Vous êtes sur la page 1sur 14

Analisis Urine (Tes Air Seni/ Kencing)

Eksperimen pertama adalah uji pH urine dengan menggunakan pH meter atau kertas pH. Dalam praktikum yang kami lakukan kami menggunakan pH paper atau kertas pH. Urine yang kami gunakan diambil dari salah seorang praktikan yang bernama Nyoto Prayugo. Setelah urine dimasukkan pada beaker glass, kami memasukkan pH paper. Seluruh strip dicelupkan ke dalam urin sampel dan perubahan warna pada setiap persegi dicatat. perubahan warna terjadi setelah beberapa detik hingga beberapa menit dari mencelupkan strip. Jika dilihat dari teori ini, maka eksperimen yang kami lakukan tidak ada kesalahan dan tidak menyimpang karena If read too early or too long after the strip is dipped, the results may not be accurate.beberapa menit kemudian terjadi perubahan warna pada persegi persegi yang ada pada pH paper. Perubahan yang terlihat jelas terdapat pada persegi kedua dari bawah yang berwarna hijau tua pada awalnya, warna tersebut berubah menjadi hijau muda agak keruh.Kemudian, kami mencocokkan warna pada pH paper dengan petunjuk yang berisi macam macam warna serta pH nya. Hasil yang diperoleh, urine probandus mempunyai pH = 6 yang berarti bahwa kondisi urine adalah asam. Menurut Eni dalam websitenya Enifreaks, urine normal biasanya bersifat sedikit asam dengan pH antara 5 7, pernyataan ini diambil dari Kimber. Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa urine probandus meskipun tidak netral dan dapat dikatakan bersifat asam masih merupakan urine normal karena memang urine normal bersifat sedikit asam. Lain halnya dengan urine orang yang vegetarian. Bagi urine orang yang vegetarian nantinya akan didapat urine yang bersifat alkali. Menurut Biokimia Harper, dalam cairan interstisial dan urin tubulus, NH3 bergabung dengan H+ membentuk NH4+ yang menyingkirkan NH3 dan mempertahankan perbedaan konsentrasi yang memudahkan difusi NH3 keluar sel. Bila pH urin7,0 maka rasio NH3 : NH4+ = 1 : 100. Bila urin lebih asam, maka keseimbangan berubah lebih lanjut ke NH4+. Proses NH3 disekresikan disebut difusi non-ionik. Salisilat dan sejumlah obat lain yang merupakan basa lemah atau asam lemah juga disekresi oleh difusi non ionik. Ion ammonium berasal dari makanan, obat-obatan dan hasil hidrolisa urea. Sedangkan urine yang kami pakai bersifat asam sehingga dapat disimpulkan bahwa keseimbangan berubah lebih lanjut ke NH4+. Eksperimen kedua adalah uji Chlorida, apakah didalam urine terdapat chlorida ataukah tidak. Sebelumnya, kami mengasamkan urine dengan asam nitrat encer 5 tetes. Ketika asam nitrat encer ini dimasukkan, urine berubah menjadi lebih bening. Kemudian kami menetesi 5 tetes perak nitrat. Tidak lama kemudian terdapat endapan putih tipis didasar tabung dengan kata lain urin mengandung klorida tetapi hasil ini dianggap masih normal. Jika kita analisis, NaCl juga terkandung dalam urine normal jadi untuk mengetahuinya harus ditemukan klorida dengan cara mengikat ion ion Cl-. Persamaan reaksinya dapat dimungkinkan sebagai berikut: 2NaCl + AgNO3 Na2NO3 + AgCl2 tetapi pengujian yang lebih teliti lagi dapat dilakukan dengan cara Schales dan Schales.dimana Urin dititrasi dengan merkuri nitrat dalam suasana asam. Ion-ion Cl- diikat oleh ion merkuri membentuk Hg Cl2 yang tidak terionisasi. Eksperimen ketiga adalah uji sulfat. Dalam pengujian kadar sulfat dalam urin ini kami

mencampurkan 5ml sample urin dengan HCl ditujukan untuk mengasamkan urin tersebut lalu ditambahkan BaSO4 . Belerang anorganik merupakan bagian terbesar dari belerang teroksidasi (85-90 %) dan berasal terutama dari metabolisme protein. Maka akan terbentuk endapan putih yang menunjukkan adanya belerang anorganik, reaksi yang terjadi adalah : BaCl2 + SO42- BaSO4 + 2 ClDari hasil percobaan yang kami lakukan ternyata pada larutan tidak di hasilkan endapan putih dengan kata lain tidak terdapat sulfat dalam urin tersebut,padahal belerang merupakan hasil dari metabolisme protein,hal ini dapat diakibatkan mungkin karena penambahan asam klorida dan BaSO4 yang digunakan tidak dengan ukuran yang baku sebab dalam percobaan kami kami hanya memberi beberapa tetes saja ke dalam sampel urin,dan kami tidak melakukan uji kadar belerang yang lain, misalnya pengujian belerang yang tak teroksidasi.Belerang tak teroksidasi merupakan senyawa yeng mempunyai gugus SH, -S, -SCN, misalnya asam amino yang mengandung S (sistin), tiosulfat, tiosianat, sulfida, dsb. Jumlahnya adalah 5-25 % dari belerang total urin. Pada percobaan ini, kertas saring yang dibasahi dengan Pb-asetat menjadi berwarna hitam (hasil reaksi positif). Hal itu terjadi karena adanya gas hidrogen sulfida yang dilepaskan yang dapat diidentifikasi dari baunya yang khas atau dari menghitamnya kertas saring yang telah dibasahi larutan timbal asetat. Eksperimen selanjutnya adalah uji glukosa. Dalam uji gula ini kami melakukan uji sample urin dengan menggunakan reagen benedict yang kemudian di panas kan di dalam penangas air mendidih dan hasil percobaan menunjukkan bahwa urin tidak mengandung gula sebab setelah dilakukan pengujian didapatkan larutan yang berwarna hijau sedangkan larutan urin yang mengandung gula akn memberikan warna merah bata di bagian dasarnya. kita dapat menguji urin dengan berbagai kadar glukosa yang berbeda-beda untuk membandingkan urin yang mengandung glukosa dan yang tidak dengan mereaksikan urin dengan pereaksi Benedict yang telah dipanaskan dengan glukosa 0,3 %; 1 %; 2 %; 5 % dan urin tanpa penambahan apapun. Ternyata dari hasil pengujian diperoleh urin blanko tetap berwarna biru setelah ditambahkan larutan Benedict, untuk urin dengan penambahan glukosa 0,3 % akan memberi warna kuning kehijauan dengan endapan merah, untuk urin dengan penambahan glukosa 1 % akan memberi warna kuning kehijauan dengan adanya endapan merah yang lebih banyak dari yang 0,3 %, untuk urin dengan penambahan glukosa 2 % akan memberi warna jingga dengan endapan merah dari yang ditambahkan glukosa 1 % dan untuk urin dengan penambahan glukosa 5 % akan memberi warna jingga kemerahan dengan endapan merah yang lebih banyak.Terbentuknya warna-warna tersebut, sesuai dengan konsentrasi glukosa dalam larutan. Makin besar kadar glukosa, makin banyak endapan oranye yang terbentuk. Menurut MedlinePlus tidak tebentuknya endapan oranye pada larutan glukosa konsentrasi rendah disebabkan karena baru sedikit glukosa yang mereduksi kuprisulfat dan kemudian tertutup warnanya dengan reagen Benedict yang berwarna biru. Tampak bahwa glukosa dengan kadar 5% baru memberikan endapan oranye paling banyak. Eksperimen terakhir adalah uji albumin. Dalam percobaan pengujian adanya albumin dalam urin kami menggunakan heating test,dimana urin urin diberikan indicator albumin kemudian ditambahkan beberapa tetes asam aseta 5% kemudian dipanaskan dari hasil percobaan sebelum dilakukan pengujian urin berwarna bening kekuningan kemudian

setelah diberikan indicator albumin larutan tidak menunjukkan perubahan warna kemudian setelah diberikan asam asetat 5% larutan tetap tidak menunjukkan perubahan warna,tetap berwarna bening kekuningan,hal ini menunjukkan bahwa dalam urintidak terdapat albumin

Analisis Urine (Tes Air Seni/ Kencing)


2. Memilih Sampel Urin Urin sewaktu Yaitu urin yang dikeluarkan pada satu waktu yang tidak ditentukan dengan khusus. Urin sewaktu cukup baik untuk pemeriksaan rutin. Urin pagi Yaitu urin yang pertama-tama dikeluarkan pada pagi hari setelah bangun tidur. Urin ini lebih pekat dari urin yang dikeluarkan pada siang hari. Urin pagi baik untuk pemeriksaan sedimen, protein, berat jenis dll. Urin post prandial Merupakan urin yang pertama kali dikeluarkan 1 3 jam setelah makan. Sampel urin ini baik untuk pemeriksaan terhadap glukosuria. Urin 24 jam Yaitu urin yang dikumpulkan selama 24 jam. Ccara mengumpulkannya sebagai berikut: jam 7 pagi urin pertama dikeluarkan, urin ini dibuang. Semua urin yang dikeluarkan kemudian, termasuk juga urin jam 7 pagi esok harinya, harus dapat ditampung dalam botol urin yang tersedia dan isinya dicampur. Botol harus bersih dan biasanya memerlukan zat pengawet. Urin 24 jam dapat digunakan untuk pemeriksaan kuantitatif semua zat dalam urin. Selain itu, dikenal juga urin siang 12 jam, urin malam 12 jam, urin 2 jam, urin 3 gelas, urin 2 gelas dsb. III. ALAT DAN BAHAN Alat : Tabung Reaksi Pipet Volumetri Labu takar 100 ml Hidrometer Tabung Urinometer Indikator Universal Kertas lakmus Penangas air Kertas saring Labu Erlenmeyer Cawan penguap Buret dan statif

Bunsen pipet tetes Bahan: Urin 24 jam Ag Nitrat Fenolftalein Kristal Asam urat NaOH Asam asetat 2% NH4OH Asam sulfosalisilat 3% Eter Glukosa 0,3% ; 1%;2%;5% Pereaksi Nessler Pereaksi Benedict HCL encer Larutan standar kreatinin. BaCl2 Zn Larutan Pb-asetat Asam pikrat Asam nitrat IV. PROSEDUR Percobaan Urin 1. Sifat-sifat Urin Catatlah hal-hal dibawah ini : 1. Volume dalam ml. 2. Warna, bau dan kejernihan. 3. pH urin dengan menguji reaksi terhadap lakmus dan kertas indicator universal. Juga dengan fenolftalein. 4. Berat Jenis Terlebih dahulu ketelitian hydrometer yang akan digunakan harus diuji terhadap air suling. Bila kesalahan tidak terlalu besar, dapat dilakukan koreksi. Perlu diperhatikan bahwa semua toluene harus dibuang. Metoda : Isilah sebuah tabung urinometer dengan urin. Busa yang mungkin dibuang dengan memeakai sepotong kertas saring atau dengan setetes eter. Letakkan hydrometer didalamnya. Hydrometer tidak boleh menyentuh tabung. Catatlah suhu urin tersebut. Tiaptiap urinometer telah ditera pada suhu tertentu. Bila suhu urin tidak sama dengan suhu tera, lakukan koreksi sebagai berikut :

Tambahkan 0,001 pada angka yang dinyatakan urinometer bagi tiap penambahan suhu 3 0C diatas suhu tera, atau dikurangi 0,001 untuk setiap perbedaan suhu 3 0C dibawah suhu tera. Pengamatan : 1. Volume : 1,5 liter 2. Warna urin : Kuning tua. Bau urin : Ammonia Kejernihan : Jernih 3. pH urin : 6 (Indikator universal) Lakmus biru : merah Lakmus merah : merah. Fenolftalein : tetap jernih 4. Berat Jenis urin : 1.0058 2. Jumlah zat padat total Kalikan kedua angka terakhir dari BJ urin tersebut dengan angka 2,6. hasilnya menyatakan secara kasar jumlah zat padat total (gram) dalam 1 liter urin/24 jam. Pengamatan : b.j urin x 2,6 = 58 x 2.6 = 150.8 dalam 1 liter urin 3. Garam-garam ammonium Metoda : Tambahkan NaOH pada beberapa ml urin hingga reaksinya alkalis. Panaskan. Perhatikan bau yang timbul dan uji uap yang terbentuk dengan kertas lakmus yang dibasahi atau dengan pereaksi nessler yang diteteskan pada kertas saring. Pengamatan : Bau yang timbul adalah bau ammoniak. Uji uap dengan kertas lakmus merah : biru Dengan pereaksi nessler yang diteteskan pada kertas saring : noda berwarna coklat 4. Belerang dalam urin Belerang yang terdapat dalam urin dibedakan atas 3 bentuk : a. Belerang Anorganik Merupakan bagian terbesar (85-90%) dari belerang teroksidasi dan berasal terutana dari metabolisme protein. Metoda : Pada 10 ml urin tambahkan sedikit HCl encer dan BaCl2. terlihat endapan putih. Saringlah campuran ini, uji filtrate terhadap belerang etereal.

Pengamatan : Terbentuk Endapan putih. b. Belerang etereal Merupakan senyawaan asam sulfat dengan zat0zat organic seperti indol, kresol, fenol dan sebagainya. Zat-zat organic tersebut berasal dari metabolisme protein, atau pembusukan protein dalam lumen usus. Semuanya terurai pada pemanasan dengan asam. Merupakan 515% dari belerang total urin. Metoda : Didihkan filtrate dari percobaan (a) selama beberapa menit. Bila tidak terbentuk endapan, tambahkan lagi HCl dan panaskanlah, mungkin perlu ditambahkan BaCl2. Pengamatan : Terbentuk endapan putih. c. Belerang yang tak teroksidasi Adalah senyawa yang mempunyai gugus SH, -S dan _SCN, misalnya asam amino yang mengandung S (sistin), tiosulfat, sulfide dan sebagainya. Jumlahnya 5-25% dari belerang total. Metoda : Masukkan 10 ml urin dalam tabung reaksi. Masukkan Zn dan sedikit HCl 6N. Tutup tabung tersebut dengan kertas saring yang dibasahi dengan larutan Pb-asetat. Terlihat kertas berwarna hitam. Pengamatan : Kertas berwarna hitam 5. Asam Urat Test Mureksida Asam urat dioksidasi oleh asam nitrat pekat membentuk asam dialurat dan aloksan. Zat-zat ini berkondensasi dengan ammonia membentuk mureksida (ammonium purpurat) yang berwarna ungu kemerahan. Metoda: 5 tetes urin diletakkan dalam sebuah cawan penguap. Tambahkan 3 tetes asam nitrat pekat, lalu panaskan sehingga kering pada penangas uap, perhatikan warna merah yang timbul.

Setelah dingin tambahkan satu tetes ammonia encer (1 : 100). Perhatikan warna yang terbentuk. Bandingkan dengan menggunakan 0.1 g Kristal asam urat. Pengamatan : Setelah pemanasan : Cawan I (urin) : Kuning Muda Cawan II (as. urat) : Kuning kemerahan Setelah penambahan 1 tetes ammoniak. Cawan I (urin) : Kuning muda Cawan II (as.urat) : Kemerahan 6. Kreatinin Reaksi Jaffe Reaksi ini berdasarkan pembentukan tautometer kreatinin pikrat yang berwarna merah bila kreatinin direaksikan dengan larutan pikrat alkalis. Warna ini akan berubah menjadi kuning apabila larutan diasamkan. Metoda : Masukkan 5 ml urin ke dalam sebuah tabung reaksi dan 5 ml ke dalam tabung yang lain. Tambahkan pada masing-masing tabung 1 ml larutan asam pikrat jenuh dan 1 ml NaOH 10%. Perhatikan warna yang terbentuk. Tambahkan HCl pada salah satu tabung. Bandingkan hasilnya terhadap tabung yang ditambahkan HCl. Pengamatan : Tabung I dan II setelah ditambahkan asam pikrat jenuh dan NaOH 10% terbentuk warna merah coklat (terang-jernih). Tabung II setelah ditambahkan HCl terbentuk warna kuning. 7. Glukosa Adanya glukosa dalam urin dapat dinyatakan berdasarkan sifat glukosa yang dapat mereduksi ion-ion logam tertentu dalam larutan alkalis. Test ini tidak spesifik terhadap glukosa, gula-gula lain yang berdaya reduksi maupun zat-zat lain yang bukan gula dapat juga memperlihatkan hasil positif. Test Benedict (Semi Kuantitatif) Dengan test ini dapat diperhitungkan secara kasar kadar gula dalam urin (semi kuantitatif).

Metoda: Campurlah 2.5 ml pereaksi benedict kualitatif dengan 4 tetes urin. Panaskan selam 5 menit pada penangas air mendidih. Biarkan menjadi dingin perlahan-lahan. Lakukan test ini terhadap urin yang mengandung (1) glukosa 3%; (2) glukosa 1%; (3) glukosa 2% dan (4) glukosa 5%. Penafsiran : Warna Penilaian Kadar Biru/ hijau keruh :0 Hijau/ kuning hijau + : Kurang dari 0,5% Kuning/ kuning kehijauan ++ : 0,5 1,0 % Jingga1, +++ : 0 2,0 % Merah ++++ : Lebih dari 2,0 % Pengamatan : Tabung I = hasil negative Tabung II = kuning hijau endapan merah + ( < 0,5 % ) Tabung III = larutan kuning kehijauan dengan endapan merah ++ ( 2,0 % ) Percobaan Urin Kuantitatif 1. Penetapan Kadar Kreatinin Urin (Folin) Dasarnya adalah metode Jeffe. Kreatinin bereaksi dengan asam pikrat dalam larutan alkalis membentuk tautometer kreatinin pikrat yang berwarna merah. Pereaksi : 1. Larutan Asam pikrat jenuh 2. NaOH 10% 3. Larutan Standard kreatinin mengandung 1 mg/ml Metoda : Sediakan 2 labu takar 100 ml. isilah labu pertama dengan urin 1 ml dan labu kedua dengan 1 ml larutan standard. Tambahkan pada masing-masing labu tepat 20 ml larutan asam pikrat jenuh dan 1,5 ml larutan NaOH 10%. Kocok perlahan-lahan dan biarkan selama 25 menit. Encerkan sampai 100 ml dan campur dengan sebaik-baiknya. Lakukan pembacaan segera dengan calorimeter visual. Pada panjang gelombang 540 nm. Buat blanko dengan menggunakan 1 ml air suling. Penghitungan : Kadar Kreatinin (g/24jam) = Rs/Ru X 1 ml urin 24 jam/1 X 1/1000

Pengamatan Rs = 0, 249 nm Ru = 0, 375 nm Kadar kreatinin = 0,249/0,375 X 1/1 X 1/1000 = 6,64 x 10-4 g/24jam 2. Penetapan Kadar Klorida Urin (Schales dan Schales) Urin dititrasi dengan Merkuri nitrat dalam suasana asam. Ion-ion Cl diikat oleh merkuri membentuk HgCl2 yang tidak terionisasi. Bila terdapat merkuri nitrat berlebihan, maka ion-ion merkuri tersebut dengan indicator difenilkarbazon akan membentuk warna ungu. Pereaksi : 1. Larutan Indikator difenilkarbazon 0.1% 2. Larutan Merkuri nitrat N/60 3. Larutan Standard klorida mengandung 10 meq Cl/Liter. Metoda : Masukkan dengan pipet volumetric 5 ml urin ke dalam sebuah gelas Erlenmeyer, kemudian tambahkan 5 tetes indicator. Lakukan dalam duplo. Lakukan titrasi dengan larutan merkuri nitrat. Lakukan juga titrasi terhadap 5 ml larutan standard NaCl. Hitunglah jumlah NaCl dalam urin 24 jam. Penghitungan : Kadar Klorida Urin = ml merkuri nitrat yang dipakai x 100/A 9meq/Liter) A = Jumlah ml merkuri nitrat untuk titrasi 5 ml larutan Standard NaCl. Kadar NaCl urin (mg/Liter) = meq Klorida/Liter X 58,5 Pengamatan : TE sampel I = 15,5 ml (menggunakan sampel urin 1 ml) TE sampel II = 15,3 ml (menggunakan sampel urin 1 ml) TE standard = 4,25 ml (menggunakan standard NaCl 5 ml) V. PEMBAHASAN Percobaan Urin 1. Sifat-sifat urin Pada percobaan sifat-sifat urin, volume urin yang dikumpulkan selama waktu 24 jam sebanyak 1500 ml. Volume yang dapat dikumpulkan atau yang diekskresikan tergantung dari beberapa faktor seperti suhu, intake cairan, kerja fisik, dan faktor patologi seperti penyakit ginjal atau diabetes mellitus. Pada orang dewasa normal volume urin adalah sekitar 600-2500 ml/ 24 jam. Berarti volume urin tersebut masih tergolong normal.

Bau yang tercium pada urin adalah sedikit bau toluen, karena digunakan pengawet toluen. Warna dari urin tersebut adalah kuning tua. Warna urin dapat berubah karena faktor makanan atau faktor patologik. Warna dari urin ini disebabkan oleh adanya zat warna urin yaitu urokrom yang terdiri dari uroflavin dan laktoflavin atau riboflavin dan uropterin. Warna urin dapat berubah karena pengaruh obat-obatan, misalnya karena meminum antibiotik atau dapat juga karena adanya penyakit hati. Bau urin yang pesing karena adanya ammonia yang disekresikan dalam urin. Dalam menguji pH urin, digunakan indikator universal. Urin sampel memilki pH 6 (pH asam), dan dapat dikatakan normal karena umumnya pH urin dalam manusia bervariasi dari 4,5-8,0 (urin dapat bersifat asam, netral, atau basa). Ekskresi urin yang pada pH berbeda dari cairan tubuh, mempunyai dampak yang penting bagi elektrolit tubuh dan penghematan asam-basa. Setelah dilakukan pengujian terhadap berat jenis urin, didapatkan angka 1,0058. Berat jenis urin yang normal berkisar antara 1,003-1,030 g/cm3, maka dapat disimpulkan bahwa urin yang diuji memiliki berat jenis yang termasuk dalam range yang normal. Berat jenis suatu larutan tergantung pada sifat maupun jumlah partikel terlarut yang ada di dalamnya. Berat jenis kadang-kadang masih diukur sebagai suatu indeks konsentrasi urin, disamping osmolalitas. 2. Jumlah zat padat total Jumlah zat padat total normal dalam urin 24 jam kira-kira 150.8 g/l urin 24 jam. Sampel urin mengandung jumlah zat padat total 36,4 g/l urin. Jadi hasil ini dapat dikatakan menyimpang dari kisaran normal. Berat jenis suatu larutan tergantung pada sifat maupun jumlah partikel terlarut yang ada di dalamnya, karena itu berat jenis dapat digunakan untuk menentukan jumlah zat padat yang dikandung urin. Mungkin hasil yang menyimpang ini terjadi karena faktor asupan makanan yang masuk ke tubuh atau karena faktor kelainan pada tubuh. Hasil yang didapatkan memang tidak akurat karena hanya menghitung secara kasar saja jumlah zat padat total dalam urin. 3. Garam-garam ammonium Pada percobaan adanya garam-garam ammonium, urin dibasakan terlebih dahulu menggunakan NaOH dan kemudian dipanaskan. Bau yang timbul akibat pemanasan adalah bau amoniak yang menandakan bahwa ammonium yang terkandung di dalam urin terlepas ke udara atau telah menguap. Berarti urin sampel mengandung garam amonium. Reaksi utama pada tubuh yang menghasilkan NH4+ terjadi di dalam sel, yaitu perubahan glutamin menjadi glutamat yang dikatalisis oleh enzim glutaminase yang terdapat di dalam sel tubulus renalis. Glutamat dehidrogenase mengkatalisis perubahan glutamat menjadi ketoglutarat. Glutamin glutamat + NH4+ Glutamate -ketoglutarat + NH4+ Di dalam cairan interstisial dan urin tubulus, NH3 bergabung dengan H+ membentuk NH4+ yang menyingkirkan NH3 dan mempertahankan perbedaan konsentrasi yang

memudahkan difusi NH3 keluar sel. Bila pH urin7,0 maka rasio NH3 : NH4+ = 1 : 100. Bila urin lebih asam, maka keseimbangan berubah lebih lanjut ke NH4+. Proses NH3 disekresikan disebut difusi non-ionik. Salisilat dan sejumlah obat lain yang merupakan basa lemah atau asam lemah juga disekresi oleh difusi non ionik. Ion ammonium berasal dari makanan, obat-obatan dan hasil hidrolisa urea. Mekanisme dari tubulus renalis dalam memproduksi ammonia sangat penting untuk mengatur keseimbangan asam basa dan penghematan kation, meningkat dengan nyata pada asidosis metabolik tetapi sebagian besar akan diekskresikan dalam bentuk urea yaitu komponen utama urin. Ammonia secara konstan diproduksi dalam jaringan tapi hanya ditemukan dalam jumlah kecil pada darah tepi yang dengan cepat dikeluarkan dari dalam darah oleh hati dan diubah menjadi glutamat, glutamin, ataupun urea (urin). Dengan pereaksi nessler memberikan hasil negatif karena apabila dengan pereaksi nessler maka warna yang dihasilkan adalah warna merah. 4. Belerang dalam urin Belerang anorganik Belerang anorganik merupakan bagian terbesar dari belerang teroksidasi (85-90 %) dan berasal terutama dari metabolisme protein. Pada percobaan ini, urin 24 jam direaksikan dengan HCl encer dan BaCl2. Maka akan terbentuk endapan putih yang menunjukkan adanya belerang anorganik, reaksi yang terjadi adalah : BaCl2 + SO42- BaSO4 + 2 Cl Belerang etereal Belerang etereal merupakan senyawaan asam sulfat dengan zat-zat organik. Sulfat etereal di dalam urin merupakan ester sulfat organik (R-O-SO3H) yang dibentuk di dalam hati dari fenol endogen dan eksogen, yang mencakup indol, kresol, esterogen, steroid lain, dan obatobatan. Zat-zat organik tersebut berasal dari metabolisme protein atau pembusukan protein dalam lumen usus. Semuanya terurai pada pemanasan dengan asam. Jumlahnya 5-15 % dari belerang total urin. Dari percobaan tersebut, terbentuk endapan putih karena adanya endapan BaSO4 dari belerang etereal yang memiliki senyawa sulfat akan bereaksi dengan BaCl2. Belerang yang tak teroksidasi Belerang tak teroksidasi merupakan senyawa yeng mempunyai gugus SH, -S, -SCN, misalnya asam amino yang mengandung S (sistin), tiosulfat, tiosianat, sulfida, dsb. Jumlahnya adalah 5-25 % dari belerang total urin. Pada percobaan ini, kertas saring yang dibasahi dengan Pb-asetat menjadi berwarna hitam (hasil reaksi positif). Hal itu terjadi karena adanya gas hidrogen sulfida yang dilepaskan yang dapat diidentifikasi dari baunya yang khas atau dari menghitamnya kertas saring yang telah dibasahi larutan timbal asetat. Reaksi yang terjadi adalah : S2- + 2 H+ H2S H2S + Pb2+ PbS 5. Asam urat

Pada percobaan ini, digunakan tes mureksida yaitu dengan memanaskan sampai kering urin yang yang telah ditambah HNO3 pekat. Asam urat akan dioksidasi oleh HNO3 pekat membentuk asam dialurat dan aloksan. Setelah dingin, ditambahkan satu tetes ammonia encer (1 : 100), maka asam dialurat dan aloksan berkondensasi dengan amonia membentuk mureksida (ammonia purpurat) yang berwarna ungu kemerahan. Mekanisme reaksi yang terjadi adalah: Bila urin setelah ditambahkan ammonia encer tetap berwarna merah, maka hal itu menyatakan adanya asam urat. Pada percobaan, setelah ditambahkan HNO3 pekat dan dipanaskan hingga kering, urin membentuk warna kuning muda. Hal ini berarti bahwa pada urin yang diuji, tidak terdapat asam urat. Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan blanko berupa kristal asam urat. Setelah ditambahjann HNO3 pekat dan dipanaskan hingga kering, terbentuk warna kuning jingga. Seharusnya warna yang tebentuk adalah warna ungu kemerahan, tetapi warna yang terbentuk adalah kuning jingga, hal itu mungkin disebabkan karena kekurangketelitian praktikan dalam melakukan percobaan. 6. Kreatinin Pada percobaan untuk mengetahui adanya kreatinin dalam urin, dilakukan reaksi Jaffe. Reaksi Jaffe berdasarkan pembentukan tautomer kreatin pikrat yang berwarna merah bila kreatinin direaksikan dengan larutan pikrat alkalis. Warna ini akan berubah menjadi kuning apabila larutan diasamkan. Dari hasil percobaan, dipeoleh warna merah kecoklatan (jernih) dari penambahan urin dengan asam pikrat jenuh dan NaOH 10 %. Warna larutan pada salah satu tabung berubah menjadi kuning setelah ditambah HCl (tabung yang lain tidak ditambahkan HCl dan larutan tetap berwarna merah kecoklatan). Hal ini menunjukkan bahwa di dalam urin yang diuji, terdapat kreatinin. 7. Glukosa Pereaksi Benedict yang mengandung kuprisulfat dalam suasana basa akan tereduksi oleh gula yang menpunyai gugus aldehid atau keton bebas (misal oleh glukosa), yang dibuktikan dengan terbentuknya kuprooksida berwarna merah. Reaksi : Pada uji adanya glukosa dalam urin dilakukan tes Benedict, yaitu dengan mereaksikan urin dengan pereaksi Benedict yang telah dipanaskan dengan glukosa 0,3 %; 1 %; 2 %; 5 % dan urin tanpa penambahan apapun. Ternyata dari hasil pengujian diperoleh urin blanko tetap berwarna biru setelah ditambahkan larutan Benedict, untuk urin dengan penambahan glukosa 0,3 % akan memberi warna kuning kehijauan dengan endapan merah, untuk urin dengan penambahan glukosa 1 % akan memberi warna kuning kehijauan dengan adanya endapan merah yang lebih banyak dari yang 0,3 %, untuk urin dengan penambahan glukosa 2 % akan memberi warna jingga dengan endapan merah dari yang ditambahkan glukosa 1 % dan untuk urin dengan penambahan glukosa 5 % akan memberi warna jingga kemerahan dengan endapan merah yang lebih banyak. Terbentuknya warna-warna tersebut, sesuai dengan konsentrasi glukosa dalam larutan.

Makin besar kadar glukosa, makin banyak endapan oranye yang terbentuk. Tidak tebentuknya endapan oranye pada larutan glukosa konsentrasi rendah disebabkan karena baru sedikit glukosa yang mereduksi kuprisulfat dan kemudian tertutup warnanya dengan reagen Benedict yang berwarna biru. Tampak bahwa glukosa dengan kadar 5% baru memberikan endapan oranye paling banyak. Dari uji tersebut memberikan hasil bahwa urin yang diperiksa oleh praktikan tidak mengandung glukosa karena tidak memberi hasil positif terhadap tes Benedict. Berarti urin tersebut adalah urin yang normal. Percobaan Urin Kuantitatif 1. Penetapan Kadar Kreatinin Urin (Folin) Rs = 0, 249 nm Ru = 0, 375 nm Kadar kreatinin = 0,249/0,375 X 1500/1 X 1/1000 = 0,996 g/24jam Kreatinin disintesis di dalam hati dari metionin, glisin, dan arginin. Dalam otot rangka kreatinin difosforilasi untuk membentuk fosforilkreatin yang merupakan simpanan tenaga penting bagi sintesis ATP. ATP yang terbentuk oleh glikolisis dan fosforilasi oksidatif bereaksi dengan kreatin untuk membentuk ADP dan banyak fosforilkreatin. Urin Pria dewasa mengandung keratin 25mg/kg BB, berarti pada urin sample terdapat kreatinin sebanyak : 25 mg x 60 = 1500 mg (1,375g). Kreatinin dari hasil percobaan didapat kadar kreatinin sebanyak 0,996 g. jumlah kreatinin sampel masih dibawah kadar normal. Kreatinin meninggi pada insufisiensi ginjal yang akut atau kronis, obstruksi traktus urinarius dan gangguan faal ginjal yang ditimbulkan oleh beberapa jenis obat. Bahan-bahan yang bukan kreatinin dapat bereaksi sehingga memberi hasil positif dengan metode alkalis pikrat (reaksi jaffe). Bahan-bahan tersebut adalah asetoasetat, aseton, -Hidroksibutirat, ketoglutarat, piruvat, glukosa bilirubin, hemoglobin, urea dan asam urat. Perbedaan hasil dapat disebabkan oleh beberapa factor seperti : usia, suku bangsa, jenis kelamin, lingkungan, sikap tubuh, makanan yang dimakan, obat-obatan dan kadar aktivitas. 2. Penetapan Kadar Klorida Urin (Schales dan Schales) Dalam penetapan kadar Klorida dalam urin, digunakan cara Schales dan Schales. Urin dititrasi dengan merkuri nitrat dalam suasana asam. Ion-ion Cl- diikat oleh ion merkuri membentuk Hg Cl2 yang tidak terionisasi. Bila terdapat merkuri nitrat yang berlebihy, ionion merkuri ini akan bereaski dengan indicator difenilkarbazon membentuk warna ungu (Urin ditambahkan difenilkarbazon 0,1% lalu dititrasi dengan merkuri nitrat sampai berwarna ungu). Dari percobaan terhadap urin 24 jam, diperoleh data sebagai berikut : A = ml (jumlah merkuri nitrat untuk titrasi 5 ml larutan standard NaCl) Sampel urin merkuri nitrat I = 15,50 ml Sampel urin merkuri nitrat II = 15,55 ml

Kadar Klorida urin (meq/liter) = ml merkuri nitrat yang dipakai x 100/A A = Jumlah ml merkuri nitrat untuk titrasi 5ml larutan standard NaCl. Maka : i. Kadar Klorida urin = 15,5 x 100/4,25 = 364,706 meq/liter Kadar NaCl urin = 364,706 x 58,5 = 21335,301 mg/liter = 21,34 g/liter ii. Kadar Klorida urin = 15,5 x 100/4,25 = 364,705 meq/liter Kadar NaCl urin = 364,705 x 58,5 = 21335,242 mg/litrer = 21,34 g/liter VI. KESIMPULAN Dari percobaan urin ini, volume urin yang diperoleh adalam 1500 ml yang beraati volume ini masih dalam batas normal, urin tersebut memiliki bau amoniak, berwarna kuning tua, jernih, ber pH 6 memiliki BJ sebesar 1,0058 dan kandungan zat padat dalam urin 150.8 g / l. Pada urin dormal terkandung garam-garam amonium , belerang anorganik, belerang yang tak teroksidasi, klorida dan kreatinin. Pada urin yang diuji oleh praktikan tidak terdapat asam urat maupun glukosa menandakan bahwa urin tersebut dalam keadaan normal. Pada percobaan kuantitatif diperoleh kadar kreatinin urin sebesar 0,996 g / 24 jam dan kadar NaCl rata-rata sebesar 21,34 g/liter. DAFTAR PUSTAKA Azizahwati, Penuntun Praktikum Biokimia, Laboratorium Biokimia Jurusan Farmasi FMIPA UI, 1994, Hal 36-44. Ganong, W. F, Fisiologi Kedokteran edisi 14, Penerbit buku kedokteran, EGC, alih bahasa oleh dr. Petrus Andrianto. Murray, K. Robert, Daryl K. Granner, Peter A. Mayes, Victor W.R, Biokimia Harper edisi 22, Penerbit bku kedokteran, EGC.

Vous aimerez peut-être aussi