.24) V T T v Dari persamaan keadaan empirik, sisi kanan persamaan (1.24) dapat dievaluasi untuk U menghasilkan harga derivativ . Sebagai contoh, untuk gas ideal, p = nRT/V, sehingga V T p U = nR/V. Dengan menggunakan harga ini dalam persamaan (1.24), diperoleh = T v V T nRT/V p = pp= 0 p Karena itu, = / , persamaan (1.24) sering ditulis dalam bentuk T v U . T . p =T p= (1.25) V T dan persamaan (1.23) dalam bentuk H = V (1- T) (1.26) p T Sekarang mungkin, menggunakan persamaan (1.25) dan (1.26) untuk menulis diferensial total dari U dan H dalam suatu bentuk yang hanya mengandung besaran yang mudah diukur: . T . p dU = Cv dT + dV (1.27) dH = CpdT + V (1- T) dp (1.28) Dengan menggunakan persamaan (1.26), dapat diperoleh ungkapan sederhana untuk Cp Cv. U Cp Cv = p+ V V T U Dengan menggunakan harga dari persamaan (1.32) diperoleh V T TV 2 Cp Cv = (1.29) Yang membolehkan evaluasi Cp Cv dari besaran yang terukur untuk zat apapun. Karena T, V, dan 2 harus semuanya positif, maka Cp selalu lebih besar daripada Cv. Untuk koefisien JouleThomson, H Cp JT = p T Dengan menggunakan persamaan (1.26) diperoleh untuk JT Cp JT = V( T 1) (1.30) Jadi jika diketahui harga Cp, V,dan untuk suatu gas, maka JT dapat dihitung

( )

( )

( )

( )

( )

( )

( )

( )

( )

( )

[ ( )]

( )

( )

1.5 Sifat A Sifat energi Helmholts A diungkapkan dengan persamaan fundamental (1.18) dA = SdT pdV Persamaan ini memandang A sebagai suatu fungsi terhadap T dan V, diperoleh persamaan identik 13

dA =

( A ) dT + ( A ) T V
v

dV

Dengan membandingkan dua persamaan ini didapat A =-S (1.31) T v A =-p (1.32) V T Karena entropi suatu zat berharga positif, persamaan (1.31) menunjukkan bahwa energi Helmholtz suatu zat berkurang (tanda minus) dengan bertambahnya temperatur. Laju berkurangnya lebih besar dari daripada besarnya entropi zat. Untuk gas, yang memiliki entropi besar, laju berkurangnya A terhadap temperatur lebih besar daripada untuk zat cair dan padatan, yang memiliki entropi kecil. Demikian pula, tanda minus dalam persamaan (1.32) menunjukkan bahwa dengan bertambahnya volume akan mengurangi energi Helmholtz; laju pengurangannya adalah lebih besar daripada tekanan yang lebih tinggi.

( ) ( )

1.5.1 Kondisi kesetimbangan mekanik Perhatikan suatu sistem pada temperatur dan volume total konstan yang dibagi menjadi 2 bagian daerah dan . Andaikan daerah mengembang reversibel dengan suatu jumlah, dV , sedangkan daerah mengkerut dengan sejumlah yang sama, dV = dV , karena volume total harus konstan. Maka dengan persamaan (1.39) diperoleh dA = p dV dan dA = p dV perubahan total A adalah dA = dA + dA = p dV p dV = (p p ) dV karena tidak ada kerja yang dihasilkan, dW = 0, persamaan (1.9) menuntut dA < 0 jika transformasi spontan. Karena dV positif berarti p > p . Daerah tekanan tinggi mengembang ke daerah tekanan rendah. Persyaratan kesetimbangan dA = 0 yaitu p = p Ini adalah kondisi kesetimbangan mekanik, yaitu tekanan memiliki harga sama dalam seluruh bagian sistem. 1.6 Sifat G Persamaan fundamental (1.19)

dG = SdT + Vdp memandang energi Gibbs sebagai suatu fungsi temperatur dan tekanan; ungkapan yang sama G G dG = dT + dp (1.33) T p p T dengan membandingkan dua persamaan ini diperoleh G =S (1.34) T p dan G =V (1.35) p T karena pentingnya energi Gibbs persamaan (1.34) dan (1.35) mengandung 2 hal penting dalam termodinamika. Karena entropi suatu zat positif, tanda minus dalam persamaan (1.34) menunjukkan bahwa meningkatnya temperatur akan mengurangi energi Gibbs jika tekanan konstan. Laju berkurangnya lebih besar untuk gas, yang mana memiliki entropi besar, daripada untuk cairan atau padatan, yang memiliki entropi kecil. Karena V selalu positif, peningkatan

( )

( )

( )

( )

14

tekanan akan meningkatkan energi Gibbs pd temperatur konstan, seperti ditunjukkan oleh persamaan (1.35). Semakin membesar Volume sistem yang lebih besar akan meningkatkan energi gibbs untuk tekanan yang ditentukan. Volume [yang] besar suatu gas menyiratkan bahwa energi Gibbs suatu gas meningkat jauh lebih cepat dengan tekanan dibanding untuk suatu cairan atau suatu padatan. Energi Gibbs suatu material murni sebaiknya diungkapkan dengan mengintegrasikan persamaan (1.35) pada temperatur konstan dari tekanan standar, po = 1 atm, ke suatu tekanan p :

p
o

dG =

Vdp , G G o =

G = G o(T) +

Vdp , (1.36)

Vdp

Dimana G (T) adalah energi Gibbs suatu zat pada tekanan 1 atm Energi Gibbs standar yang merupakan fungsi temperatur. Jika zat adalah cairan atau padatan, volume hampir tidak terikat pada tekanan dan dapat dihilangkan dari tanda integral, maka G(T,p)= G o(T) + V (p po) (cairan dan padatan) (1.37) Karena volume cairan dan padatan kecil, kecuali jika tekanan adalah sangat besar, term yang kedua pada sisi kanan persamaan (1.36) kecil dapat diabaikan; biasanya untuk fase yang dipadatkan akan ditulis G = G o(T) (1.38) dan mengabaikan ketergantungan G dari tekanan. Volume gas itu sangat besar dibanding cairan atau padatan dan sangat tergantung pada tekanan, dengan menerapkan persamaan (1.36) untuk gas ideal, didapat o p nRT p . atm dp , G = G (T ) + RT ln G = G o(T) + p o p 1 . atm n n Suatu hal biasa untuk menggunakan lambang khusus, , untuk energi Gibbs per mol; didefinisikan G = (1.39) n Jadi untuk energi Gibbs molar gas ideal, diperoleh = o (T) + RT ln p (1.40) simbol p dalam persamaan (1.40) menunjukkan jumlah murni, jumlah yang kemudian dikalikan dengan 1 atm menghasilkan harga tekanan dalam atmosfir. Istilah logaritmis dalam persamaan (1.40) adalah sangat besar dalam kebanyakan keadaan dan tidak bisa diabaikan. Dari persamaan ini jelas bahw pada temperatur spesifik, tekanan menggambarkan energi Gibbs gas ideal; semakin tinggi tekanan maka semakin besar energi Gibbs (gambar 1.1). Suatu hal berharga untuk ditekankan bahwa jika kita mengetahui format yang fungsional dari G(T,p), maka dapat diperoleh keseluruhan fungsi termodinamika dengan diferensiasi, menggunakan persamaan (1.34) dan (1.35), dan mengkombinasikan dengan definisi o

15

Gambar 1.1 Energi Gibbs gas ideal sebagai fungsi tekanan 1.7 Energi Gibbs Gas Real Bentuk fungsional persamaan (1.40) terutama sekali sesuai dan sederhana. Akan sangat berguna jika energi Gibbs molar gas real dapat diungkapkan dalam bentuk matematika yang sama. Sehingga ditemukan suatu fungsi keadaan yang akan mengungkapkan energi Gibbs molar gas real dengan persamaan = o (T) + RT ln f (1.41) Fungsi f disebut fugasitas gas. Fugasitas mengukur energi Gibbs gas nyata dengan jalan yang sama sebagaimana tekanan mengukur energi Gibbs gas ideal Suatu fungsi yang ditemukan seperti fugasitas memiliki sedikit kegunaan kecuali jika dapat dihubungkan dengan sifat terukur gas. Pembagian persamaan dasar (1.19) dengan n, yaitu jumlah mol gas, dan dibatasi temperatur konstan, dT = 0, diperoleh untuk gas nyata d = Vdp , sedangkan untuk gas ideal d id = Vid dp , dimana V dan Vid adalah volume molar gas real dan ideal. Dengan pengurangan dua persamaan ini, diperoleh d( id) = (V Vid)dp. Dengan integrasi antara batas p* dan p menghasilkan d( id) ( * * id) =
*

Diasumsikan p 0. Sifat suatu gas real mendekati harga idealnya selagi tekanan gas mendekati nol. Karena itu selagi p* 0, maka * * id. Persamaan menjadi ( * * id) =
id o

p ( V V id )dp

tetapi dengan persamaan (1.40), = (T) + RT ln p, dan dengan definisi f, persamaan (1.41), = o (T) + RT ln f. Dengan menggunakan harga ini untuk dan id, persamaan (1.42) menjadi RT (ln f ln p) = p o (V V id ) dp p 1 Ln f = ln p + (1.43) po ( V V id ) dp RT Integral dalam persamaan (1.43) dapat dievaluasi secara grafik; dengan mengetahui V sebagai suatu fungsi tekanan, maka ploting besaran (V Vid)/RT sebagai suatu fungsi tekanan. Daerah di bawah kurva dari p = 0 sampai p adalah harga kedua sisi kanan persamaan (1.43). Atau jika V dapat diekspresikan sebagai suatu fungsi tekanan dengan suatu persamaan keadaan, integral dapat dievaluasi secara analitik, karena Vid = RT/p. Integral dapat diekspresikan dengan baik dalam ungkapan faktor kompresibilitas Z, dengan definisi V = ZVid. Dengan menggunakan harga ini untuk V dan Vid = RT/p, dalam integral persamaan (1.43), maka menjadi p ( Z 1 ) dp Ln f = ln p + p o (1.44) p Integral dalam persamaan (1.44) dievaluasi secara grafik dengan ploting (Z1)/p terhadap p dan mengukur daerah di bawah kurva. Untuk gas di bawah temperatur Boyle, Z1 adalah negatif 16
p

p (V V id ) dp
o

(1.42)

pada tekanan cukupan, dan fugasitas, persamaan (1.44) akan lebih kecil dibanding tekanan. Untuk gas di atas temperatur Boyle, fugasitas adalah lebih besar dibanding tekanan. 1.8 Ketergantungan Energi Gibbs pada Temperatur Ketergantungan energi Gibbs pada temperatur diekspresikan dalam beberapa cara yang berbeda. Dengan menulis kembali persamaan (1.34) didapat G =S (1.45) T p Dari definisi G = H TS, diperoleh S = (GH)/T, dan persamaan (1.38) menjadi G G H = (1.46) T T p Dengan aturan diferensiasi biasa, dapat dilihat bagaimana fungsi G/T tergantung pada temperatur 1 1 G (G /T ) = 2 G T T p T T p Menggunakan persamaan (1.45) persamaan ini menjadi TS+G (G /T ) = T T2 p kemudian H (G /T ) = 2 (1.47) T T p Suatu persamaan GibbsHelmholtz, persamaan yang sering digunakan. Karena d(1/T) = (1/T2) dT , maka kita dapat menggantikan T dalam derivativ persamaan (1.47) dengan T2 (1/T); sehingga diperoleh (G /T ) =H (1.48) (1/T ) p SOALSOAL: 1. Terangkan makna istilah spontaneous dalam termodinamika 2. Pada 25o C hitung harga A untuk ekspansi isotermal satu mol gas ideal dari 10 liter menjadi 40 liter ! 3. Dengan diferensial eksak: U dU =C v dT + dV , V T tunjukkan bahwa jika (U/V)T adalah hanya fungsi volume, maka Cv adalah hanya fungsi temperatur 4. Diketahui bahwa dS= (Cp/T)dT V dp, tunjukkan bahwa a) (S/p)v = Cv/T b) (S/p)p =Cp/TV 5. Dengan menggunakan persamaan diferensial dan definisi fungsi, tentukan bentuk fungsional untuk S, V, H, U untuk a) gas ideal, dimana = o(T) + RT ln p b) van der Walls, diberikan = o(T) + RT ln p + (b a/RT)p

( )

( )

( )

( )

17

BAB II SISTEM KOMPOSISI VARIABEL KESETIMBANGAN KIMIA Setelah mempelajari bab ini, diharapkan mahasiswa dapat: 1. menghitung energi bebas dalam campuran gas, 2. menghitung potensial kimia gas ideal murni, 3. menghitung potensial kimia gas ideal dalam campuran gas ideal, 4. menghitung konstanta kesetimbangan tekanan dalam campuran gas ideal, 5. menghitung konstanta kesetimbangan tekanan dalam campuran gas nyata, 6. menghitung konstanta kesetimbangan suatu gas dalam terminologi fraksi mol atau konsentrasi, 7. menghitung konstanta kesetimbangan suatu gas karena perubahan temperatur, 8. menghitung konstanta kesetimbangan antara gas dan fase terkondensasi, 2.1 Persamaan Fundamental Secara mutlak sistem diasumsikan tersusun oleh suatu zat murni atau jika tersusun oleh suatu campuran, maka komposisi campuran tidak berubah dalam perubahan keadaan. Selagi rekasi kimia berlangsung komposisi sistem dan sifat termodinamika berubah. Karena itu ketergantungan pada komposisi harus dimasukkan dalam persamaan termodinamika. Pertama kali dimasukkan dalam Energi Gibbs G. Untuk suatu zat murni atau campuran komposisi tertentu persamaan energi Gibbs adalah dG = SdT + Vdp (2.1) Jika jumlah mol, n1,n2,, zat muncul bervariasi, maka G=G(T,p,n1,n2,), dan diferensial totalnya adalah G G G G dG = dT + dp + n dn1 + n dn2 + (2.2) T p , ni p T , ni 1 T , p , nj 2 T , p , nj dimana ni pada derivatif parsial berarti semua jumlah mol konstan dalam diferensiasi dan nj pada derivatif parsial berarti semua jumlah mol kecuali satu dalam derivatif adalah konstan dalam diferensiasi. Jika suatu sistem tidak mengalami suatu perubahan komposisi, maka dn1 = 0, dn2 = 0, sehingga G G dG = dT + (2.3) T p , ni p T , ni Pembandingan persamaan (2.3) dan (2.1) menunjukkan G G = S dan =V (2.4a,b) p T p , ni T ,ni

( )

( )

( )

( )

( )

( )

( )

Untuk penyederhanaan, G i = n (2.5) i T , p , nj dengan melihat persamaan (2.4) dan (2.5), diferensial total G dalam persamaan (2.2) menjadi dG = SdT + Vdp + 1 dn1 + 2 dn2 + (2.6) Persamaan (2.6)menghubungkan perubahan energi Gibbs dengan perubahan temperatur, tekanan, dan jumlah mol. Biasanya ditulis dG = SdT + Vdp +

( )

i dni

(2.7) 18

2.2 Energi Bebas Campuran Jika campuran mengandung n1, n2, , mol, maka 1, 2 , adalah potensial kimia dari komponen 1, 2, energi bebas campuran pada temperatur dan tekanan konstan adalah G = n1 1 + n2 2 + (2.8) = sebagai Gcamp = nRT

ni i

Dengan bantuan persamaan (2.7) dan (2.8), energi bebas dari campuran dpt diturunksn

ln xi

(2.9)

dimana n adalah jumlah mol total, xi adalah fraksi mol komponen. Penjumlahan adalah pada seluruh jumlah total komponen. Karena persamaan (2.9) memberikan harga energi bebas dari campuran gas ideal yang negatif, jelaslah bahwa proses pencampuran ini adalah spontan. Dengan penggabungan persamaan fungsi termodinamika, panas pencampuran gas ideal dapat dihitung Gcamp = Hcamp T Scamp yaitu H camp = nRT

xi ln xi + (T)(NR

xi ln xi )

=0 Dalam hal yang sama terlihat juga bahwa perubahan volume dalam pencampuran gas ideal juga adalah nol, yaitu G camp V = =0 p T , xi karena Gcamp tidak tergantung pada tekanan.

2.3 Potensial Kimia Gas Ideal Murni Potensial kimia dari setiap komponen ditetapkan sebagai perubahan dalam energi bebas sistem jika satu mol komponen ditambahkan pada sistem dengan jumlah tidak terhingga, sehingga tidak ada perubahan dalam komposisi yang terjadi dalam sistem. Secara matematik didefinisikan sebagai G i = n (2.10) i T , p , nj

( )

Potensial kimia dari gas ideal murni adalah = o(T) + RT ln p o (T) adalah potensial kimia standar.

(2.11)

2.4 Potensial Kimia Gas Ideal dalam Campuran Gas Ideal Potensial kimia dari gas ideal murni dalam campuran gas adalah i = i (murni) + RT ln xi (2.12) i (murni) adalah potensial kimia gas murni pada temperatur tekanan sama seperti dalam campuran, dan xi adalah fraksi mol. Dari persamaan ini jelas bahwa potensial kimia dari setiap gas dalam campuran lebih kecil daripada gas murni pada temperatur dan tekanan yang sama, karena xi lebih kecil daripada satu dan ln xi akan negatif. 2.5 Kesetimbangan Kimia dalam Campuran Dalam sistem tertutup, energi bebas dari reaksi umum tipe Na A + nb B + nl L + nm M + 19

Pada temperatur dan tekanan konstan adalah G =


produk i

produk

reak tan

ni i
reak tan

njj

(2.13)

Pada kesetimbangan, G = 0 sehingga persamaan di atas disederhanakan menjadi

ni i

njj = 0

2.6 Kesetimbangan Kimia dalam Campuran Gas Ideal Telah diperlihatkan dalam persamaan (2.12), bahwa gas ideal dalam suatu campuran gas diberikan dengan i = i o + RT ln pi dimana pi adalah tekanan parsial gas dalam campuran. Harga i ini digunakan untuk menghitung G reaksi A + B C + D dimana A, B, C dan D menunjukkan rumus kimia zat, sedangkan , , , menunjukkan koefisien stoikiometrik. Kemudian G = oC + RT ln pC + oD + RT ln pD oA RT ln pA oB RT ln pB, = oC + oD ( oA + oB) + RT( ln pC + ln pada ( ln pA + ln pB)] misal G o = oC + oD ( oA + oB ) (2.14) Go adalah energi Gibbs reaksi standar. Kemudian dengan mengkombinasikan term logaritma diperoleh ( pC ) ( p D ) o G = G + RT ln (2.15) ( p A ) ( p B ) jika ( pC ) ( p D ) Qp = (2.16) ( p A ) ( pB ) Maka G = G o + RT ln Qp (2.17) Pada kesetimbangan G = 0 dan persamaan (2. 37) menjadi ( pC )e ( p D )e o 0 = G + RT ln (2.18) ( p A )e ( p B )e dimana subskrip e menandai tekanan parsial kesetimbangan. Hasil bagi tekanan parsial kesetimbangan adalah konstanta kesetimbangan tekanan Kp: ( pC )e ( p D )e Kp = (2.19) ( p A )e ( p B )e Dengan menggunakan notasi yang lebih umum, harga i dapat diletakkan untuk memperoleh persamaan G G = = i( oi + RT ln pi ) i T ,p dapat dituliskan

( )
i

G = Tetapi

i oi + RT

i ln pi

20

i oi = G o

(2.20a) (2.20b)

Perubahan energi Gibbs standar , dan i ln pi = ln pii, sehingga persamaan menjadi G = G o + RT

ln pii

Tetapi ini merupakan logaritma produk sehingga ln p11 + ln p22 + = ln(p11 p22.) kemudian p v i = p11 p22.
i

Disebut sebagai hasil bagi tekanan yang sesuai, Qp Qp =

p iv i

(2.21)

catatan bahwa karena vi untuk komponen reaktan adalah negatif, kita mempunyai reaksi yang dimasalahkan 1 = , 2 = , 3 = , 4 = dan Qp = pA pB pC pD (2.22) Sehingga Kp dapat ditulis Kp = ( p i ) v i (2.23)
i

Persamaan (2. 18) menjadi

G o = RT ln Kp

(2.24)

2.7 Kesetimbangan Kimia dalam Campuran Gas Nyata Untuk gas nyata maka persamaan (2. ) dapat ditulis sebagai berikut ( f C ) ( f D )e e Kf = ( f A ) ( f B )e e Sehingga G o = RT ln Kf Untuk gas nyata, Kf bukannya Kp yang sekedar fungsi temperatur

(2.25) (2.26)

2.8 Konstanta Kesetimbangan Kx, dan Kc Ada baiknya juga untuk mengungkapkan konstanta kesetimbangan suatu gas dalam terminologi fraksi mol, xi, atau konsentrasi, ci daripada sekedar tekanan parsial. Tekanan parsial, pi, fraksi mol, dan tekanan total, p, dihubungkan dengan pi = xi.p. Dengan menggunakan hubungan ini untuk setiap tekanan parsial dalam konstanta kesetimbangan, dari persamaan (2. ) diperoleh ( pC )e ( p D )e ( p . x C )e ( p . x D )e ( x C )e ( x D )e + Kp = = = p ( p A ) ( p B )e ( p . x A )e ( p . x B )e ( x A ) ( x B )e e e Konstanta kesetimbangan fraksi mol didefinisikan dengan ( x C )e ( x D )e Kx = (2.27) ( x A )e ( x B )e Kemudian Kp = Kx.pv (2.28) Dimana v adalah jumlah koefisien stoikiometrik Untuk term konsentrasi dipenuhi hubungan

Kp = Kc.RTv

(2.29) 21

Sehingga jika v = 0 maka Kp = Kc, dan harga perubahan energi Gibbs menjadi G o = RT ln Kc 2.9 Ketergantungan Konstanta Kesetimbangan pada Temperatur Konstanta kesetimbangan dapat ditulis sebagai berikut Ln Kp = Dengan diferensiasi d ln K p dT Jika persamaan (2. 14) dibagi T G o = i i T dengan diferensiasi didapat =
Go

(2.30)

RT

(2.31)

1 d ( G o /T ) R dT

(2.32)

( ) ( )

o i T

o o d ( G /T ) d i = i i (2.33) T dT dT dimana oi adalah energi Gibbs standar zat murni. Dengan menggunakan harga molar persamaan GibbsHelmholtz persamaan (1.47) o d i = H o/T2 i T dT sehingga o o 1 H d ( G /T ) = 2 i Hio = (2.34) i T dT T2 karena penjumlahan adalah entalpi standar meningkat untuk reaksi, H o . Persamaan (2. 34) mengurangi persamaan (2. 33) menjadi d ln K p d log 10 K p H o H o = atau = (2.35) dT dT RT 2 2, 303 RT 2 persamaan ini disebut juga persamaan GibbsHelmholtz . Jika diekspresikan untuk ploting grafik 1 H o dT H o d ln Kp = = d 2 T R T R o d ln K p d log 10 K p H H o = , = (2.36) d (1 /T ) d (1 /T ) R 2, 303 R persamaan (2. 36) ini menunjukkan bahwa suatu plot/alur ln Kp terhadap 1/T memiliki slope H o sebesar . Karena H o hampr konstan, paling tidak di atas atas cakupan temperatur R menengah, alur sering linier. Konstanta kesetimbangan dapat ditulis sebagai suatu fungsi eksplisit temperatur dengan integrasi persamaan (2.36). Misalkan pada suatu temperatur To, harga konstanta kesetimbangan adalah Kp, dan pada suatu temperatur T: o ln K T ln ( Kp p )o d (ln K p ) = T o H 2 dT RT

( )

( )

22

H ln Kp ln (Kp)o = T dT o RT 2 T H o ln Kp = ln (Kp)o + T dT o RT 2 Jika H o konstan, maka dengan integrasi didapat o 1 1 H ln Kp = ln (Kp)o T To R Karena Go = H o T S o sehingga H o S o ln Kp = + RT R
T

(2.37)

(2.38)

(2.39)

2.10 Kesetimbangan antara Gas Ideal dan Fase Terkondensasi Murni 2.10.1 Dekomposisi Batu kapur Bila zat padat murni (atau cairan murni yang tak dapat bercampur) terlibat dalam reaksi, maka potensial kimianya tidak mengalami perubahan pada perubahan x selama zatnya masih ada. Sebagai contoh adalah reaksi: CaC03(s) Ca0(s) + CO2(g) pada kesetimbangan. Persamaan ini memberikan CaCo3(s)0 = oCao(s) + oCO2(g) + RT ln pCO2 G0 = oCao(s) + o CO2 (g) o CaCO3(s) = RT ln pCO2 = -RT ln Kp (2.40) sehingga pada kesetimbangan Kp = pCO2 Bila tekanan parsial CO2 dijaga lebih rendah dari Kp maka semua CaCO3 diubah menjadi CaO dan CO2, dan jika dibuat lebih dari Kp maka CaO diubah menjadi CaCO3. 2.10.2 Kesetimbangan penguapan Contoh penting kesetimbangan antara gas ideal dan fase terkonsensasi murni adalah kesetimbangan antara suatu zat cair murni dan uapnya: A (l) A (g) Misal p adalah tekanan uap kesetimbangan. Maka Kp = p dan G o = o (g) o (l) Dengan menggunakan persamaan GibbsHelmholtz, persamaan (2. 57) menjadi H o d ln p vap = (2.41) dT RT 2 yang merupakan persamaan ClausiusClapeyron, yang menghubungkan ketergantungan temperatur dari tekanan uap zat cair terhadap panas penguapan. Untuk sublimasi perhatikan reaksi A (s) A (g); Kp = p dan G o = o (g) o (s) Dimana p adalah tekanan uap kesetimbangan padatan. Sehingga o H sub d ln p = (2.42) 2 dT RT dimana H o sub adalah panas sublimasi padatan. Suatu plot ln p terhadap 1/T memiliki suatu H o slope sebesar dan mendekati linier. R 23

SOALSOAL: 1. Apa pentingnya potensial kimia ? Apa interpretasinya ? 2. Apa perbedaan antara Kp dan Qp untuk reaksi fase gas ? 3. Energi Gibbs standar konvensional ammonia pada 25 o C adalah 16,5 kJ/mol. Hitung harga energi Gibbs molar pada , 2, 10, dan 100 atm 4. Perhatikan kesetimbangan berikut pada 25o C: PCl5(g) PCl3(g) + Cl2(g) o a) Hitung G dan Ho pada 25o C b) Hitung harga Kp pada 600 K c) Pada 600 K hitung derajat disosiasi pada tekanan total 1 atm dan 5 atm 5. Untuk ozon pada 25o C, Gof = 163,2 kJ/mol a) Pada 25o C, hitung konstanta kesetimbangan Kp untuk reaksi 3O2(g) 2O3(g) b) Asumsikan bahwa kemajuan pada kesetimbangan, , sangat kecil kurang dari satu, tunjukkan bahwa = 3/2. pK p c) Hitung Kx pada 25 atm dan Kc.

24

BAB III KESETIMBANGAN FASE DALAM SISTEM SEDERHANA (ATURAN FASE) Setelah mempelajari bab ini, diharapkan mahasiswa dapat: 1. memahami hubungan kestabilan fase dengan harga potensial kimia 2. memahami pengaruh temperatur terhadap kestabilan suatu fase 3. mengaplikasikan persamaan Clapeyron dalam kesetimbangan antar fase 4. menerangkan diagram fase untuk suatu zat berkaitan dengan sifat zat 5. menghitung harga tekanan karena pengaruh perubahan temperatur menggunakan persamaan ClausiusClapeyron 6. menghitung besarnya derajat kebebasan suatu zat 3.1 Kondisi Kesetimbangan Untuk suatu sistem dalam kesetimbangan potensial kimia setiap komponen harus sama dimana-mana dalam sistem. Jika ada beberapa fase, potensial kimia setiap zat harus memiliki harga sama dalam setiap fase dimana zat itu muncul Untuk suatu sistem satu komponen, = G/n; pembagian persamaan fundamental dengan n didapat d = SdT + Vdp (3.1) dimana S dan V adalah entropi dan volume molar. Kemudian = S dan =V (3.2a,b) T p p T derivatif dalam persamaan (3.2a,b) adalah slope kurva terhadap T dan terhadap p

( )

( )

3.2 Kestabilan Fase Zat Murni Dengan hukum ketiga termodinamika, entropi suatu zat selalu positif. Fakta ini dikombinasikan dengan persamaan (3.2a) menunjukkan bahwa (/T)p .selalu negatif. Konsekuensinya, plot terhadap T pada tekanan konstan adalah suatu kurva dengan slope negatif. Untuk tiga fase suatu zat tunggal, diperoleh solid liq gas = Ssolid = Sliq = Sgas (3.3) T p T p T p pada suatu temperatur Sgas >> Sliq >> Ssolid. Entropi padatan adalah kecil sehingga gambar 3.1 kurva terhadap T untuk padatan, kurva S, memiliki slope negatif lurus. Kurva terhadap T untuk cairan memiliki suatu slope yang mana lurus lebih negatif daripada untuk padatan, kurva L. Entropi gas adalah sangat lebih besar daripada cairan, sehingga slope kurva G lurus ke bawah. Tetapi penghalusan ini tidak berpengaruh pada argumen Kondisi termodinamika untuk kesetimbangan antar fase pada tekanan konstan muncul dalam gambar 3.1. Padat dan cair koeksis dalam kesetimbangan ketika solid = liquid; yaitu pada titik interseksi kurva S dan L. Temperatur yang sesuai adalah Tm, titik leleh. Begitu pulaliquid dan gas koeksis dalam kesetimbangan pada temperatur Tb, titik interseksi kurva L dan G dimana liquid = gas Sumbu temperatur dibagi menjadi 3 interval, di bawah Tm padatan memiliki potensial kimia terendah. Antara Tm dan Tb zat cair memiliki potensial kimia terendah. Di atas Tb gas memiliki potensial kimia terendah. Fase dengan harga potensial kimia terendah adalah fase stabil. Jika liquid ada dalam sistem pada temperatur di bawah Tm, gambar 3.2, potensial kimia zat cair memiliki harga a sedangkan zat padat memiliki harga b, jadi zat cair dapat membeku

( )

25

secara spontan pada temperatur ini, karena membeku mengurangi energi Gibbs. Pada temperatur di atas tn situasi akan berbalik. Harga zat padat lebih besar daripada zat cairdan zat padat meleleh secara spontan untuk mengurangi energi Gibbs sistem. Pada Tm potensial kimia zat padat dan zat cair sama, keduanya koeksis dalam kesetimbangan. Situasi sama mendekati Tb. Hanya di bawah Tb zat cair stabil, sedangkan di atas Tb gas stabil. Diagram mengilustrasikan sekuen fase yang terkenal terobservasi jika zat padat dipanaskan di bawah tekanan konstan. Pada temperatur rendah sistem sepenuhnya zat padat. Pada temperatur definit Tm zat cair terbentuk; zat cair stabil sampai menguap pada temperatur Tb. Sekuen fase ini adalah konsekuen sekuen harga entropi, dan juga adalah konsekuensi cepat dari fakta bahwa panas diserap dalam transformasi dari zat padat ke zat cair dan zat cair ke gas.

Gambar 3.1 versus T pada tekanan tetap

gambar 3.2 versus T pada tekanan tetap

3.3 Ketergantungan Tekanan dari Kurva terhadap T Dari persamaan 3.2b dalam bentuk d = V dp , jika tekanan berkurang, dp negatif, V positif, karena itu d negatif, dan potensial kimia berkurang dalam proporsi volume fase. Karena volume molar zat cair dan zat padat sangat kecil, harga berkurang secara linier. Untuk zat padat dari a ke a, untuk zat cair dari b ke b (gambar 3.3a). Volume gas secara kasar adalah 1000 kali lebih besar daripada zat padat atau zat cair, sehingga gas berkurang sangat banyak, dari c ke c. Kurva pada tekanan lebih rendah ditunjukkan sebagai garis putus-putus paralel ke garis asal dalam gambar 3.3(b). (gambar telah digambar untuk kasus Vliquid > Vsolid). Gambar 3.3(b) menunjukkan bahwa kedua temperatur kesetimbangan (kedua titik interseksi) telah bergeser; pergeseran dalam titik leleh adalah kecil, sedangkan pergeseran dalam titik didih adalah relatif besar. Titik leleh bergeser dilebihlebihkan untuk penekanan saja, kenyataannya sangat kecil. Berkurangnya titik didih zat cair dengan berkurangnya tekanan digambarkan dengan baik. Pada tekanan lebih rendah range kestabilan zat cair tercatat berkurang. Jika tekanan berkurang cukup rendah, titik didih zat cair dapat terletak di bawah titi leleh zat padat. (Gambar 3.4). Kemudian tidak ada temperatur bagi zat cair untuk stabil; zat padat menyublim. Pada Temperatur Ts, zat padat dan uap koeksis dalam kesetimbangan. Temperatur Ts adalah temperatur sublimasi zat padat. Sangat tergantung pada tekanan. Jelas ada beberapa tekanan yang mana 3 kurva interseksi pada temperatur sama. Temperatur dan tekanan ini mendefinisikan titik tripel; Tiga fase ini koeksis dalam kesetimbangan di titik tripel. Ya atau tidaknya materi tertentu akan menyublim di bawah tekanan tertentu tergantung pada sifat individual zat. Air, sebagai contoh, menyublim pada tekanan di bawah 611 Pa. Titik leleh lebih tinggi, dan perbedaan lebih kecil antara titi leleh dan titi didih pada tekanan 1 atm, semakin tinggi akan menjadikan tekanan semakin rendah yang mana sublimasi akan teramati. 26

Tekanan (dalam atm) di bawah sublimasi teramati dapat diestimasikan untuk zat dengan mengikuti aturan Trouton dengan rumus Ln p = 10 . 8

( TbTm ) Tm

(3.4)

(a) Gambar 3.3 Efek tekanan pada titik didih dan leleh

(b)

Gambar 3.4 versus T zat yang menyublim 3.4 Persamaan Clapeyron Kondisi untuk kesetimbangan antara dua fase, dan beta zat murni adalah (T, p) = (T, p) (3.5) jika bentuk analitik fungsi , dan diketahui,mungkin persamaan (3.5) dapat diselesaikan T = f (p) atau p = g (T ) (3.6) persamaan (3. 6a) mengungkapkan fakta, digambarkan dalam gambar 3.3(b), bahwa temperatur kesetimbangan tergantung pada tekanan. Perhatikan kesetimbangan antara dua fase dan di bawah tekanan p, temperatur kesetimbangan adalah T. Maka pada T dan p didapat (T, p) = (T, p) (3.7) Jika tekanan diubah menjadi harga p + dp, T kesetimbangan akan berubah menjadi T + dT , harga setiap akan berubah menjadi + d . Karena itu pada T + dT, p + dp kondisi kesetimbangan adalah (T, p) + d = (T, p) + d (3.8) sehingga d = d (3.9) Dari persamaan dasar (3.1) d = S dT + V dp d = S dT + V dp (3.10) 27

dengan menggunakan persamaan (3. 10) dalam persamaan (3.19) didapat S dT + V dp = S dT + V dp (S S) dT = (V V) dp (3.11) ika transformasi ditulis , maka S = S S dan V = V V dan persamaan (3. 11) menjadi dT V dp S = = atau (3.12) dp S dT V Persamaan (3.12) disebut persamaan Clapeyron 3.4.1 Kesetimbangan zat padat dan zat cair Penerapan persamaan Clapeyron untuk transformasi zat padat zat cair didapat S = S liq S solid = S fus V = Vliq Vsolid = Vfus Pada temperatur kesetimbangan, transformasi adalah reversibel; karena Sfus = Hfus/T, transformasi dari zat padat ke zat cair selalu mengakibatkan absorpsi panas, (H fus adalah +), karena itu Sfus adalah + (semua zat) Besarnya V fus mungkin positif atau negatif, tergantung pada densitas zat padat apakah lebih besar atau lebih kecil daripada untuk zat cair, karena itu Vfus adalah + (kebanyakan zat) Vfus adalah (beberapa zat, seperti H2O ) Harga umum adalah Sfus = 8 sampai 25 J/(K mol) Vfus = (1 sampai 10) cm3/mol Untuk ilustrasi, jika dipilih S fus = 16 J/K mol dan V fus = 40 atm/K, maka untuk garis kesetimbangan zat padat zat cair adalah dp / dT = 16 J/(K mol)/ 4(10-6) m3/mol = 4 (106) Pa/K = 40 atm/K jika dibalik dt/dp = 0,02 K/atm. Harga ini menunjukkan bahwa perubahan dalam tekanan 1 atm akan meningkatkan titik leleh beberapa ratus kali kelvin. Dalam alur tekanan sebagai fungsi temperatur, slop diberikan dengan persamaan (3. 12b) ; (40 atm/K sebagai contoh), slope ini besar dan kurva hampir vertikal. Kasus dp/dt adalah + ditunjukkan gambar 3.5(a), dalam range tekanan tengah, kurva adalah linier. Garis dalam gambar 3.5(a) adalah lokus semua titik (T, p) dimana zat padat dan zat cair dapat koeksis dalam kesetimbangan. Titik yang terletak sebelah kiri garis bersesuaian dengan temperatur di bawah titik leleh; titik titik ini adalah kondisi (T, p) dimana hanya zat padat yang stabil. Titik sebelah kanan garis bersesuaian dengan temperatur di atas titik leleh; karena itu titik ini adalah kondisi (T, p) dimana zat cair stabil.

(a) (b) Gambar 3.5 Garis kesetimbangan (a) padatcair, (b) cairuap

28

3.4.2 Kesetimbangan zat cair gas Aplikasi persamaan Clapeyron dalam transformasi zat cair gas menghasilkan S = S gas S liq = H /T adalah + (semua zat) V = V gas V liq adalah + (semua zat) akibatnya dp / dT = S / V adalah + (semua zat) grs kesetimbangan zat cair gas selalu memiliki slope positif. Pada harga T dan p biasa besarnya adalah S + 90 J/K mol V + 20000 cm3 = 0,02 m3 tetapi V dangat tergantung pada T dan p sebab Vgas sangat tergantung pada T dan p. Slope kurva zat cair gas adalah kecil dibanding dengan kurva zat padat zat cair. (dp /dT )liq,gas 90 J/K mol/0,02 m3/mol = 4000 Pa/K = 0,04 atm/K Gambar 3.5(b) menunjukkan kurva l-g dan kurva s-l. Dalam gambar 3.5(b), kurva l-g adalah lokus semua titik (T, p) dimana zat cair dan gas koeksis dalam kesetimbangan. Hanya titik sebelah kiri kurva l-g di bawah titik didih dan merupakan kondisi dimana zat cair stabil. Titik sebelah kanan l-g adalah kondisi dimana gas stabil. Interseksi kurva s-l dan l-g bersesuaian dengan temperatur dan tekanan dimana zat padat, zat cair, dan gas seluruhnya koeksis dalam kesetimbangan. Harga T dan p pada titik ditentukan dengan kondisi solid (T, p) = liq (T, p) dan liq (T, p) = gas (T, p) (3.13) persamaan (3.13 ) dapat dipecahkan untuk harga numerik T dan p definit, yaitu T = Tt p = pt (3.14) dimana T t dan p t adalah temperatur dan tekanan titik tripel. Hanya ada satu titik tripel untuk satu set spesifik tiga fase ( contoh zat padat zat cair gas) dapat koeksis dalam kesetimbangan. 3.4.3 Kesetimbangan zat padat gas Aplikasi persamaan Clapeyron dalam transformasi zat cair gas menghasilkan S = S gas S solid = Hsub /T adalah + (semua zat) V = V gas V solid adalah + (semua zat) akibatnya (dp/dT)solid,gas = S / V adalah + (semua zat) slope kurva s-g adalah steeper pada titik tripel daripada slope kurva l-g. Karena H sub = H fus + H vap maka (dp/dT)liq,gas = Hvap /(T V ) dan (dp/dT)solid,gas = Hsub /(T V ) harga V dalm kedua persamaan sangat mendekati sama. Karena Hsub lebih besar daripada Hvap, slope kurva s-g dalam gambar 3.6 adalah steeper daripada kurva l-g. Titik pada kurva s-g adalah set temperatur dan tekanan dimana zat padat koeksis dalam kesetimbangan dengan uap. Titik sebelah kiri garis terletak di bawah temperatur sublimasi, dan bersesuai dengan kondisi zat padat stabil. Titik sebelah kanan kurva s-g adalah titik di atas temperatur sublimasi, sehingga merupakan kondisi dimanas fase gas stabil. Kurva s-g harus interseksi satu saka lain pada titik tripel sebab kondisi yang diekspresikan dalam persamaan (3. 13) .

29

Gambar 3.6 Diagram fase untuk zat sederhana. 3.5 Diagram Fase Amati gambar 3.6 pada tekanan konstan, ditandai dengan garis datar putus , menunjukkan titik leleh dan titik didih zat sebagai interseksi garis datar dengan kurva s-l dan l-g. Titik interseksi ini bersesuaian dengan interseksi kurva T dalam gambar 3.1. Pada temperatur di bawah Tm, zat padat stabil; pada titik diantara Tm dan Tb zat cair stabil, sedangkan di atas Tb gas stabil. Gambar 3.6 disebut diagram fase atau diagram kesetimbangan. Diagram fase menunjukkan secara sepintas sifat zat ; titik leleh, titik didih, titik transisi, titik tripel. Setiap titik pada diagram fase menggambarkan keadaan sistem menggambrkan harga T dan p. Garis pada diagram fase membaginya menjadi daerah berlabel solid, liquid dan gas. Jika titik yang menggambarkan sistem berada dalam daerah padatan, zat eksis sebagai padatan. Jika titik berada dalam daerah liquid, maka zt eksis sebagai zat cair. Jika titik berada pada garis l-g, zat eksis sebagai zat cair dan uap dalam kesetimbangan. Kurva l-g memiliki batas atas pada tekanan dan temperatur kritis, karena itu tidak dapat dibedakan antara zat cair dan gas di atas temperatur dan tekanan ini. 3.5.1 Diagram fase untuk Karbondioksida Diagram fase untuk karbondioksida ditunjukkan secara skematik dalam gambar 3.7. Slope garis solid-liquid lurus ke kanan, karena V liq > V solid. Cairan CO2 tidak stabil pada tekanan di bawah 5 atm. Untuk alasan ini dry ice kering di bawah tekanan atmosfir biasa. Ketika karbondioskida dimasukkan ke dalam silinder di bawah tekanan pada 25 o C, diagram menunjukkan bahwa jika tekanan mencapai 67 atm, CO2 cair akan terbentuk. Silinder CO2 komersial umumnya mengandung cairan dan gas dalam kesetimbangan; tekanan dalam silinder adalah sekitar 67 atm pada 25o C. 3.5.2 Diagram fase untuk air. Gambar 3.8 adalah diagram fase untuk air di bawah tekanan moderat. Garis padat-cair naik lurus ke kiri, karena V liq < V solid. Titik tripel ada pada 0,01o C dan 611 Pa. Titik beku normal air ada pada 0,0002o C. Suatu kenaikan tekanan akan menurunkan titik leleh air. Jika air diamati di bawah tekanan tinggi, beberapa kristal modifikasi teramati. Diagram kesetimbangan ditunjukkan dalam gambar 3.9. Es I adalah Es biasa, Es II, III, V,VI,VII adalah modifikasi yang stabil pada tekanan lebih tinggi . Rentang tekanan begitu besar dalam gambar 3.9 dimana kurva s-g dan l-g terletak lurus hanya di atas sb datar, tidak ditunjukkan dalam gambar. Hal yang luar biasa bahwa di bawah tekanan tingggi, es meleleh adalah sangat panas. Es VII meleleh pada sekitar 100o C di bawah tekanan 25000 atm.

30

Gambar 3.7 Diagram Fase Karbondioksida

Gambar 3.8 Diagram Fase Air

Gambar 3.9 Diagram Fase Air pada Tekanan Tinggi Integrasi Persamaan Clapeyron 3.6.1 Kesetimbangan padatcair Persamaan Clapeyron adalah

dp S fus = dT V fus
p1

Kemudian

H fus dT V fus T Jika Hfus dan Vfus hampir bebas dari T dan p, integrasi persamaan menjadi H fus T 'm p2 p1 = ln (3.15) V fus Tm dimana Tm adalah titik leleh di bawah tekanan p2 ; Tm adalah titik leleh di bawah tekanan p1; karena selisihnya biasanya sangat kecil, maka logaritma dapat diekspansi menjadi T 'm T m+T 'mT m T 'mT m T 'mT m ln = ln = ln 1+ Tm Tm Tm Tm sehingga persamaan (4.15) menjadi H fus T p= (3.16) V fus T m

p1 dp =

Tm

T 'm

( ) (

) (

) (

dimana T adalah kenaikan titik leleh yang sesuai dengan kenaikan tekanan p. 3.6.2 Kesetimbangan Fase Terkondensasi Gas Untuk kesetimbangan fase terkondensasi, baik padat atau cair, dengan uap

31

H dp S = = T V V dT V ( g c) dimana H adalah panas penguapan molar zat cair atau panas sublimasi molar padatan, dan Vc adalah volume molar zat padat atau zat cair. Kebanyakan Vg Vc Vg, dan diasumsikan sebagai gas ideal, sama dengan RT/p. Maka persamaan menjadi H d ln p = (3.17) 2 dT RT yang merupakan persamaan ClausiusClapeyron, menghubungkan tekanan uap zat cair (zat padat) dengan panas penguapan (sublimasi) dan temperatur. Integrasi di bawah asumsi bahwa H tidak tergantung temperatur menghasilkan T H p po d ln p = To RT 2 dT p H 1 1 H H ln = = + (3.18) po RT RTo R T To dimana po adalah tekanan uap pada To, dan p adalah tekanan uap pada T. Jika po = 1 atm, maka To adalah titik didih normal zat cair (titik sublimasi normal zat padat). Maka H H H H ln p = RT RT , log p = 2, 303. RT 2, 303. RT (3.19) o o menurut persamaan ini jika ln p atau log p dialurkan terhadap 1/T, diperoleh kurva linier dengan slope = H/2,303R. Intersep pada 1/T = 0 menghasilkan harga H/Rto. Jadi dari slope dan intersep H dan To dapat dihitung. Panas penguapan dan sublimasi sering ditentukan melalui pengukuran tekanan uap zat sebagai suatu fungsi temperatur. Gambar 3.11 menunjukkan suatu aluran log p terhadap 1/T untuk air. Gambar 3.11 sama juga untuk padatan CO2 (es kering).

Gambar 3.11 log p /mmHg versus 1/T untuk air Efek Tekanan pada Tekanan Uap Keseimbangan zat cair uap air secara implisit diasumsikan bahwa kedua fase adalah di bawah tekanan yang sama p. Jika oleh beberapa alat dimungkinkan untuk menyimpan cairan itu di bawah suatu tekanan P dan uap di bawah tekanan uap p, kemudian tekanan uap tergantung pada P. Andaikan cairan itu terkurung kontainer yang ditunjukkan Gambar 3.12. Dalam ruang di atas cairan, uap air terkurung bersama-sama dengan suatu gas lain yang tidak dapat larut dalam cairan. Tekanan uap p plus tekanan gas yang lain adalah P. Seperti biasanya, kondisi kesetimbangan adalah vap (T, p) = liq (T, p) (3.20) Pada temperatur tetap persamaan ini menyatakan bahwa p = f(P). Secara fungsional, persamaan ini didiferensiasi terhadap P dengan menjaga T tetap 32

liq p = p T P T P T dengan menggunakan persamaan fundamental didapat V liq p p V vap = V liq atau = (3.21) P T P T V vap Persamaan Gibbs ini menunjukkan bahwa tekanan uap meningkat terhadap tekanan total pada zat cair; laju kenaikan sangat kecil karena Vliq sangat kurang dibanding Vvap. Jika uap bersifat gas ideal, maka persamaan ini dapat ditulis sebagai berikut p dp P RT dp = Vliq dP, RT po = Vliq Po dP p p dimana p adalah tekanan uap pada tekanan P, po adalah tekanan uap ketika zat cair dan uap di bawah tekanan yang sama, po, tekanan ortobarik. Jadi p RT ln = Vliq (P po) (3.22) po

vap

) ( ) ( )

( )

( )

( )

Gambar 3. 12 3.8 Aturan Fase Keberadaan dua fase dalam kesetimbangan menyatakan kondisi (T, p) = (T, p) (3.23) yang berarti dua variabel intensif yang biasanya dibutuhkan untuk menggambarkan keadaan suatu sistem tidak lagi terpisah, tetapi berkaitan. Karena hubungan ini, maka hanya satu variabel, baik temperatur atau tekanan, dibutuhkan untuk emnggambarkan keadaan sistem. Sistem ini memiliki satu derajat kebebasan atau univarian, jika hanya ada satu fase, maka dua variabel dibutuhkan untuk menggambarkan keadaan, dan sistem memiliki dua derajat kebebasan atau bivarian. Jika ada 3 fase, maka ada 2 hubungan antara T dan p (T, p) = (T, p) (T, p) = (T, p) (3.24) Dua hubungan ini menentukan T dan p secara lengkap. Tidak ada informasi lain yang diperlukan untuk mendeskripsi keadaan sistem. Untuk suatu sistem univarian, maka tidak memiliki derajat kebebasan. Tabel 3.1 menunjukkan hubungan antara jumlah derajat kebebasan dan jumlah fase yang ada untuk sistem satu komponen. Tabel ini menyarankan suatu aturan yang menghubungkan jumlah derajat kebebasan, F, dengan jumlah fase, P, yang ada. F=3P (3.25) yang merupakan aturan fase untuk sistem satu komponen. Aturan fase yang sederhana sangat berguna untuk memutuskan berapa banyak variabel bebas yang diperlukan untuk mendeskripsi sistem. Dirangkum dalam tabel (3.1), (3.2) dan (3.3). Tabel 3.1 Jumlah fase 1 2 3 Derajat kebebasan 2 1 0

33

Tabel 3.2 Jenis Variabel Temperatur dan Tekanan Variabel Komponen (dalam setiap fase, fraksi mol setiap komponen harus dispesifikasi; jadi, C fraksi mol dibutuhkan untuk menggambarkan satu fase; PC dibutuhkan untuk menggambarkan P fase) Jumlah total variabel

Jumlah total variabel 2 PC

PC + 2

Jumlah variabel bebas, F, diperoleh dengan mengurangkan jumlah total persamaan dari jumlah total variabel: F = PC + 2 P C (P 1), F=CP+2 Jika sistem satu komponen, C = 1, sehingga F = 3 P. Persamaan ini adalah aturan fase J. Willard Gibbs. SOALSOAL: 1. Ilustrasikan dengan grafik versus T kenyataan bahwa Sfus dan Ssub dijamin selalu positif dimana fase padat paling stabil pada temperatur rendah 2. Tekanan uap bromium cair pada 9,3o C adalah 100 atm. Jika panas penguapan adalah 30910 J/mol, hitung titik didih bromium 3. Naftalena, C10H8, meleleh pada 80o C. Jika tekanan uap zat cair adalah 10 atm pada o 85,8 C dan 40 atm pada 119,3o C, dan untuk zat padat adalah 1 atm, hitung a) Huap zat cair, titik didih, dan S uap pada Tb b) tekanan uap pada titik leleh 4. Untuk ammonia t/oC 4,7 25,7 50,1 78,9 p/atm 5 10 20 40 Plot data ln p versus 1/T untuk menentukan Huap, dan titik didih normal 5. Iodium mendidih pada 183o C; tekanan uap zat cair pada 116,5 oC adalah 100 atm. Jika Hofus = 15,65 kJ/mol dan tekanan uap zat padat adalah 1 atm pada 38,7 oC, hitung a) Houap, dan Souap b) temperatur dan tekanan titik tripel

34

BAB IV LARUTAN (LARUTAN IDEAL DAN SIFAT KOLOGATIF) Setelah mempelajari bab ini, diharapkan mahasiswa dapat: 1. menerangkan ciriciri larutan ideal 2. menghitung besarnya potensial kimia larutan encer ideal 3. memahami sifatsifat koligatif suatu zat 4. menghitung penurunan titik beku suatu larutan 5. menghitung kenaikan titik didih suatu larutan 6. menghitung besarnya tekanan osmotik suatu larutan 4.1 Jenis Larutan Larutan adalah suatu campuran homogen dari spesies kimia yang terdispersi pada skala molekular. Dengan definisi ini, larutan adalah fase tunggal. Larutan mungkin berupa gas, cairan, atau padat. Larutan biner terdiri atas dua unsur, larutan terner tiga unsur, kuarterner empat unsur. Adanya konstituen dengan jumlah yang terbesar biasanya disebut pelarut, sedangkan suatu konstituen satu atau lebih yang adanya relatif jumlah kecil disebut zat terlarut. Pembedaan antara pelarut dan zat terlarut adalah suatu hal yang berubahubah. Jika sesuai, kehadiran konstituen relatif jumlah kecil mungkin dipilih sebagai pelarut. Kita akan menggunakan istilah pelarut dan zat terlarut dalam cara yang biasa. Contoh jenis larutan dapat dilihat pada tabel 4.1 Tabel 4.1 Larutan gas Larutan cair Campuran gas atau uap Padatanm cairan, atau gas, terlarut dalam cairan

Larutan padatan Gas terlarut dalam padatan H2 dalam palladium, N2 dalam titanium Zat cair terlarut dalam padatan Merkuri dalam emas Zat padat terlarut dalam zat padat Tembaga dalam emas, seng dalam tembaga, berbagai alloy 4.2 Definisi Larutan Ideal Perhatikan suatu larutan yang tersusun atas pelarut volatil dan satu atau lebih zat terlarut involatil, dan amati kesetimbangan antara larutan dan uap. Jika suatu cairan murni ditempatkan dalam kontainer yang pada awalnya dikosongkan, cairan menguap sampai ruang di atas cairan terisi dengan uap air. Temperatur sistem dijaga tetap. Pada kesetimbangan, tekanan yang ditentukan untuk uap air itu adalah po, tekanan uap air cairan yang murni. Jika suatu zat yang tidak menguap dilarutkan dalam cairan, tekanan uap air keseimbangan p di atas larutan teramati menjadi kurang daripada di atas cairan yang murni.

35

Gambar 4.1 Tekanan uap sebagai fungsi x2 Gambar 4.2 Hukum Raoult untuk pelarut Karena zat terlarut involatil, maka uap mengandung pelarut murni. Selama zat involatil ditambah, tekanan dalam fase tekanan akan berkurang. Alur skematik tekanan uap pelarut terhadap fraksi mol zat terlarut involatil dalam larutan, x2, ditunjukkan dengan garis pada gambar 4.2. Pada x2 = 0, p = po; selama x2 meningkat, maka p berkurang. Ciri penting gambar 4.1 adalah bahwa tekanan uap larutan encer (x2 mendekati nol), mendekati garis putusputus yang menghubungkan po dan nol. Tergantung pada kombinasi pelarut dan zat terlarut tertentu, kurva tekanan ua eksperimen pada konsentrasi zat terlarut lebih itnggi dapat terletak di bawah garis putusputus, seperti gambar 4.1, atau di atasnya, bahkan tepat terletak pada garis. Tetapi untuk semua larutan kurva eksperimen adalah tangen dari garis putusputus pada x2 = 0, dan sangat mendekati garis putusputus selagi larutan menjadi semakin encer. Persamaan garis ideal (garis putusputus) adalah p = po po x2 = po (1x2) Jika x adalah fraksi mol pelarut dalam larutan, maka x + x2 = 1, dan persamaan menjadi p = x po (4.1) yang merupakan hukum Raoult. Hukum ini menyatakan bahwa tekanan uap pelarut di atas suatu larutan adalah sama dengan tekanan uap pelarut murni dikalikan dengan fraksi mol pelarut dalam larutan. Dari persamaan (4.1), penurunan tekanan uap, po p dapat dihitung po p = po x po = (1x)po po p = x2 po (4.2) Tekanan uap merendah proporsional terhadap fraksi mol zat terlarut. Jika ada beberapa zat terlarut, maka tetap berlaku p = x po ; tetapi dalam kasus, 1x = x2 + x3 + dan po p = (x2 + x3 +)po (4.3) Dalam suatu larutan yang mengandung beberapa zat terlarut involatil, tekanan uap merendah tergantung pada jumlah fraksi mol berbagai zat terlarut. Tidak tergantung pada jenis zat terlarut, kecuali involatil. Tekanan uap hanya tergantung pada jumlah relatif molekul zat terlarut. Dalam campuran gas, rasio tekanan parsial uap air terhadap tekanan uap air murni pada temperatur yang sama disebut kelembaban relatif. Jika dikalikan 100 disebut persen kelembaban relatif. Jadi p p RH = o dan %RH = o (100) p p 4.3 Bentuk Analitik Potensial Kimia Larutan Zat Ideal Jika larutan ada dalam kesetimbangan dengan uap, persyaratan hukum yang kedua adalah bahwa potensial kimia pelarut mempunyai nilai yang sama dalam larutan seperti di uap air, atau liq = vap (4.4) 36

dimana liq adalah potensial kimia pelarut dalam fase cair, vap potensial kimia pelarut dalam uap. Karena uap adalah pelarut murni di bawah tekanan p, ungkapan untuk vap diberikan oleh persamaan (1.47), diasumsikan bahwa uap adalah gas ideal vap = vap + RT ln p . Maka persamaan (4.4 ) menjadi liq = o vap + RT ln p Dengan menggunakan hukum Raoult, p = x po , diperoleh liq = o vap + RT ln po + RT ln x Jika pelarut murni dalam kesetimbangan dengan uap, tekanan menjadi po; kondisi kesetimbangan adalah o liq = o vap + RT ln po o dimana liq adalah potensial kimia pelarut zat zair murni. Kemudian liq o liq = RT ln x sehingga dapat ditulis = o + RT ln x (4.5) 4.4 Potensial Kimia Zat Terlarut dalam Larutan Ideal Biner: Aplikasi Persamaan GibbsDuhem Persamaan GibbsDuhem dapat digunakan untuk menghitung potensial kimia zat terlarut dari pelarut sistem ideal biner. Persamaan GibbsDuhem persamaan (2.96) untuk sistem biner (T, p konstan )adalah nd + n2 d2 = 0 (4.6) Simbol tanpa subskrip persamaan (4. 6) berkaitan dengan pelarut; d 2 = (n/n2) d karena (n/n2) = x /x2 maka d 2 = (x/ x2) d Untuk pelarut d = (RT/x ), sehingga dx 2 d 2 = RT x2 tetapi x + x2 = 1, sehingga dx + dx2 = 0 atau dx = dx2 Maka d 2 menjadi dx 2 d 2 = RT x2 Hasil integrasi 2 = RT ln x2 + C o Jadi jika x2 = 1, 2 = 2 , dengan menggunakan harga ini dalam persamaan (4. 7) didapat C dan persamaan (4. 7) menjadi, 2 = o 2 + RT ln x2 Dalam uap di atas larutan tekanan uap zat terlarut diberikan oleh hukum Raoult : p2 = x2 p2o

(4.7) o2= (4.8) (4.9)

4.5 Sifat Koligatif Sifat koligatif adalah sifat yang tidak bergantung pada sifat dasar zat terlarut yang ada tetapi hanya pada jumlah relatif zat terlarut terhadap jumlah total molekul yang ada. Diagram terhadap T menunjukkan dengan jelas penurunan titik beku dan kenaikan titik didih. Dalam gambar 4.4(a) garis lurus berkaitan dengan pelarut murni. Karena zat terlarut adalah involatil , maka tidak nampak dalam fase gas, sehingga kurva gas sama seperti untuk gas 37

murni. Jika diasumsikan bahwa zat padat hanya mengandung pelarut, maka kurva untuk zat padat tidak berubah. Tetapi karena zat zair mengandung zat terlarut, maka pelarut menurun pada setiap temperatur sebesar RT ln x. Kurva putusputus dalam gambar 4.4(a) adalah kurva untuk pelarut dalam larutan ideal. Gambar menunjukkan secara langsung bahwa titik interseksi dengan kurva untuk zat padat gas telah bergeser. Titik interseksi baru adalah titik beku, Tf, dan titik didih Tb, larutan. Tampak bahwa titik didih larutan lebih tinggi daripada pelarut murni (kenaikan titik didih), sedangkan titik beku larutan adalah menurun (penurunan titik beku). Dari gambar tampak jelas bahwa perubahan titik beku adalah lebih besar daripada perubahan titik didih untuk larutan dalam konsentrasi yang sama. Penurunan titik beku dan kenaikan titik didih dapat digambarkan pada diagram fase pelarut biasa , ditunjukkan dengan kurva gambar 4.4(b). Jika zat involatil ditambahkan ke pelarut cair, maka tekanan uap menurun pada larutan ditunjukkan oleh garis titiktitik. Garis putus-putus menunjukkan titik beku baru sebagai fungsi temperatur. Pada tekanan 1 atm, titik beku dan titik didih diberikan oleh interseksi garis padat dan putus-putus dengan garis datar pada tekanan 1 atm. Diagram ini juga menunjukkan bahwa konsentrasi zat terlarut yang diberikan menghasilkan efek lebih banyak kepada titik beku daripada kepada titik didih.

(a) Gambar 4.3 Sifat koligatif

(b)

Titik beku dan titik didih larutan tergantung pada kesetimbangan pelarut dalam larutan dengan pelarut padatan murni atau uap pelarut murni. Keseimbangan lain yang mungkin adalah antara pelarut dalam larutan dan pelarut cairan murni. Kesetimbangan ini dapat diperoleh dengan menaikkan tekanan pada larutan secukupnya untuk menaikkan pelarut dalam larutan ke harga pelarut murni. Tekanan tambahan pada larutan yang dibutuhkan untuk memperoleh kesamaan pelarut dalam larutan dan pelarut murni disebut Tekanan Osmotik larutan 4.6 Penurunan Titik Beku Perhatikan suatu larutan dalam kesetimbangan dengan pelarut padatan murni. Kondisi kesetimbangan menuntut (T,p,x ) = solid (T, p) (4.10) dimana (T,p,x ) adalah potensial kimia pelarut dalam larutan, solid (T,p) adalah potensial kimia padatan murni. Karena zat padat murni, maka solid tidak tergantung pada suatu variabel komposisi. Dalam persamaan (4. 10), T adalah temperatur kesetimbangan,titik beku larutan; dari bentuk persamaan (4. 10), T adalah suatu fungsi tekanan dan x adalah fraksi mol pelarut dalam larutan. Jika tekanan tetap, maka T adalah hanya fungsi x. Jika larutan adalah ideal, maka (T,p,x ) dalam larutan diberikan oleh persamaan (4. 5), sehingga persamaan (4. 10) menjadi o (T, p) + RT ln x = solid (T, p) 38

o (T , p ) solid (T , p) ln x = (4.11) RT karena o adalah potensial kimia zat zair murni, maka o (T,p ) solid (T, p) = Gfus, dimana Gfus adalah energi Gibbs molar peleburan dari pelarut murni pada temperatur T. Persamaan (4. 11) menjadi G fus ln x = (4.12) RT Untuk menemukan bagaimana T tergantung pada x, evaluasi (T/x )p . Hasil diferensiasi 1 1 ( G fus /T ) T =- x R x p T p Dengan menggunakan persamaan GibbsHelmholtz, persamaan (1.54), H (G /T ) = 2 T T p diperoleh H fus T 1 = (4.13) x x p RT 2 jika diintegralkan x T H (4.14) 1 dx = T o fus dT x RT 2 H fus 1 1 ln x = (4.15) T To R 1 R ln x 1 = T H (4.16) T o fus yang menghubungkan titik beku larutan ideal dengan titik beku pelarut murni, To, panas peleburan pelarut, dan fraksi mol pelarut dalam larutan, x. Hubungan antara titik beku dan komposisi suatu larutan dapat sangat disederhanakan jika larutan encer. Fraksi mol pelarut diberikan sebagai berikut n n x = n+n +n = n+nM ( m2 +m3 +. .. ) 2 3 1 x= (4.17) 1+Mm dengan logaritma dan diferensiasi didapat ln x = ln(1+Mm), dan M . dm d ln x = (4.18) 1+Mm persamaan (4. 4) dapat ditulis RT 2 dT = d ln x H fus penggantian d ln x dengan harga dalam persamaan (4.18) didapat dm MRT 2 dT = (4.19) H fus (1+ Mm) Jika larutan sangat encer dalam keseluruhan zat terlarut, maka m mendekati nol dan T mendekati T0, dan persamaan (4. 19) menjadi MRT 2 T 0 = = Kf (4.20) m p , m=0 H fus

]( )

( )

( )

39

subskrip, m = 0 menandai harga batas derivativ, dan Kf adalah konstan penurunan titik beku. Penurunan titik beku f = ToT, df = dT, sehingga untuk larutan encer didapat T = Kf (4.21) m p , m=0 jika m kecil maka f = Kf m (4.22) Konstanta Kf hanya tergantung pada sifat pelarut murni. Jiks w2 kg zat terlarut tidak diketahui dengan massa molar M2 dilarutkan dalam w kg pelarut, maka molalitas zat terlarut adalah m = w2/wM2. Sehingga untuk M2: K f w2 M2 = f w Dari persamaan (4. 20) dengan menggantikan H= To Sfus, diperoleh RMT o Kf = (4.23) S fus

( )

4.7 Kelarutan Dalam kondisi kesetimbangan harga zat terlarut harus sama dimana saja yaitu 2(T,p, x2) = solid (T, p) (4.24) dimana x2 adalah fraksi mol zat terlarut dalam larutan jenuh, karena itu kelarutan zat terlarut diungkapkan sebagai fraksi mol. Jika Jika larutan ideal, maka 2 o (T, p) + RT ln x2 = 2 solid (T, p) o dimana 2 (T, p) adalah potensial kimia zat terlarut cairan murni. Persamaan yang sesuai persamaan (4. 15) adalah H fus 1 1 ln x2 = (4.25) T To R

Hfus adalah panas peleburan zat terlarut murni, To titik beku zat terlarut murni. Dengan menggunakan Hfus = To Sfus dalam persamaan (4. 25) diperoleh T S fus ln x2 = (4.26) 1 o T R

4.8 Kenaikan Titik Didih Perhatikan suatu larutan yang berada dalam kesetimbangan dengan uap pelarut murni. Kondisi kesetimbangan (T,p,x ) = vap (T, p) (4.27) Jika larutan tersebut ideal o (T, p) + RT ln x = vap (T, p) dan o ( T , p) ln x = vap RT Energi Gibbs penguapan molar adalah Gvap = vap (T, p) o (T, p) sehingga G vap ln x = (4.28) RT penulisan finalnya

40

H vap 1 1 1 R ln x 1 atau = T + H (4.29) T To T R o vap Titik didih T larutan diungkapkan dalam terminologi panas penguapan dan titik didih pelarut murni, Hvap dan To, dan fraksi mol x pelarut dalam larutan. Jika larutan encer dalam semua zat terlarut, maka m mendekati nol dan T mendekati To. Konstanta kenaikan titik didih didefinisikan dengan MRT 2 T 0 Kb= = (4.30) m p , m=0 H vap Kenaikan titik didih, b = T To, sehingga d b = dT. Selama m adalah kecil, persamaan (4. 30) terintegrasi menjadi b = Kb m (4.31) Kenaikan titik didih digunakan untuk menentukan berat molekular zat terlarut dalam cara yang sma sebagaimana penurunan titik beku. Dalam persamaan (4. 30) jika Hvap diganti dengan To Svap maka RMT o Kb = S vap Tetapi banyak zat zair mengikut aturan Trouton : S 90 J/K mol. Karena R = 8,3 J/K mol, maka perkiraan Kb 101 MTo. ln x2 =

( )

4.9 Tekanan Osmotik Gejala sosmosis adalah perjalanan pelarut murni ke dalam larutan, yang keduanya terpisah oleh membran semipermeabel, yaitu membran yang dapat diresapi oleh pelarut tetapi tidak oleh zat terlarutnya. Tekanan osmosis adalah tekanan yang harus diberikan kepada larutan agar alirannya berhenti. Satu contoh terpenting dari osmosis adalah transpor fluida melalui membran sel, yang juga merupakan dasar osmometri, yaitu penentuan massa molar dengan pengukuran tekanan osmosis, terutama makromolekular. Tekanan berlawanan berasal dari bagian atas larutan yang dihasilkan oleh osmosis itu sendiri. Kesetimbangan dicapai jika tekanan hidrostatis kolom larutan sama dengan tekanan osmosis. Kerumitan susunan ini adalah masuknya pelarut ke dalam larutan menyebabkan pengenceran larutan itu. 4.9.1 Persamaan vant Hoff Persyaratan kesetimbangan adalah bahwa potensial kimia air harus memiliki harga yang sama pada setiap sisi membran pada setiap kedalaman dalam gelas. Kesamaan potensial kimia ini dicapai dengan suatu beda tegangan pada kedua sisi membran. Pada kedalaman tertentu pelarut di bawah tekanan p, sedangkan larutan di bawah tekanan p+ . Jika (T,p+ ,x) adalah potensial kimia pelarut dalam larutan di bawh tekanan p+, dan 2 o (T, p) pelarut yang murni di bawah tekanan p, kemudian kondisi kesetimbangan adalah (T, p+ ,x ) = o (T, p) (4.32) dan o(T, p+ ) + RT ln x = o (T, p) (4.33) o o Dari persamaan fundamental pada T konstan, didapat d = V dp . Dengan integrasi

o(T, p+ ) o (T, p) =
Persamaan (4. 33) menjadi

p+

V dp

(4.34)

(4.35) V o dp + RT ln x = 0 Dalam persamaan (4. 35) V o adalah volume molar pelarut murni. Jika pelarut tidak dapat ditekan, maka V o bebas dari tekanan dan dapat dibuang dari integral. Maka

p+

41

V o + RT ln x = 0 (4.36) Untuk konsentrasi zat terlarut, ln x = ln (1x2). Jika larutan adalah encer, maka x2 << 1; logaritma dapat diekspansi dalam deret, n2 n ln (1x2) = x2 = 2 n+n 2 n Karena n2 << n dalam larutan encer. Maka persamaan (4. 36) menjadi n 2 RT = (4.37) nV o Jika larutan encer, maka n2 sangat kecil sehingga n RT = 2 atau = cRT (4.38) V Persamaan ini adalah persamaan vant Hoff untuk tekanan osmotik. 4.9.2 Pengukuran Tekanan Osmotik Pengukuran tekanan osmotik berguna untuk menentukan massa molar materi yang hanya sedikit dapat larut dalam pelarut, atau yang memiliki massa molar sangat tinggi (misal protein, polimer berbagai tipe, koloid). Ini adalah pengukuran yang sesuai karena besarnya tekanan osmotik. Pada 25oC, produk RT 2480 J/mol. Jadi untuk 1 mol/L larutan (c = 1000 mol/m3), didapat = cRT = 2,48 x 106 Pa = 24,5 atm Dalam penentuan massa molar, jika w2 adalah massa zat terlarut yang terlarut dalam volume, V, maka = w2RT/M2V atau w RT M2 = 2 V Bahkan ketika w2 kecil dan M2 besar, harga dapat terukur dan dapat diubah menjadi harga M2. SOALSOAL: 1. Interpretasikan (a) penurunan titik beku dan (b) kenaikan titik didih dalam terminologi potensial kimia sebagai suatu ukuran escaping tendency 2. Dua puluh gram zat terlarut ditambahkan ke 100 gram air pada 25 o C. Tekanan uap air murni adalah 23,76 mmHg; tekanan uap larutan adalah 22,41 mmHg. a) Hitung massa molar zat terlarut b) Berapa massa zat terlarut yang dibutuhkan dalam 100 gram air untuk mengurangi tekanan uap 1,5 harga untuk air murni? 3. Dua gram asam benzoat dilarutkan dalam 25 gram benzena, Kf = 4,9 K kg/mol, menghasilkan penurunan titik beku 1,62 K. Hitung massa molar. Bandingkan dengan massa molar yang diperoleh dari rumus asam benzoat, C6H5COOH. 4. Panas peleburan asam asetat adalah 11,72 kJ/mol pada titik leleh 16,61 oC. Hitung Kf untuk asam asetat 5. Jika 6 gram urea, (NH2)2CO, dilarutkan dalam 1 L larutan, hitung tekanan osmotik larutan pada 27o C

42

BAB V LARUTAN (BANYAK KOMPONEN VOLATIL; LARUTAN ENCER IDEAL) Setelah mempelajari bab ini, diharapkan mahasiswa dapat: 1. memahami ciriciri larutan ideal 2. menghitung potensial kimia larutan ideal 3. menerapkan hukum Raoult dalam larutan biner 4. memahami ciriciri campuran yang azeotrop 5. menerapkan hukum Henry untuk menerangkan hubungan tekanan parsial dengan fraksi mol kesetimbangan, dan kelarutan suatu gas 5.1 Karakteristik Umum Larutan Ideal Konsep dari suatu larutan ideal meluas ke larutan yang berisi beberapa unsur mudah menguap. Sama dengan dulu, konsep didasarkan pada suatu penyamarataan perilaku yang bersifat percobaan dari larutan nyata dan menghadirkan suatu perilaku membatasi yang didekati oleh semua larutan nyata. Perhatikan suatu larutan yang tersusun beberapa zat volatil dalam suatu wadah yang sebelumnya dikosongkan. Karena semua komponen volatil, beberapa larutan menguap memenuhi ruang di atas zat zair dengan uap. Ketika larutan dan uap sampai kesetimbangan pada temperatur T, tekanan total dalam kontainer adalah jumlah tekanan parsial beberapa komponen larutan: p = p1 + p2+ (5.1) tekanan sebagian ini adalah terukur; seperti fraksi mol kesetimbangan x1, .., xi,.., dalam zat zair. Misal satu komponen, i, ada dalam jumlah relatif besar ibanding yang lain. Ditemukan secara eksperimen bahwa pi = xi pio (5.2) o dimana pi adalah tekanan uap komponen zat zair murni i. Persamaan (5.2) adalah hukum Raoult, dan secara eksperimen itu diikuti larutan manapun ketika xi mendekati kesatuan dengan mengabaikan komponen yang hadir dalam jumlah berlebihan. Ketika suatu larutan encer dalam semua komponen kecuali pelarut, pelarut selalu mengikuti hukum Raoult. Karena semua komponen adalah volatil, masing-masing dapat ditunjuk sebagai pelarut. Oleh karena itu larutan ideal digambarkan dengan persyaratan bahwa masing-masing komponen mematuhi Hukum Raoult, persamaan (5.2), atas keseluruhan cakupan komposisi. Arti lambang penting dinyatakan lagi: pi adalah tekanan sebagian i dalam fase uap; pio adalah tekanan uap zat zair murni; dan xi adalah fraksi mol i dalam campuran zat zair. Larutan ideal memiliki dua sifat penting : panas pencampuran komponen murni untuk membentuk larutan adalah nol, dan volume pencampuran adalah nol. Sifat ini diamati sebagai perilaku batas dalam semua larutan nyata. Jika pelarut tambahan ditambahkan ke suatu larutan yang encer dalam keseluruhan zat terlarut, panas pencampuran mendekati nol selagi larutan semakin encer. Dalam keadaan yang sama, volume pencampuran dari semua larutan nyata mendekati nol. 5.2 Potensial Kimia dalam Larutan Ideal Perhatikan suatu larutan ideal dalam kesetimbangan dengan uapnya pada temperatur tertentu T. Untuk setiap komponen, kondisi kesetimbangan adalah i = i vap, dimana i adalah potensial kimia i dalam larutan, i vap adalah potensial kimia i dalam fase uap. Jika uap adalah ideal, maka dengan argumen yang sama, harga i adalah i = io (T, p) + RT ln xi (5.3) 43

dimana io (T, p) adalah potensial kimia zat cair murni i pada temperatur T dan di bawah tekanan p. Potensial kimia setiap komponen larutan diberikan dalam ungkapan dalam persamaan (5.3). Gambar 5.1 menunjukkan variasi i io sebagai fungsi xi . Selagi xi menjadi sangat kecil, harga i berkurang dengan sangat cepat. Pada semua harga xi, harga i kurang dari io. Karena persamaan (5.3) secara formal sama dengan persamaan (2.5) untuk setiap gas ideal dalam campuran, dengan alasan sama dalam pencampuran Gmix = n RT Smix = - n R

i
i

xi ln xi xi ln xi

(5.4) (5.5)

Hmix = 0, Vmix = 0 (5.6) dimana n adalah jumlah mol total dalam campuran. Tiga sifat larutan ideal (hukum Raoult, panas pencampuran nol, volume pencampuran nol) sangat dekat dihubungkan. Jika hukum Raoult untuk setiap komponen, kemudian panas dan volume mencampur akan menjadi nol. ( i i o)

Gambar 5.1 ( i i o) versus xi 5.3 Larutan Biner Dalam larutan biner x1 + x2 = 1, didapat p1 = x1 p1o (5.7) dan p2 = x2 p2o = (1 x1) p2o (5.8) Jika tekanan total larutan adalah p, maka p = p1 + p2 = x1 p1o + (1 x1 ) p2o p = p2o + (p1o p2o ) x1 (5.9) yang menghubungkan total tekanan atas campuran kepada fraksi mol komponen 1 dalam cairan. Gambar 5.2a menunjukkan bahwa p adalah suatu fungsi linier x1. Jelas dari Gambar 5.2(a) bahwa penambahan suatu zat terlarut dapat menaikkan atau menurunkan tekanan uap pelarut tergantung mana yang lebih volatil. Tekanan total dapat juga diungkapkan dalam simbol y1, fraksi mol komponen 1 dalam uap. Dari definisi tekanan parsial y1 = p1 / p (5.10) menggunakan harga p1 dan p dari persamaan (5.7) dan (5.9) diperoleh 0 x 1 p1 y1 = 0 p 2 +( p0 p0 ) x 1 1 2

44

(a) (b) Gambar 5.2 Tekanan uap sebagai fungsi komposisi penyelesaian untuk x1 menghasilkan x1 = y1 p0 1

(5.11) p 0 +( p0 p0 ) y 1 1 2 1 menggunakan harga x1 dari persamaan (5.11) dalam persamaan (5.9) p0 p 0 1 2 p= 0 (5.12) p 1 +( p0 p0 ) y 1 2 1 Persamaan (5.12) mengungkapkan p sebagai fungsi y1, fraksi mol komponen 1 dalam uap. Fungsi ini dialurkan dalam Gambar 5.2(b). Hubungan dalam persamaan (5.12) dapat disusun ulang menjadi lebih baik, dalam bentuk simetrik y1 y2 1 = 0 + 0 (5.13) p p1 p2 5.4 Azeotrop Campuran ideal atau hampir ieideal dapat dipisahkan ke dalam unsur mereka oleh penyulingan fraksi. Pada sisi lain, jika penyimpangan dari hukum Raoult menjadi sangat besar seperti menghasilkan suatu maksimum atau suatu minimum kurva-tekanan uap air, maka maksimum atau minimum yang bersesuaian muncul dalam kurva titik didih itu. Campuran seperti itu tidak bisa sepenuhnya dipisahkan ke dalam unsur oleh penyulingan fraksi. Hal Itu dapat ditunjukkan bahwa jika kurva-tekanan uap mempunyai suatu yang minimum atau maksimum, maka pada titik itu kurva uap dan cairan itu harus menjadi tangen untuk satu sama lain dan cairan dan uap harus mempunyai komposisi yang sama. Campuran yang mempunyai tekanan uap minimum atau maksimum disebut azeotrop ( dari Yunani: untuk mendidih tanpa perubahan). Perhatikan sistem yang ditunjukkan dalam Gambar 5.3 yang memperlihatkan titik didih maksimum. Jika suatu campuran yang digambarkan dengan titik a memiliki komposisi azeotrop, dipanaskan, pertama uap akan terbentuk pada temperatur t; dimana uap memiliki komposisi sama sebagai zat cair; konsekuensinya, hasil penyulingan yang diperoleh mempunyai komposisi yang sama persis seperti cairan yang asli; tidak ada separasi yang dihasilkan. Jika suatu campuran digambarkan dengan b dalam Gambar 5.3 dipanaskan, uap pertama terbentuk pada t, dan memiliki komposisi v. Uap ini kaya dengan komponen titik didih lebih tinggi. Fraksinasi akan memisahkan campuran menjadi komponen 1 asli dalam hasil distilasi dan meninggalkan campuran azeotrop dalam wadah. Suatu campuran yang digambarkan dengan c akan mendidih pertama pada t; uap akan memiliki komposisi v. Fraksinasi campuran ini akan menghasilkan komponen 2 murni dalam hasil distilasi dan azeotrop dalam wadah. Perilaku azeotrop titik didih minimum ditunjukkan dalam Gambar 5.4 adalah analog. Campuran yang digambarkan dengan b pertama mendidih pada temperatur t, uap memiliki 45

komposisi v. Fraksinasi campuran ini menghasilkan azeotrop dalam distilatnya; komponen 1 murni tersisa dalam wadah. Begitu juga fraksinasi campuran yang digambarkan dengan c akan menghasilkan azeotrop dalam distilatnya dan meninggalkan komponen 2 murni dalam wadah. Azeotrop menyerupai suatu campuran murni dalam sifat mendidih pada suatu temperatur tetap, sedangkan campuran biasa mendidih untuk suatu rentang temperatur. Bagaimanapun, perubahan tekanan menghasilkan perubahan dalam komposisi azeotrop, sebagaimana perubahan dalam titik didih, sehingga tidak dapat menjadi senyawa.

Gambar 5.3 Diagram t x dengan titik didih maksimum

Gambar 5. 4 Diagram t x dengan titik didih minimum

5.5 Potensial Kimia Dalam Larutan Encer Ideal Karena pelarut mengikuti hukum Raoult, potensial kimia pelarut diberikan oleh persamaan (5.3), 1 = 1o (T, p) + RT ln x1 Untuk zat terlarut j (l) = j (g) = jo (g) + RT ln pj Dengan menggunakan hukum Henry, untuk pj, menjadi j (l) = jo (g) + RT ln Kj + RT ln xj Definisi energi bebas standar, j* dengan j* (l) = jo (g) + RT ln Kj (5.14) * dimana j adalah fungsi temperatur dan tekanan, tetapi bukan fungsi komposisi. Ungkapan final untuk j dalam cairan adalah j = j* + RT ln xj (5.15) * Menurut persamaan (5.15), j adalah potensial kimia zat terlarut j akan mempunyai status yang hipotetis di mana xj = 1 jika hukum Henry dipatuhi atas keseluruhan cakupan 0 xj 1. Fraksi mol, x j, sering tidak sesuai untuk mengukur konsentrasi zat terlarut dalam larutan encer. Molalitas, mj, dan molaritas, cj, lebih sering digunakan. Kita dapat menggunakan persamaan (5.15) untuk menemukan ungkapan potensial kimia dalam hubungannya dengan mj atau cj. n mj = j atau nj = nMmj (5.16) nM Dengan menggunakan hasil ini nj dalam ungkapan untuk xj Mm j xj = (5.17) 1+Mm dimana m = j mj, molalitas total semua zat terlarut. Dalam larutan encer selagi m mendekati harga nol, maka x M lim j = lim =M m=0 1+mM mj m=0

( )

sedemikian sehingga dekat m= 0 46

x j = Mmj Dapat ditulis

(5.18)

o xj = Mmo m (5.19) dimana mo adalah konsentrasi molal standar, mo = 1mol/kg. Harga xj ini dapat digunakan dalam persamaan (5.15) mj j = j* + RT ln Mmo + RT ln mo dengan mendefinisikan j** = j* + RT ln Mmo, maka j = j** + RT ln mj (5.20) dimana mj sebagai suatu singkatan jumlah murni, mj / (1 mol/kg). Persamaan (5.20) mengungkapkan j dalam larutan encer sebagai fungsi yang cocok dari mj. Harga standar j** adalah harga j yang dipunyai dalam keadaan hipotetik molalitas satuan jika larutan telah memiliki sifat larutan encer ideal dalam rentang 0 mj 1.

( )

mj

( )

5.6 Hukum Henry dan Kelarutan Gas Hukum Henry menghubungkan tekanan parsial zat terlarut dalam fase uap dengan fraksi mol zat terlarut dalam larutan. Mengamati hubungan ini dengan cara lain, hukum Henry menghubungkan fraksi mol kesetimbangan, kelarutan j dalam larutan, dengan tekanan parsial j dalam uap : 1 xj = K pj (5.21) j Persamaan (5.21) menyatakan bahwa kelarutan xj konstituen volatil adalah proporsional terhadap tekanan parsial konstituen dalam fase gas dalam kesetimbangan dengan zat cair. Persamaan (5.21) digunakan untuk menghubungkan data pada kelarutan gas dalam zat cair. Jika pelarut dan gas tidak bereaksi secara kimiawi, kelarutan gas dalam zat cair biasanya kecil. Di sini kita mempunyai contoh yang lain arti phisik tekanan parsial. Kelarutan gas sering diungkapkan sebagai koefisien absorpsi Bunsen, , volume gas, diukur pada 0o C dan 1 atm, dilarutkan dengan satu satuan volume pelarut jika tekanan parsial gas 1 atm. Vo( g ) j= j (5.22) V (l ) o o tetapi V j ( g ) = n j RTo/po, sedangkan volume pelarut adalah V(l) = nM/ , dimana n adalah jumlah mol pelarut, M adalah masa molarnya, dan , densitas. Jadi n o RT / p j= j o o (5.23) nM / Ketika tekanan parsial gas p j = p o = 1 atm, kelarutan dengan hukum Henry adalah xjo, no 1 j o xj = o = K n+n j
j

Jika larutan adalah encer, maka

1 no j = K n j o Dengan menggunakan harga ini n j /n dalam persamaan (5.23) menjadi RT o j Kj = = (0,022414 m3/mol) , M M po

(5.24)

( )( )

(5.25) 47

yang merupakan hubungan antara konstanta hukum Henry Kj dan koefisien absorpsi j; jika salah satu diketahui maka yang lain dapat dihitung. Kelarutan gas dalam mol per satu satuan o volume pelarut, n j /(nM/ ), berbanding lurus dengan j, persamaan (5.23); karena itu j lebih sesuai dibanding Kj untuk diskusi kelarutan. 5.7 Distribusi Suatu Zat Terlarut antara Dua Pelarut Jika larutan encer iodium digojog dengan CCl4 , iodium didistribusikan antara dua pelarut yang tidak dapat campur. Jika dan ` adalah potensial kimia iodium dalam air dan CCl4, maka pada kesetimbangan = `. Jika kedua larutan adalah larutan encer ideal, maka dengan memilih persamaan (5.15) untuk mengungkapkan dan `, kondisi kesetimbangan menjadi * + RT ln x = * + RT ln x, yang dapat disusun ulang menjadi x' RT ln = - (`* - ) (5.26) x Karena `* dan bebas dari komposisi, maka ' x =K (5.27) x dimana K adalah koefisien distribusi atau koefisien partisi, tidak tergantung dari konsentrasi iodium dalam dua lapisan. Kuantitas `* - adalah perubahan energi Gibbs standar G* untuk transformasi I2 (dalam air) I2 (dalam CCl4) Persamaan (5. 26) menjadi RT ln K = - G * (5.28) yang merupakan hubungan umum antara perubahan energi Gibbs standar dan tetapan keseimbangan suatu reaksi kimia Jika larutan sangat encer, maka fraksi mol proporsional terhadap molalitas atau molaritas, sehingga m' c' K = dan K = (5.29) m c Dimana K dan K tidak tergantung pada konsentrasi dalam dua lapisan. SOALSOAL: 1. Campuran gas dari dua zat di bawah tekanan total 0,8 atm berada dalam kesetimbangan dengan larutan cair ideal. Fraksi mol zat A adalah 0,5 dalam fase uap dan 0,2 dalam fase cair. Berapa tekanan uap dua cairan murni tersebut? 2. Beberapa sistem nonideal dapat direpresentasikan dengan persamaan p1 = x1o p1o dan p2 = o x2 p2o. Tunjukkan bahwa jika konstanta a > 1, maka tekanan total menunjukkan harga minimum, sedangkan jika a < 1, maka tekanan total menunjukkan harga maksimum. 3. Komposisi uap di atas suatu larutan ideal biner ditentukan dengan komposisi zat cair. Jika x1 dan y1 adalah fraksi mol zat 1 dalam zat cair dan uap, tentukan harga x1 yang mana y1 x1 memiliki harga maksimum. Berapa harga tekanan pada komposisi tersebut? 4. Konstanta hukum Henry untuk argon dalam air adalah 2,17 x 104 pada 0o C dan 3,97 x 104 pada 30o C. Hitung panas larutan standar argon dalam air. 5. Pada 800o C, 1,6 x 104 mol O2 larut dalam 1 mol perak. Hitung koefisien edsorpsi Bunsen untuk oksigen dalam perak; (Ag) = 10,0 gram/cm3.

48

BAB VI KESETIMBANGAN ANTAR FASE TERKONDENSASI Setelah mempelajari bab ini, diharapkan mahasiswa dapat: 1. memahami konsep kesetimbangan antar fase 2. memahami diagram eutektik sederhana 3. menjelaskan fenomena penurunan titik beku dan kenaikan titik didih 6.1 Kesetimbangan CairCair Jika sejumlah kecil toluena ditambahkan ke dalam beaker glass yang telah terisi benzena lalu kita perhatikan, tanpa memandang jumlah toluena yang ditambahkan, campuran yang diperoleh akan berupa satu fase. Dua cairan tersebut disebut saling melarutkan (completely miscible). Kebalikan dari sifat ini jika air dicampurkan ke nitrobenzena akan terbentuk dua lapisan cairan yang terpisah,air akan mengandung sejumlah kecil nitrobenzena yang dapat larut,demikian juga nitrobenzena mengandung hanya sedikit air yang dapat larut. Cairan semacam ini disebut tidak saling melarutkan (immiscible). Jika sejumlah phenol ditambahkan ke dalam air mula mula akan terbentuk cairan satu fase, pada penambahan phenol selanjutnya maka air akan jenuh dengan phenol dan bila terus ditambahkan phenol ke dalamnya akan terbentuk dua lapisan cairan, satu lapisan kaya dengan air lapisan yang lain kaya dengan phenol. Cairan semacam ini disebut saling melarutkan sebagian (partially miscible). Sistem semacam inilah yang akan kita bahas di sini. Perhatikan sistem yang berada dalam kesetimbangan yang terdiri dari dua lapisan cairan atau dua fase cairan. Misalnya salah satu lapisan cairan terdiri dari cairan A murni,lapisan yang lain adalah larutan jenuh A dalam B. Kesetimbangan ini secara termodinamika dapat dinyatakan bahwa potensial kimia A dalam larutan, A, sama dengan potensial kimia A dalam cairan 0 0 murninya, A . Yaitu A = A , atau 0 A - A =0 (6.1) Apakah persamaan (6.1) dapat memenuhi untuk larutan ideal? Di dalam larutan ideal yaitu persamaan (5.3), 0 A - A = RT ln xA (6.2) Jelas dari persamaan (6.2) bahwa RT ln xA tidak pernah nol, jika tidak demikian maka campuran A dan B akan memiliki xA = 1, yang artinya, campuran tidak mengandung B. Dalam gambar 6.1, 0 0 A - A diplotkan terhadap xA untuk larutan ideal (garis penuh). Nilai A - A negativ untuk semua komposisi larutan ideal. Artinya zat A murni saelalu dapat ditransfer ke dalam larutan ideal dengan berkurangnya energi Gibbs. Konsekuensinya, zat yang dapat membentuk larutan ideal tentu saling melarutkan satu sama lain secara sempurna. ( i i o)

Gambar 6.1 Potensial kimia dalam larutan nonideal 49

Untuk kelarutan parsial nilai A - A akan nol pada beberapa komposisi tertentu, 0 sehingga A - A akan membentuk semacam kurva seperti yang tertera pada gambar 6.1. Pada ' 0 ' titik x A ,nilai A- A adalah nol,dan sistemnya adalah larutan dengan fraksi mol A = x A dan ' lapisan lainnya terdiri dari cairan A murni.Nilai x A adalah kelarutan A dalam B yang dinyatakan dalam fraksi mol.Jika fraksi mol A dalam B melebihi nilai ini ,maka seperti 0 0 ditunjukkan oleh gbr.6.1 tampak bahwa A- A akan positif sehingga A > A .Pada keadaan ini A secara spontan akan meninggalkan larutan untuk masuk ke cairan murninya (A), sehingga ' mengurangi xA hingga tercapai nilai kasetimbangan x A . Cairan yang hanya saling melarutkan sebagian akan membentuk larutan yang jauh dari ideal sebagaimana tampak pada kurva 6.1. Untuk mempelajari hal ini kita akan membatasi deskripsi masalahnya pada interpretasi hasil hasil eksperimen dalam lingkup aturan fase. Perhatikan jika pada suhu T1, sejumlah kecil zat A ditambahkan secara berturut turut ke dalam cairan B. Mula mula A akan larut sempurna, keadaan ini dapat dilihat sebagaimana digambarkan pada diagram T-X yaitu gambar 6.2a, yang dinyatakan pada tekanan konstan. Titik a,b,c menunjukkan komposisi setelah penembahan A pada B. Karena semuanya larut maka titik titik tersebut terletak pada daerah satu fase. Setelah penambahan sejumlah tertentu akan dicapai suatu batas kelarutan yaitu pada titik l1. Bila penambahan dilanjutkan akan dihasilkan dua lapisan cairan karena A tidak dapat larut lagi. Jadi daerah disebelah kanan l1 adalah daerah dua fase. Hal yang sama dapat dilakukan sebaliknya yaitu B ditambahkan ke A dan akan diperoleh kurva sebagaimana tampak pada gambar 6.2a.

Gambar 6.2 Diagram T-X untuk sistem phenol-air tampak pada gambar 6.2b, apabila suhu dinaikkan maka kelarutan masing masing zat akan berubah . Kurva kelarutan akan bertemu di titik yaitu pada suhu konsolut atas(upper consolute temperature) yang juga disebut suhu larutan kritis (critical solution temperature), tc, di atas tc air dan phenol akan larut sempurna. Sembarang titik a di bawah lengkungan menyatakan keadaan sistem yang terdiri dari dua lapisan cairan, yaitu L1 dengan komposisi l1 dan L2 dengan komposisi l2 . Massa relativ dari dua lapisan tersebut dinyatakan oleh aturan Lever, yaitu merupakan perbandingan segmen dari garis dasi (l1l2).Yaitu : moll 1 ( al 2 ) = . moll 2 ( al 1 ) Beberapa sistem diketahui kelarutannya akan berkurang dengan naiknya suhu. Pada sistem ini dapat diamati adanya suhu konsolut bawah (lower consolute temperature),sebagaimana tampak pada gambar 6.3(a) yaitu sistem trietilamin-air yang suhu konsolut bawahnya 18,50C. Karena kurva yang begitu datar sehingga sulit menentukan komposisi larutan pada suhu konsolutnya, hanya tampak kira kira 30% berat trietilamina. Jika larutan pada keadaan a dipanaskan keadaannya akan tetap homogen sampai pada suhu sedikit di atas 18,5 0C; kemudian pada titik a cairan akan memisah menjadi dua lapisan. Pada suhu yang lebih tinggi lagi misalnya a larutan akan mempunyai komposisi l1 dan l2, menurut aturan lever l1 akan lebih besar daripada l2. Pada 50

tipe ini kelarutan bertahan pada suhu yang rendah,sehingga pada suhu yang lebih tinggi senyawa akan terdissosiasi.

Gambar 6.3. Beberapa zat memiliki baik suhu konsolut atas maupun bawah. Diagram untuk sistem nikotin-air tampak pada gambar 6.3(b). Suhu konsolut bawah sekitar 61 0C, suhu konsolut atasnya 210 0C. Semua titik di dalam lengkungan terdapat dua fase, di luarnya adalah satu fase. Aturan fase untuk sistem pada tekanan konstan adalah F= C-P+1, dengan F adalah jumlah variabel selain tekanan yang diperlukan untuk mendeskripsikan sistem. Untuk sistem dua komponen, F = 3-P. Jika ada dua fase maka hanya perlu satu variabel untuk mendeskripsikan sistem. Di daerah dua fase jika suhunya ditentukan maka perpotongan garis dasi dengan kurva akan menghasilkan komposisi larutan yang bersesuaian. Jika hanya satu fase, F = 2 maka suhu dan komposisi telah tertentu. 6.2 Distilasi Cairan yang Larut Sebagian dan Tidak Larut Pada bahasan di atas diasumsikan tekanan cukup tinggi sehingga uap tidak terbentuk di daerah kisaran suhu yang dibahas. Situasi serupa pada suhu yang lebih rendah digambarkan pada gambar 6.4a yang juga menampakkan kurva uap-cair masih dengan asumsi pada tekanan yang cukup tinggi, sampai di sini interpretasi masih bisa dibuat secara terpisah. Biasanya kelarutan parsialpada suhu rendah, walau tidak selalu demikian, menunjukkan azeotrop didih minimum, seperti tampak pada gambar 6.4a. Kelarutan parsial menunjukkan bahwa saat dicampurkan, kedua komponen memiliki kecenderungan menguap yang lebih besar dibanding dalam larutan ideal. Kecenderungan yang besar ini dapat mencapai maximum dalam kurva komposisi tekanan uap, dan sesuai dengan itu juga mencapai minimum dalam kurva komposisi-titik didih. Jika tekanan pada sistem seperti gambar 6.4a diturunkan, titik didih akan turun juga secara bertahap. Pada tekanan yang cukup rendah, kurva titik didih akan berpotongan dengan kurva kelarutan cair-cair seperti tampak pada gambar 6.4b yang merupakan skema sistem air-n butanol pada tekanan 1 atmosphere. Pada gambar 6.4a, jika suhu dari cairan homogen a dinaikkan, akan terbentuk uap dengan komposisi b pada ta. Selanjutnya jika uap tersebut didinginkan dan dibawa ke titik c, akan terbentuk kondensat yang terdiri dari dua lapisan cairan. Jadi distilat pertama hasil distilasi dari cairan homogen a akan terpisah membentuk dua cairan dengan komposisi d dan e.

51

Gambar 6.4 Distilasi parsial cairan tidak larut Jika temperatur dari kedua cairan pada c tersebut dinaikkan, komposisi dari kedua cairan tersebut sedikit bergeser. Sistem menjadi univarian, F = 3-P = 1 di daerah ini. Pada suhu t ,larutan konjugat tersebut memiliki komposisi f dan g dan juga muncul uap pada komposisi h. Terdapat 3 fase, sepanjang ketiga fase tersebut dipertahankan maka komposisi dan suhunya akan tetap. Contoh, aliran panas ke dalam sistem tidak mengubah suhu, tetapi hanya menghasilkan uap lebih banyak pada kedua cairan. Uap h, yang terbentuk lebih kaya air dibanding komposisi sebelumnya, c, jadi lapisan kaya air akan lebih suka menguap. Setelah lapisan kaya air lenyap, suhu naik dan komposisi uap berubah sepanjang kurva hb. Terakhir, cairan dengan komposisi a lenyap pada tA. Jika dua fase sistem pada daerah komposisi antara f dan h dipanaskan, kemudian pada t akan terbentuk cairan dengan komposisi f dan g dan uap pada titik h. Sistem pada t adalah invarian. Karena uapnya kaya butanol dibanding komposisi sebelumnya,lapisan kaya butanol tersebut lebih mudah menguap meninggalkan cairan f dan uap h. Titik h memiliki sifat azeotropik, sisitem dengan komposisi ini tidak mengalami perubahan komposisi selama distillasi. Jadi tidak dapat dipisahkan ke dalam komponen-komponennya dengan cara distillasi.

Gambar 6.5 Cairan tidak larut dalam kesetimbangan dengan uap Distillasi zat yang tidak larut lebih mudah didiskusikan dari titik pandang yang berbeda. Perhatikan dua cairan yang tidak larut berada dalam kesetimbangan dengan uapnya pada suhu tertentu (gambar 6.5). Penghalang hanya memisahkan cairannya, karena tidak saling larut maka pengambilan penghalang tidak mempengaruhi apapun. Tekanan uap total adalah jumlah dari p0 0 0 tekanan uap cairan murni: p= p A + p B . Fraksi mol yA dan yB dalam uap adalah : yA = A , yB p 0 o 0 nA y A p A / p p A pB = = = = jika nA dan nB adalah jumlah mol A dan B dalam uap, maka nB yB p0 / p p0 p B B massa A dan B adalah wA = nAMA dan wB = nBMB sehingga w A M A p0 A = (6.3) wB M B p0 B yang menghubungkan massa relatif dari kedua zat yang ada di fase uap terhadap massa molar dan tekanan uapnya. Jika uap ini diembunkan, pers.(6.3) menyatakan massa relatif dari A dan B dalam kondensatnya. Misalnya sistem anilin(A)-air(B) pada 98,4oC. Tekanan uap anilin pada 52

suhu ini sekitar 42 mmHg, sementara air sekitar 718 mmHg. Tekanan uap total adalah 718+42= 760 mmHg, sehingga campuran ini mendidih pada 98,4oC pada 1 atm.Massa anilin yang terdistillasi tiap 100 gram air yang terbentuk adalah: (94 g/mol)(42 mmHg) wA = 100 g 31 g. (18 g/mol)(718 mmHg) Persamaan (6.3) dapat digunakan untuk distillasi uap dari suatu cairan. Beberapa cairan yang terdekomposisi jika didistillasi secara biasa dapat didistillasi uap jika zat itu memiliki volatilitas yang cukup di sekitar titik didih air. Di laboratorium, uap dilewatkan pada cairan yang akan didistillasi uap. Karena tekanan uap lebih besar daripada komponen yang sama, akibatnya titik didih ada di bawah titik didih kedua cairan. Selanjutnya titik didih adalah merupakan suhu invarian sepanjang kedua cairan dan uap ada bersama-sama. Jika tekanan uap dari zat diketahui meliputi suhu di sekitar 100 0C, pengukuran pada suhu terjadinya distillasi dan rasio massa pada hasil distillasi, dengan persamaan (6.3). 6.3 Kesetimbangan PadatCair, Diagram Eutektik Sederhana Jika suatu larutan dari dua zat A dan B didinginkan sampai suhu yang cukup rendah, akan muncul suatu padatan. Suhu ini adalah titik beku larutan, yang bergantung pada komposisi. Dalam diskusi pada penurunan titik beku larutan, kita memperoleh persamaan. H fus , A 1 1 R T T 0A ln xA = (6.4) Dengan asumsi bahwa padatan murni A ada dalam kesetimbangan dengan larutan idealnya. Persamaan (6.4) menghubungkan titik beku larutan ke x A, fraksi mol A dalam larutan.Plot dari fungsi ini tampak pada gambar 6.6.a. Titik di atas kurva menunjukkan keadaan cair dari sistem, sedangkan di bawah kurva menunjukkan keadaan padatan murni A ada dalam kesetimbangan dengan larutan. Kurvanya dinamakan kurva liquidus.

Gambar 6.6 Kesetimbangan padatcair dalam sistem 2 komponen Titik a menunjukkan larutan dengan komposisi b dalam kesetimbangan dengan padatan dengan komposisi c, yaitu, zat murni A. Dengan aturan lever, rasio jumlah mol larutan terhadap jumlah mol padatan A adalah sama dengan rasio bagian garis dari ac/ab. Makin rendah suhu, makin besar jumlah relatif padatan pada suatu keseluruhan komposisi tertentu. Kurva ini tidak dapat menunjukkan situasi meliputi keseluruhan daerah komposisi. Jika xB ---1 , kita dapat mengharapkan padatan B akan membeku jauh di atas suhu yang ditunjukkan oleh kurva pada daerah ini. Jika larutan ideal, aturan yang sama berlaku untuk zat B : H fus , B 1 1 Ln xB = (6.5) R T T 0B Dengan T adalah titik beku B dalam larutan. Kurva ini digambarkan dalam Gambar 6.6b bersama dengan kurva A pada gambar 6.6a. Kurva berpotongan pada suhu T e, yaitu suhu

53

eutektik. Komposisi xe adalah komposisi eutektik. Garis GE adalah titik beku melawan kurva komposisi B. Titik semacam a di bawah kurva ini menunjukkan keadaan yaitu padatan B dalam kesetimbangan dengan larutan pada komposisi xb. Titik pada EF menunjukkan padatan B murni dalam kesetimbangan dengan larutan berkomposisi xe. Sedangkan titik pada DE menunjukkan padatan murni A dalam kesetimbangan dengan larutan berkomposisi x e. Oleh karena itu larutan yang memiliki komposisi eutektik xe ada dalam kesetimbangan dengan padatan A dan padatan B. Jika terdapat tiga fase bersama, maka F = 3 P = 3-3=0; sistemnya adalah invarian pada suhu ini. Jika panas keluar dari sistem ini, suhunya akan tetap sampai satu fase lenyap, sehingga jumlah relatif dari ketiga fase berubah hingga panas dihilangkan. Jumlah cairan berkurang sedangkan jumlah kedua padatan yang ada bertambah. Di bawah garis DEF adalah keadaan sistem yaitu hanya dua padatan, dua fase, murni A dan murni B. Beberapa contoh sistem kesetimbangan padat cair adalah : sistem Sb-Pb, yang diagram fasenya dapat dilihat di gambar 6.7. Daerah berlabel L adalah cairan, Sb adalah padatan Sb dan Pb adalah padatan Pb. Suhu eutektik adalah 2460C, komposisi eutektik adalah 87% massa Pb. Nilai xe dan te dihitung dengan persamaan 6.4 dan 6.5 dan ternyata sesuai dengan hasil eksperimen. Berarti cairan tersebut hampir menyerupai larutan ideal.

Gambar 6.7 Sistem Antimonilead Bentuk kurva titik beku dapat ditentukan secara experimental dengan analisa termal. Pada metoda ini, campuran yang diketahui komposisinya dipanaskan sampai suhu yang cukup tinggi hingga homogen. Kemudian didinginkan secara bertahap. Suhu diplot sebagai fungsi waktu. Kurva yang diperoleh pada berbagai komposisi untuk sistem A-B tampak pada gambar 6.8. Kurva pertama, cairan homogen didinginkan sepanjang kurva ab, pada b pertama kali terbentuk kristal komponen A. Peristiwa ini melepaskan panas laten pembekuan, laju pendinginan berkurang dan lekukan pada kurva muncul di b. Banyak sistem biner, baik ideal maupun tidak, memiliki diagram fase bertipe eutektik sederhana. Invariansi sistem pada titik eutektik memungkinkan campuran eutektik dipergunakan sebagai bak bersuhu konstan. Misalnya padatan NaCl dicampur dengan es pada 0 oC dalam labu vakum. Titik komposisi berpindah dari 0% ke sejumlah kecil nilai positif. Padahal pada komposisi ini titik beku es di bawah 0oC, sehingga sejumlah kecil es melebur. Karena sistem ada dalam labu terisolasi, meleburnya es mengurangi suhu campuran. Jika NaCl yang ditambahkan cukup, suhu akan turun sampai suhu eutektik,-21,1oC. Pada suhu eutektik ini, es,padatan garam dan larutan jenuh terdapat bersama sama dalam kesetimbangan. Suhu bertahan di suhu eutektik hingga es yang tersisa melebur karena panas yang menerobos secara lambat ke dalam labu.

54

Tabel 6.1
Garam NaCl NaBr Na2S KCl NH4Cl Temperatur eutektik (C) 21,1 28,0 1,1 10,7 15,4 % massa garam anhidrat dalam eutektik 23,3 40,3 3,84 19,7 19,7

6.4 Diagram Titik Beku dengan Pembentukan Senyawa Jika dua zat membentuk satu atau lebih senyawa, diagram titik bekunya memiliki penampakan sebagai dua atau lebih diagram eutektik sederhana pada posisi yang bersilangan. Gambar 6.11 adalah diagram komposisi titik beku untuk sistem yaitu terbentuknya AB2. Kita dapat memandang diagram ini sebagai dua diagram eutektik sederhana yang bertemu pada posisi yang ada panahnya seperti pada gambar 6.11. Jika titik yang menyatakan keadaan terletak di sebelah kanan panah, interpretasi didasarkan pada diagram eutektik sederhana sistem AB 2-B; jika titik terletak di sebelah kiri panah berarti kita mendiskusikan sistem A-AB 2. Dalam diagram komposit terdapat dua eutektik; salah satu adalah cairan A-AB2 ,yang lain adalah cairan AB2-B. Titik lebur senyawa adalah maksimum pada kurva,maksimum pada kurva komposisi-titik lebur hampir selalu menunjukkan pembentukan senyawa. Hanya sedikit sistem yang dikenal yaitu yang maksimumnya berlangsung karena alasan lain. Padatan yang pertama terbentuk pada pendinginan suatu leburan pada sembarang komposisi antara dua komposisi eutektik adalah senyawa padatan.

Gambar 6.8 Pembentukan senyawa Gambar 6.9 Titik beku dalam sistem H2OFe2Cl6 6.5 Senyawa yang Memiliki Titik Lebur Inkongruen Di dalam sistem pada gambar 6.8, senyawa tersebut memiliki titik lebur lebih tinggi dibanding komponen yang bersamanya. Dalam situasi ini diagramnya selalu berbentuk sepereti tampak pada gambar 6.8; aitu muncul dua eutektik pada diagram itu.Tetapi bila titik lebur dari senyawa di bawah titik lebur komponen lain yang bersamanya, muncul dua kemungkinan. Salah satunya seperti digambarkan di gambar 6.9; tiap bagian dari diaggram adalah diagram eutektik sederhana seperti kasus di gambar 6.8. Kemungkinan kedua digambarkan oleh sistem alloy Potassium-Sodium yang tampak pada gambar 6.10. Pada sistem ini, kurva kelarutan Na (sodium) tidak turun dengan cepat untuk memotong kurva yang lain diantara komposisi Na2K dan Na murni. Justru membelok ke sebelah kiri komposisi Na 2K dan memotong kurva kelarutan lain pada titik c, yaitu titik peritektik. Untuk sistem Na-K hal ini terjadi pada 7oC. Pertama kita uji perilaku senyawa padatan murni. Jika suhu dinaikkan titik keadaan bergerak sepanjang garis ab. Pada b cairan memiliki komposisi bentuk c. Karena cairan lebih kaya dengan potassium dibanding senyawanya semula, sejumlah padatan sodium d tertinggal tidak melebur. Sehingga pada peleburan senyawa melangsungkan reaksi Na2K (s) 2Na(s) + K(l) 55

Ini adalah reaksi peritektik atau reaksi fase. Senyawanya disebut melebur secara inkongruen, karena leburan berbeda dari senyawanya dalam komposisinya.(Senyawa yang digambarkan pada gambar 6.8 dan 6.9 melebur secara kongruen ,komposisi tidak berubah). Yaitu terdapat tiga fase;padatan Na2K, padatan Na, dan cairannya ada bersama sama, sistemnya adalah invarian, selagi panas mengalir ke dalam sistem, suhu akan tetap sama sampai senyawa padat melebur sempurna. Kemudian suhu naik, titik keadaan bergerak sepanjang garis bef dan sistem terdiri dari Na padat dan cair. Di f sisa terakhir dari Na melebur, dan di atas f sistem terdiri dari satu fase cairan. Pendinginan komposisi g membalikkan perubahan ini. Di f muncul Na padat, komposisi cairan bergerak sepanjang fc. Di b cairan berkomposisi c ada bersama dengan Na padat dan Na2K padat. Kebalikan dari reaksi fase yang terjadi sampai kedua cairan Na dan padatannya habis secara simultan, hanya tinggal Na2K dan titik keadaanbergerak sepanjang ba.

Gambar 6. 10 Senyawa dengan titik didih tidak sebangun, 6.6 Kemampuan Bercampur dalam Keadaan Padat Di dalam sistem yang dideskripsikan sejauh ini, hanya padatan murni yang terlibat. Kebanyakan padatan mampu melarutkan bahan lain untuk membentuk larutan padat. Tembaga dan Nikel, sebagai contoh, saling larut satu sama lain pada semua komposisi dalam padatan. Diagram fase untuk sistem Cu-Ni tampak pada gambar 6.12

Gambar 12 Sistem CuNi Bagian atas kurva tersebut adalah kurva liquidus; bagian bawahnya adalah kurva solidus (padatan). Jika sistem yang diwakili oleh titik a didinginkan ke b, muncul larutan padat berkomposisi c. pada titik d sistem terdiri dari cairan berkomposisi b dalam kesetimbangan dengan larutan padat berkomposisi c. Suatu kesulitan eksperimental timbul dalam bekerja dengan sistem tipe ini. Anggap sistem didinginkan dengan cepat dari a ke e. Jika sistem diatur agar dalam kesetimbangan, maka bagian akhir cairan b akan bersinggungan dengan padatan yang memiliki komposisi seragam e. Tetapi dengan pendinginan mendadak maka tak ada waktu bagi padatan membentuk komposisi yang seragam. Kristal pertama yang berkomposisi c dan lapisan berkomposisi dari c ke e terbentuk di luar kristal pertama. Komposisi rata-rata padatan yang mengkristal terletak mungkin di titik f; padatan lebih kaya nickel dari yang seharusnya, ini terletak di sebelah kanan e. Jadi cairan lebih kaya Cu dibanding yang seharusnya, titik 56

komposisinya terletak mungkin pada g. Sehingga sejumlah cairan tertinggal pada suhu ini dan pendinginan lebih lanjut diperlukan sebelum sistem mengendap seluruhnya. 6.7 Kenaikan Titik Beku Telah ditunjukkan bahwa penambahan sejumlah tertentu zat asing selalu menurunkan titik lebur dari padatan murni. Gambar 6.14 menggambarkan sistem yaitu titik lebur satu komponen , tembaga, bertambah dengan penambahan zat asing. Penambahan titik lebur ini hanya dapat terjadi jika padatan dalam kesetimbangan dengan cairan adalah tidak murni melainkan larutan padat. Anggaplah larutan padat adalah larutan padat ideal, yang didefinisikan, analog dengan gas ideal dan larutan cair ideal, dengan mengetahui bahwa tiap komponen, i = io + RT ln xi, dengan io adalah potensial kimia padatan murni, xi adalah fraksi mol dalam larutan padat. Kondisi kesetimbangan untuk larutan padat dalam kesetimbangan dengan larutan cair untuk satu komponen adalah 1(s) = 1(l). Dengan menganggap kedua larutan adalah ideal, kita memperoleh 0 0 1 ( s )+RT ln x 1 ( s )= 1 ( l )+RT ln x 1 ( l ) (6.6) 0 0 0 misalnya G1 = 1 (l)- 1 (s), energi Gibbs peleburan pada komponen murni pada suhu T. maka persamaan 6.6 menjadi x (l ) G0 1 ln 1 = (6.7) x 1( s ) RT karena G10 =H10 - TS10; dan titik lebur, T01, dari zat murni, S10 =H10/ T01, persamaan ini menjadi x 1( l ) H 0 1 1 ln = R T T 01 x 1( s )

( )

( )

Menyelesaikan persamaan ini untuk T, kita peroleh

H T =T 01 { } (6.8) 0 H +RT 01 ln [ x 1 ( s )/ x 1 ( l )] Jika terdapat padatan murni, maka x1(s)=1; dalam kasus ini suku kedua dari penyebut dalam pers.(6.8) positif sehingga fraksi dalam kurung dari satu. Titik beku T berarti kurang dari T01.Jika larutan padat ada dalam kesetimbangan maka jika x1 (s) < x1(l), suku kedua pada penyebut akan negativ, fraksi dalam kurung lebih besar dari satu dan titik lebur lebih besar dari T01. Gambar 6.14 menunjukkan bahwa fraksi mol Cu dalam larutan padat xCu(s) selalu lebih kecil dari fraksi mol Cu dalam larutan cairnya xCu(l). Konsekuensinya titk lebur Cu naik. Satu kelompok persamaan analog dapat dijabarkan untuk komponen kedua, darinya kita dapat menyimpulkan bahwa titik lebur Nickel turun. Dengan alasan yang telah dikemukakan bahwa H0 dan S0 tidak berubah terhadap suhu; hal ini tidak benar tetapi tidak terlalu berpengaruh terhadap kesimpilan secara keseluruhan.

6.8 Sistem Tiga Komponen Dalam sistem tiga komponen, varian adalah F = 3 P + 2 = 5 P. Jika sistem hanya mengandung satu fase, dibutuhkan empat variabel untuk menyatakan keadaan sistem; ini mungkin lebih menguntungkan jika diambil variabel T,p,x 1,x2. Adalah tidak mungkin memberikan suatu representasi grafis lengkap mengenai sistem ini dalam tiga dimensi,apalagi dalam dua dimensi. Konsekuensinya, cara untuk merepresentasikan sistem ini adalah pada tekanan dan suhu konstan. Maka varian menjadi F = 3 P, sehingga sistem memiliki, paling tidak, 2 varian, dan dapat direpresentasikan pada bidang datar. Setelah menetapkan suhu dan tekanan, variabel yang tinggal adalah variabel komposisi,x 1,x2,x3, yang dihubungkan oleh x1 + x2 + x3 =1. Sehingga dengan menentukan dua maka yang ketiga dapat dihitung. Metoda Gibbs dan 57

Roozeboom menggunakan suatu segitiga sama sisi untuk representasi grafis. Gambar 6.15 menunjukkan prinsip metoda ini. Titik A, B, C pada titik sudut segitiga menyatakan 100% A, 100% B, 100% C. Gris yang paralel dengan AB merupakan berbagai prosentasi dari C. Titik P pada gambar 6.15 menyatakan sistem mengandung 30% C. Panjang PM menyatakan persen C, panjang PN menyatakan persen A, panjang PL menyatakan persen B. Jumlah ketiga panjang ini selalu sama dengan panjang sisi segitiga yaitu menyatakan 100%. Dengan metoda ini setiap komposisi dari sistem tiga komponen dapat dinyatakan oleh titik dalam segitiga. Dua sifat yang lain dari diagram ini juga penting. Yang pertama diilustrasikan dalam gambar 6.16(a). Jika dua sistem dengan komposisi seperti dinyatakan oleh P dan Q dicampur bersama sama, komposisi campuran yang diperoleh akan dinyatakan oleh titik x di suatu tempat pada garis yang menghubungkan titik P dan Q. Hal ini dapat diikuti dengan mudah yaitu jika tiga sistem yang dinyatakan oleh titik P,Q,R dicampur, komposisi campuran akan terletak di dalam segitiga PQR. Sifat penting kedua yaitu bahwa semua sistem dinyatakan oleh titik titik pada garis yang melalui puncak yang mengandung dua komponen lain dalam perbandingan yang sama. Contoh, semua sistem yang dinyatakan oleh titik pada CM mengandung A dan B dalam jumlah yang sama. Pada ganbar 6.16 (c), dengan menegakkan garis tegak lurus dari dua titik P dan P dan menggunakan sifat sifat segitiga, kita peroleh : PS CP PN CP = dan = P ' S ' CP ' P ' N ' CP ' sehingga PS PN PS P ' S ' = atau = , P' S ' P' N ' PN P ' N ' yang dibuktikan. Sifat ini penting dalam mendiskusikan penambahan atau pengambilan suatu komponen pada sistem tanpa mengubah jumlah dua komponen lain yang ada.

Gambar 6.13 Diagram segitiga

Gambar 6.14 Sifat diagram segitiga

6.9 Kesetimbangan CairCair Diantara beberapa contoh sederhana dari perilaku sistem tiga komponen adalah sistem chloroform-air- asam acetat. Pasangan chloroform-asam asetat dan air- asam asetat adalah saling bercampur sempurna. Pasangan chloroform-air tidak. Gambar 6.17 menunjukkan skema kesetimbangan cair-cair untuk sistem ini. Titik a dan b menyatakan lapisan cairan konjugasi tanpa asam asetat. Anggap bahwa semua komposisi sistem adalah c sehingga dengan aturan lever terdapat lebih banyak lapisan b daripada lapisan a. Jika sedikit asam asetat ditambahkan ke dalam sistem, komposisi berubah sepanjang garis yang menghubungkan c dengan puncak asam asetat ke titik c. Penambahan asam asetat mengubah komposisi dari kedua lapisan menjadi a dan b. Ingat bahwa asam asetat lebih cenderung memasuki lapisan kaya air b , sehingga garis dasi yang menghubungkan larutan konjugat a dan b tidak paralel ke ab. Jumlah relatif dari a dan b diberikan oleh aturan lever; yaitu, dengan perbandingan segmen dari garis dasi ab . Penambahan selanjutnya dari asam asetat mengubah komposisi lebih lanjut sepanjang garis putus 58

putus c; lapisan kaya air bertambah sedangkan lapisan kaya chloroform berkurang. Pada c hanya sedikit lapisan kaya chloroform yang tinggal, sedangkan di atas c sistemnya homogen. Karena garis dasi tidak paralel, titik yang disitu dua larutan konjugat memiliki komposisi yang sama tidak terletak pada puncak dari kurva binodal tetapi keluar ke satu sisi pada titik k, yaitu titik sambung. Jika sistem berkomposisi d dan ditambahkan asam asetat ke dalamnya, komposisi akan berubah sepanjang dk; hanya di bawah k dua lapisan akan ada dalam jumlah yang komparabel; pada k, batas antara dua larutan lenyap sehingga sistem menjadi homogen. Bandingkan perilaku ini dengan yang ada di titik c yang disitu hanya ada sedikit dari satu lapisan konjugat yang tinggal.

Gambar 6.17 Dua zat cair larut sebagian 6.10 Kelarutan Garam; Efek Ion Sejenis Sistem yang mengandung dua garam dengan ion sejenis dan air memiliki kecenderungan yang besar menurut pandangan praktis ini. Masing masing garam saling mempengaruhi kelarutannya satu sama lain. Skema diagram untuk NH 4Cl.(NH4)2SO4.H2O pada 30oC tampak pada gambar 6.18. Titik a menyatakan larutan jenuh NH 4Cl dalam air tanpa (NH4)2SO4. Titik antara A dan a menyatakan berbagai jumlah padatan NH 4Cl dalam kesetimbangan dengan larutan jenuh a. Titik antara a dan C menyatakan larutan tidak jenuh NH 4Cl. Serupa dengan itu, b menyatakan kelarutan (NH4)2SO4 tanpa NH4Cl. Titik pada Cb menyatakan larutan tidak jenuh, sedang pada bB menyatakan padatan (NH4)2SO4 dalam kesetimbangan dengan larutan jenuh. Adanya (NH4)2SO4 mengubah kelarutan NH4Cl sepanjang garis ac, sedang adanya NH4Cl mengubah kelarutan (NH4)2SO4 sepanjang garis bc. Titik c menyatakan larutan yang dijenuhkan terhadap kedua NH4Cl dan (NH4)2SO4. Garis dasi menghubungkan larutan jenuh dan padatan dalam kesetimbangan dengannya. Daerah stabilitas tampak pada Tabel 6.2.

Gambar 6.18

59

Tabel 6.2 Daerah Cacb Aac Bbc AcB Sistem Larutan takjenuh NH4Cl+larutan jenuh (NH4)2SO4+larutan jenuh NH4Cl+(NH4)2SO4+larutan jenuh c varian 2 1 1 0

Anggap suatu larutan takjenuh dinyatakan oleh P dievaporasikan secara isotermal; titik keadaan seharusnya bergerak sepanjang garis Pdef, yang digambarkan melalui puncak C dan titik P. Pada d, NH4Cl mengkristal, komposisi larutan bergerak sepanjang garis dc. Pada titik e, komposisi larutan adalah c, dan (NH4)2SO4 mulai mengkristal. Evaporasi lebih lanjut akan mengendapkan kedua NH4Cl dan (NH4)2SO4 hingga titik f dicapai, di situ larutan menghilang secara sempurna. 6.11 Pembentukan Garam Rangkap Jika terjadi dua garam dapat membentuk suatu senyawa, garam rangkap,kemudian kelarutan senyawa tersebut dapat pula muncul sebagai garis kesetimbangan dalam diagram. Gambar 6.19 menunjukkan dua tipe kasus pembentukan senyawa. Pada dua gambar tersebut, ab adalah kelarutan A; bc adalah senyawa AB; cd adalah B. Daerah dan menyatakan apa saja mereka itu ditabulasikan di Tabel 6.3. Perbedaan perilaku dari dua sistem dapat ditunjukkan dengan dua cara. Pertama mulai dengan senyawa padat kering dan tambahkan air; titik keadaan bergerak sepanjang garis DC. Pada gambar 6.19.(a), ini menggerakkan titik ke daerah senyawa plus larutan jenuh senyawa tersebut. Sehingga, senyawa ini disebut jenuh secara kongruen (congruently saturating). Penambahan air ke dalam senyawa AB di gambar 6.19(b) mengubah titik keadaan sepanjang DC ke daerah stabilitas A+AB+larutan jenuh b. Penambahan air, oleh karenanya, mendekomposisi senyawa padatan A larutan a. Senyawa ini disebut jenuh inkongruen (incongruently saturating). Serupa dengan itu senyawa pada 6.19(b) tak dapat dibuat dengan cara mengevaporasikan larutan yang mengandung A dan B dalam perbandingan molar yang sama. Evaporasi mengkristalkan padatan A pada titik e; pada titik f padatan A bereaksi dengan larutan b untuk mengendapkan AB. Saat D dicapai, semua A telah lenyap dan hanya tinggal senyawa. Jika padatan disaring pada titik keadaan antara f dan D, kristal senyawa akan tercampur dengan kristal A. Hal ini dapat dipahami bagaimana sulitnya mengerjakan ini di laboratorium.

Gambar 6.19 (a) Senyawa jenuh sebangun (b) Senyawa jenuh tidak sebangun 6.12 Salting Out Dalam praktikum kimia organik, ada prosedur umum untuk memisahkan campuran suatu cairan organik dalam air dengan menambahkan garam. Contoh, jika cairan organik dan air 60

bercampur sempurna, penambahan garam ke dalam sistem dapat menghasilkan pemisahan menjadi dua lapisan cairan salah satu kaya dengan cairan organik, yang lain kaya dengan air. Relasi fasenya dapat diilustrasikan seperti dalam tabel 6.4 dan oleh diagram K 2CO3-H2OCH3OH, yaitu gambar 6.20, yang merupakan tipikal sistem garam-air-alkohol Tabel 6.4 Daerah Sistem Aab K2CO3 dalam kesetimbangan dengan larutan jenuh kaya air Aed K2CO3 dalam kesetimbangan dengan larutan jenuh kaya alkohol bcd Dua cairan konjugat digabung oleh dua garis dasi Abd K2CO3 dalam kesetimbangan dengan cairan konjugat b dan d

Gambar 6.20 Sistem tersebut dibedakan oleh penampakan dua daerah cairan bcd. Misalnya dianggap bahwa padatan K2CO3 ditambahkan ke dalam campuran air dan alkohol pada komposisi x. Titik keadaan akan bergerak sepanjang garis xyzA. Di y terbentuk dua lapisan; di z K 2CO3 berhenti melarut sehingga padatan K2CO3 dan cairan b dan d ada bersama sama. Cairan d adalah lapisan kaya alkohol dan bisa dipisahkan dari b, lapisan kaya air.Ingat bahwa penambahan garam setelah padatan berhenti melarut tidak menghasilkan perubahan pada komposisi di lapisan b dan d, tentu saja terjadi seperti ini sebab sistemnya adalah isotermal dan invarian di segitiga Abd. Diagram ini dapat juga dipakai untuk menunjukkan bagaimana garam yang ditambahkan dapat diendapkan oleh penambahan alkohol ke dalam larutan jenuh; titik keadaan bergerak dari a, misalnya dikatakan, sepanjang garis yang menghubungkan a dan B. Karena dalam kasus khusus ini,hanya lebih sedikit garam yang diendapkan sebelum dua lapisan cairan terbentuk, cara ini tidak terlalu bermanfaat. Sistem ini mengherankan dalam pengaruh penambahan air ke dalam larutan takjenuh K2CO3 dalam alkohol pada komposisi x.Garis xyz yang menghubungkan x dan c menunjukkan bahwa K2CO3 akan mengendap di y jika air ditambahkan ke dalam larutan alkohol. Penambahan air lebih lanjut akan menyebabkan larutnya kembali K2CO3 di z. SOAL SOAL: 1. Tekanan uap chlorobenzena dan air pada berbagai temperatur berbeda adalah t/oC 90 100 110 204 289 402 Po(Cl)/mmHg o P (H2O)/mmHg 526 760 1075 o a) Pada tekanan berapa uapCl akan terdistilasi pada 90 C? b) Pada suhu berapa uapCl akan terdistilasi pada tekanan total 800mmHg.? c) Berapa gram uap air yang diperlukan untuk mendistillasi 10,0 gram Cl (a) pada 90oC dan (b) pada tekanan total 800 Torr.? 2. Campuran 100 gram air dan 80 gram phenol dipisahkan menjadi dua lapisan pada 60 oC. Satu lapisan, L1, mengandung 44,9% massa air, yang lain, L2, mengandung 83,2% massa air. a) Berapa massa L1 dan L2? 61

b) Berapa jumlah mol total dalam L1 dan L2? 3. Titik lebur dan panas peleburan timbal dan antimon adalah Pb Sb tm/oC 327,4 630,5 5,10 20,1 Hfus/(kJ/mol) Hitunglah garis kesetimbangan padat-cair; perkirakan komposisi eutektik secara grafis,kemudian hitunglah suhu eutektik. Bandingkan hasilnya dengan nilai yang diberikan di gambar 6.7 4. Kelarutan KBr dalam air adalah t/oC 0 20 40 60 80 100 gKBr/g H2O 0,54 0,64 0,76 0,86 0,95 1,04 o Dalam sato molal larutan, KBr menurunkan titik beku air sebesar 3,29 C. Perkirakan suhu eutektik untuk sistem KBr-H2O secara grafik. 5. Berapa varian pada tiap daerah di gambar 6.30?

62

BAB VII KESETIMBANGAN DALAM SISTEM NON IDEAL Setelah mempelajari bab ini, diharapkan mahasiswa dapat: 1. memahami konsep aktivitas 2. menjelaskan sifatsifat koligatif 3. memahami teori DebyeHuckel pada larutan ionik encer 4. memahami kesetimbangan ionik dalam larutan 7.1 Konsep Aktifitas Diskusi matematis dalam bab sebelumnya terbatas pada sistem yang bersifat ideal; sistem tersebut diantaranya adalah gas ideal murni atau campuran ideal (gas,cairan, padatan). Banyak sistem yang sudah dideskripsikan adalah tidak ideal, pertanyaan yang muncul adalah bagaimana kita membahas secara matematis tentang sistem yang tidak ideal. Sistem-sistem ini ditangani dengan lebih enak dengan memakai konsep fugasitas dan aktifitas yang pertama kali diperkenalkan oleh G.N.Lewis. Potensial kimia komponen dalam campuran pada umumnya adalah fungsi suhu, tekanan, dan komposisi campuran. Dalam campuran gas kita menuliskan potensial kimia tiap tiap komponen sebagai jumlah dari dua term (suku): 0 i = i (T )+ RT ln f i (7.1) o Suku pertama, i , hanya merupakan fungsi suhu, sedang fugasiti, fi pada suku kedua dapat bergantung pada suhu, tekanan dan komposisi campuran. Fugasitas adalah ukuran potensial kimia gas I dalam campuran. Sekarang kita akan memusatkan perhatian ke larutan cair, walaupun kebanyakan apa yang dikemukakan tadi juga berlaku pada larutan padat sama baiknya. Untuk tiap komponen i dalam setiap campuran cair, kita tuliskan: i =g i (T , p )+RT ln a i (7.2) dengan gi(T,p) adalah hanya fungsi suhu dan tekanan, sedang ai, aktifitas i, dapat merupakan fungsi suhu, tekanan, dan komposisi. Sebagaimana tampak, persamaan 7.2 tidak begitu informatif; akan tetapi, ia dapat menunjukkan; pada suhu dan tekanan tertentu penambahan aktifitas zat berarti penambahan dalam potensial kimia zat. Ekivalensi aktifitas dengan potensial kimia, melalui persamaan yang berbentuk seperti persamaan 7.2 adalah merupakan sifat fundamental dari aktifitas. Teori kesetimbangan dapat dikembangkan secara menyeluruh dalam term aktifitas zat daripada dalam term potensial kimia. Untuk menggunakan persamaan (7.2) signifikansi fungsi gi(T,p) harus dideskripsikan secara akurat sehingga ai mempunyai arti yang tepat. Dua cara untuk mendeskripsikan gi(T, p) adalah dengan cara yang biasa; masing masing membawa ke sistem yang berbeda dari aktifitas. Dalam sistem yang serupa aktifitas komponen masih merupakan pengukuran potensial kimia. 7.2 Sistem Rasional Aktivitas Dalam sistem rasional dari aktifitas, gi(T,p) diidentifikasi dengan potensial kimia dari cairan murni,i0(T,p): gi(T,p) = i0(T,p) (7.3) lalu persamaan (7.2) menjadi I = i0 + RT ln ai (7.4) 0 Jika xi 1, sistem mendekati keadaan murni i, dan i mendekati i sehingga i - i0 =0 selagi xi1 dengan menggunakan fakta ini dalam persamaan (7.4) akan diperoleh ln ai = 0, selagi xi 1 atau ai =1 selagi xi 1. Oleh karena itu aktifitas dari cairan murni adalah sama dengan satu. 63

Jika kita membandingkan persamaan (7.4) dengan i dalam larutan cair ideal, id = 0 +RT ln x i (7.6) i i dengan mengurangkan persamaan (7.6) dari persamaan (7.4) kita akan memperoleh a i id =RT ln i (7.7) i xi Koefisien aktifitas rasional dar i, i, didefinisikan: a i = i (7.8) xi Dengan definisi ini, persamaan (7.7) menjadi id i = i +RT ln i (7.9) yang menunjukkan bahwa ln i merupakan ukuran besarnya penyimpangan dari keadaan ideal. Dari relasi pada persamaan (7.5), dan definisi i , kita peroleh i =1 sedangkan xi 1 (7.10) Koefisien aktifitas rasional lebih menguntungkan untuk sistem itu karena di dalamnya fraksi mol setiap komponen dapat bervariasi dari nol sampai satu,campuran cairan semacam acetone dan chloroform, sebagai contoh. 7.2.1 Aktifitas rasional;zat volatile Aktifitas rasional dari komponen volatile dalam campuran cairan (likuida) dapat diukur dengan mudah dengan mengukur tekanan parsial dari komponen tersebut dalam fase uap pada kesetimbangan dengan cairannya.Karena pada kesetimbangan, potensial kimia tiap komponen adalah sama dalam fase cair maupun dalam fase uapnya, sehingga i (l) = i(g). Dengan memakai persamaan (7.4) untuk i (l)dan berasumsi bahwa gas bersifat ideal, komponen i memiliki tekanan parsial pi, kita dapat menuliskan 0 0 i (l )+RT ln a i = i ( g )+ RT ln pi untuk cairan murni, 0 0 0 i ( l )= i ( g )+RT ln p i dengan pi0adalahtekanan uap cairan murni. Dengan mengurangkan dua persamaan terakhir dan membaginya dengan RT, kita akan memperoleh lnai =ln (pi/pi0), atau (7.11) p0 i hal itu analog dengan hokum Raoults untuk larutan nonideal. Jadi pengukuran pi pada larutan bersama sama dengan mengetahui nilai pi0 akan menghasilkan nilai ai. Dari pengukuran pada berbagai nilai xi,nilai ai dapat juga diplotkan atau ditabulasikan sebagai fungsi xi. Dengan cara yang sama, koefisien aktifitas dapat dihitung memakai persamaan (7.8) dan diplotkan sebagai fungsi xi. Pada gambar 7.1 dan 7.2, plot ai dan i terhadap xi ditunjukkan untuk sistem biner yang melibatkan penyimpangan positif dan negative dari hokum Raoults. Jika larutan ideal, maka ai = xi dan i =1 untuk semua nilai xi. Bergantung pada sistemnya, koefisien aktifitas komponen dapat lebih besar atau lebih kecil dari satu. Pada sistem dengan penyimpangan positif dari ideal, koefisien aktifitas, yang juga adalah kecenderungan menguap,lebih besar daripada dalam larutan ideal pada konsentrasi yang sama. Pada larutan yang mnunjukkan penyimpangan negative dari hokum Raoults,zat memiliki kecenderungan menguap yang lebih rendah daripada dalam larutan idealnya pada konsentrasi yang sama, lebih kecil dari satu. ai = pi

64

Gambar 7.1 Aktivitas versus fraksi mol

Gambar 7.2 Koefisien aktivitas Versus fraksi mol

7.3 Sifat Koligatif Sifat sifat koligatif larutan untuk solut nonvolatile dinyatakan secara sederhana dalam bentuk aktifitas rasional dari solven. 7.3.1 Tekanan uap Jika tekanan uap solven di atas larutan adalah p i dan aktifitas solven adalah a, maka dari persamaan 7.11) p a= (7.11a) p0 Jika a dievaluasi dari pengukuran tekanan uap pada berbagai konsentrasi, nilai ini dapat dipakai untuk menghitung penurunan titik beku, kenaikan titik didih, dan tekanan osmosa pada berbagai konsentrasi. 7.3.2 Penurunan titik beku Jika solven murni padat berada dalam kesetimbangan dengan larutannya, kondisi kesetimbangan (l) =0(s) akan menjadi, dengan memakai persamaan (7.4), G 0 0 0 fus ; atau ln a= (l )+RT ln a= ( s ) RT Dengan memakai alas an yang sama, akan dihasilkan H 0fus 1 1 ln a= (7.12) R T T0

yang merupakan analog dengan persamaan (13.15) untuk larutan ideal. Dengan mengetahui a dari pengukuran tekanan uap, titik beku dapat dievaluasi dari persamaan (7.12); sebaliknya, jika titik beku T diukur, a dapat dievaluasi dari persamaan (7.12). 7.3.3 Kenaikan titik didih Alasan yang sama menunjukkan bahwa titik didih dihubungkan ke H0vap dan T0, panas penguapan dan titik didih solven murni,oleh H vap 1 1 ln a= R T T0
0

(7.13)

yang adalah analog dengan persamaan (13.29) untuk larutan ideal. 7.3.4 Tekanan osmose Tekanan osmose adalah

V =RT ln a

(7.14) 65

yang analog dengan persamaan (13.36). Pada persamaan (7.11a), (7.12), (7.13), dan (7.14), a adalah aktifitas rasional dari solven. Pengukuran berbagai nilai koligatif menghasilkan nilai nilai memalui pers persamaan ini. 7.4 Sistem Praktis Sistem praktis untuk aktifitas dan koefisien aktifitas biasanya untuk larutan yang solvennya memiliki fraksi mol mendekati satu;semua solute berada dalam jumlah yang relative kecil. Untuk sistem semacam ini kita menggunakan sistem rasional untuk solven dan sistem praktis untuk solute. Selama konsentrasi solute sangat kecil sekali, perilaku tiap larutan real mendekati perilaku larutan ideal. Dengan menggunakan subskrip j untuk menunjukkan solute, maka di dalam larutan encer ideal berlaku (bab 14.11) id = **+RT ln m j (7.15) j j Untuk solute, persamaan (7.2) menjadi
j =g j (T , p )+ RT ln a j (7.16) Jika kita mengurangkan persamaan (7.15) dari persamaan (7.16) dan menyatakan gj (T,p) = j**maka

aj (7.17) mj identifikasi untuk gj (T,p)denganj**menyatakan sistem praktis dari aktifitas;koefisien aktifitas praktis j didefinisikan oleh a j= j (7.18) mj Persamaan (7.17) dan (7.18) menunjukkan bahwa ln j adalah ukuran kebiasaan solute dari perilakunya dalam larutan encer ideal. Akhirnya ,selama m j0,solute berperilaku seperti dalam larutan ideal sehingga j id =RT ln j j=1 selama mj 0 (7.19)

Itu mengikuti bahwa aj =mj selama mj =0. Jadi potensial kimia solute dalam sistem praktis,kita miliki j = **+ RT ln a j j (7.20)

j**adalah potensial kimia solute yang dimiliki dalam larutan 1 molal jika larutan berperilaku menurut aturan larutan encer ideal. Keadaan standart ini disebut larutan idealpada molalitas satu. Ini adalah keadaan hipotetik dari sistem. Menurut persamaan (7.20) aktifitas praktis mengukur potensial kimia zat relative terhadap potensial kimia dalam larutan ideal bermolalitas satu hipotetiknya. Persamaan (7.20) dapat diterapkan juga kepada solute volatile maupun nonvolatile. 7.4.1 Solut volatile Kondisi kesetimbangan untuk distribusi solute volatile j antara larutan dan uap adalah j ( g )= j ( l ) . Dengan menggunakan persamaan (7.20) dan mengasumsikan bahwa uap adalah ideal, kita dapatkan: 0 ** j +RT ln p j = j + RT ln a j

66

Karena j0 dan j**hanya bergantung pada suhu dan tekanan dan bukan pada komposisi, kita dapat menentukan konstanta Kj, yang tidak bergantung pada komposisi, yaitu: RT ln K j =( j j ) Hubungan antara pj dan aj menjadi p j =K 'j a j (7.21) Konstanta Kj adalah modifikasi dari konstanta pada hukum Henry. Jika Kj diketahui,nilai aj dapat dihitung dengan mudah dari nilai pj terukur. Dengan membagi persamaan (7.21) dengan mj, kita peroleh pj a =K ' j j mj mj
' 0 **

( )
=K ' j

(7.22)

Nilai nilai terukur pada rasio pj/mj diplot sebagai fungsi mj. Kurva diekstrapolasi ke mj =0. Nilai ekstrapolasi pj/mj sama dengan Kj, karena aj/mj =1 jika mj0. Sehingga

( )

pj mj

m j =0

Dengan memperoleh nilai Kj , nilai nilai aj dihitung dari pj terukur dengan persamaan (7.21). 7.4.2 Solut involatil;sifat sifat koligatif dan aktifitas solute Kita telah menghubungkan sifat sifat koligatif dengan aktifitas rasional dari solven. Sifat sifat ini dapat juga dihubungkan dengan aktifitas solute. Simbol tanpa subskrip menunjukkan solven; symbol dengan subskrip 2 menunjukkan solute, kecuali molalitas m dari solute tidak memakai subskrip. Untuk sederhananya kita berasumsi bahwa hanya ada satu solute. Potensial kimia adalah: Solven: = 0+ RT ln a Solut: 2 = **+RT ln a 2 2

Yang tersebut itu dihubungkan oleh persamaan Gibbs-Duhem,persamaan (11.97), d= n2 n d2 (T,p konstan)

Dengan mendeferensialkan dan 2 dan menjaga T,p konstan, kita peroleh d = RT d ln a dan d2 = RT d ln a2 Dengan menggunakan nilai nilai ini dalam pers Gibbs-Duhem, kita peroleh d ln a= n2 d ln a2 n

Tetapi n2/n = Mm, dengan M adalah massa molar solven, dan m adalah molalitas solute. Oleh karena itu: d ln a= -Mmd ln a2 (7.23) 67

adalah relasi yang dikehendaki antara aktifitas solven dan solute. 7.4.3 Penurunan titik beku Deferensialkan persamaan (7.12) dan gunakan nilai dln a dari persamaan (7.23), kita peroleh: d ln a 2= H 0fus MRT m
2

dT =

d K f m(1 /T 0 )2

dengan Kf =MRT02/H0fus, dan penurunan titik beku, = T0-T, d = -dT telah diperkenalkan. Jika /T0 << 1, maka: d ln a 2= d Kfm (7.24)

Persamaan serupa dapat diturunkan untuk kenaikan titik didih. Seperti halnya, persamaan (7.24) tidak sangat sensitive terhadap penyimpangan dari keadaan ideal. Untuk menyusunnya dalam bentuk fungsi fungsi yang lebih responsive, kita perkenalkan koefisien osmotic, 1j, yang didefinisikan oleh: = Kf m(1 j) (7.25)

Di dalam suatu larutan encer ideal, = Kf m, sehingga j = 0. Dalam larutan nonideal, j tidak nol. Dengan mendeferensialkan persamaan (7.25) kita peroleh : d = Kf [(1-j) dm m dj]. Dengan menggunakan persamaan (7.18), kita nyatakan a2 = 2 m ; dan deferensialkan ln a2: d ln a 2=d ln 2 +d ln m=d ln 2 + dm . m

Dengan menggunakan dua relasi dalam persamaan (7.24), akan menjadi D ln 2 = - dj

( mj ) dm
m

Persamaan ini diintegralkan dari m = 0 ke m ; pada m = 0, 2 = 1, dan j = 0 kita peroleh

ln 2

d ln 2 =0 dj0 ln 2 = j0
m

( mj ) dm ,
(7.26)

j ( m ) dm

Integral dalam persamaan (7.26) dievaluasi secara grafik. Dari eksperimen, nilai nilai dan m, j dihitung dari persamaan (7.25); j/m diplot terhadap m; area di bawah kurva adalah nilai integral. Setelah menperoleh nilai 2, aktifitas a2 diperoleh dari relasi a 2 = 2 m. Kita telah 68

berasumsi bahwa H0fus tidak bergantung pada suhu dan bahwa jauh lebih kecil daripada T0. Di dalam pengerjaan yang tepat, lebih banyak pertanyaan rumit dan tidak terbatas pada asumsi asumsi ini, diperhitungkan. Setiap sifat koligatif dapat diinterpretasikan dalam bentuk aktifitas solute. 7.5 Aktivitas dan Kesetimbangan Reaksi Jika reaksi kimia berlangsung dalam larutan nonideal, potensial kimia dalam bentuk yang sesuai dengan persamaan (7.4) atau (7.20) harus dipakai dalam persamaan reaksi kesetimbangan. Sistem praktis, persamaan (7.20) lebih sering dipakai. Kondisi kesetimbangan menjadi G** = - RT ln Ka (7.27)

dengan G** adalah perubahan energi Gibbs standart, dan K a tetapan yang berkaitan dengan aktifitas kesetimbangan. Karena G** hanya fungsi T dan p, Ka juga fungsi T dan p dan tidak bergantung pada komposisi. Karena tiap aktifitas memiliki bentuk ai = imi, kita dapat menulis : Ka = KKm, (7.28)

Dengan K dan Km berturut turut adalah tetapan yang berkaitan dengan koefisien aktifitas dan molalitas. Karena bergantung pada komposisi, persamaan (7.28) menunjukkan bahwa Km bergantung pada komposisi. Dalam larutan yang encer semua mendekati satu, K mendekati satu, dan Km mendekati Ka. Kecuali jika kita khusus membahas evaluasi koefisien aktifitas, kita akan membahas Km seolah olah ia tidak bergantung pada komposisi; dikerjakan sedemikian hingga menyederhanakan pembahasan tentang kesetimbangan. Di dalam pembahasan dasar dasar kesetimbangan dalam larutan, konstanta kesetimbangan biasanya dituliskan sebagai hasil bagi konsentrasi kesetimbangan dinyatakan dalam molaritas, Kc. Ada kemungkinan mengembangkan keseluruhan aktifitas sistem dan koefisien aktifitas menggunakan konsentrasi molar lebih disukai daripada molal. Kita dapat menuliskan a = c c, dengan c adalah konsentrasi molar dan c adalah koefisien aktifitas yang bersesuaian; selama c mendekati nol , c harus mendekati satu. Kita tidak akan membahas sampai rinci sistem ini kecuali hanya untuk menunjukkan bahwa dalam larutan encer sistem berdasarkan molaritas atau molalitas adalah hampir sama. Biasanya dengan maksud menggambarkan kita akan menggunakan konsentrasi molar dalam konstanta kesetimbangan, dengan menyadari bahwa agar tepat kita harus menggunakan aktifitas. Satu kesalahpahaman yang muncul karena penggantian aktifitas ini oleh konsentrasi seharusnya bisa dihindari. Aktifitas kadang kadang ditujukan seolah olah suatu konsentrasi efektif. Hal ini hanya suatu penegasan cara pandang; bagaimanapun, hal itu seakan akan seperti menyampaikan dugaan yang keliru bahwa aktifitas dirancang untuk mengukur konsentrasi zat dalam campuran. Aktifitas dirancang hanya dengan satu maksud yaitu ,untuk menyediakan pengukuran potensial kimia zat yang memudahkan dalam campuran. Hubungan antara aktifitas dan konsentrasi dalam larutan encer adalah tidak seperti salah satu dapat mengukur yang lain, tetapi bahwa salah satu adalah ukuran potensial kimia zat. Akan lebih baik menyatakan konsentrasi dalam larutan ideal sebagai aktifitas efektif. 7.6 Aktivitas dalam Larutan Elektrolit Problem menyatakan aktifitas agak lebih rumit dalam larutan elektrolit daripada dalam larutan nonelektrolit. Larutan elektrolit kuat menunjukkan penyimpangan berarti dari perilaku ideal bahkan pada konsentrasi rendah yang disitu larutan nonelektrolit berkelakuan seperti larutan ideal. Penentuan aktifitas dan koefisien aktifitas berkaitan dengan kepentingan yang lebih besar untuk larutan elektrolit kuat. Untuk menyederhanakan notasi sesederhana mungkin 69

akan digunakan subskrip s untuk sifat sifat solven; symbol tanpa subskrip mengacu kepada solute; subskrip + dan mengacu kepada sifat sifat ion positif dan ion negative. Perhatikan suatu larutan elektrolit yang terdisosiasi sempurna menjadi ion. Dengan aturan aditif, energi Gibbs larutan adalah jumlah dari energi Gibbs solven, ion positif dan ion negative: G = nss + n++ + n-Jika tiap mol elektrolit terdisosiasi menjadi + ion positif, dan - ion negative, maka n+ = + n, dan n- = - n dengan n adalah jumlah mol elektrolit dalam larutan. Persamaan (7.29) menjadi
G=n s s +n( + ++ )

(7.29)

(7.30)

Jika adalah potensial kimia elektrolit dalam larutan, maka seharusnya juga diperoleh G=n s s +n Dengan membandingkan persamaan (7.30) dan persamaan (7.31) tampak bahwa =+ ++ (7.32) (7.31)

Misalnya jumlah total ion yang dihasilkan oleh satu mol elektrolit adalah = + + -. Maka potensial kimia ionic rata rata didefinisikan sebagai: = + + + - (7.33)

Sekarang kita dapat melangsungkan dalam cara formal menentukan berbagai aktifitas. Kita tulis: = + RT ln a ; = + RT ln a += 0 + RT ln a+ + = 0 + RT ln a
0 0

(7.34) 7.35) (7.36) (7.37)

Dalam relasi ini, a adalah aktifitas elektrolit, a adalah aktifitas ionic rata rata, sedang a+ dan a- adalah aktifitas ion individual. Untuk menentukan berbagai aktifitas secara komplit kita memerlukan relasi tambahan: = + + + ;
0 0 =+ + + 0 0 0 0

(7.38) (7.39)

Pertama kita mengerjakan relasi antara a dan a . Dari persamaan (7.32) dan (7.33) kita dapatkan = . Dengan menggunakan nilai dan dari persamaan (7.34) dan (7.35), kita peroleh 70

+RT ln a=+ RT ln a Dengan menggunakan persamaan (7.38) dan (7.39) ini direduksi menjadi: a = a

(7.40)

Berikutnya kita ingin relasi antara a ,a+ ,dan a-. Dengan menggunakan nilai nilai , +, dan - yang diberikan oleh persamaan (7.35), (7.36), dan (7.37) dalam persamaan (7.33), kita peroleh + RT ln a= + + + +RT ( + ln a+ + ln a ) Dari persamaan ini kita kurangkan persamaan (7.39); kemudian ini akan tereduksi menjadi: a =a+ a
+ 0 0 0

(7.41)

Aktifitas ionic rata rata adalah rata rata geometric dari aktifitas ion individual. Berbagai macam koefisien aktifitas didefinisikan oleh beberapa relasi berikut: a = m a+ = + m+ a- = - m(7.42) (7.43) (7.44)

dengan adalah koefisien aktifitas ionic rata rata, m molalitas ionic rata rata ,dan seterusnya. Dengan menggunakan nilai nilai dari a ,a+ ,dan a- dari persamaan (7.42), (7.43), dan (7.44) ke dalam persamaan (7.41),kita dapatkan
+ m=++ m+ m

Kita kemudian memerlukan bahwa =+


+ +

(7.45) (7.46)

m=m+ m

Persamaan ini menunjukkan bahwa dam m adalah juga rata rata geometric dari kuantitas ionic individual. Dalam bentuk molalitas elektrolit kita dapatkan: m+ = + m dan sehingga molalitas ionic rata rata adalah
m=( + )1/v m +

m- = - m

(7.47)

Dengan mengetahui formula elektrolit, kita mendapatkan m dengan mudah dalam bentuk m.

71

Contoh 7.1 Di dalam elektrolit 1 : 1 seperti NaCl, atau dalam elektrolit 2 : 2 seperti MgSO 4 = - = 1, = 2, m = m Di dalam elektrolit 1 : 2 seperti Na2SO4 + =2, - = 1, = 3, m = (2 2 .11 )1/3 m= 4m= 1,587m
3

Pernyataan potensial kimia dalam bentuk aktifitas ionic rata rata, dari persamaan (7.34) dan (7.40), adalah = + RT ln a Dengan menggunakan persamaan (7.42) dan (7.47) ini akan menjadi
= 0+ RT ln [ (++ ) m ] 0

(7.48)

yang dapat ditulis dalam bentuk


+ = 0+ RT ln ( + ) + RT ln m + RT ln

(7.49)

Dalam persamaan (7.49), suku kedua di sebelah kanan adalah konstan, evaluasi dari formula untuk elektrolit; suku ketiga bergantung pada molalitas; yang keempat dapat ditentukan dari pengukuran titik beku, atau sembarang sifat koligatif lain dari larutan. 7.6.1 Penurunan titik beku dan Koefisien aktifitas ionic rata rata Relasi antara penurunan titik beku dan koefisien aktifitas ionic rata rata dapat diperoleh dengan mudah. Dengan menulis persamaan (7.24) menggunakan a untuk aktifitas solute, kita peroleh: d ln a= Tetapi dari seksi 7.6, kita peroleh
a=a= m = ( ++ ) m

d Kf m

(7.50)

maka d ln a=d ln m+d ln Sehingga persamaan (7.50) dm d +d ln = m Kfm Untuk larutan ideal, =1, dan persamaan (7.52) menjadi d=Kf dm sehingga 72 (7.52) (7.51)

= Kf m

(7.53)

yang menunjukkan bahwa penurunan titik beku dalam larutan yang sangat encer dari suatu elektrolit memiliki nilai x nilai larutan nonelektrolit, yaitu jumlah ion yang dihasilkan oleh dissosiasi satu mol elektrolit. Koefisien osmotic untuk larutan elektrolit didefinisikan sebagai: = Kj m(1-j) Dengan definisi j ini persamaan (7.52) menjadi, sesudah penataan ulang pada seksi 7.4.3, ln = j 0
m

(7.54)

j ( m ) dm

(7.55)

yang mempunyai bentuk sama seperti persamaan (7.26) Nilai nilai aktifitas ionic rata rata untuk beberapa elektrolit dalam air pada 25oC diberikan di table 7.1. Gambar 7.3 menunjukkan plot dari versus m1/2 untuk elektrolit yang berbeda dalam air pada 25oC. Nilai nilai nampaknya tidak bergantung pada jenis ion dalam senyawa sejauh ini asalkan senyawanya adalah mempunyai tipe valensi yang sama. Contohnya adalah KCl dan NaBr memiliki koefisien aktifitas yang hamper sama pada konsentrasi yang sama, demikian juga K2SO4 dan Ca(NO3)2. Pada seksi 7.7 kita akan melihat bahwa teori Debye dan Huckel memprediksi bahwa dalam larutan yang cukup encer koefisien aktifitas ionic rata rata hanya bergantung pada muatan ion dan konsentrasinya, tetapi tidak bergantung pada karakteristik individual yang lain dari ion. Setiap sifat koligatif dapat dipakai untuk menentukan koefisien aktifitas dari zat terlarut apakah itu elektrolit atau nonelektrolit. Penurunan titik beku juga begitu, karena eksperimen ini memerlukan peralatan yang kurang begitu rumit daripada yang lain. Ini memiliki kerugian yaitu nilai nilai dapat diperoleh hanya didekat titik beku solven.Pengukuran tekanan uap tidak mendapati kekurangan ini, tetapi jauh lebih sulit untuk dilakukan eksperimennya. Telah diuraikan metoda untuk mendapatkan koefisien aktifitas ionic rata rata dari pengukuran potensial pada sel elektrokimia. Metoda elektrokimia dapat dieksperimenkan dengan mudah, dan itu dapat dipakai pada sembarang temperature yang diinginkan.

Tabel 7.1 Koefisien aktifitas ionic rata rata elektrolit kuat


m HCl NaOH KOH KCl NaBr H2SO4 K2SO4 Ca(NO3)2 CuSO4 MgSO4 La(NO3)3 In2(SO4)3 0,001 0,966 0,965 0,966 0,830 0,89 0,88 0,74 0,005 0,928 0,92 0,927 0,934 0,639 0,78 0,77 0,53 0,01 0,904 0,90 0,901 0,914 0,544 0,71 0,71 0,41 0,40 0,57 0,142 0,05 0,830 0,82 0,82 0,815 0,844 0,340 0,52 0,54 0,21 0,22 0,39 0,054 0,1 0,796 0,80 0,769 0,800 0,265 0,43 0,48 0,16 0,18 0,33 0,035 0,5 0,758 0,69 0,73 0,651 0,695 0,154 0,38 0,068 0,088 1,0 0,809 0,68 0,76 0,606 0,686 0,130 0,35 0,047 0,064 -

73

Gambar 7.3 Koefisien aktivitas ionik ratarata sebagai fungsi m1/2 7.7 Teori DebyeHuckel Struktur Larutan Ionik Encer Pada tahap ini akan bermanfaat untuk mendeskripsikan aturan pada larutan ionic dengan rinci. Solut dalam larutan encer nonelektrolit telah cukup dijelaskan secara termodinamik oleh persamaan, = 0 + RT ln m (7.56)

Potensial kimia adalah jumlah dari dua suku: yang pertama,0, tidak bergantung pada komposisi,dan yang kedua bergantung pada komposisi. Persamaan (7.56) cukup bagus untuk hamper semua nonelektrolit pada konsentrasi tidak lebih dari 0,1m, dan untuk kebanyakan yang lain ia tidak bagus bahkan pada konsentrasi yang tinggi. Pernyataan sederhana dalam persamaan (7.56) tidak cukup bermanfaat untuk larutan elektrolit; ditemukan penyimpangan bahkan pada konsentrasi 0,001m. Hal ini benar bahkan jika persamaan (7.56) dimodifikasi untuk mengatasi perhitungan beberapa ion yang dihasilkan. Untuk menyatakan perilaku suatu elektrolit dalam larutan encer, potensial kimia harus ditulis dalam bentuk, lihat persamaan (7.49), = 0+ RT ln m+ RT ln (7.57)

Dalam persamaan (7.57) suku kedua di sebelah kanan persamaan (7.49) telah dimasukkan kedalam 0. 0 tidak bergantungpada komposisi, suku ke dua dan ketiga bergantung pada komposisi. Energi Gibbs extra yang direpresentasikan oleh suku RT ln dalam persamaan (7.57) adalah terutama merupakan hasil interaksi energi dari muatan listrik ion ion, karena dalam 1 mol elektrolit terdapat NA ion, energi interaksi ini adalah,rata ratanya, kT ln per ion, dengan konstanta Boltzmann k = R/NA . Gaya van der waals yang bekerja antara partikel partikel netral solven dan nonelektrolit adalah lemah dan hanya efektif pada jarak yang sangat pendek, sedang gaya coulomb yang bekerja antara ion ion dan juga antara ion dan molekul netral solven jauh lebih kuat dan berpengaruh pada kisaran jarak yang lebih luas. Perbedaan ini menyebabkan penyimpangan dari keidealan pada larutan ionic bahkan pada keadaan sangat encer yang di situ ion ion sangat jauh terpisah. Tujuan kita adalah menghitung kontribusi elektrik ini ke dalam Energi Gibbs. Sebagai model larutan elektrolit kita membayangkan bahwa ion ion bermuatan listrik, berebentuk bola dengan jari jari a, dibenamkan dalam solven dengan permitiviti .Misalnya muatan ion q. Jika ion tidak bermuatan, q=0, nya dapat dihitung dengan persamaan (7.56); karena bermuatan, nya harus memasukkan suku tambahan, kT ln . Suku tambahan yang coba kita hitung, mestinya adalah kerja yang diperlukan untuk memberi muatan ion , membawa q dari 74

nol sampai q. Misalnya potensial listrik di permukaan bola adalah a, yaitu suatu fungsi q. Dengan definisi ini, potensial bola adalah kerja yang harus dilakukan untuk membawa satu satuan muatan positif dari takterhingga ke permukaan bola; jika kita membawa muatan dq dari tarterhingga ke permukaan, kerja yang diperlukan adalah dW = a dq. Integralkan dari nol hingga q, kita peroleh kerja yang diperlukan dalam memuati ion: W=

a dq

(7.58)

Dengan W adalah energi tambahan yang dimiliki ion karena muatannya; energi Gibbs sebuah ion lebih besar dibanding pada partikel netral sebesar W. Tambahan energi ini tersusun atas dua kontribusi: W = Ws + Wi (7.59) Energi yang diperlukan untuk memuati suatu bola terisolasi yang dibenamkan dalam medium dielektrik adalah energi diri dari bola bermuatan tersebut, Ws. Karena Ws tidak bergantung pada konsentrasi ion, ia akan terserap dalam nilai 0. Energi tambahan selain Ws yang diperlukan untuk memuati ion dalam keberadaan semua ion lain adalah energi interaksi W i, yang nilainya sangat bergantung pada konsentrasi ion. Inilah Wi yang kita cari dalam suku, kT ln : kT ln = Wi = W Ws (7.60) Potensial dari bola bermuatan terisolasi yang dicelupkan dalam medium yang memiliki permitiviti diberikan oleh formula dari elektrostatika klasik: a = q/4a. Dengan menggunakan nilai ini dalam integral pada persamaan (7.58), kita peroleh Ws , Ws =

q q2 dq= 4 a 8 a

(7.61)

Dengan mengetahui nilai Ws, kita dapat memperoleh nilai Wi jika kita berhasil dalam menghitung W. Untuk menghitung W pertama kita harus menghitung a, lihat persamaan (7.58). Sebelum mengerjakan perhitungan kita dapat memperkirakan secara beralasan bahwa W i akan negative. Perhatikan suatu ion positif: ia menarik ion negative dan menolak ion positif lainnya. Sebagai hasilnya adalah ion negative, secara rata rata, sedikit lebih dekat ke ion positive disbanding ion positive yang lain. Hal ini berakibat ion memiliki energi Gibbs yang lebih rendah disbanding jika ia tidak bermuatan; itulah sebabnya kita tertarik pada energi relative terhadap spesies spesies yang tidak bermuatan, Wi negative. Pada tahun 1923 P. Debye dan E. Huckel berhasil memperoleh nilai a. Berikut ini adalah versi ringkasan dari metoda yang mereka pakai. Kita tempatkan titik asal dari sistem koordinat speris di pusat ion positif (gambar 7.4). Perhatikan titik P pada jarak r dari pusat ion. Potensial di titik P dihubungkan dengan densitas muatan , yaitu muatan per satuan volume, dengan persamaan Poisson (untuk penurunannya, lihat Appendix II): 1 d 2 d r = 2 dr dr r

(7.62)

Jika dapat dinyatakan sebagai fungsi baik maupun r , maka pers.(7.62) dapat diintegrasikan untuk menghasilkan sebagai fungsi r, dari sini kita dapatkan a secara langsung. Untuk menghitung kita lakukan sebagai berikut, misalnya c+ dan c- konsentrasi ion positif dan ion negative,jika z+ dan z- adalah valensi ion dan e adalah besarnya muatan electron, maka 75

muatan 1 mol ion positif adalah z+F, dan muatan positif dalam satuan volume adalah c+z+F, dengan F adalah tetapan Faraday; yaitu F = 96484,56 C/mol. Densitas muatan, , adalah muatan total,positif plus negatif, dalam satuan volume, oleh karena itu = c+z+F + c-z-F = F(c+z+ + c-z-) (7.63)

Jika potensial listrik pada P adalah , maka energi potensial ion positif dan ion negative pada P adalah ez+ dan ez-,. Debye dan Huckel mengasumsikan bahwa distribusi ion adalah distribusi Boltzmann (Bab 14.3). Sehingga
c+ =c0 e +
z + e / kT

dan c =c0 e

z e / kT

dengan c+0 dan c-0 adalah konsentrasi di daerah dengan =0; tetapi di daerah dengan =0, distribusinya adalah seragam dan larutan harus netral listrik; harus nol. Hal ini membutuhkan bahwa c+z+ + c-z- =0 Dengan meletakkan nilai c+ dan c- dalam pernyataan untuk menghasilkan = F c+ z ++c z

[
[

e 0 2 0 2 (c z +c z ) kT + +

]
]
(7.64)

Dengan mwngasumsikan bahwa ze/kT <<1, eksponensialnya diekspansikan dalam deret ;e-x = 1 x + Hali ini mereduksi menjadi
0 0 = F c+ z + +c z

e 0 2 0 2 (c z +c z ) kT + +

Kondisi netralitas listrik mengeluarkan dua suku pertama; maka, karena e/k = F/R, kita peroleh = F2 c0 z2 RT i i i

Dengan penjumlahan adalah meliputi semua jenis ion dalam larutan,dalam kasus ini,dua jenis ion yang ada. Dengan menggunakan relasi ini, kita peroleh F2 = c 0 z 2 = x 2 RT i i i

(7.65)

dengan definisi x2 sebagai x 2 F RT


2

c0 z 2 i i
i

(7.66)

Dengan menggunakan nilai dari -/, persamaan Poisson, persamaan (7.62), menjadi 1 d 2 d r x 2 =0 2 dr dr r

(7.67) 76

Jika kita substitusikan =v/r dalam persamaan (7.67), itu akan mereduksinya menjadi d v x 2 v =0 2 dr yang memiliki penyelesaian* v = Ae-xr + Bexr dengan A dan B adalah konstanta sembarang. Nilai adalah = A e xr e xr +B r r (7.69)
2

.(7.68)

Saat r , suku kedua pada sebelah kanan mendekati takterhingga. * Potensialnya seharusnya tertentu pada saat r , jadi suku kedua ini tidak dapat dipisah dari solusi fisiknya; oleh karena itu kita nyatakan B=0 dan memperoleh e xr (7.70) r Dengan mengekspansikan eksponensial dalam deret dan hanya menetapkan dua suku pertama, kita peroleh = A = A

( 1xr )= A Ax r r
z + e z + ex 4 r 4 z+ e 4 a z + ex 4

(7.71)

Jika konsentrasi nol, maka x = 0, dan potensial di titik P seharusnya hanya disebabkan pusat ion positif saja, =z+ e/ 4r. Tetapi saat x = 0, persamaan (7.71) tereduksi menjadi = A/r; sehingga A = z+ e/4; persamaan (7.71) menjadi: = Pada r = a, kita peroleh a = (7.73) (7.72)

Jika, dengan pengecualian pada ion positif pusat kita, semua ion lain dalam larutan bermuatan penuh, maka kerja yang diperlukan untuk memberi muatan ion positif ini dalam keberadaan ion ion lain, adalah persamaan (7.58)
q

W + = a dq
0

tetapi q = z+e, sehingga dq = e dz+. Dengan memakai persamaan (7.73)untuk a, kita peroleh
z+

W +=
0

z + e 2 z+ e 2 x e2 e2 x dz += 4 a 4 4 a 4

) (

) z dz
+ 0

z+

( z+ e )2 ( z+ e )2 x W += 8 a 8

(7.74)

dengan suku pertama adalah energi diri W s,+, dan yang kedua adalah energi interaksi W i,+,yaitu energi Gibba ekstra dari ion positif tunggal yang disebabkan oleh adanya ion yang lain. Dengan memakai persamaan (7.60), kita peroleh 77

( z+ e ) x kT ln + = 8 Untuk ion negative kita peroleh ( z e )2 x kT ln - = 8 Koefisien aktifitas ionic rata rata dapat dihitung menggunakan persamaan (7.45): v+ v= + - . Mengambil bentuk logaritma, kita peroleh ln = + ln + + ln Dengan menggunakan persamaan (7.75) dan (7.76) ini menjadi, ln = e2 x ( z 2 + z 2 ) 8 kT + +

(7.75)

(7.76) v

Karena elektrolit itu sendiri adalah netral secara listrik, kita harus menyatakan +z+ + -z- = 0 Dikalikan dengan z+: Dikalikan dengan z-: Menambahkan: +z+2 = --z+z-z-2 = - +z+z-

+z+2+-z-2 = -(++-)z+z- = - z+ze2 x F2x ln = z z = z z 8 kT + 8 N A RT +

Dengan menggunakan hasil ini akhirnya kita peroleh: (7.77)

Mengkonversi ke bentuk logaritma biasa dan memasukkan nilai x dari persamaan (7.66) kita peroleh Log10 = 1 F2 (2, 303)8N A RT

( ) ( c z )
i 0 i

3/2

2 1/2 z+ z i

(7.78)

Kekuatan ionic, Ic, didefinisikan sebagai I c= 1 c z2 2 i i i (7.79)

dengan ci adalah konsentrasi ion ke I dalam mol/L. Karena ci0 =(1000L/m3)ci, kita peroleh

c0 z 2=(1000 L/m3 ) c i z 2=2( 1000 L/m3 ) I c , i i i


i i

akhirnya kita peroleh log 10 =

( 2000 L/ m3 )1/ . 2 F 2 ( 2,303 )8N A RT

( )

3/ 2

z+ z I 1/ 2 c

(7.80)

Faktor yang tertulis dalam kurung adalah terdiri dari konstanta universal dan nilai serta T. Untuk medium kontinyu, =r0, dengan r adalah konstanta dielektrik medium. Memasukkan nilai nilai konstanta kita peroleh 78

(1, 8248 x 10 K L log 10 = ( r T )3/2 Dalam air pada 25oC,r = 78,54; sehingga kita peroleh log 10 =( 0, 5092 L
1/2

3 /2

1/2

/mol

1 /2

z+ z I 1/2 c

(7.81)

/mol

1/2

) z + z I c

1/ 2

(7.82)

Baik persamaan (7.81) maupun (7.82) keduanya adalah aturan pembatas Debye-Huckel. Hukum pembatas ini memprediksikan bahwa logaritma dari koefisien aktifitas ionic rata rata adalah fungsi linear dari akar pangkat dua kekuatan ionic dan slope pada kurvanya seharusnya berbanding lurus terhadap hasil kali valensi ion positif dan ion negative.( Slopenya adalah negative, karena z- adalah negative). Prediksi ini dikonfirmasi dengan eksperimen dalam larutan encer elektrolit kuat. Gambar 7.4 menunjukkan variasi dari log 10 dengan Ic; kurva padat adalah data eksperimen; garis putus putus adalah nilai prediksi oleh hukum pembatas, persamaan (7.82).

Gambar 7.4 log versus Ic1/2 Pendekatan yang diperlukan dalam teori membatasi validitasnya,hanya terhadap larutan yang sangat encer. Dalam praktek, penyimpangan dari hukum pembatas menjadi cukup besar dalam konsentrasi antara 0,005 sampai 0,01 mol/L. Persamaan yang lebih akurat telah diturunkan hingga memperluas teori ke konsentrasi sedikit lebih tinggi. Tetapi, sebagaimana sebelumnya tidak ada persamaan teoritis yang cukup yang dapat memprediksi perilaku larutan dalam konsentrasi yang lebih tinggi dari 0,01 mol/L Teori Debye-Huckel menyediakan suatu representasi yang akurat tentang perilaku terbatas dari koefisien aktifitas dalam larutan ionic encer. Selain itu, ia menghasilakn gambaran dari struktur larutan ionic.Kita telah menyinggung fakta bahwa awan ion negative sedikit lebih dekat ke ion positif daripada ion ion positif itu sendiri, yang terdesak menjauh. Dalam hal ini, setiap ion dikelilingi oleh atmosfir dari ion yang muatannya berlawanan; muatan total pada atmosfir ini adalah sama, tetapi tandanya berlawanan. Jejari rata rata dari atmosfir ionic ini adalah 1/x; yang disebut panjang Debye. Karena x berbanding lurus terhadap akar pangkat dua dari kekuatan ion , pada kekuatan ionic yang tinggi, atmosfir tersebut lebih dekat ke ion disbanding pada kekuatan ionic rendah. Konsep atmosfir ionic ini dan matematikanya dihubungkan dengan telah banyaknya manfaat yang luar biasa dalam menjelaskan banyak aspek dari perilaku larutan elektrolit. Konsep atmosfir ionic dapat dibuat lebih jelas dengan menghitung densitas muatan sebagai fungsi jarak dari ion. Dengan mengkombinasikan pernyataan akhir untuk densitas muatan dalam dengan pers.(7.70) dan nilai A, kita peroleh: z + ex 2 e xr = (7.83) 4 r Muatan total yang terkandung dalam lapisan speris yang dilingkupi bola berjari jari r dan r+dr adalah densitas muatan dikalikan dengan volume lapisan, 4r2dr: 79

-z+ex2re-xrdr Dengan mengintegrasikan kuantitas ini dari nol ke takterhingga kita peroleh muatan total pada atmosfir yaitu z+e. Bagian dari muatan total ini yang berada dalam lapisan speris, persatuan tebal dr dari lapisan, kita sebut f(r). Yaitu f (r) = x2 re-xr (7.84)

Gambar 7.5 Fungsi f (r) adalah fungsi distribusi muatan dalam atmosfir. Plot f (r) terhadap r tampak dalam gambar 7.5. Maksimum pada kurva muncul pada rmax =1/x , panjang Debye. Dalam elektrolit bertipe valensi simetris, 1:1; 2:2; dan lainnya, kita boleh mengatakan bahwa f (r) merepresentasikan probabilitas persatuan tebal dr untuk menemukan kesetimbangan ion dalam lapisan speris pada jarak r dari pusat ion. Dalam larutan berkekuatan ionic tinggi penggabungan ke ion pusat sangat dekat, 1/x adalah kecil; pada kekuatan ionic yang lebih rendah 1/x adalah besar dan penggabungan menjauh. 7.8 Kesetimbangan dalam Larutan Ionik Dari hukum pembatas Debye-Huckel, persamaan (7.78), kita temukan nilai negative dari ln ,yang mengkonfirmasi alas an fisik bahwa interaksi dengan ion lain menurunkan energi Gibbs ion dalam larutan elektrolit. Energi Gibbs yang lebih rendah ini berarti bahwa ion lebih stabil dalam larutan disbanding keadaannya jika tidak bermuatan. Stabilitas ekstra ini diukur dengan suku, kT ln , dalam ungkapan potensial kimia. Sekarang kita menguji konsekuensi dari stabilitas ekstra ini dalam dua kasus sederhana; ionisasi asam lemah, dan kelarutan dari garam yang sedikit laeut. Perhatikan kesetimbangan dissosiasi dari asam lemah, HA: HA H+ + AKonstanta kesetimbangan adalah hasil bagi dari aktifitas, K= Dengan definisi, AH+ = + nH+, aA- = - mA-, aHA = HA mHA Sehingga K= a H + a A a HA (7.85)

( )

2 + mH + mA mH + m A = HA m HA HA mHA

Kita telah memakai relasi +-= 2. Jika molalitas total asam adalah m dan derajad dissosiasi adalah , 80

mH+ = m,

mA- = m,
2 2

mHA = (1 - )m
m

K=

HA ( 1 )

(7.86)

Jika larutan encer , kita dapat menyatakan HA = 1, karena HA adalah spesi yang tidak bermuatan. Juga jika K kecil, 1- 1. Maka persamaan (7.86) menghasilkan =

( )

K m

1/2

(7.87)

Jika kita mengabaikan interaksi ionic, kita harus menyatakan =1 dan menghitung 0 = (K/m)1/2. Sehingga persamaan (7.87) menjadi = 0 (7.88)

Dari hukumpembatas, < 1; sehingga nilai yang benar dari diberikan oleh persamaan (7.88) adalah lebih besar dari nilai kasar , yang mengabaikan interaksi ionic. Stabilisasi ion oleh adanya ion ion lain menggeser kesetimbangan untuk menghasilkan lebih banyak ion; sehingga derajat dissosiasinya bertambah. Jika larutan cukup encer dengan ion, dapat diperoleh dari hukum pembatas, Persamaan (7.82), yang untuk elektrolit 1 : 1 dapat ditulis seperti : = 100, 51 (0 m ) =e 1,17 (0 m )
1/2 1/ 2

dengan kekuatan ionic Ic = 0m. (kita telah mengabaikan beda antara c dam m). Nilai0 dapat dipakai untuk menghitung Ic, karena dan 0 tidak berbeda jauh. Dengan memakai ungkapan ini, Persamaan (7.88) menjadi = 0 e
1,17( 0 m )1 / 2

= 0 [1+1, 17( 0 m)1 / 2 ]

Pada persamaan yang terakhir, eksponensial telah diekspansikan dalam deret. Penghitungan untuk asam asetat 0,1 molal, K = 1,75 x 10-5, menunjukkan bahwa derajat dissosiasi bertambah sekitar 4%. Pengaruh tersebut kecil karena dissosiasi tidak menghasilkan banyak ion. Jika sejumlah besar elektrolit inert, salah satunya tidak mengandung baik ion H + maupun A ditambahkan ke dalam larutan asam lemah, lalu akan dihasilkan pengaruh yang cukup berarti pada dissosiasinya. Perhatikan larutan asam lemah dalam 0,1 mol KCl, sebagai contoh. Kekuatan ionic larutan ini terlalu besar untuk menggunakan hukum pembatas, tetapi nilai dapat diestimasi dari Tabel 7.1 Tabel tersebut menunjukkan bahwa untuk elektrolit 1:1 nilai dalam 0,1 molal larutan adalah kira kira 0,8. Kita dapat mengasumsikan bahwa ini adalah nilai yang cukup beralasan untuk ion ion H+ dan A- dalam 0,1 molal larutan KCl. Kemudian dengan pers. (7.88),
-,

0 =1, 25 0 0,8

Jadi adanya sejumlah besar elektrolit inert memberi pengaruh yang cukup apresiatif, efek garam , pada derajat dissosiasi. Efek garam makin besar pada konsentrasi elektrolit yang lebih tinggi. Perhatikan kesetimbangan dari garam yang sedikit larut, seperti Perak klorida dengan ion ionnya: 81

AgCl(s) Ag+ + ClKonstanta hasil kali kelarutan adalah Ksp = aAg+aCl- = (+ m+)(- m-). Jika s adalah kelarutan garam dalam mol per kilo air, maka m+ = m- = s, dan Ksp = 2 s2 Jika so adalah kelarutan yang dihitung dengan mengabaikan interaksi ionic, maka s 02 = Ksp, dan kita memiliki s= s0 (7.89)

yang menunjukkan bahwa kelarutan bertambah karena interaksi ionic. Dengan alasan yang sama seperti yang kita pakai dalam membicarakan dissosiasi asam lemah, kita dapat menunjukkan bahwa dalam 0,1 molal larutan elektrolit inert seperti KNO 3, kelarutan akan bertambah sekitar 25%. Kenaikan kelarutan ini dihasilkan oleh suatu elektrolit inert yang kadang kadang disebut salting in. Pengaruh elektrolit inert pada kelarutan garam seperti BaSO4 akan menjadi sangat besar karena muatan lebih besar pada ion ion Ba 2+ dan SO42- . Pengaruh garam pada kelarutan yang dihasilkan oleh elektrolit inert seharusnya tidak dikacaukan dengan berkurangnya kelarutan yang dipengaruhi oleh suatu elektrolit yang mengandung ion sejenis dengan garam yang ditinjau itu. Selain dari kerja yang berlawanan, pengaruh ion sejenis sangat besar dibandingkan dengan pengaruh elektrolit inert. SOAL SOAL: 1. Nilai Kf sebenarnya dalam larutan sukrosa (C12H22O11) pada berbagai konsentrasi m/(mol/kg) Kf/(K kg/mol) 0,10 1,88 0,20 1,90 0,50 1,96 1,00 2,06 1,50 2,17 2,00 2,30

a)Hitunglah aktifitas air dalam tiap larutan b)Hitunglah koefisien aktifitas air dalam tiap larutan c)Plotkan nilai a dan terhadap fraksi mol air dalam larutan d)Hitunglah aktifitas dan koefisien aktifitas sukrosa dalam 1 molal larutan. 2. Konstanta hukum Henry untuk chloroform dalam acetone pada 35,17oC adalah 1,99 jika tekanan uap adalah dalam atm, dan konsentrasi chloroform dalam fraksi mol. Tekanan parsial chloroform pada berbagai nilai fraksi mol adalah: XCHCl3 PCHCl3 0,059 9,2 0,123 20,4 0,185 31,9

Jika a =x, dan 1 jika x0, hitunglah nilai a dan untuk chloroform dalam ketiga larutan itu. 3. Pada konsentrasi yang sama seperti di soal no 2, tekanan parsial acetone adalah 323,2; 299,3; dan 275,4 mmHg. Tekanan uap acetone murni adalah 344,5 mmHg. Hitunglah aktifitas acetone dan koefisien aktifitas dalam ketiga larutan ini (a = =x, dan 1 jika x1)

82

4. Kesetimbangan cair-uap dalam sistem , isopropyl alcohol-benzene, dipelajari meliputi komposisi pada 25oC. Uapnya dapat dianggap gas ideal. X1 adalah fraksi mol isopropyl alcohol dalam cairan, dan p1 adalah tekanan parsial alcohol dalam uap. Datanya adalah
X1

1,000 44,0

0,924 42,2

0,836 39,5

P1/mmHg

a). Hitunglah aktifitas rasional dari isopropyl alcohol pada x 1 = 1,000, x1 = 0,924, dan x1 = 0,836 b). Hitunglah koefisien aktifitas rasional dari isopropyl alcohol pada tiga komposisi di a). c) Pada x1 = 0,836 hitunglah jumlah yang dengannya potensial kimia alcohol berbeda dari jika ia dalam larutan ideal. 5. Larutan cair biner didefinisikan oleh pers. 0 2 i = i +RT ln x i +w(1 x i ) dengan w adalah konstanta. a) Apakah signifikansi dari fungsi i0? b) Nyatakan ln i dalam term w; i adalah koefisien aktifitas rasional. c) Pada 25oC, w = 324 J/mol untuk campuran benzene dan carbon tertrachlorida. Hitunglah untuk CCl4 dalam larutan dengan xCCl4 = 0; 0,25; 0,50; 0,75; dan 1,0.

83

BAB VIII KESETIMBANGAN DALAM SEL ELEKTROKIMIA Setelah mempelajari bab ini, diharapkan mahasiswa dapat: 1. memahami dan menjelaskan konsep potensial kimia 2. menjelaskan diagram sel kimia 3. memahami persamaan Nernst 4. menjelaskan potensial elektroda 5. menghitung konstanta kesetimbangan dari potensial sel 6. memahami pengukuran potensial sel 7. menentukan aktivitas dan koefisien aktivitas potensial sel 8.1 Pendahuluan Sel elektrokimia adalah suatu alat yang dapat memproduksi kerja listrik ke lingkungan. Contoh, sel kering komersial adalah silinder bersegel dengan dua kuningan ysng dihubungkan dengan terminal yang menonjol darinya. Salah satu terminal ditandai dengan tanda positif(plus), sedang yang lain dengan tanda negatif (minus). Jika dua terminal dihubungkan ke suatu motor kecil, elektron mengalir melalui motor dari kutub negatif ke kutub positif dari sel. Dihasilkan kerja ke lingkungan dan reaksi kimia, reaksi sel, berlangsung di dalam sel. Dengan persamaan (10.14), kerja listrik yang dihasilkan , Wel, lebih kecil atau sama dengan penurunan energi Gibbs dari reaksi sel, -G. W el G (8.1) Sebelum melanjutkan pembahasan remodinamik kita berhenti sejenak untuk melihat beberapa hal mendasar tentang elektrostatik. 8.2 Definisi Potensial listrik suatu titik di dalam ruang didefinisikan sebagai kerja yang dibutuhkan untuk membawa satu satua muatan positif dari takterhingga, yang disitu potensial listriknya nol, ke titik yang dimaksud tadi. Jadi jika adalah potensial listrik di titik itu dan W adalah kerja yang diperlukan untuk membawa muatan Q dari takterhingga ke titik itu, maka W = (8.2) Q Dengan cara yang sama, jika 1 dan 2 adalah potensial listrik dari dua titik dalam ruang , dan W1 dan W2 adalah kuantitas yang berhubungan dengan kerja yang dibutuhkan untuk membawa muatan Q ke titik titik ini, maka W1 + W12 = W2 (8.3) dengan W12 adalah kerja untuk membawa Q dari titik 1 ke titik 2. Hubungan ini ada karena medan listrik adalah kekal. Sehingga kerja dengan kuantitas yang sama harus dikeluarkan untuk membawa Q ke titik 2, apakah dibawa secara langsung, W 2, atau pertama dibawa dulu ke titik 1 kemudian ke titik 2, W1 + W12, Oleh karena itu W12 = W2 W1, dan dari persamaan (8.2), W 12 2 - 1= (8.4) Q Perbedaan potensial listrik antara dua titik adalah kerja yang dikeluarkan untuk membawa satu satuan muatan positif dari titik 1 ke titik 2. Untuk pemindahan sejumlah muatan tertentu, kita peroleh elemen kerja yang dikeluarkan pada sistem. W12 = -dWel = dQ, dengan adalah beda potensial 2 - 1, dan dWel adalah kerja yang dihasilkan. 84

8.3 Potensial kimia Spesi Bermuatan Kecenderungan melepas dari partikel bermuatan, suatu ion atau elektron, dalam suatu fase bergantung pada potensial listrik pada fase tersebut. Jelasnya, jika kita menanamkan suatu potensial listrik negatif yang besar pada sebatang logam, kecenderungan melepas dari partikel negatif akan bertambah.Untuk menemukan hubungan antara potensial listrik dan kecenderungan melepas, potensial kimia, kita perhatikan sistem dari dua bola M dan M dari logam yang sama. Misalnya potensial listrik mereka adalah dan .Jika kita memindahkan sejumlah elektron yang membawa muatan, dQ,dari M ke M, kerja yang dikeluarkan pada sistem dinyatakan oleh pers. (8.4): -dWel = ( - ) dQ. Kerja yang dihasilkan adalah dWel. Jika pemindahan dikerjakan secara reversibel,maka dengan persamaan (10.13), kerja yang dihasilkan sama dengan penurunan energi Gibbs sistem; dWel = - dG, sehingga dG = ( - ) dQ. Tetapi, dalam bentuk potensial kimia elektron, e, jika dn mol elektron dipindahkan, kita peroleh dG = e dn - e - dn dn mol elektron membawa muatan negatif dQ = - F dn, dengan F adalah muatan per mol elektron, F = 96.484,56 C/mol. Mengkombinasikan dua pers ini menghasilkan, setelah pembagian oleh dn, 'e e =F ( ' ) yang setelah penataan ulang akan menjadi e = 'e +F' F

Misalnya e- adalah potensial kimia elektron dalam M jika adalah nol; maka e- = e-+ F. Kurangkan persamaan ini dari persamaan sebelumnya, kita peroleh e-= e- - F (8.6) Persamaan (8.6) adalah hubungan antara kecenderungan elektron melepas , e- dalam fase dan potensial listrik dari fase . Kecenderungan melepas adalah fungsi linear dari . Ingat bahwa persamaan (8.6) menunjukkan bahwa jika negatif ,e- lebih besar daripada jika positif. Dengan alasan yang sama, itu dapat ditunjukkan bahwa untuk tiap spesi bermuatan dalam fase i = i + zi F (8.7) dengan zi adalah muatan pada spesi. Untuk elektron, z e- = -1, sehingga persamaan (8.7) akan tereduksi menjadi persamaan (8.6). Persamaan (8.7) membagi potensial kimia i spesi bermuatan menjadi dua suku. Suku pertama, i adalah kontribusi kimia terhadap kecenderungan melepas. Kontribusi kimia dihasilkan oleh lingkungan kimia yang di dalamnya terdapat spesi bermuatan, dan besarnya sama dalam dua fase yang berkomposisi kimia sama karena hanya merupakan fungsi T,p dan komposisi saja. Suku kedua, ziF adalah kontribusi elektrik terhadap kecenderungan melepas; ia bergantung pada kondisi elektrik dari yang dimanifestasikan dalam nilai . Karena menguntungkan untuk membagi potensial kimia menjadi dua kontribusi ini , i, potensial elektrokimia, telah diajukan untuk menetapkan i sebagai potensial kimia biasa. 8.3.1 Aturan untuk potensial kimia spesi bermuatan Ion Ion dalam larutan berair Untuk ion ion dalam larutan berair kita nyatakan = 0 dalam larutan; sehingga = dan kita dapat memakai i yang biasa untuk ion ion ini.Penetapan ini dibenarkan oleh fakta bahwa nilai dalam larutan elektrolit akan keluar dari perhitungan ; kita tidak punya jalan untuk menentukan nilainya, dan dengan demikian akan lebih baik dinolkan dan memudahkan kita dalam mengerjakan aljabarnya.

85

Elektron dalam logam Di dalam bagian logam dari sistem kita kita tidak dapat mengabaikan potensial elektrik, karena kita sering menbandingkan potensial listrik dari dua kawat yang berbeda yang berkomposisi sama (dua ujung sel). Demikian juga, pada sebatang logam jelas bahwa pembagian potensial kimia ke dalam bagian kimia dan bagian elektrik adalah sembarang, hanya dibenarkan oleh keadaan mana yang lebih menguntungkan.Karena bagian kimia dari kecenderungan melepas timbul dari interaksi pada partikel bermuatan listrik yang menyusun tiap materi, tidak ada cara untuk menentukan dalam suatu materi tertentu, mana yang merupakan bagiankimia berakhir dan bagianlistrik muai. Untuk membuat sembarang pembagian i seenak mungkin, kita menetapkan bagian kimia dari e- nilai uang paling menguntungkan, nol, dalam tiap logam. Sehingga dalam tiap logam, terdapat aturan, e- = 0 (8.8) Kemudian, untuk elektron dalam tiap logam, persamaan(8.6) menjadi e- = -F (8.9) Ion ion dalam logam murni Definisi sembarang pada persamaan(8.9) menyederhanakan bentuk potensial kimia ion logam dalam logam. Di dalam setiap logam terdapat kesetimbangan antara atom atom logam M, ion ion logam Mz+, dan elektron; M Mz+ + zeKondisi kesetimbangan adalah M = Mz+ + zeDengan mengunakan persamaan(8.7) untuk Mz+ dan persamaan (8.9) untuk e-,kita peroleh M = Mz+ + zF-zF, atau M = Mz+ . Untuk logam murni pada 1 atm dan 25 oC, kita memiliki oM = oMz+; denga aturan kita sebelumnya maka o = 0 untuk unsur unsur pada kondisi ini, kita peroleh oMz+ = 0 (8.10) Bagian kimia dari kecenderungan melepas pada ion logam adalah nol dalam logam murni pada kondisi standart;kemudian menggunakan persamaan(8.7), Mz+ =zF (8.11) Persamaan (8.9) dan (8.11) adalah nilai nilai konvensional dari potensial kimia elektron dan ion ion logam dalam setiap logam murni. Elektroda Hidrogen Standart Sebatang platina dikontakkan dengan gas Hidrogen pada fugasitas satu dalam larutan asam yang didalamnya ion Hidrogen memiliki aktifitas satu disebut Elektroda Hidrogen Standart. Potensial listrik dari EHS ditetapkan dengan nilai nol. oH+,H2 = EHS = 0 (8.12) Sebagaimana akan kita tunjukkan nanti, pilihan ini mengimplikasikan bahwa energi Gibbs standart untuk ion hidrogen dalam larutan air adalah nol. oH+ = 0 (8.13) Ini memberi kita acuan nilai yang dengannya kita dapat mengukur energi Gibbs ion ion lain dalam larutan. RINGKASAN ATURAN KEADAAN STANDART (T= 298,15 K; P = 1 atm) Unsur unsur dalam kesatuan keadaan stabilnya: Keadaan standart ounsur = 0 86

Partikel partikel bermuatan: Bentuk umum i =i +zi F a) on ion dalam larutan berair aq=0 o keadaan standart H+=0 Bentuk umum i =i =io + RT ln ai b) Elektron dalam tiap logam keadaan standart e-(SHE) = 0 atau SHE = 0 bentuk umum e- = -F c). Ion ion dalam logam murni keadaan standart oMz+ = 0 bentuk umum Mz+ = zF

(8.7) (8.13)

(8.12) (8.9) (8.10) (8.11)

8.4 Diagram Sel Sel elektrokimia digambarkan oleh suatu diagram yang menunjukkan bentuk teroksidasi dan bentuk tereduksi dari suatu zat elektroaktif, seperti halnya spesi lain yang mungkin saja terlibat dalam suatu reaksi elektroda. Elektroda logam (atau sekelompok logam logam inert) ditempatkan di ujung diagram; zat yang tak larut dan/ ataugas ditempatkan di sebelah dalam berdekatan dengan logam, dan spesi yang larut ditempatkan di dekat tengah diagram. Dalam diagram yang komplit keadaan penggabungan dari semua zat dituliskan dan konsentrasi atau aktifitas dari bahan yang larut diberikan. Dalam diagram yang disingkat beberapa atau semua informasi ini diabaikan jika tidak diperlukan dan jika tidak ada salah pengertian. Batasan fase ditunjukkan oleh garis vertikal penuh; garis vertikal putus putus tunggal menunjukkan lompatan antara dua fase cairan yang larut; garis vertikal putus putus dobel menunjukkan lompatan antara dua fase cairan yang larut yang di situ lompatan potensialnya telah dihilangkan.(Suatu jembatan garam, seperti agar yang dijenuhkan dengan KCl, sering dipakai antara dua larutan untuk memisahkan lompatan potensial). Koma memisahkan spesi larut yang berbeda yang fasenya sama. Contoh berikut ini menggambarkan konvensi konvensi ini. Lengkap Pt1(s)Zn(s)Zn2+(aZn2+=0,35)Cu2+(aCu2+=0,49)Cu(s)PtII(s) Singkat ZnZn2+Cu2+Cu Lengkap Singkat Lengkap Singkat PtH2(g,p=0,8)H2SO4(aq,a=0,42)Hg2SO4(s)Hg(l) PtH2H2SO4(aq)Hg2SO4(s)Hg Ag(s)AgCl(s)FeCl2(m =0,540),FeCl3(m =0,221)Pt AgAgCl(s)FeCl2(aq),FeCl3(aq)Pt

8.5 Sel Daniel Perhatikan sel elktrokimia, sel daniel, tampak di gambar 8.1. Ia terdiri dari dua sistem elektroda dua setengah sel-dipisahkan oleh jembatan garam, yang mencegah dua larutan tersebut dari pencampuran tetapi membiarkan arus mengalir antara dua kompartemen. Tiap setengah sel terdiri dari logam,seng atau tembaga, dibenamkam dalam larutan garam logam yang sangat larut seperti ZnSO4 atau CuSO4. Elektrodanya dihubungkan ke bagian luar oleh dua platina hitam. Diagram selnya adalah PtI(s)Zn(s)Zn2+(aq)Cu2+(aq)Cu(s)PtII(s) Asumsikan bahwa tombol di rangkaian luar dibuka dan oleh karenanya terbentuk kesetimbangan lokal elektrokimia pada batas fase dan di dalam fase bagian dalam. Pada

87

antarmuka PtIZn dan CuPtII terbentuk kesetimbangan oleh lintasan elektron elektron bebas yang melalui antarmuka tersebut.Kondisi kesetimbangan pada antarmuka ini adalah e-(PtI) = e- (Zn) dan e- (Cu) = e- (PtII) (8.14) Dengan menggunakan persamaan (8.9), kita peroleh I = Zn , Cu = II (8.15) dengan I dan II adalah potensial dua batang platinum dan Zn adalah potensial elektroda seng yang kontak dengan larutan yang mengandung ion seng. Perbedaan potensial listrik dari sel (potensial sel) didefinisikan oleh = kanan - kiri (8.16) Untuk kasus ini, potensial sel adalah = II - I = Cu - Zn (8.17) Perbedaan II - I dapat diukur karena itu adalah beda potensial antara dua fase yang memiliki komposisi kimia yang sama (keduanya platina).

Gambar 8.1 Sel Daniel Anggaplah kita menghubungkan dua kawat platina melalui suatu ammeter ke suatu motor kecil; kita amati bahwa (1) sejumlah seng larut, (2) sejumlah tembaga mengendap pada elektroda tembaga, (3) elektron mengalir di rangkaian luar dari elektroda Zn ke elektroda Cu, dan (4) motor bergerak. Perubahan dalam sel dapat dirangkum sebagai berikut: Pada elektroda sebelah kiri Zn(s) Zn2+(aq) + 2e- (Zn); Pada rangkaian luar 2e- (Zn) 2e- (Cu); Pada elektroda kanan Cu2+ (aq) + 2e-(Cu) Cu(s). Transformasi keseluruhan adalah jumlah dari perubahan perubahan ini: Zn(s) + Cu2+ (aq) Zn2+ (aq) + Cu(s). Reaksi kimia ini adalah reaksi sel ; G untuk reaksi ini adalah a Zn 2+ G = Go + RT ln a Cu2 +

(8.18)

Kerja yang dihasilkan oleh sistem untuk menggerakkan elektron dari elektroda seng ke elktroda tembaga adalah Wel, yaitu -Wel = Q(II - I) = -2F Di sini persamaan (8.17) telah dipakai untuk II - I. Kerja yang dihasilkan adalah Wel = 2F (8.19) Menggunakan nilai ini dalam persamaan (8.1) untuk Wel akan menjadi 2F - G (8.20) dengan G adalah perubahan energi Gibbs untuk reaksi sel. Jika transformasi dilakukan secara reversibel, kerja yang dihasilkan setara dengan penurunan energi Gibbs; Wel = -G. Kemudia kita mempunyai, 2F = - G, (8.21) yang dengan memandang persamaan (8.18) menjadi 88

2F = -G - RT ln

a Zn 2+ a Cu2 +

Jika kedua elektroda ada dalam keadaan standart, aZn2+ = 1 dan aCu2+ = 1, potensial sel adalah potensial sel standart, o. Sehingga, setelah kita membagi dengan 2F, persamaan menjadi RT a Zn 2+ ln = o (8.22) 2F a Cu2 + yang dengan persamaanNernst untuk sel. Persamaan ini menghubungkan potensial sel ke nilai standart dan perbandingan aktifitas zat yang tepat dalam reaksi sel. 8.6 Energi Gibbs dan Potensial Sel Hasil yang diperoleh untuk sel Daniel dalam persamaan(8.20) adalah umum. Jika reaksi sel seperti tertulis melibatkan n elektron daripada dua elektron, hubungannya adalah, nF - G (8.23) Persamaan (8.23) adalah relasi mendasar antara potensial sel dan perubahan energi Gibbs yang mengikuti reaksi sel. Pengamatan menunjukkan bahwa nilai bergantung pada arus yang dialirkan pada rangkaian luar.Nilai pembatas yang diukur pada saat mendekati nol disebut gaya gerak listrik (electromotive force) dari sel atau potensial sel reversibel, rev.
lim = rev
l 0

kemudian persamaan (8.23) menjadi nFrev = - G (8.24) Kita lihat bahwa emf sel berbanding langsung terhadap (-G/n), pengurangan energi Gibbs pada reaksi sel per elektron yang ditransfer. Jadi Emf sel adalah sifat intensif sistem, ia tidak bergantung pada ukuran sel atau koefisien yang dipilih untuk menyeimbangkan persamaan kimia pada reaksi sel. Untuk menghindari notasi yang tidak praktis kita akan menghilangkan subskrip rev pada potensial sel; kita mengerjakannya dengan pemahaman bahwa persamaan termodinamik (seperti berbeda dari pertidaksamaan) hanya berlaku untuk potensial sel reversibel (emf sel). Spontanitas reaksi dapat dinilai dengan potensial sel yang bersesuaian. Melalui persamaan (8.24) diikuti bahwa jika G negatif, positif. Jadi kita punya kriteria: G + 0 + 0 Reaksi sell Spontan Tidak spontan Kesetimbangan

8.7 Persamaan Nernst Untuk setiap reaksi kimia energi Gibbs reaksinya adalah G = Go + RT ln Q (8.25) 89

dengan Q adalah hasilbagi dari aktifitas. Mengkombinasikan ini dengan persamaan (8.24), kita peroleh -nF = Go + RT ln Q Potensial standart sel didefinisikan oleh -nF = Go Memasukkan nilai Go ini dan membagi dengan nF, kita peroleh
= o RT ln Q ; nF

(8.26)

(8.27a) 8.27b) (8.27c)

= o
= o

2, 303 RT log 10 Q ; nF

0, 05916V log 10 Q pada suhu 25o n

Persamaan (8.27) adalah bentuk lain dari persamaan Nernst untuk sel.Persamaan Nernst menghubungkan potensial sel ke nilai standart,o,dan aktifitas spesies ambil bagian dalam reaksi sel.Dengan mengetahui nilai o dan aktifitas, kita dapat menghitung potensial sel. 8.8 Elektroda Hidrogen Definisi potensial sel memerlukan bahwa kita menandai satu elektroda sebagai sebelah kanan dan yang lain adalah elektroda kiri. Potensial sel didefinisikan sebagai dalam persamaan (8.16) yaitu = kanan - kiri Biasanya, tetapi tidak harus, menempatkan elektroda yang lebih positif di sebelah kanan. Seperti kita tetapkan, potensial sel ini selalu dapat diukur sebagai perbedaan dalam potensial antara dua kawat.(misalnya Pt) yang memiliki komposisi yang sama. Pengukuran juga menetapkan mana elektroda yang positif relatif terhadap yang lain; dalam contoh kita, tembaga adalah positif relatif terhadap seng.Ini tidak berarti merupakan nilai potensial mutlak suatu elektroda terhadap yang lain.Sangat berguna untuk menetapkan sembarang nilai potensial nol untuk suatu elektroda; kita menetapkan nilai nol untuk potensial elektroda hidrogen dalam keadaan standart. Elektroda hidrogen diilustrasikan dalam gambar 8.2. Gas Hidrogen murni dilewatkan elektroda platinum yang kontak dengan larutan asaqm. Pada permukaan elektroda kesetimbangannya adalah H+ (aq) + e-(Pt) H2(g) Ditetapkan. Kondisi kesetimbangan adalah yang biasa H+ (aq) + e-(Pt) = H2(g) Menggunakan persamaan (8.9)untuk e-(Pt) dan bentuk yang biasa dari H+(aq) dan 2(gas) kita peroleh o H+ + RT ln aH+ - FH+/H2 = o H2 + RT ln f,

90

Gambar 8.2 Elektroda Hidrogen Dengan f adalah fugasitas H2 dan aH+ adalah aktifitas ion hidrogen dalam larutan berair.Jadi
1 o o 1 H+ H 2 2 RT f2 H +/ H = ln F F aH+ 2

(8.28)

Jika fugasitas gas adalah satu, dan aktifitas H + dalam larutan adalah satu, elektroda ada dalam keadaan standart, dan potensialnya adalah potensial standart, oH+/H2. Misalkan f = 1dan aH+ = 1 dalam persamaan (8.28) kita peroleh 1 o o H+ H 2 o + 2 o + / H = = H H F F 2 karena o H2 = 0, kurangkan persamaan (8.29) dari persamaan (8.28) menghasilkan
1

(8.30)

RT f 2 H + / H = o + / H ln H 2 F aH+

(8.30)

yang merupakan persamaan Nernst untuk elektroda hidrogen; itu menghubungkan potensial elektroda ke aH+ dan f. Sekarang elektron dalam platina pada elektroda hidrogen standart adalah dalam keadaan standart tertentu. Kita pilih keadaan standart pada energi Gibbs nol untuk elektron keadaan ini dalam SHE. Karena, dengan persamaan (8.9), e- = - F kita peroleh e-(SHE) = 0 dan H+/H2 = 0 (8.31) Energi Gibbs elektron dalam setiap logam diukur relatif terhadap elektroda hidrogen standart. Penempatan dalam persamaan (8.31) menghasilkan energi Gibbs nol konvensional untuk ion ion dalam larutan berair. Dengan menggunakan persamaan (8.31) dalam persamaan (8.29), kita peroleh o H+ = 0 (8.32) Energi Gibbs standard untuk ion ion lain dalam larutan berair diukur relatif terhadap ion H +, yang memiliki energi Gibbs standart sama dengan nol. Persamaan Nernst, persamaan (8.30), untuk elektrode hidrogen menjadi
1

H + / H =
2

RT f 2 ln F aH+

(8.33)

91

Ingat bahwa argumen pada logaritma adalah hasil bagi untuk fugasitas dan aktifitas untuk reaksi elektroda jika adanya elektron diabaikan dalam penyusunan hasilbagi. Dari persamaan (8.33) kita dapat menghitung potensial, relatif terhadap SHE, dari elektroda hidrogen yang disitu f H2 dan aH+ memiliki nilai sembarang. 8.9 Potensial Elektroda Dengan telah ditetapkannya elektroda hidrogen sebagai potensial nol, berikutnya kita membandingkan potensial dari semua sistem elektroda lain terhadap elektroda hidrogen standart. Sebagai contoh, poptensial sel PtIH2(g, f = 1)H+(aH+ = 1)Cu2+(aCu2+)CuPtII Dirancang oleh Cu2+/Cu : Cu2+/Cu = II - I = Cu - (SHE) = Cu (8.34) ingat bahwa Cu2+/Cu adalah sama dengan potensial elektroda tembaga konvensional,Cu. Reaksi sel adalah. H2(f = 1) + Cu2+(aCu2+) 2H+ (aH+ = 1) + Cu Kesetimbangan pada SHE adalah H2(f = 1) 2H+ (aH+ = 1) + 2e-(SHE) (8.36) Semua spesi dalam reaksi ini memiliki energi Gibbs nol dengan penetapan konvensional kita . Jika mengurangkan kesetimbangan dalam persamaan (8.36) dari persamaan (8.35), kita peroleh Cu2+(aCu2+) + 2e-(SHE) Cu, (8.37) Yang adalah cara singkat sederhana untuk menuliskan persamaan (8.35). Persamaan (8.37) disebut reaksi setengah sel. Karena potensial dari sel ini bergantung hanya kepada energi Gibbs konvensional tembaga dan ion tembaga,itu dinamakan potensial setengah sel, atau potensial elektroda dari elektroda Cu2+Cu. Potensial setengah sel ini dihubungkan ke perubahan energi Gibbs dalam reaksi (8.37) oleh 2F = -G ; dengan mengingat bahwa untuk elektron dalam SHE energi Gibbs adalah nol. Dengan memakai pers (8.37), persamaan Nernst untuk elektron menjadi Cu 2+ /Cu = o 2+ / Cu Cu
o

(8.35)

RT 1 ln 2F a Cu2 +

(8.38)

Dengan mengukur potensial sel pada berbagai konsentrasi Cu+, kita dapat menentukan Cu2+/Cu = oCu2+/Cu. Potensial standart ini ditabulasikan sepanjang denganpotensial standart setengah sel yang lain dalam Tabel 8.1. Tabel potensial setengah sel senacam ini, atau potensial elektroda, adalah sama dengan tabel energi Gibbs standart yang darinya kita dapat menghitung nilai nilai konstanta kesetimbangan untuk reaksi kimia dalam larutan. Ingat bahwa potensial standart adalah potensial elektroda jika semua spesi reaktif ada dalam aktifitas satu, a = 1. Situasi ini dapat dirangkum sebagai berikut: jika reaksi setengah sel ditulis dengan elektron dalam SHE pada sisi reaktan, setiap sistem elektroda dapat direpresentasikan sebagai Spesies teroksidasi + ne-SHE spesies tereduksi

92

Tabel 8.1 Potensial elektode standar pada suhu 25oC Reaksi elektrode K+ + e- K Na+ + e- Na H2 + 2e- 2HAl3+ 3e- Al Zn(CN)42- + 2e-- Zn + 4CNZnO22- + 2H2O + 2e-- Zn + 4OHZn(NH3)42+ + 2e- Zn + 4NH3 Sn(OH)62- + 2e-- HsnO2- + H2O + 3OHFe(OH)2 + 2e- Fe + 2OH2H2O + 2e- H2 + 2OHFe(OH)3 + 3e- Fe + 3OHZn2+ + 2e- Zn Ag2S + 2e- 2Ag + S2Fe2+ + 2e- Fe Bi2O3 + 3H2O + 6e- 2Bi + 6OHPbSO4 + 2e- Pb + SO42Ag(CN)2- + e- Ag + 2CNNi2+ +2e- Ni AgI + e- Ag + ISn2+ + 2e- Sn Pb2+ +2e- Pb Cu(NH3)42+ + 2e- Cu + 4NH3 Fe3+ + 3e- Fe 2H+ + 2e- H2 AgBr + e- Ag + BrHgO(r) + H2O + 2e- Hg + 2 OHSn4+ + 2e- Sn2+ AgCl + e- Ag + ClHg2Cl2 + 2e- 2Hg + 2ClCu2+ + 2e- Cu Ag(NH3)2+ + e- Ag + 2NH3 Hg2SO4 + 2e- 2Hg + SO42Fe3+ + e- Fe2+ Ag+ + e- Ag O2 + 4H+ + 4e- 2H2O PbO2 + SO42- + 4H+ + 2e- PbSO4 + 2H2O O3 + 2H+ + 2e- O2 + H2O Kemudian reaksi berikut ini memperoleh = ; G = -nF ; (8.39) (8.40) o/V -2,925 -2,714 -2,25 -1,66 -1,26 -1,216 -1,03 -0,90 -0,877 -0,828 -0,77 -0,763 -0,69 -0,440 -0,44 -0,356 -0,31 -0,250 -0,151 -0,136 -0,126 -0,12 -0,036 0,000 +0,095 +0,098 +0,15 +0,222 +0,2676 +0,337 +0,373 +0,6151 +0,771 +0,7991 +1,229 +1,685 +2,07

93

=o

RT ln Q nF

(8.41)

Contoh 8.1 untuk elektroda ion tembaga/tembaga kita secara explisit mempunyai
o o o 2F Cu 2+ /Cu = -Go = - ( Cu Cu 2+ )

karena Cu = 0, ini menjadi o 2+ = 2F o 2+ /Cu Cu Cu


o karena Cu 2+ / Cu = +0,337 V, kita mendapatkan :

Cu 2+

= 2(96484 C/mol)(+0,337V) = 65,0 x 103 J/mol = 65,0 kJ/mol

o Contoh 8.2 Untuk elektrode Sn4+/Sn2+ Sn4+ / Sn2+ = 0,15 V; untuk elektrode Sn2+/Sn o 2+ o 4 + , o 2+ , dan o 4+ . Sn / Sn = -0,136 V. Hitung Sn Sn Sn / Sn

Reaksinya adalah : Sn4+ + 2e- Sn2+ Sn2+ + 2e- Sn Persamaan kedua menghasilkan : o 2+ = 2(96484 J/mol)(-0,136 V)(10-3 kJ/mol) = -26,2 kJ/mol Sn Persamaan pertama menghasilkan : o 4 + - o 2+ = 2(96484 C/mol)(0,15 V)(10-3 kJ/J) = 29 kJ/mol Sn Sn kemudian o 4 + = 29 kJ/mol + o 2+ = 29 26,2 = 3 kJ/mol Sn Sn
o untuk mendapatkan Sn4+ / Sn ,tulis reaksi setengah sellnya : o o 2F(0,15 V) = -( Sn 2+ - Sn4 + ) o 2F(-0,136 V) = -( Sn - Sn 2+ )

Sn4+ + 4e- Sn Kemudian


o o o 4F Sn4+ / Sn = -( Sn - Sn4 + ) = Sn4 +

dan o 4+ / Sn = Sn 3000 J /mol =0, 008 V 4(96484 C /mol )

8.10 Kebergantungan pada Suhu dari Potensial sel Dengan mendeferensialkan persamaan ,nF = -G terhadap suhu ,kita peroleh nF G ( T ) =( T ) = S ( T ) = S nF
p p p

(8.42) 94

Jika sel tidak mengandung elektroda gas, maka karena perubahan entropi reaksi dalam larutan seringkali kecil, kurang dari 50 J/K, koefisien suhu potensial sel biasanya setingkat 10 -4 sampai 10-5 V/K. Sebagai konsekuensinya, jika hanya peralatan rutin yang dipakai untuk mengukur potensial sel dan koefisien suhu dicari, pengukuran yang meliputi kisaran suhu yang luas cukup layak. Nilai S tidak bergantung pada suhu adalah pendekatan yang bagus; dengan mengintegralkan persamaan (8.42), antara suhu acuan To dan T, kita peroleh
= To + S S ( T T o ) atau = o + (t 25) 25 C nF nF

(8.43)

dengan t dalam oC. Potensial sel adalah fungsi linear dari suhu. Melalui persamaan (8.42), koefisien suhu dari potensial sel menghasilkan nilai S. Dari ini dan nilai pada sembarang suhu kita dapat menghitung H untuk reaksi sel. Karena H = G + TS, maka =nF T

[ ( )]
T
p

(8.44)

sehingga dengan mengukur dan ( ( /T ) P kita dapat memperoleh sifat sifat termodinamis reaksi sel,G,H,S. Contoh 8.3 Untuk reaksi sell Hg2Cl2 (s) + H2 (1 atm) 2Hg(l) + 2H+ (a=1) + 2Cl-(a=1), o298 = +0,2676 V dan ( o /T ) p = -3,19 x 10-4 V/K karena n = 2, Go = -2(96484 C/mol)(0,2676 V)(10-3 kJ/J) = -51,64 kJ/mol; Ho = -2(96484 C/mol)[0,2676 V-298,15 K(-3,19 x 10-4 V/K)](10-3 kJ/J) = -69,99 kJ/mol; So = 2(96484 C/mol)(-3,19 x 10-4 V/K) = -61,6 J/K mol 8.10.1 Pengaruh Panas dalam Reaksi Sel Reversibel Dalam contoh 8.3, kita menghitung Ho untuk reaksi sel dari potensial sel dan koefisien suhunya. Jika reaksi berlangsung secara irreversibel dengan pencampuran sederhana reaktan secara bersama sama,Ho adalah panas yang mengalir ke dalam sistem dalam transformasi oleh relasi yang biasa, H = QP. Bagaimanapun, jika reaksi diatur agar reversibel dalam sel, kerja listrik sejumlah Wel,rev dihasilkan. Kemudian, dengan persamaan (9.4), definisi dari S,adalah Qp(rev) = TS (8.45) Dengan menggunakan contoh 8.3, kita peroleh Qp(rev) = 298,15 K(-61,6 J/K mol) = -18350 J/mol. Konsekuensinya, dalam operasi sel hanya 18,35 kJ/mol panas mengalir ke lingkungan, sedangkan jika reaktan dicampur secara langsung, 69,99 kJ/mol panas mengalir ke lingkungan. Ho untuk transformasi ini adalah -69,99 kJ/mol dan tidak bergantung cara reaksi itu berlangsung.

95

8.11 Macammacam Elektroda Di sini kita akan menyebutkan beberapa jenis elektroda yang penting, dan memuat reaksi setengah sel dan persamaan Nernst. 8.11.1 Elektroda Gas Ion Elektroda gas ion terdiri dari suatu pengumpul elektron yang inert, seperti platina atau grafit, kontak dengan gas dan ion yang larut. Elektroda H 2H+, yang didiskusikan secara detail dalam bab 8.8 adalah salah satu contoh. Contoh yang lain adalah elektroda klorin, Cl 2Clgrafit: Cl2 (g) + 2e 2 Cl (aq)
-

2 RT aCl = ln 2F p Cl 2

(8.46)

8.11.2 Elektroda Ion Logam- Logam Elektroda yang terdiri dari sebatang logam yang dibenamkan dalam larutan yang mengandung ion logam. Elektroda Zn2+Zn dan Cu2+Cu yang dijelaskan terdahulu adalah contohnya. Mn+ + ne- M
=o RT 1 ln F a M n+

(8.47)

8.11.3 Elektroda Logam-Garam tak larut-Anion Elektroda ini kadang kadang disebut elektroda jenis kedua. Ia terdiri dari sepotong logam yang dibenamkan dalam larutan yang mengandung garam padat tak larut dari logannya tersenut dan anion dari garamnya. Ada selusin elektroda jenis ini secara umum; kita sebutkan contoh sedikit saja. Elektroda Perak-Perak klorida. Cl-AgCl(s)Ag(s): gambar 8.3). RT o ln a Cl AgCl(s) + e- Ag(s) + Cl-(aq) = F (8.48)

Aktifitas AgCl tidak muncul pada hasilbagi, karena AgCl adalah padatan murni. Karena potensialnya sensitif terhadap konsentrasi ion klorida, hal ini dapat dipakai untuk mengukur konsentrasinya. Elektroda Perak-Perak klorida adalah umumnya sering dipakai sebagai elektroda acuan. Sejumlah elektroda acuan yang umum adalah elektroda golongan merkuri. Elektode Calomel. Sejumlah merkuri dilapisi oleh pasta kalomel (merkuro klorida) dan larutan KCl. Hg2Cl2(s) + 2e- 2Hg(i) + 2Cl-(aq)
=o RT 2 ln a Cl 2F

Elektrode Mercuri-Merkuri Oksida. Sejumlah merkuri dilapisi oleh pasta merkuri oksida dan larutan basa.
o HgO(s) + H2O 2e- Hg(l) + 2OH- (aq) =

RT ln a 2 OH 2F

Elektode Mercuri-Merkuro sulfat. Sejumlah merkuri dilapisi dengan pasta merkurosulfat dan larutan yang mengandung sulfat.
o Hg2SO4(s) + 2e- 2Hg(l) + SO42-(aq) =

RT ln a 2 SO 4 2F

96

8.3.4 Elektrode Oksidasi-Reduksi Setiap elektroda yang melibatkan oxidasi reduksi dalam operasinya, tetapi elektroda ini memiliki bentuk superfluos yang terikat kepadanya. Suatu elektroda oxidasi reduksi memiliki pengumpul logam inert, biasanya platina, dibenamkan dalam larutan yang mengandung dua soesi yang larut dalam keadaan oksidasi yang berbeda. Suatu contoh adalah elektroda ion feri-fero (gambar 8.3) Fe3+ + e- Fe2+ =o RT a Fe 2+ ln F a Fe 3+ (8.50)

Gambar 8.3 Elektroda Feri Fero 8.12. Konstanta Kesetimbangan dari Potensial Setengah Sel Standar Setiap reaksi kimia dapat dituliskan sebagai kombinasi dari dua buah reaksi setengah sel sehingga potensial sel dapat diasosiasikan dengannya. Nilai ditentukan oleh relasi , nF = -G. Kondisi kesetimbangan untuk setiap reaksi kimia adalah Go= -nFo, kita dapat menulis: n (8.50) 0, 05916V Dengan memakai persamaan (8.50), kita dapat menghitung konstanta kesetimbangan untuk setiap reaksi dari potensial sel standart,yang pada gilirannya dapat diperoleh dari nilai nilai pada table potensial setengah sel standart. Metoda berikut ini dan contoh contohnya menggambarkan procedure yang akan memastikan untuk memperoleh 0 dengan ukuran besar dan tandanya. RT ln K = nFo, atau pada 25oC log10K = Langkah 1. Pecahkan reaksi sell menjadi dua reaksi setengah sell. a.Untuk reaksi setengah sell yang pertama ( yang di sebelah kanan elektroda) pilihlah spesies teroksidasi yang muncul pada sisi reaktan dari reaksi sell dan tuliskan kesetimbangan dengan spesies tereduksi yang sesuai. b.Untuk reaksi setengah sell yang kedua (elektroda sebelah kiri) pilih spesies teroksidasi yang muncul di sisi produk dari reaksi sell dan tulis kesetimbangan dengan spesies tereduksi yang sesuai. Tulis kedua reaksi setengah sell dengan electron pada sisi reaktan. Langkah 2 Setimbangkan reaksi setengah sell dengan jumlah electron yang sama,n, pada masing masingnya. Langkah 3 Jika reaksi setengah sell kedua dikurangkan dari yang pertama, seluruh reaksi sell diselesaikan ; periksalah untuk meyakinkannya. Kurangkan potensial elektroda dengan cara yang sama (pertama minus kedua) untuk memperoleh potensial standar sell, o. Langkah 4 Pergunakan persamaan (8.50) untuk menghitung K Contoh 8.4 2Fe3+ + Sn2+ Fe2+ + Sn4+ 97
0

Langkah 1. Pilih spesi teroksidasi Fe3+ pada sisi reaktan sebagai reaksi setengah sell yang pertama ; pilih spesi teroksidasi Sn4+ pada sisi produk sebagai reaksi setangah sell kedua. Reaksireaksi setengah sellnya adalah : Fe3+ + e Fe2+ o = 0,771 V Sn4+ + e Sn2+ o = 0,15 V Langkah 2. Kalikan reaksi setengah sell pertama dengan 2 sehingga masing-masing akan melibatkan jumlah electron yang sama. Langkah 3. Kurangkan reaksi kedua dari yang pertama ; ini menghasilkan reksi asal. Pengurangan potensial kedua dari yang pertama menghasilkan o. o = 0,771 0,15 = 0,62 V Langkah 4. Karena n = 2, kita temukan : 2( 0, 62 V ) n o maka K = 1021 = =21 0,05916 V 0, 05916 V Contoh 8.5 2MnO4- + 6H+ + 5H2C2O4 2Mn2+ + 8H2O + 10CO2 Reaksi setengah ini (pilih spesi teroksidasi, MnO4-, pada sisi reaktan untuk reaksi setengah sell) MnO4- + 8H+ + 5e- Mn2+ + 4H2O o= 1,51V; 2CO2 + 2H+ + 2e- H2C2O4 o = - 0,49V. Kalikan koefisien reaksi pertama dengan 2, juga reaksi kedua dengan 5, kita peroleh : 2MnO4- + 16H+ + 10e- 2Mn2+ + 8H2O o= 1,51V; 10CO2 + 10H+ + 10e- 5H2C2O4 o = - 0,49V. Dikurangkan, kita peroleh 2MnO4- + 6H+ + 5H2C2O4 2Mn2+ + 8H2O + 10CO2 log 10 K = o = 1,51 V (-0,49V) = 2 V karena n = 10, 10( 2V ) log 10 K = =338 atau K = 10338 0,05916 V Contoh 8.6 Cd2+ + 4 NH3 Cd(NH3)42+ Reaksi ini bukan reaksi oksidasi reduksi ; walaupun demikian itu mungkin saja terdekomposisi menjadi dua buah reaksi setengah sell. Pilih Cd2+ sebagai spesi teroksidasi untuk reaksi setengah sell pertama, akan kita sadari bahwa tidak ada spesi tereduksi yang sesuai. Situasi yang sama muncul jika kita pilih Cd(NH3)42+ sebagai spesi teroksidasi untuk reaksi setengah sell kedua. Kita ambil saja, kita masukan spesi tereduksi yang sama untuk kedua reaksi tersebut, logam cadmium tampaknya pilihan yang logis. Sehingga reaksi-reaksi setengah sellnya adalah : Cd2+ + 2e-Cd o = -0,40 V; Cd(NH3)42+ + 2e- Cd + 4 NH3 o = -0,61 V Dikurangkan , kita peroleh : Cd2+ + 4 NH3 Cd(NH3)42+ o = -0,40 V - (-0,61 V) = +0,21 V 2 ( 0, 21V ) log 10 K = =7,1 atau K = 1,3 x 107 0,05916 V ini merupakan konstanta stabilitas untuk ion kompleks Contoh 8.7 Cu(OH)2 Cu2+ + 2OH-, Cu(OH)2 + 2e- Cu + 2 OH-, o = - 0,224 V Cu2+ + 2e- Cu, o = + 0,337 V Dikurangkan, kita peroleh Cu(OH)2 Cu2+ + 2OH-, o = - 0,224 V (+0,337 V) = -0,561 V 98

2(0, 561V ) =18 , 97 atau K = 1,1 x 10-19 0, 05961V ini merupakan konstanta hasil daya larut tembaga hidroksida log 10 K = 8.13 Makna Potensial Setengah Sel Dalam kasus elektroda logam / ion logam, potensial setengah sell adalah ukuran kecenderungan berlangsungnya reaksi Mn+ + ne- M. Ini seperti halnya kecenderungan Mn+ direduksi oleh H2 pada satuan fugasitas membentuk logam dan ion H + pada satuan aktivitas. Dalam contoh 8.1 kita tunjukan bahwa untuk elektroda Mn+M o n+ =nF o n+ / M (8.51) M M Sehingga potensial elektroda standar adalah ukuran energi Gibbs molar standard suatu ion logam relative terhadap ion hydrogen. Logam-logam aktif seperti Zn, Na, atau Mg, memiliki potensial standard yang sangat negative. Senyawa-senyawanya tak dapat direduksi oleh hydrogen, tetapi justru logam-logamnya itu sendiri dapat dioksidasi oleh ion H+ menghasilkan H2. Logam-logam mulia seperti Cu dan Ag memiliki o positif. Senyawa-senyawa logam ini sangat mudah direduksi oleh H 2; logamlogamnya itu sendiri tidak teroksidasi oleh ion hydrogen. Karena potensial logam bergantung kepada aktivitas ion logam dalam larutan, factor-faktor yang mempengaruhi aktivitas ion akan memberikan pengaruh terhadap potensial elektroda. Untuk perak, persamaan Nernst adalah : 1 Ag+ /Ag =0,7991 V (0, 05916 V )log 10 a Ag+ Selagi nilai aAg+ berkurang, nilaiAg+/Ag juga berkurang. Dengan menggunakan nilai yang berbeda dari aAg+ dalam persamaan (8.52) kita peroleh:
a
Ag+

1,0

10-2 0,6808

10-4 0,5625

10-6 0,4441

10-8 0,3258

10-10 0,2075

o + /Ag V 0,7991 Ag

Untuk setiap pengurangan aktifitas ion perak sebesar pangkat sepuluh, potensialnya anjlog hingga 59,16mV. Dibandingkan bila kita mengencerkan larutan untuk mengurangi aktifitas ion perak, jika kita menambahkan zat pengendap atau zat pengkompleks yang dengan kuat bergabung dengan ion perak- sehingga baik aktifitas ion perak maupun potensial elektroda akan berkurang secara drastis. Sebagai contoh, jika kita menambahkan cukup HCl ke dalam larutan AgNO 3 dalam elektroda Ag+Ag, tidak hanya untuk menyempurnakan pengendapan ion perak sebagai AgCl tetapi juga untuk membawa aktifitas ion Clorida menjadi satu,elektroda akan dikonversi menjadi elektroda standart AgAgClCl-. Untuk elektroda ini kesetimbangannya adalah: AgCl (s) + e- Ag (s) + Cl- ; o = 0,222 V Potensial ini, jika kita menggunakan Persamaan Nernst untuk elektroda Ag +Ag, berkaitan dengan aktifitas ion perak yang diberikan oleh: 1 0, 222 V =0, 799V ( 0,05916 V )log 10 a =1,8 x 1010 a Ag+ atau Ag+ Pada saat yang sama, kesetimbangan kelarutan harus dipenuhi. Sehingga K sp =a Ag+ aCl AgCl (s) + e- Ag (s) + Cl- ; 10 Karena a + =1,810 dan a Cl =1 , kita simpulkan bahwa
Ag

K sp =a

Ag + Cl

=1,8(1010 )( 1)=1,81010

99

Hal itu mengikuti bahwa kita dapat menentukan konstanta hasil kali kelarutan untuk zat yang sedikit larut dengan mengukur potensial standart dari sel elektrokimia yang bersesuaian. (Bandingkan dengan contoh 8.6 dan 8.7 bab 8.12) Dari alasan di atas dapat dilihat bahwa semakin stabil spesi yang berikatan dengan ion perak, semakin rendah potensial elektroda perak. Sekelompok nilai 0 untuk berbagai pasangan perak diberikan di Tabel 8.2. Dari nilai di Tabel 8.2, jelas bahwa ion iodida mengikat Ag + lebih effektif daripada bromida atau clorida; AgI kurang dapat larut dibanding AgCl atau AgBr. Fakta bahwa perak iodida- pasangan perak yang memiliki potensial negatif berarti bahwa perak seharusnya larut dalam HI dengan membebaskan hidrogen. Hal ini berlangsung dalam kenyataan, tetapi tindakan tersebut berhenti tepat pada waktunya karena lapisan tak larut AgI yang terbentuk dan melindungi permukaan Ag dari serangan lebih lanjut. Tabel 8.2 Pasangan o/V 0,7991 Ag+ + e- Ag 0,2222 AgCl (s) + e- Ag (s) + Cl0,03 AgBr (s) + e Ag (s) + Br -0,151 AgI (s) + e- Ag (s) + I= -0,69 Ag2S (s) + e Ag (s) + S Zat yang membentuk komplek yang larut dengan ion logam juga menurunkan potensial elektroda. Dua contoh adalah Ag(NH3)2+ + e- Ag + 2NH3, o = +0,373 V; Ag(CN)2- + e- Ag + 2CN-, o = -0,31 V. Apakah logam itu mulia atau logam aktif bergantung pada lingkungannya. Biasanya perak adalah logan mulia,dengan adanya ion iodida, sulfida, atau sianida, ia menjadi logam aktif (jika kita memandang potensial nol sebagai garis pembagi antara logam aktif dan mulia.) 8.14 Pengukuran Potensial Sel Metoda paling sederhana untuk pengukuran potensial suatu sel elektrokimia adalah dengan menyeimbangkannya melawan suatu perbedaan potensial yang besarnya setara di rangkaian luar suatu potensiometer. Gambar 8.5 menunjukkan rangkaian potensiometer dengan sel yang dihubungkan kepadanya. Batterai B mengirim arus I melalui kawat R. Kontak S diatur sampai tidak ada simpangan pada galvanometer G. Pada titik nol,potensial sel diseimbangkan dengan perbedaan potensial antara titik S dan P di rangkaian kawat. Rangkaian kawat dikalibrasi sehingga lonjakan potensial ir antara titik S dan P dapat dibaca secara langsung. Jika tahanan sel sangat besar,Penyetelan potensiometer dapat digeser sejumlah tertentu tanpa menimbulkan simpangan yang berarti pada galvanometer. Dalam kasus ini harus digunakan voltmeter dengan impedansi elektronik yang tinggi.

Gambar 8.4 Sirkuit potensiometer

100

8.15 Reversibilitas Dalam pembahasan tentang elektroda dan sel sebelumnya kita mengasumsikan secara implisit bahwa elektroda atau sel berada dalam kesetimbangan terhadap transformasi kimia dan listrik tertentu. Dengan definisi ini, elektroda atau sel semacam ini adalah reversibel. Untuk mengkorelasikan nilai nilai potensial terukur dengan yang dihitung memakai persamaan Nernst, nilai nilai terukur harus setimbang atau nilai nilai reversibel; pengukuran potensiometrik yang didalamnya tidak ada arus yang dipindahkan dari sel idealnya diset untuk pengukuran potensial reversibel. Perhatikan sel, PtH2H+Cu2+Cu, yang kita diskusikan dalam bab 8.9 reaksi selnya adalah Cu2+ + H2 2H+ + Cu Tembaga adalah elektroda positif dan platina adalah elektroda negatif. Anggap bahwa sel dalam kesetimbangan dengan potensiometer ,seperti tampak pada gambar 8.5. Sekarang jika kita menggerakkan pengaturan kontak,S, ke sebelah kana titik setimbang, yang akan membuat tembaga lebih positif; Cu kemudian akan meninggalkan sebagai Cu 2+ dan elektron akan berpindah dari sebelah kanan ke kiri di rangkaian luar. Pada platina elektron akan bergabung dengan H+ membentuk H2. Keseluruhan reaksi berlangsung dalam arah yang berlawanan dari kanan ke kiri. Sebaliknya, jika pengatur kontak digerakkan ke kiri, elektron akan berpindah dari kiri ke kanan di rangkaian luar; H2 akan terionisasi membentuk H+ dan Cu2+ akan tereduksi sebagai tembaga. Dalam situasi ini sel memproduksi kerja, sedang pada siklus sebelumnya tadi kerja dihilangkan. Sel akan bersifat reversibel jika menggerakkan kontak potensiometer sedikit ke satu sisi dari titik kesetimbangan dan kemudian ke sisi yang lain, membalikkan arus dan arah reaksi kimia. Pada prakteknya, itu tak perlu menganalisa jumlah reaktan dan produk setelah tiap tiap pengaturan untuk memastikan apakah reaksi berjalan seperti yang dikehendaki. Jika selnya irreversibel, memindahkan potensiometer sedikit di luar kesetimbangan biasanya mengakibatkan aliran arus yang cukup besar, sementara kebutuhan reversibilitas yaitu hanya aliran arus sedikit jika ketidakseimbangan antara potensial adalah sedikit. Lebih jauh lagi, dalam sel yang irreversibel, setelah sedikit pengusikan kesetimbangan dalam rangkaiannya, titik kesetimbangan yang baru biasanya berbeda secara signifikan dari sebelumnya. Untuk alasan ini, sel irreversibel menunjukkan suatu perilaku tak menentu (tak teratur) yang nyata dan seringkali tidak mungkin membawa potensiometer ke kesetimbangan dengan sel semacam ini. 8.16 Penentuan o Setengah Sel Karena nilai nilai konstanta kesetimbangan diperoleh dari potensial setengah sel standart, metoda untuk memperoleh o dari setengah sel sangatlah penting. Misalnya kita akan menetukan o dari elektroda Ag-ion Ag. Kemudian kita menyiapkan suaru sel yang mengandung elektroda ini dan elektroda lain yang potensialnya sudah diketahui; untuk sederhananya kita memilih SHE atau EHS sebagai elektroda yang lain. Maka sel tersebut adalah SHEAg+Ag Reaksi sellnya adalah Ag+ + e-SHE Ag, dan potensial sellnya adalah = Ag+ / Ag = Ag+ / Ag pada suhu 25oC = o
Ag + / Ag
o

RT 1 ln F a Ag+ (8.53) dengan m+ = m, molalitas

+(0, 05916 V ) log 10 a Ag+

Jika larutan adalah larutan encer ideal, kita dapat mengganti a Ag+ garam perak tersebut.Persamaan (8.53) akan menjadi = oAg+/Ag + (0,05916V)log10 m

101

Dengan mengukur pada beberapa nilai m dan mengeplot terhadap log10m, garis lurus dengan slop 0,05916 V akan diperoleh, seperti dalam Gambar 8.5(a). Intersep pada sumbu tegak, m = 1,adalah nilai o. Bagaimanapun, kehidupan tidaklah begitu sederhana. Kita tidak dapat mengganti aAg+ dengan m dan mengharapkan ketelitian dalam persamaan kita. Di dalam larutan ionik, aktifitas ion dapat diganti dengan oleh aktifitas ionik rata rata a = m . Jika larutan hanya mengandung perak nitrat, maka m = m; dan persamaan (8.53) menjadi: = oAg+/Ag + (0,05916V)log10 m + (0,05916V)log10 ..

Gambar 8.5 (a) Ketergantungan ideal E pada m, (b) Alur untuk mencari Eo dengan ekstrapolasi Jika pengukuran dilakukan pada larutan yang cukup encer sedemikian hingga hukum pembatas Debye-Huckel, persamaan (7.82) adalah valid, maka log10 = -(0,5092 V kg1/2/mol1/2)m1/2, dan kita dapat mereduksi persamaan menjadi: - (0,05916V)log10 m = oAg+/Ag - (0,03012 V kg1/2/mol1/2)m1/2 (8.54) Dari nilai nilai dan m yang terukur, bagian kiri dari persamaan ini dapat dihitung. Bagian kiri diplot terhadap m1/2; ekstrapolasi kurva ke m1/2 = 0 menghasilkan intersep yaitu sama dengan oAg+/Ag. Plot tersebut ditunjukkan secara skematik di gambar 8.6(b). Begitulah dengan metoda ini nilai nilai o yang teliti diperoleh dari nilai nilai yang terukur pada tiap setengah sel. 8.17 Penentuan Aktivitas dan Koefisien Aktivitas Potensial Sel Suatu kali nilai o yang teliti diperoleh untuk suatu sel, kemudian pengukuran potensial menghasilkan nilai koefisien aktifitas secara langsung. Perhatikan sel PtH2(f = 1) H+,Cl-AgClAg Reaksi sellnya adalah : AgCl(s) + H2(f = 1) Ag + H+ + ClPotensial sellnya adalah : RT = o ln ( a + aCl ) (8.55) H F Menurut persamaan (8.55), potensial sel tidak bergantung pada aktifitas ion individual tetapi pada hasilkali aH+aCl-. Jika hal itu dibalik tidak ada kuatitas yang dapat diukur yang bergantung pada aktifitas ion individual. Konsekuensinya, kita mengganti hasilkali a H+aCl- dengan a2. Sedang dalam HCl, m = m, kita dapatkan a2 = ( m)2 ; ini mereduksi persamaan (8.55) menjadi: 2 RT 2 RT = o ln m ln (8.56) F F pada suhu 25oC = o (0,1183 V)log10 m (0,1183)log10 (8.57) o Setelah menentukan dengan ekstrapolasi seperti dijelaskan dalam bab 8.16, kita lihat bahwa nilai nilai menentukan nilai nilai pada setiap nilai m. Sebaliknya, jika nilai diketahui pada semua nilai m, potensial sel dapat dihitung dari persamaan (8.56) atau (8.57) sebagai fungsi m. 102

Pengukuran potensial sel adalah metoda yang paling bermanfaat untuk memperoleh nilai nilai aktifitas elektrolit. Secara eksperimen, paling tidak pada banyak kasus, jauh lebih mudah untuk menanganinya daripada pengukuran sifat sifat koligatif. Hal itu memiliki keuntungan tambahan yaitu dapat dipakai untuk daerah suhu yang luas. Walaupun potensial sel dapat diukur dalam solven non air, kesetimbangan elektrodanya seringkali tidak mudah ditetapkan sehingga kesulitan kesulitan eksperimentalnya lebih besar. 8.18 Sel Konsentrasi Jika dua sistem elektroda yang tersusun oleh suatu sel yang melibatkan larutan elektrolit dengan komposisi yang berbeda, akan ada beda potensial melalui batas antara dua larutan. Beda potensial ini disebut liquid junction potensial, atau potensial difusi. Untuk menggambarkan bagaimana beda potensial semacam ini timbul, perhatikan dua elektroda perak-perak klorida, salah satu terhubung dengan larutan HCl pekat,aktifitasnya = a 1, yang lain terhubung dengan larutan HCl encer, aktifitasnya = a 2; Gambar 8.6(a). Jika batas antara dua larutan dibuka, ion H + dan Cl- dalam larutan yang lebih pekat berdifusi ke dalam larutan yang lebih encer. Ion H + berdifusi jauh lebih cepat dibanding ion Cl- (gbr 8.6(b)). Pada saat ion H+ mulai meninggalkan ion Cl-, terbentuk lapisan rangkap listrik di antarmuka antara dua larutan (gambar 8.6c). Beda potensial melintasi lapisan rangkap menghasilkan medan listrik yang memperlambat ion yang bergerak lebih cepat dan mempercepat ion yang bergerak lebih lambat. Keadaan mantap tercapai yaitu kedua ion berpindah dengan laju yang sama; ion yang mula mula bergerak lebih cepat memimpin. Difusi dari larutan pekat ke larutan encer adalah perubahan yang irreversibel; tetapi, jika hal itu terlalu lambat cukup lambat sehingga antarmuka tidak bergerak secara berarti dalam waktu yang kita kehendaki untuk membuat pengukuran- sehingga kita boleh menganggap sistem dalam kesetimbangan dan mengabaikan gerakan pada batas sistem. Bagaimanapun, beda potensial tambahan dalam liquid junction akan terlihat dalam pengukuran potensial sel. Dengan memilih elektroda bawah sebagai elektroda kiri, simbol untuk sel ini adalah: AgAgClCl-(a1) Cl-(a2) AgClAg, Dengan garis vertikal putus putus menyatakan junction(lompatan) antara dua fase air.

Gambar 8.6 Kita dapat menghitung potensial sel jika kita menganggap bahwa pada lintasan satu mol muatan listrik melalui sel semua perubahan berlangsung reversibel. Kemudian potensial sel dinyatakan sebagai: F= G i (8.58)
i

dengan Gi adalah jumlah semua perubahan energi Gibbs dalam sel yang menyertai lintasan satu mol muatan positif naik melalui sel. Perubahan energi Gibbs adalah : elektroda bawah Ag(s) + Cl- (a1) AgCl(s) + eelektoda atas AgCl(s) + e- Cl- (a2) + Ag(s) perubahan netto di kedua elektroda Cl-(a1) Cl-(a2) Selain itu, pada batas di kedua larutan sebagian t+ dari muatan dibawa oleh H+ dan sebagian tdibawa oleh Cl-. Fraksi t+ dan t- adalah bilangan transfer, atau bilangan transport, dari ion. Satu 103

mol muatan positif melintasi batas memerlukan bahwa t + mol ion H+ bergerak naik dari larutan a1 ke larutan a2, dan t- mol Cl- bergerak turun dari a2 ke a1. Sehingga pada batas: t+ H+ (a1) t+ H+ (a2) dan t - Cl- (a2) t Cl- (a1) Perubahan total dalam sel adalah jumlah perubahan pada elektroda dan pada batas: t+ H+ (a1) + Cl- (a1) + t - Cl- (a2) t+ H+ (a2) + Cl- (a2) + t Cl- (a1) Jumlah fraksi fraksi harus satu, sehingga t- = 1 t+. Dengan memakai nilai t- ini dalam persamaan, setelah ditata ulang , tereduksi menjadi: t+ H+ (a1) + t + Cl- (a1) t+ H+ (a2) + t + Cl- (a2 ) (8.59) Reaksi sel (8.59) adalah transfer t+ mol HCl dari larutan a1 ke larutan a2. Perubahan energi Gibbs total adalah : G = t +[oH++RT ln(aH+)2+oCl-+RT ln (aCl-)2 - oH+ -RT ln (aH+)1 - oCl- - RT ln (aCl-)1] ( a H+ aCl )2 ( a )2 G = t + RT ln = 2t + RT ln ( a )1 (a H + a Cl )1 karena aH+aCl- = a2.. Dengan menggunakan pers (8.58), kita peroleh potensial sel dengan pemindahan (transference), 2t RT ( a ) 2 wt = + ln (8.60) F (a )1 Jika batas antara dua larutan tidak memberi kontribusi pada potensial sel, maka hanya perubahan yang dikontribusikan oleh elektroda, yang adalah Cl- (a1) Cl- (a2) Nilai yang bersesuaian dari G adalah ( a )2 G = oCl- + RT ln (aCl-)2 - oCl- - RT ln (aCl-)1 = RT ln , ( a )1 dengan aCl- telah diganti oleh aktifitas ionik rata rata a.. Sel ini tanpa pemindahan dan memiliki potensial: G RT (a )2 wot = = ln (8.61) F F (a )1 Potensial total sel dengan pemindahan adalah sel tanpa pemindahan plus potensial junction, j. sehingga wt = wot + j , jadi j = wt - wot (8.62) gunakan persamaan (8.60) dan (8.61), menjadi ( a )2 RT j = (1 2t +) ln (8.63) F ( a )1 Dari persamaan (8.63) jelas bahwa jika t+ mendekati 0,5 ; potensialliquid junction kecil,relasi ini benar hanya bila dua elektroda dalam sel menghasilkan dua ion dalam larutan. Dengan mengukur potensial sel dengan dan tanpa pemindahan dimungkinkan untuk mengevaluasi j dan t+. Ingat, dengan membandingkan persamaan (8.60) dan (8.61) bahwa wt = 2t + wot (8.64) Trik (cara) dalam semua ini dapat untuk menetapkan batas yang jelas (tajam) sehingga untuk memperoleh pengukuran wt yang reprodusibel dan dapat untuk membangun sel yang menghilangkan j sehingga wot dapat diukur. Ada beberapa cara yang cerdas untuk menetapkan batas yang tegas antara dua larutan; bagaimanapun,itu tak akan dibicarakan di sini. Problem kedua untuk menyusun sel tanpa batas cairan adalah lebih berkaitan dengan pembicaraan kita. Sel konsentrasi tanpa pemindahan (yaitu, tanpa liquid junction) tampak dalam gambar 8.8. Sel terdiri atas dua sel seri, yang dapat disimbolkan dengan PtH2(p) H+ , Cl-(a)1AgClAg AgAgClCl-,H+ (a)2H2(p) Pt Potensial adalah jumlah dari potensial dua sel secara terpisah: 104

= [(AgCl/Ag) - (H+/H2)]1 + [(H+/H2) - (AgCl/Ag)]2

Gambar 8.7 Dengan menuliskan persamaan Nernst untuk tiap potensial,diperoleh


= AgCl / Ag / Cl

RT RT p RT p2 RT ln ( aCl )1 + ln + ln AgCl / Ag / Cl + ln ( aCl )2 F F (a H + )1 F ( a H + )2 F

][

RT (a H+ aCl )2 2 RT ( a ) 2 ln = ln F (a H + a Cl )1 F ( a )1

Dengan membandingkan dengan persamaan (8.61), kita lihat = -2wot (8.65) Pengukuran potensial dari sel rangkap ini menghasilkan nilai wot melalui persamaan (8.65). Setiap pengukuran potensial sel yang dua elektrodanya membutuhkan elektrolit yang berbeda muncul problem adanya potensial liquid junction antara kedua elektrolit itu. Masalah tersebut dapat diselesaikan dengan dua cara; yaitu dengan juga mengukur potensial liquid junction tersebut atau menghilangkannya. Potensial junction dapat dihilangkan dengan suatu perancangan eksperimen ,seperti di atas, sehingga tidak muncul liquid junction (persimpangan cairan). Atau, daripada memakai dua sel, pilih elektroda pembanding (acuan) yang menggunakan elektrolit yang sama seperti elektroda yang akan diselidiki.Hal ini seringkali merupakan jalan terbaik untuk menghilangkan liquid junction; walaupun demikian, hal ini tidak selalu layak. Jembatan garam, suatu agar yang dijenuhkan dengan KCl atau NH4NO3, sering digunakan untuk menghubungkan dua bagian elektroda. Alat ini menimbulkan dua liquid junctio(persimpangan cairan), yang potensialnya sering berlawanan satu sama lain, dan potensial junction nettonya sangat kecil. Alasan fisik untuk menghilangkan kedua potensial tersebut komplek. Penggunaan jelli memiliki beberapa keuntungan tersendiri; Hal itu mencegah pengaliran jika tinggi(level) elektrolit berbeda di kedua bagian elektroda, dan juga memperlambat diffusi ionik sangat banyak sehingga potensial junction, jika ada, turun ke nilai yang reprodusibel dengan cepat. 8.19 Proses Elektrokimis Teknik Proses elektrkimia praktis dikelompokkan umumnya ke dalam proses mengkonsumsi tenaga dan proses menghasilkan tenaga. Proses preparasi elektrolitik secara industri membutuhkan tenaga listrik dan menghasilkan substansi (zat) yang berenergi tinggi. Tipe zat yang diproduksi di katode adalah; hidrogen dan sodium hidroksida dalam elektrolisis air asin (air garam); aluminium, magnesium, dan logam alkali serta alkali tanah dalam elektrolisis leburan garam garam. Elektroplating dan elektrorefining (pelapisan dan pemurnian) logam logam adalah proses katodik teknik yang sangat penting. Zat yang diproduksi di anode adalah : Oksigen pada elektrolisis air, dan klorin pada elktrolisis air asin (air garam) dan leburan klorida; hidrogen peroksida; potassium perklorat; dan pelapisan oksida untuk penyelesaian dekoratif pada 105

aluminium teranodisasi. Dissolusi anodik suatu logam sangat penting dalam elektrorefining dan elektromachining dari logam. Proses yang menghasilkan tenaga berlangsung di dalam sel elektrokimia; proses ini menyerap zat berenergi tinggi dan menghasilkan tenaga listrik. Dua peralatan yang penting dideskripsikan di bab 8.21. Sangat menarik untuk mengingat bahwa penemuan sel elektrokimia oleh Alessandro Volta pada 1800 adalah, pada kenyataannya, suatu penemuan kembali. Akhir akhir ini, penggalian arkeologis di Timur Dekat menemukan dengan penggalian itu semacam sel elektrokimia yang didasarkan pada elektroda besi dan tembaga; peralatan tersebut diperkirakan umurnya kira kira antara 300 sebelum masehi dan 300 AD. Juga terdapat bukti bukti dan petunjuk bahwa, segera setelah awal 2500 sebelum masehi, penduduk Mesir mengetahui bagaimana melapisi suatu benda. 8.20 Sel Elektrokimia Sebagai Sumber Tenaga Suatu yang luar biasa bahwa, secara prinsip, setiap reaksi kimia dapat dimanfaatkan untuk menampilkan kerja dalam sel elektrokimia. Jika sel dioperasikan secara reversibel, kerja listrik yang diperoleh adalah Wel = -G, atau Wel = -H + TS = -H + Qrev Q = -H 1 rev Di dalam banyak kasus praktis penambahan entropi tidak sangat besar, sehingga TS/H relatif kecil dan Wel -H Ini berarti bahwa kerja listrik yang diproduksi hanya sedikit lebih kecil daripada penurunan entalpi reaksi. Ingat bahwa jika kita secara sederhana membiarkan reaksi berlangsung tanpa menghasilkan kerja, kuantitas panas,-H akan dilepaskan.Hal ini dapat dipakai untuk memanaskan ketel (boiler) yang pada gilirannya dapat menggerakkan turbin. Tetapi mesin pemanas ini dipengaruhi oleh batasan Carnot; kerja listrik yang dapat dihasilkan oleh generator yang dioperasikan oleh turbin adalah T 1 T 2 Wel = -H T1

Jumlah kerja ini pada pokoknya lebih kecil (seringkali lebih kecil tiga sampai lima kali) dibanding yang seharusnya bisa diperoleh secara elektrokimia dari reaksi yang sama. Jadi sel elektrokimia menawarkan kemungkinan untuk produksi energi listrik yang effisien dari sumber sumber kimia yang tidak akan dicapai secara ekual oleh alat lain. 8.20.1 Klasifikasi Sel Elektrokimia Kita dapat mengelompokkan sel elektrokimia yang menyediakan energi listrik ke dalam tiga tipe umum. 1. Sel Primer. Ini tersusun dari bahan bahann berenergi tinggi yang bereaksi secara kimia dan menghasilkan tenaga listrik.Reaksi sel nya tidak reversibel, dan pada saat bahan bahan telah dipakai peralatan tersebut harus dibuang. Contoh tipe sel primer adalah batterai senter biasa (sel LeClanche), dan sel seng-merkuri yanmg dipakai dalam kamera, jam, alat pendengar, jam tangan, dan barang barang sejenis yang lain. 2. Sel sekunder. Alat ini adalah reversibel. Setelah mendapatkan kerjanya, bahan- bahan berenergi tinggi dapat disusun kembali dengan memaksakan suatu arus dari luar dalam arah yang berlawanan. Jadi reaksi selnya dibalik dan alat tersebut diisi kembali. Contoh paling penting dari sel sekunder adalah batterai penyimpanan timbal (Accu) yang dipakai di mobil. 106

Contoh yang lain adalah sel Edison dan sel Nikel-kadmium yang dapat diisi kembali dan dipakai pada kalkulator dan lampu sorot. 3. Sel Bahan bakar. Sel bahan bakar seperti halnya sel primer ,dirancang menggunakan bahan-bahan berenergi tinggi untuk menghasilkan tenaga(energi). Ada perbedaan dari sel primer yaitu sel ini dirancang untuk menerima pasokan kontinyu dari bahan bakar, dan bahan bakar tersebut adalah bahan bahan yang umumnya kita sebut sebagai bahan bakar, seperti hidrogen,karbon,dan hidrokarbon. Akhirnya kita bahkan boleh berharap untuk memakai arang dan petroleum. 8.20.2 Kebutuhan Sumber sumber Tenaga Jika kita menggambarkan tenaga dari suatu sel elektrokimia, karena P = I (8.66) Itu mengikuti bahwa hasil kali potensial sel dan arus harus tetap pada nilai yang layak selama sel dipakai. Arus,I, didistribusikan pada seluruh area elektroda,A. Arus masuk atau keluar tiap satuan luas permukaan elektroda adalah densitas arus,i. Jadi I i= (8.67) A Densitas arus ini menyatakan laju reaksi definit pada tiap satuan area elektroda. Anggaplah kita menggambarkan arus, I, dari sel. Untuk maksud yang beralasan, anggap bahwa elektroda negatif adalah elektroda hidrogen. Kemudian muatan dialirkan dari tiap satuan luas elektroda pada laju, I = (1/A)dQ/dt = I/A. Selagi elektron meninggalkan platina pada elektroda H+/H2, seharusnya lebih banyak H2 yang terionisasi, H2 2H+ + 2e-, atau potensial elektroda akan bergerak ke nilai yang lebih negatif. Jika laju disaat elektron diproduksi oleh adanya ionisasi hidrogen dapat dibandingkan dengan laju di saat elektron meninggalkan platina untuk memasuki rangkaian luar, kemudian potensial elektroda akan dekat ke potensial rangkaian terbuka. Dengan kata lain, jika reaksi elektroda sangat lambat sehingga elektron tidak dengan cepat terisi saat elektron elektron tersebut dialirkan ke rangkaian luar, maka potensial elektroda akan menyimpang secara mendasar dari potensial rangkaian terbuka. Dengan cara yang sama, jika reaksi elektroda pada elektroda positif lambat, elektron elektron yang datang dari rangkaian luar tidak dengan cepat dipakai oleh reaksi elektroda dan potensial pada elektroda positif menjadi kurang positif. Kita simpulkan bahwa jika sel menyediakan tenaga, potensial sel berkurang karena elektroda positif menjadi kurang positif dan elektroda negatif menjadi kurang negatif.

Gambar 8.8 Kurva pada gambar 8.9 menunjukkan potensial sel versus waktu untuk berbagai sel setelah hubungan ke suatu beban yang menggambarkan suatu densitas arus, i1. Reaksi elektroda dalam sel A dan B sangat lambat dan tidak dapat mempertahankan aliran arus. Potensial sel tersebut turun dengan cepat ke nol dan tenaga(energi), I, juga menuju nol. Kedua sel mula mula menyediakan sedikit energi, tetapi sel tidak juga dapat dipakai menjadi sumber tenaga praktis. Dengan kata lain, reaksi elektroda dalam sel C cukup cepat untuk menyimpan muatan pada elektroda. Potensial sel turun sedikit tetapi kemudian tetap pada nilai yang relatif tinggi selama beberapa waktu yang lama, jadi tenaga(energi), I, tersedia cukup. Jika arus yang lebih besar digambarkan dari sel C (i2 > i1), potensial turun sedikit lebih tetapi masih relatif tinggi. Bahkan di 107

dalam keadaan ini sel C adalah sumber energi yang praktis. Turunan yang cepat pada potensial seperti pada akhir kurva C, menandai ausnya bahan bahan aktif, yaitu bahan bakar. Jika didatangkan bahan bakar lagi, kurva akan tetap datar, dan sel akan melanjutkan penyediaan tenaga. Kita simpulkan bahwa jika sel dijadikan sumber energi praktis reaksi elektroda harus cepat. Reaksi harus terjadi dengan cukup cepat sehingga potensial sel hanya turun sedikit di bawah potensial rangkaian luarnya. Masalah dalam merencanakan sel bahan bakar untuk membakar arang terletak dalam menemukan permukaan elektroda yang di atasnya reaksi yang tepat akan berlangsung dengan cepat pada suhu yang layak. Dapatkah kita menciptakan katalis yang tepat? Waktu yang akan bicara. 8.21 Dua sumber energi praktis 8.21.1 Sel Penyimpan Timbal Perhatikan pertama sel penyimpan timbal-asam. Seperti yang kita gambarkan arus dari sel, pada plat positif, yaitu katoda, PbO2 direduksi menjadi PbSO4: PbO2(s) + 4 H+ + SO42- + 2 e- PbSO4(s) + 2 H2O, Sedang pada plat negatif, anoda,timbal dioksidasi menjadi PbSO4, Pb(s) + SO42- PbSO4(s) + 2ePotensial sel adalah 2 volt. Seperti arus yang dialirkan dari sel, potensial sel tidak turun banyak sehingga energi, I, dekat ke nilai reversibel, rev I. Arus yang agak besar-ratusan ampere-dapat dialirkan dari alat tersebut yang bermuatan penuh tanpa mengalami turun potensial yang berarti. Saat sel perlu direcharge, kita gunakan sumber tenaga dari luar untuk mendorong arus melewati sel dalam arah yang berlawanan ;plat positif sekarang adalah anoda yang disitu PbSO 4 dioksidasi menjadi PbO2; plat negatif adalah katoda yang disitu PbSO4 direduksi menjadi Pb. Beda potensial yang harus ditanamkan untuk mengisi sel harus lebih besar daripada beda potensial pada waktu penggunaan, tetapi tidak sangat besar. Efisiensi voltase sel didefinisikansebagai: Voltase rata rata selama pemakaian Efisiensi voltase = ----------------------------------- ------Voltase rata rata selama pengisian Efisiensi voltase sel Timbal-Asam sekitar 80%. Kedekatan dengan kesetimbangan ini adalah konsekuensi dari kecepatan reaksi kimia dalam sel. Seperti kita telah lihat, kemampuan untuk memasok arus yang besar pada potensial dekat dengan potensial rangkaian terbuka berarti bahwa reaksi kimia pada elektroda adalah cepat; selama muatan dialirkan oleh arus, potensial akan turun, tetapi reaksi kimia terjadi cukup cepat untuk menyusun kembali potensial. Jika kita membandingkan kuantitas muatan yang diperoleh dari sel Timbal-Asam terhadap kuantitas yang harus dimasukkan untuk mengisi sel, kita dapatkan nilai 90-95 %, atau bahkan lebih tinggi pada keadaan khusus. Ini berarti bahwa sangat sedikit arus pada saat pengisian yang dibuang sebagai reaksi samping (misalnya reaksi elektrolisis air). Seluruhnya, sel penyimpan Timbal adalah alat yang luar biasa: Ia sangat efisien; Versinya yang lebih besar dapat berumur 20 sampai 30 tahun (jika dipakai dengan hati hati); dan ia dapat dipakai ribuan kali. Kerugiannya yang utama adalah beratnya yang besar (penyimpan energi rendah terhadap rasio berat), dan jika tidak dipakai dalam keadaan terisi sebagian ia dapat rusak dengan cepat karena terbentuknya kristal PbSO4 yang tidak mudah direduksi atau dioksidasi oleh arus pengisian; kerusakan ini disebut sulfasi. Untuk perubahan energi Gibbs standart dalam sel Timbal-Asam kita peroleh ( untuk pertukaran dua elektron) Go = -376,97 kJ/mol; Ho = -227,58 kJ/mol ; Qrev = TSo = +149,39 kJ/mol. 108

Ingat bahwa reaksinya endotermis jika sel tampil reversibel. Gambaran ini berarti bahwa tidak hanya perubahan energi, H, yang tersedia untuk menyediakan kerja listrik tetapi juga kuantitas panas, Qrev = TS, yang mengalir dari lingkungan untuk menjaga sel isotermal dapat dikonversi ke kerja listrik. Rasionya: o G 376 , 97 = =1,36 o 277 , 58 bandingkan kerja listrik yang dapat diproduksi untuk untuk penurunan entalpi bahan. Extra 36 % adalah energi yang mengalir masuk dari lingkungan. 8.21.2 Sel Bahan Bakar Pertanyaannya adalah apakah jenis reaksi dan jenis zat yang umumnya kita sebut bahan bakar fuels, (arang, petroleum, gas alam) dapat digabung dalam bahan bakar pembakar reaksi secara elektrokimia.

Gambar 8.9 Skema sel bahan bakar O2H2 Mungkin sel bahan bakar yang paling sukses sejauh ini adalah sel Hidrogen-Oksigen, yang telah dipakai dalam pesawat angkasa. Elektroda yang terdiri dari tabir titanium berpori yang dilapisi lapisan platina sebagai katalis. Elektrolitnya adalah resin penukar kation yang dicampur dengan bahan plastik dan membentukm lembaran tipis. Seluruh kombinasi dua elektroda dengan membran plastik antara keduanya hanya sekitar 0,5 mm tebalnya. Alat tersebut secara skematik tampak pada gambar 17,10. Resin tersebut dijaga jenuh dengan air melalui suatu sumbu , air yang terbentuk oleh operasi sel ini dialirkan ke luar melalui sumbu dan dikumpulkan sebagai air minum.Menghubungkan beberapa sel ini akan menaikkan voltase ke suatu nilai praktis, sedangkan menambah area aktif menambah arus yang dapat dialirkan dari sel. Sel ini telah dibuat untuk memasok energi sekitar 1 kilowatt. Energi yang tersedia dibatasi oleh reduksi oksigen yang relatif lambat di permukaan katoda, O2 + 4H+ + e- 2H2O ; masalah ini ada pada setiap sel bahan bakar yang memakai elektroda oksigen. Awalnya, platina tampaknya adalah katalis terbaik tetapi bahkan platina juga tidak sebagus yang kita harapkan dalam hal ini. Laju reaksi anodik adalah, H 2 2H+ + 2e-, oksidasi hidrogen di permukaan platina, relatif sangat cepat.Bagaimanapun, akan lebih baik jika kita dapat memakai sesuatu yang lebih murah dibanding platina sebagai katalis. Pada suhu yang lebih tinggi, laju reaksi lebih cepat dan kinerja sel lebih baik. Di Tabel 8.3. kita telah mengurutkan sifat sifat termodinamik (pada 25 oC) dari beberapa reaksi yang mungkin diinginkan sebagai reaksi sel bahan bakar. Setiap zat yang dapat dioksidasi , prinsipnya, dibawa ke kesetimbangan pada suatu elektroda.

109

tabel 8.3 Sifat termodinamika reaksi sel bakar yang mungkin


Reaksi H2 + O2 H2O C + O2 CO2 C + O2 CO CO + O2 CO2 CH4 + 2O2 CO2 + H2O CH3OH + 3/2 O2 CO2 + 2 H2O C8H18 + 25/2 O2 8 CO2 + H2O C2H5OH + O2 2 CO2 + 9 H2O

G kJ / mol
237,178 394,359 137,152 257,207 817,96 702,36 5306,80 1325,36

kJ / mol
285,830 393,509 110,524 282,985 890,36 726,51 5512,10 1366,82

G o o
0,83 1,002 1,24 0,91 0,92 0,97 0,96 0,97

TS o kJ /mol
-48,651 +0,857 26,628 -25,77 -72,38 --24,11 -205,19 -41,36

o V
1,23 1,02 1,42 1,33 1,06 1,21 1,10 1,15

Sebagai contoh, oxidasi metanol dapat ditulis CH3OH + H2O CO2 + 6 H+ + 6 eElektroda ini, jika dikombinasikan dengan suatu elektroda oksigen akan menghasilkan sel dengan potensial rangkaian terbuka sekitar 1,21 V. Suatu sel bahan bakar yang didasarkan pada metanol dan udara dalam larutan KOH telah dipakai mendayai stasion relay televisi. Semua reaksi di tabel 8.3 akan menghasilkan sel dengan potensial sekitar satu volt. Sel telah dibuat berdasarkan oksidasi karbon menjadi karbon dioksida. Dibutuhkan suhu yang relatif tinggi (500 sampai 700oC). Satu versi memakai elektrolit leburan sodium karbonat. Reaksinya adalah Anoda C + 2 CO32- 3 CO2 + 4 eKatode O2 + 2 CO2 + 4 e- 2CO32Reaksi over allnya adalah sederhana C + O2 CO2 Salah satu kesulitan sel bersuhu tinggi adalah susunan bahannya dapat terkorosi dengan cepat. Kerugian ini harus diseimbangkan dengan penambahan enegi yang tersedia pada suhu tinggi. Hidrokarbon seperti metana, propana, dan dekana telah dioksidasi secara berhasil dalam sel bahan bakar, bahkan pada suhu di bawah 100 oC. Kita dapat mengharapkan dengan demikian bahwa alat ini akan sangat meningkat di masa datang. Sebagai alternatif dari oksidasi langsung hidrokarbon pada elktroda ,zat dapat dibentuk kembali pada suhu tinggi oleh reaksi CH4 + 2 H2O CO2 + 4 H2 Hidrogen kemudian dioksidasi pada anoda. Metoda ini mungkin menjadi yang paling sukses dalam memakai hidrokarbon dan karbon itu sendiri sebagai bahan bakar elektrokimia. SOAL SOAL: 1. Hitung potensial sell dan tentukan reaksi sell untuk masing-masing sell ini (data dalam tabel 8.1) a). Ag(s)Ag+(aq.a = 0,01) Zn2+( a = 0,1) Zn(s); b). Pt(s)Fe2+(aq.a = 0,1).Fe3+(aq.a = 0,1)Cl-(aq. a = 0,001) AgCl(s)Ag(s); c). Zn(s)ZnO22- (aq.a = 1) ,OH-(aq.a = 1) HgO(s) Hg(l). 2. Hitung konstanta kesetimbangan masing-masing reaksi sell pada soal 1 3. Dari data dalam tabel 8.1 hitung konstanta kesetimbangan untuk masing- masing reaksi dibawah ini : a. Cu2+ + Zn Cu + Zn2+ ; b. Zn2+ + 4CN- Zn(CN)42-; c. 3H2O + Fe Fe(OH)3(s) + 3/2 H2 110

d. Fe + 2Fe3+ Fe2+ e. 3HsnO-2 + Bi2O3 + 6H2O + 3 OH- 2Bi + 3Sn(OH)62f. PbSO4(s) Pb2+ + SO424. Perhatikan sel berikut ini Hg(l) Hg2SO4(s) FeSO4(s)(aq,a = 0,01) Fe(s) a.Tuliskan reaksi sel b.Hitunglah potensial sel, konstanta kesetimbangan untuk reaksi sel, dan perubahan energi Gibbs standart,Go pada 25oC (data di tabel 8.1) 5. Potensial standart pada 25oC adalah Pd2+(aq) + 2e- Pd(s), o = o,83 V 2PdCl4 (aq) + 2e Pd(s) + 4Cl (aq), o = 0,64V a.Hitung konstanta kesetimbangan untuk reaksi Pd2+ + 4Cl- PdCl42b.Hitunglah Go reaksi ini.

111

BAB IX FENOMENA PERMUKAAN Setelah mempelajari bab ini, diharapkan mahasiswa dapat: 1. memahami energi permukaan dan tegangan permukaan 2. menghitung tegangan permukaan 3. menjelaskan fenomena kapiler 4. memahami fenomena antarmuka 5. memahami dan menjelaskan fenomena adsorpsi 6. menjelaskan isoterm adsorpsi 7. menjelaskan fenomena koloid 9.1 Energi Permukaan dan Tegangan Permukaan Suatu padatan yang tersusun atas molekul-molekul speris dalam susunan close-packed. Energi permolekul padatan tersebut adalah = ; dengan E adalah energi permol dan N adalah jumlah (bilangan)Avogadro. Untuk susunan close-packed, satu atom dipusat akan terikat dengan sembilan atom tetangga. Sedang satu atom di pusat akan terikat oleh 12 atom tetangga. Sehingga 9 =3 12 4 kekuatan ikatan tiap molekul adalah = . Energi ikat total dipermukaan adalah 12 . Dari gambaran kasar ini dapat disimpulkan bahwa molekul dipermukaan memiliki energi yang lebih tinggi disbanding molekul di dalam. Mengenai tegangan permukaan dapat dijelaskan sebagai berikut :

Gambar 9.1 Gambar 9.1 menggambarkan suatu film cairan yang direnggangkan pada suatu bingkai kawat yang salah satu rusuknya bebas digerakan. Bila suatu kerja dikenakan kepada film tersebut untuk memperluas areanya maka energi Gibbs film akan bertambah sebesar dA. disini adalah energi Gibbs permukaan persatuan luas. Besarnya tambahan energi Gibbs sama dengan besarnya kerja yang dikenakan pada film. Bila gaya yang dikenakan pada film sebesar f dan film bergerak sepanjang dx, maka : f dx = dA Jika adalah panjang rusuk yang bisa digerakan, maka penambahan luas film adalah 2( dx); angka 2 menunjukan bahwa film memiliki 2 sisi ; sehingga : fdx= ( 2 ) dx f =2 panjang film yang bersentuhan dengan kawat (rusuk) adalah pada tiap sisi. Sehingga : f = 2 Dapat disimpulkan bahwa adalah gaya per satuan panjang yang bekerja pada rusuk kawat yang kontak dengan film cairan. Kemudian ini disebut Tegangan Permukaan zat cair. Secara definitif, tegangan permukaan adalah gaya yang melawan pertambahan luas area cairan. Satuan tegangan muka dalam SI adalah Newton/meter yang setara dengan pertambahan E Gibbs 112

permukaan; E = joule/m2. Untuk cairan-cairan umum, berkisar antara puluhan mili Newton permeter. Beberapa nilai tersedia di Tabel 9.1. Tabel 9.1 Tegangan permukaan cairan pada 20oC
Cairan Acetone Benzene Carbontetrachlorida Ethyl acetate Ethyl alcohol /(10-3N/m) 23,70 28,85 26,95 23,9 22,75 Cairan Ethyl ether n-Hexane Methyl alcohol Toluena Air /(10-3N/m) 17,01 18,43 22,61 28,5 72,75

9.2

Ukuran Tegangan Permukaan Walaupun molekul-molekul dipermukaan memiliki energi 25% lebih tinggi disbanding yang didalam, efek ini tidak tampak pada sistem yang berukuran normal (biasa) ; sebab molekulmolekul yang ada dipermukaan jauh lebih sedikit dibanding molekul-molekul yang didalam (keseluruhan). Misalnya suatu kubik (kubus) dengan rusuk sepanjang a : bila suatu molekul berdiameter -10 10 m maka ada 1010 a molekul yang dapat menempati satu rusuk. Jumlah molekul dalam kubus = (1010 a )3 = 1030a3 jumlah molekul pada tiap sisi = 6(10 10 .a)2 = 6.1020 a2. Sehingga fraksi 20 2 6 .10 a 6 molekul dipermukaan = 30 3 = 10 =6 . 1010 a1 10 a 10 a Bila a = 1 meter, maka hanya ada 6 molekul untuk setiap 10 10 molekul keseluruhan. Sehingga permukaan untuk nisbah sangat kecil, maka pengaruh permukaan dapat diabaikan. sedang bila volume nisbah permukaan /volume cukup besar maka pengaruh permukaan cukup signifikan. Misalkan energi permukaan memberikan kontribusi sebesar 1% dari total energi. E = Ev.V + Es.A dengan Ev = energi per volume V = volume Es = energi per area A = area E s= s . N s dan E v = v . N v
E= E v .V 1+

Es A Ev V

E v V 1+

s N s A v N v V

) )
Ns Nv s v A =1010 m =1, 25 1

Ns = 1020 m-2 Nv = 1030 m-3 E= E v V 1+1010

V Jika suku kedua dalam kurung dianggap 1%, maka 0,01 = 10 -10A/V ; sehingga A/V = 108 jika sistem tersebut berbentuk kubus, maka A/V = 6/a. (a = rusuk). 6/a = 108 sehingga a = 6.10-8 m = 0,06 m. sehingga dapat diperkirakan mengenai ukuran partikel maksimum kenyataannya ; untuk partikel yang berukuran kurang dari 0,5 m masih dapat memberikan pengaruh permukaan yang cukup signifikan. 9.3 Pengukuran Tegangan Permukaan Pada prinsipnya sama dengan ilustrasi pada gambar 9.1. (*) Tensiometer Du Nouy. 113

Gambar 9.2 Alat DuNouy Perhatikan gambar 9.2, bila cincin pada cairan ditarik keluar maka pada saat tepat cincin akan lepas, besarnya gaya yang menarik cincin sama dengan besarnya tegangan permukaan cairan yang melawan pertambahan luas akibat tarikan pada cincin. Yaitu : F =2 ( 2R ) (9.1) angka 2 menunjukan bahwa cairan tersentuh pada bagian luar maupun bagian dalam cincin. Kadang-kadang diperluukan factor koreksi, karena memperhitungkanbentuk cairan yang ditarik sehingga F = 2(2R) f. f = factor koreksi Cairan yang akan diukur diletakan dalam suatu alat yang didalamnya terdapat bagian berupa kapiler, sehingga dengan mengatur jumlah cairan, waktu untuk pembentukan tetesan dapat diatur. Pada saat cairan menetes, gaya-gaya yang bekerja adalah : 2R=mg (9.2) m = massa tetesan g = percepatan grafitasi bila didinginkan hasil yang akurat, maka tetesan harus terbentuk selambat mungkin, namun factor koreksi tetap diperlukan.

Gambar 9.3 Pengukuran tegangan permukan Metode tetes 9.4 Termodinamika Permukaan Suatu sistem terdiri dari 2 fase, fase 1 = M 1 , fase 2 = M2 dan interface (antar muka) antara keduanya. Interface = I; dilingkupi oleh keliling permukaan silindris B (gambar 9.4a). Interface digeser ke posisi baru I1. Sehingga terjadi perubahan energi sebagai berikut : Untuk M1 dU1 = TdS1 p1dV1 (9.3) M2 dU2 = TdS2 p2dV2 (9.4) Untuk permukaan dU = TdS - dA (9.5) 114

Pada persamaan (5), bentuk pdV diganti bentuk dA karena di permukaan tidak bervolume. dU = dU1 + dU2 + dU = Td ( S1 + S2 + S ) p1dV2 + dA = TdS p1dV p2dV2 + dA V1 + V2 = V dV1 + dV2 = dV dV1 = dV dV2 dU = TdS p1dV + (p1 p2)dV2 + dA (9.6) Jika entropi dan volume konstan, maka pada kesetimbangan, energi minimumnya adalah; dU = 0, sehingga persamaan (6) menjadi : ( p1 p2 )dV2 + dA = 0 (9.7) Dari gambar 9.4a nampak bahwa interfacenya adalah datar, dan kelilingnya adalah silinder sehingga area antara muka tidak berubah, dA = 0 ; karena dV 2 0 maka p1 = p2. konsekuensinya tekanan kedua fase adalah sama yang dipisahkan oleh bidang datar. Apabila kelilingnya berbentuk kerucut, sedangkan antara muka berbentuk speris dengan jejari curvature R ( gambar 9.4b). maka area dari tutup adalah A = R2. volume M2 yang dilingkupi oleh kerucut dan tutup adalah V2 = R3/3 dengan adalah sudut dari kerucut yang melingkupi antar muka : dV2 = R2 dR dan dA = 2R dR , sehingga (p2 p1) R2 dR = 2RdR p2 = p1 + 2/R (9.8) Persamaan (8) menyatakan persamaan dasar bahwa tekanan didalam fase yang punya permukaan cembung adalah lebih besar daripada diluarnya. Perbedaan tekanan inilah yang merupakan alas an fisis terjadinya kenaikan atau penurunan kapiler. Di dalam kasus gelombang, penambahan tekanan di dalam pergerakan dari luar ke dalam adalah 4 karena terdapat 2 buah antar muka yang cembung. Jika antarmuka tidak speris tapi memiliki jejari prinsip R dan R1, maka persamaan akan menjadi : 1 1 p 2 = p1 + + 1 (9.9) R R

Gambar 9.4 Perpindahan antarmuka

115

9.5

Kenaikan Kapiler dan Penurunan Kapiler

Gambar 9.5. Tekanan di bawah surface datar dan lengkung Gambar 9.6 Contact angle Bila pipa kapiler dicelupkan sebagian dalam cairan, maka tinggi cairan di dalam dan di luar pipa tidak sama. Permukaan cairan di dalam cairan melengkung, sedang di luar pipa mendatar. Berdasarkan persamaan (8) dapat dicari hubungan antara perbedaan tinggi cairan, tegangan muka, dan rapat jenis (densitas) kedua fase relatif. Perhatiakan gambar 9.5. Densitas fase 1 = 1 ; densitas fase 2 = 2. Bila p1 adalah tekanan dalam fase 1 pada permukaan datar yang memisahkan 2 fase ; posisi ini diambil sebagai posisi nol (z = 0) dari sumbu z ; yang arahnya ke bawah. Tekanan pada bagian lain adalah sebagaimana terlihat pada gambar. Kondisi kesetimbangan yaitu tekanan pada ketinggian z, yang terletak dibawah interfacedatar maupun lengkung adalah sama disemua titik. Persamaan tekanan pada titik z, menghendaki : p1 + 2gz = p21 + 2 g( z h ) (9.10) 2 1 1 1 karena p 2 = p1 + danp 1= p1 + 1 gh , maka R 2 ( 2 1 ) gh= (9.11) R Persamaan ini menghubungkan tegangan muka dengan persamaan kapiler, h ; dan jejari lingkungan R. Bila permukaan cairan dalam pipa cekung, terjadi penaikan kapiler dan R nya juga negative. Hubungan antara R dan r (jejari pipa) adalah : r =sin (90 o ) R r r =cos R= R cos sehingga persamaan (11) menjadi : 2 cos =( 2 1 ) grh 1 cos = ( 2 1 ) grh (9.12) 2 Jika < 90o, miniskus cairan adalah cekung, h positif, terjadi kenaikan kapiler. Bila > 90o, miniskus cembung, cos dan h negative. 9.6 Antarmuka CairCair dan Padat Cair Tegangan antar muka 2 fase cairan, dan , adalah . Bila antar muka (interface) ke-2 fase dipisahkan, maka akan terbentuk a m2 permukaan fase murni dengan energi Gibbs permukaan v, dan a m2 permukaan fase murni dengan energi Gibbs permukaan v (gambar 9.10). Pada peristiwa ini terjadi perubahan energi Gibbs : G=W A = + (9.13)

116

Pertambahan energi Gibbs ini disebut kerja Adhesi, W A , antar fase dan . Jika yang dipisahkan adalah murni, akan terbentuk permukaan 2a m2, dan : G=W C =2 (9.14) W C adalah kerja kolusi . Demikian pula untuk fase G=W C =2 (9.15) maka 1 1 W = W C + W C A 2 2 1 = (W C +W C )W (9.16) A 2 jika energi adhesi, W A bertambah maka berkurang.jika = 0 maka tak ada tahanan untuk memperluas antarmuka antara fase dan , kedua cairan bercampur spontan. 1 W = ( W +W C ) (9.17) A C 2

Gambar 9.7 Tegangan antarmuka Table 9.2.Interfacial tension between water () and various liquid () at 20oC /10-3 N/m /10-3 N/m Hg 375 C6H6 35,0 n-C6H14 51,1 C6H5CHO 15,5 n-C7H16 50,2 C2H5OC2H5 10,7 n-C8H18 50,8 n-C8H17OH 8,5 Alasan yang sama dipakai pula untuk tegangan interface antara padatan dan cairan. Sehingga analog dengan persamaan (16), diperoleh : W S = Sv + v S (9.18) A Perhatikan gambar 9.8, jika setetes cairan pada permukaan padatan tersebut ditekan sedikit, maka area antar padatan-cairan bertambah sebesar dA S , dan perubahan E gibbs nya : dG = S dA S + Sv dASv + v dAv dASv =dAS dandA v =dAS Cos sehingga dG=( S Sv + v cos ) dAS (9.19) Kemudian timbulsuatu besaran yang disebut spreading coefficient atau koefisien penyebaran cairan pada padatan : G S = AS G Bila S positif, AS adalah negatif, dan energi Gibbs akan berkurang jika

antarmuka padatan-cairan membesar, cairan akan menyebar dengan spontan. Jika S =0 , 117

konfigurasinya stabil, berada dalam kesetimbangan terhadap berbagai luasan antarmuka padatan cairan. Jika S negative, cairan maka mengkerut dan A S berkurang secara spontan.

Gambar 9.8 Penyebaran cairan di atas padatan 9.7 Tegangan muka dan adsorpsi Perhatikan sistem seperti gambar 9.5(a) ; 2 fase dengan antarmuka datar : p 1 = p2 = p. Bila sistemnya multi komponen, potensial komponen sama di tiap-tiap fase dan pada antarmuka. Perubahan energi Gibbs total : dG=SdT +Vdp+ dA+ i i dn i (9.20) untuk 2 fase tersebut :. dG 1 =SdT +V 1 dp+ i i dn( 1) (9.21) i dG 2 =SdT +V 2 dp+ i i dn( 2) i n(i 1) dann(i 2 ) (9.22) adalah jumlah mol I di dalam fase (1) dan (2). Kedua persamaan tersebut dikurangkan terhadap persamaan (20), akan diperoleh : d ( GG1 G 2 ) =( S S 1 S 2 ) dT +( V V 1V 2 ) dp+ dA+ i i d ( n i n( 1)n( 2)) i i bila antar muka menghasilkan efek fisik maka selisih antara G dengan (G 1 +G2 )adalah GG, sehingga G =G( GG 1+G 2 ) S =S( S 1 S 2 ) n =ni ( n(i 1)+n( 2)) i i karena V = V1 + V2 , maka dG =S dT + dA+ i i dn (9.23) i sehingga bila T, p dan komposisinya konstan, sedang keliling permukaan adalah silinder, maka bila dan I juga konstan, kemudian persamaan (23) diintegralkan :
G

A 0

n i 0

dG = dA+ i i dn i
0

bila g =G

g =+i i i (9.25) Dengan mendeferensialkan persamaan (24) dan mengurangkannya terhadap persamaan (23) akan diperoleh : O=S dT +Ad +i n d i (9.26) i bila s = S

dan i =

n i A

G =A+i i n i (surface excess), maka .

(9.24)

maka pada keadaan ini d =s dT i i d i d =( 1 d1 + 2 d 2+. . . ) (9.27)

dan pada T,p konstan (9.28) Jadi pada kondisi ini, perubahan ditentukan oleh perubahan i. Pada sistem komponen tunggal, maka posisi antarmuka bisa dipilih sedemikian hingga 1 = 0 , sehingga : 118

g = dans =

( T )

(9.29) a,b

karena g =u Ts , maka energi permukaan per satu area : u =T (9.30) T A Penjelasan mengenai surface excess adalah sebagai berikut : pandang suatu kolom dengan penampang lintang area yang tetap, A. Perhatikan gambar 9.12. Konsentrasi molar Spesies i = C i adalah fungsi dari z (tinggi kolom) antar muka kira-kira z o. Untuk menghitung jumlah mol spesies I dalam sistem, sebagai berikut :

( )
z

n i = C i Adz =A C i dz
0 0

(9.31)

Gambar 9.9 Konsentrasi sebagai suatu fungsi posisi Jumlah mol i dalam fase 1: n(i 1)=C (2 ) V 1 =C (1 ) Az o = A i i bila n =ni n(i 1)n(i 2 ) i ni
z zo

C (1 ) dz i
0
Z

maka
zo 0

n = A i

z 0

zo o (1) C i dz

C i dz

C (2 ) dz i
z
0

]
(9.32)

bila i =

dan

C i dz= C i dz + C i dz maka
0
zo zo Z

i = (
0

( 1) C i C i

) dz+ ( C i C (i 2)) dz
zo

Dengan memperhatikan gambar 9.12, tampak bahwa nilai I bergantung pada posisi yang dipilih untuk acuannya ; zo. Bila zo digeser ke kiri, I akan bernilai positif ; dan sebaliknya. Bila zo ditetapkan sedemikian hingga surface excess salah satu komponen = 0 , komponen ini biasanya dipilih untuk solven dan diberi tanda 1, sehingga I = 0. Untuk sistem 2 komponen ; persamaan (28) adalah : d= 2 d 2 (dengan I = 0) o di dalam larutan encer ideal, berlaku : 2 = 2+RT ln C 2 dC 2 d 2 =RT C2

( )

sehingga

( )
l C 2

T .p

=2

RT C 2 atau 119

2 =

1 RT ln c 2

T ,p

(9.33)

Bentuk ini dinamakan Isoterm Adsorpsi Gibbs. Jika tegangan muka berkurang dengan bertambahnya konsentrsi solut, maka 2 adalah positif, berarti terdapat kelebihan solute pada antarmuka. Demikian sebaliknya, bila tegangan muka membesar dengan bertambahnya C 2 maka 2 adalah negative. 9.8 Adsorpsi pada Padatan Jika suatu butiran padatan diaduk ke dalam larutan berwarna, tampak bahwa kedalaman warna dalam larutan sangat berkurang. Bila butiran padatan tersebut dihamburkan kedalam gas bertekanan rendah, warna maupun gas di adsorpsi ke permukaan. Seberapa besar efeknya, bergantung pada suhu, perilaku adsorbat dan juga perilaku dan kondisi dari adsorben; demikian konsentrasi warna atau tekanan gas. Isoterm Freundlich adalah satu dari beberapa persamaan awal yang diusulkan untuk menghubungkan jumlah bahan teradsorpsi terhadap konsentrasi bahan dalam larutan. (9.34) m=k . C m = massa zat teradsorpsi persatuan massa adsorben C = konsentrasi k dan n adalah tetapan Dengan mengukur m sebagai fungsi C dan mengeplot log m versus log C, nilai k dan n dapat ditentukan dari slope dan intersep. Isotherm Freundlich tidak sesuai jika konsentrasi adsorbat sangat tinggi. Proses adsorpsi dapat dijelaskan dengan suatu persamaan kimia, jika adsorbetnya gas, maka persamaan kesetimbangannya : A(g) + S AS A adalah adsorbet gas; S adalah situs kosong di permukaan, dan AS mempresentasikan suatu molekul teradsorpsi atau situs dipermukaan yang terisi. Konstanta kesetimbangannya : X K = AS (9.35) XSP
1 n

Gambar 9.10. Langmuir Isotherm XAS = fraksi mol dari situs terisi dipermukaan XS = fraksi mol dari situs kosong dipermukaan P = tekanan gas Notasi umum yang sering dipakai adalah ; XS = (1 - ) sehingga :

(9.36) 1 Persamaan (36) ini merupakan persamaan isotherm Langmuir dengan K adalah konstanta kesetimbangan adsorpsi. K . P=

120

K.P (9.37) 1+KP Jika yang dibahas adalah adsorpsi zat dari larutan, persamaan (9.37) dapat digunakan dengan P diganti C (konsentrasi molar). Jumlah zat teradsorb, m, sebanding terhadap untuk adsorben tertentu, sehingga m = b , dengan b adalah suatu konstanta. Maka : bKP m= (9.38) 1+ KP Jika diinversikan akan diperoleh : 1 1 1 = + (9.39) m b bKP 1 1 vs dengan mengeplot , konstanta K dan b dapat ditentukan dari slope dan intersep. m P Dengan mengetahui K, dapat dihitung fraksi dari permukaan yang tertutupi. (persamaan 37) Persamaan (9.37) umumnya lebih berhasil dalam menginterpretasikan data dibanding persamaan (9.34) jika lapisan teradsorpsinya adalah monolayer. Plot vs P tampak pada gambar 9.10. Pada P rendah, KP<< 1 sehingga = KP, bertambah secara linier terhadap P. Pada P tinggi, KP>> 1 sehingga = 1, permukaan hamper tertutup seluruhnya dengan lapisan monomolekuler. Pada kondisi ini, perubahan tekanan hanya sedikit sekali mengubah jumlah zat teradsorb. =

9.9

Adsorpsi Fisik dan Kimia Jika antaraksi antara adsorbat dan permukaan merupakan interaksi van der Walls maka yang terjadi adalah adsorpsi secara fisik. Adsorbat terikat secara lemah dan panas adsorpsinya rendah (sekitar beberapa kilojoule) dan ada disekitar panas vaporisasi adsorbat. Bila T naik, jumlah adsorbat yang menempel akan berkurang.

Gambar 9.11 Multilayer adsorption Jika molekul teradsorb bereaksi secara kimia dengan permukaan, fenomenanya disebut Kemisorpsi. Sebab terjadi pemutusan ikatan kimia dan pembentukan ikatan baru. Panas adsorpsi yang timbul nilainya hamper sama dengan panas reaksi kimia, dari beberapa kilojoule sampai 400 kj. Kemisorpsi tidak sampai melampaui pembentukan monolayer di permukaan. Oleh karena itu; isotherm langmuir paling sesuai untuk menginterpretasikan data. Dalam isotherm langmuir, panas adsorpsi tidak bergantung pada , yaitu fraksi permukaan yang tertutup. Bila panas adsorpsi tergantung , harus digunakan isotherm yang lain. 9.10 Isoterm BET (BRUNAUER, EMMET, DAN TELLER) Brunaur, Ement dan Teller telah membuat model untuk adsorpsi multilayer. Mereka berasumsi bahwa langkah pertama didalam adsorpsi adalah : K 1= 1 A(g) + S AS (9.40) v P 121

K1 = konstanta kesetimbangan 1 = fraksi dari situs permukaan yang terisi molekul tunggal v = fraksi dari situs kosong Bila tidak ada hal lain terjadi, persamaan ini akan menjadi isotherm langmuir. Selanjutnya mereka berasumsi bahwa molekul-molekul tambahan menduduki puncak salah satu yang lain membentuk multilayer. Mereka menginterpretasikan prosesnya seperti reaksi kimia berturutan, masing-masing dengan konstanta kesetimbangan yang berkaitan : K 2= 2 A(g) + AS A2S 1 P K 3= 3 A(g) + A2S A3S 2P n K n= A(g) + AnS AnS n1 P Pada notasi A3S menunjukan bahwa situs permukaan memiliki 3 tampak molekul A diatasnya. I adalah fraksi dari situs yang ditempati molekul A setinggi I lapis. Interaksi antara molekul A pertama dengan situs permukaan adalah unik, bergantung pada perilaku tertentu dari molekul A dan permukaan. Tetapi, sewaktu molekul A kedua menduduki molekul A yang pertama, interaksinya tidak jauh berbeda dari interaksi 2 molekul A dalam cairan, hal yang sama berlaku juga saat molekul ke -3 menduduki molekul ke-2, sehingga semua proses ini, kecuali yang pertama, dapat dipandang sebagai proses peleburan (liquefaction); sehingga memiliki konstanta kesetimbangan yang sama, yaitu K 9.11 Koloid Dispersi koloid secara tradisional didefinisikan sebagai suspensi partikel-partikel kecil dalam medium continue. Karena kemampuannya menghamburkan cahaya dan berkurangnya tekanan osmotic, partikel ini diakui lebih besar disbanding molekul kecil sederhana seperti air, alkohol, atau benzena dan garam-garam sederhana seperti NaCl. Diasumsikan bahwa partikelpartikel tersebut mengumpul terdiri dari kumpulan-kumpulan molekul kecil, yang bersama-sama dalam keadaan menggerombol,berbeda dengan keadaan kristal biasa. Sekarang diketahui bahwa banyak dari kumpulan-kumpulan partikel ini pada kenyataannya adalah molekul tunggal yang memiliki massa molar yang tinggi. Batas ukurannya sulit ditentukan, tetapi bila partikel-partikel terdispersi tersebut berukuran antara 1m sampai 1nm, kemungkinannya sistemnya adalah disperse koloid. Secara klasik, koloid dapat diklasifikasikan dalam 2 kelompok : 1. LYOPHILIC atau solvent-loving-colloids (juga disebut gel) 2. LYOPHOBIC atau solvent-fearing-colloids (juga disebut sol) 9.11.1 Koloid Lyophilic Koloid lyophilic adalah larutan yang berisi dispersi molekul-molekul tunggal, umumnya adalah polimer-polimer pendek atau yang lain. Interaksi solven-solut demikian kuat dan menguntungkan sehingga koloid lyophilic relative stabil. Tipe sistem liofilik adalah protein (khususnya gelatine) atau pati dalam air, karet dalam benzene, dan selulosa nitrat atau selulosa asetat dalam aseton. Proses pelarutannya mungkin agak lambat. Penambahan solven mula-mula diadsorpsi oleh padatan dengan lambat, sehingga padatan membengkak (tahap ini disebut imbibisi). Selanjutnya, penambahan solven yang disertai pengadukan akan mendistribusikan solven-solut secara seragam. Pada kasus gelatin, proses pelarutan dicapai dengan menaikan temperature; kemudian sewaktu larutan mendingin, akan terbentuk kerangka jaringan yang merupakan belitan-belitan dari molekul molekul protein yang panjang dengan banyak ruang-ruang terbuka antara molekul-molekul. Adanya protein akan 122

menginduksi beberapa struktur dalam air, yang secara fisik terperangkap di dalam interstisi jaringan menghasilkan GEL. Penambahan sejumlah garam ke dalam gel hidrofilik akan mengendapkan protein. 9.11.2 Koloid lyophobic Umumnya, koloid liofobik adalah zat yang kelarutannya rendah di dalam medium pendispersi. Koloid liofobik biasanya mengumpul (merupakan kumpulan dari molekul-molekul kecil), atau jika molekulnya kompleks, mereka terdiri dari satuan-satuan formula dalam jumlah yang agak besar. Dispersi liofobik dapat dibuat dengan menggerinda padatan dengan medium dispersinya didalam suatu lempung (ball mill), sehingga padatan tersebut menjadi koloid, kurang dari satu m. Selain itu, disperse liofobik yaitu sol dapat diperoleh dengan pengendapan. Tipe reaksi kimia yang menghasilkan sol adalah : Hidrolisis : FeCl3 + 3 H2O Fe(OH)3 (koloid) + 3H+ + 3ClReduksi : SO2 + 2 H2S 2 S (koloid) + 2 H2O 2 AuCl3 + 3 H2O + 3 CH2O 2 Au (koloid) + 3 HCOOH + 6 H+ + 6 ClKarena sol sangat sensitive terhadap adanya elektrolit, maka reaksi-reaksi preparative yang tidak menghasilkan elektrolit lebih baik dari pada sebaliknya. Untuk menghindari adanya pengendapan sol oleh elektrolit, sol dapat dimurnikan dengan dialisa. Sol diletakan dalam kantong koloidon, dan kantong tersebut dicelupkan dalam aliran air. Ion-ion kecil dapat berdifusi melalui koloidon dan tercuci, sedangkan partikel koloid yang lebih besar tetap tinggal di dalam kantong. Namun demikian, sekelumit elekrolit tetap diperlukan untuk menstabilkan koloid, sebab sol memperoleh stabilitasnya dari adanya lapisan rangkap listrik pada partikel. 9.11.3 Lapisan rangkap listrik dan stabilitas Koloid lyophobic Stabilitas koloid liofob banyak dipengaruhi oleh adanya lapisan rangkap listrik di permukaan partikel-partikel koloid. Perhatikan ; jika ada 2 partikel dari suatu bahan yng sukar larut tidak memiliki lapisan rangkap, mereka akan menjadi makin dekat karena pengaruh gaya tarik van der Waals, sehingga mereka akan mengendap. Sebaliknya, bila partikel-partikel memiliki lapisan rangkap sebagaimana gambar 9.12, maka efek keseluruhannya ialah partikelpartikel saling tolak menolak, sebab sewaktu 2 partikel saling mendekati, jarak antara muatan muatan tak sejenis lebih kecil dibanding jarak antara muatan-muatan tak sejenis. Gaya tolak inilah yang mencegah partikel-partikel terlalu berdekatan sehingga menstabilkan koloid. Jadi sumber utama kestabilan kinetika adalah : adanya muatan listrik pada permukaan koloid. Adanya muatan itu, mengakibatkan ion dengan muatan berlawanan akan berkumpul didekatnya, dan terbentuklah atmosfir ion. Ada dua daerah muatan yang harus dibedakan. Pertama, lapisan ion tak bergerak menempel kuat pada permukaan partikel koloid, dan yang mungkin mengandung molekul air (jika mediumnya air). Di sekeliling lapisan ion tak bergerak ini terdapat atmosfir ion, bagian ini yang menentukan mobilitas partikel. Kulit muatan bagian dalam dan atmosfir diluarnya ini disebut lapisan rangkap listrik. Pada kekuatan ion tinggi, atmosfer menjadi rapat dan pada jarak dekat potensialnya turun, akibat berikutnya adalah terjadinya flokulasi, yaitu penggumpalan koloid, sebagai konsekuensi dari gaya van der Waals. Karena kekuatan ion bertambah dengan penambahan ion, khususnya ion bermuatan tinggi, ion tersebut bertindak sebagai zat penggumpal. Ini merupakan dasar dari aturan Schultze-Hardy empiris, yaitu koloid hidrofob digumpalkan paling efektif oleh ion berlawanan yang bermuatan tinggi. 123

Gambar 9.12 Lapisan rangkap pada dua partikel dan 9.13 Energi interaksi partikel koloid Kurva (a) pada gambar 9.13 memperlihatkan energi potensial yang disebabkan gaya tarik van der Waals sebagai fungsi jarak pisah antara 2 partikel. Kurva (b) memperlihatkan energi tolakan. Kurva kombinasi untuk tolak menolak lapisan rangkap dan gaya tarik van der Waalsditunjukan oleh kurva (c). Pada saat kurva (c) maksimum, koloid akan memiliki stabilitas. Lapisan rangkap yang terbentuk pada permukaan partikel koloid terikat dengan lemah ke permukaan prtikel itu, oleh karena itulah lapisan ini mudah bergerak(mobil). Terdapat suatu garis pemisah antara bagian yang mobil dari lapisan rangkap dengan bagian yang tetap di permukaan, didearah ini timbul suatu potensial elektrik yang disebut Potensial zeta ( potensial). Muatan pada bagian yang mobil dari lapisan rangkap bergantung pada potensial zeta ini. Penambahan elektrolit ke dalam sol akan menekan lapisan rangkap terdifusi (bagian yang mobil) sehingga potensial zeta berkurang. Hal ini akan menurunkan gaya tolak menolak elektrostatik secara drastic antara partikel-partikel sehingga mengendapkan koloid. Koloid ini sangat sensitive terhadap ion yang mutannya berlawanan. Sol bermuatan positif seperti Fe(OH) 3 akan diendapkan oleh ion-ion negative seperti ion Cl-dan SO42-, ion-ion tergabung ke bagian tertentu dari lapisan rangkap, sehingga mereduksi muatan partikel secara keseluruhan. Akibat selanjutnya akan menurunkan potensial zeta, yang akan mengurangi gaya tolak antar partikel. Serupa dengan hal itu; sol negative akan di destabilisasi oleh ion-ion positif. Makin tinggi muatan suatu ion akan makin efektif mengkoagulasi koloid. Konsentrsi minimum yang diperlukan untuk menghasilkan koagulasi yang cepat adalah kira-kira 1 : 10 : 500 untuk muatan 3 : 2 : 1. ion yang memiliki muatan sama seperti partikel koloidnya tidak banyak berpengaruh dalam koagulasi ; kecuali pengaruhnya dalam menekan lapisan rangkap difusi. karena lapisan rangkap hanya memiliki sedikit ion, maka hanya memerlukan elektrolit berkonsentrasi rendah untuk menekan lapisan rangkap tersebut dan akhirnya mengendapkannya. 9.12 Zat Aktif Permukaan (Surfaktan), Sabun dan Detergen Zat aktif permukaan adalah golongan partikel solute tertentu yang memperlihatkan efek yang dramatis pada tegangan permukaan. Paretikel-partikel ini disebut zat aktif permukaan atau surfaktan. Jadi yang paling utama dalam hal ini adalah terdapatnya hubungan antara fenomena adsorpsi dan energi permukaan atau tegangan permukaan. Yang pertama, penggolongan surfaktan didasarkan pada kelarutan dari spesies teradsorpsi; apakah termasuk tak larut dipermukaan ataukah larut dipermukaan. Yang kedua, penggolongan bahan ini didasarkan pada metode eksperimen. Untuk antarmuka yang mudah bergerak, tegangan muka dapat diukur dengan mudah.

124

Gambar 9.14 Diagram skematik misel Jadi surfaktan merupakan spesies yang aktif pada antarmuka antara dua fase, seperti antarmuka antara fase hidrofil dan hidrofob. Surfaktan berakumulasi di permukaan dapat dihitung dengan persamaan surface excess (lihat pembahasan di depan). ni i= A i adalah kelebihan permukaan per satuan luas n i adalah jumlah mol zat i dipermukaan A adalah area dipermukaan i dapat bernilai positif (akumulasi i pada antarmuka) atau negative (kekurangan i pada permukaan) Contoh molekul surfaktan adalah sabun dan diterjen. Contoh molekul sabun, C 17H35COONa+ , pada konsentrasi yang rendah, larutan sabun terdiri dari ion Na + dan ion stearat seperti halnya larutan garam pada umumnya. Pada konsentrasi yang agak tinggi, yaitu konsentrasi misel kritis (CMC), ion-ion stearat menggumpal menjadi gumpalan, dan disebut micelles (gambar 9.23). Micelle ini berisi 50 sampai 100 buah ion stearat. Bentuk misel kira-kira speris dan rantai hidrokarbon ada dibagian dalam, sedangkan gugus polar , COO - ada dipermukaan. Permukaan misel ini yang berhubungan dengan air, dan gugus polar ini yang menstabilkan misel tersebut. Ukuran misel adalah koloid, karena bermuatan, maka misel adalah ion koloid. Misel banyak mengikat banyak sekali ion-ion positif ke permukaannya sebagai ion counter sehingga sngat mengurangi muatannya. Pembentukan misel menghasilkan penurunan konduktifitas listrik yang tajam per mol elektrolit. Misal terdapat 100 ion Na + dan 100 ion stearat; jika ion ion stearat mengumpul menjadi misel dan misel mengikat 70 ion Na+ sebagai ion lawan, maka akan ada 30 ion Na+ dan 1 miseler yang memiliki muatan -30 unit; total ada 31 ion. Reduksi inilah yang secara tajam menurunkan konduktifitas listrik. Dengan menggabung molekul-molekul hidrokarbon ke dalam micel, larutan sabun dapat bertindak sebagai solven hidrokarbon, aksi sabun sebagai pembersih bergantung pada permukaannya untuk menahan kotoran dalam suspensi. Struktur deterjen mirip sabun. Deterjen tipe anionic adalah alkyl sulfonat, RSO3-Na+, agar diterjen bertindak bagus, R harus memiliki sekurang-kurangnya 16 atom C. diterjen kationik biasanya garam ammonium kuartenair, yaitu satu alkyl (gugus alkyl) berantai panjang, contoh (CH 3)3RNa+Cl- , dengan R memiliki 12 sampai 18 C.

125

SOAL SOAL: 1. Pada 25oC, densitas mercury adalah 13,53 g/cm 3 dan = 0,484 N/m. Berapakah penurunan kapiler mercuri dalam pipa gelas dengan diameter dalam 1 mm jika kita asumsikan bahwa = 180o? Abaikan densitas udara. 2. Dalam pipa gelas , air memperlihatkan kenaikan kapiler 2cm pada 20 oC. Jika = 0,9982 g/cm3 dan = 72,75x10-3 n/m, hitunglah diameter pipa ( =0oC) 3. Pada 20oC tegangan antarmuka antara air dan benzene adalah 35 mN/m. Jika = 28,85 mN/m untuk benzene dan 72,75 mN/m untuk air (asumsikan bahwa = 0), hitung a) kerja adhesi antara air dan benzene. b) kerja kohesi untuk benzene dan untuk air. c) Koefisien penyebaran untuk benzene di atas air. 4. a)Adsorpsi etil chloride pada sample arang pada 0oC dan pada beberapa tekanan yang berbeda adalah p/mmHg 20 50 100 200 300 Jml gram teradsorbsi 3,0 3,8 4,3 4,7 4,8 Dengan isotherm Langmuir, tentukan fraksi permukaan yang tertutupi pada tiap tekanan yang tertera. b)Jika luas area molekul etil chloride adalah 0,260 nm2, berapakah luas area arang? 5. Adsorpsi butane pada bubuk NiO diukur pada 0 oC; volume butane pada STP yang teradsorpsi per gram NiO adalah p/kPa 7,543 11,852 16,448 20,260 22,959 3 v/(cm /g) 16,46 20,72 24,38 27,13 29,08 a) Dengan isotherm BET, hitunglah volume yang teradsorpsi pada STP pergram jika NiO tertutup oleh lapisan monolayer; po = 103,24 kPa. b) Jika luas penampang molekul butane tunggal adalah 44,6 x 10-20 m2, berapa area pergram bubuk NiO? c). Hitunglah 1,2,3, dan v pada 10 kPa dan 20 kPa. d). Dengan menggunakan isotherm Langmuir, hitunglah pada 10 kPa dan 20 kPa dan perkirakan luas permukaan.Bandingkan dengan pada b).

126

DAFTAR PUSTAKA Alberty, R. A. 1987. Physical Chemistry. New York : John Wiley and Sons Atkins, P.W. 1986. Physical Chemistry. Oxford University Press Atkins, P. W. 1994. Kimia Fisika, terjemahan oleh Irma I.K. Jakarta : Penerbit Erlangga Castellan, G.W. 1983. Physical Chemistry. New York : Addison- Wesley Publising Company. Dogra, S.K. dan Dogra, S. 1990. Kimia Fisik dan Soal-soal. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia Castellan. 1983. Physical Chemistry. New York : Addison-Wesley Publising Company. S. K. Dogra, dan S. Dogra. 1990. Kimia Fisik dan Soal-soal. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia

127

Vous aimerez peut-être aussi