Vous êtes sur la page 1sur 12

TUBERKOLOSIS MILIER Pendahuluan Tuberkolosis (TB) adalah infeksii bakteri kronis yang disebabkan oleh kuman mikobakterium tuberkolosis

dengan ditandai oleh terbentuknya granuloma yang menimbulkan nekrosis pada jaringan. Infeksi ini dapat mengenai berbagai organ dalam tubuh tetapi yang paling sering terkena adalah jaringan paru. Dalam kelanjutannya infeksi mikobakterium tuberkolosis dapat meniumbulkan komplikasi berupat tuberkolosis milier, yang merupakan suatu bentuk infeksi tuberkolosis yang disebarkan secara akut dari suatu fokus infeksi melalui aliran darah yang bersifat sistemik. Definisi lain dari tuberkolosismilier adalah suatu penyakit yang ditandai oleh penyebaran hematogen dan progresif dan infeksi tuberkolosis yang mempunyai ukuran yang menyerupai butir-butir padi di seluruh paru. Mikobakterium tuberkolosis merupakan kuman tahan asam, tahan terhadap alkohol, bersifat aerob tidak berspora dan merupakan parasit obligat yang menimbuilkan infeksi pada manusia dan mamalia. Tuberkolosis primer adalah penyebaran hematogen dari mikobakterium tuberkolosis (TB) dari fokus pimer menghasilkan lesi dengan bentuk yang sama , progresif, menyebabkan nekrosis dan pengkejuan di banyak organ dan granuloma yang menyerupai bijian padi. Insidensi WHO memperkirakan jumlah kasus baru tuberkolosis akan dijumpai berkisar 8 juta penderita setiap tahunnya dan angka kematian yang ditimbulkan akan meningkat dari 2,3 juta menjadi 3,5 juta pada akhir milenium ini. Sebelum epidemi HIV, prevelansi tuberkolosis 85% hanya terjadi di paru dan 15% sisanya merupakan

tuberkolosis ekstra paru. Setelahh epidemi infeksi HIV prevalensi tuberkolosis yang terlokalisi di paru menjadi 38% dan sekitar 32% merupakan TB ekstra paru dan 30% merupakan gabungan tuberkolosis paru dan ekstra paru sekaligus. Sejumlah laporan mengindikasikan adanya peningkatan kasus tuberkolosis milier pada pasien usia tua dan pada openderita HIV. Gambaran distribusi TB milier menduduki urutan keempat (8,6%) dari TB ekstra paru di skotlandia (1993). Di amerika serikat data yang diperoleh tahun 1996, dari 21.337 penderita TB dijumpai kasus milier 257 (1,2%) dan data secara internasional diperkirakan 1,5% dari seluruh penderita TB adalah TB milier. Di rumah sakit Pringdani Medan, indra susilawati melaporkan TB milier menempati urutan ke 3 (12,8%) yaitu 11 dari 86 kasus TB ekstra paru. Sejarah Penyakit Tuberkolosis Penyakit TB sudah diderita oleh manusia sejak zaman purbakala dimana lesi tuberkolosis telah ditemukan pada vertebrae manusia zaman neoliticum di eropa dan mummi orang mesir yang diperkirakan berasal dari permulaan tahun 3700 sebelum masehi. Koch, pertama kali menunjukkan tuberkel basilus yang sekarang dikenal sebagai mikobakterium tuberkolosis pada tahun 1882, yang merupakan kuman tahan asam, tahan terhadap alkohol, bersifat aerop, tidak berspora. Dari berbagai jenis mikobakteria hanya M.tuberkolosis, M. Bovis dan M. Afrinacum yang dikenal sebagai tuberkel basilus. Penyebaran hematogen dan mikobakterium tuberkolosis dari fokus primer menghasilkan lesi dengan bentuk dan ukuran yang sama yang biasanya progresif, menyebabkan terjadinya nekosi dan pengejuan di banyak organ. Dan gambaran granuloma yang menyerupai biji adi itu dikatakan sebagai milier.

Patogenesa Penyakit tuberkolosis yang secara luas dijumpai ditengah masyarakat bila diperhatikan dengan teliti ternyata terjadinya TB milier diawali oleh infeksi primer yang didapat pada masa kanak-kanak. Bila infeksi awal tersebut sangat berat, atau penderita yang terserang dalam keadan umum yang jelek yang dapat disebbakan oleh malnutrisi, pemakaian obat kortikosteroid atau obat imunosupresif, maka penyebaran hematogen dari infeksi primer dapat menimbulkan terjadinya TB milier akut. Masuknya kuman basil ke dalam dinding pembuluh darah dapat menimbulkan terjadinya vaskulitis pada tunika intima, yang selanjutnya kuman basil ini akan mengikuti aliran darah. Kerusakan pembuluh darah ini lebih sering dijumpai pada pembuluh vena yang besar dan saluran limfa thorak dan lebih jarang mengenai sistim arteri, aorta atau endokardium. Masuknya kuman ke dalam pembuluh darah tampaknya juga timbul dari lesi post primer yang aktif, yang mana keadaan ini dapat menerangkan timbulnya TB milier pada usia pertengahan dan usia tua. Pada anakanak keadaan sering sebagai lanjutan dari infeksi primer sementara pada orang dewasa keadaan ini dapat diakibatkan baik oleh karena infeksi yang sedang dialami atau oleh karena adanya reaktivasi dari fokus lama. Patologi Pada kebanyakan atau bentuk klasik dari TB milier lesi yang tebentuk seperi gambaran butiran padi terdiri dari sel epitel, limfosit dan sel langhans raksasa dengan atau tanpa basil yang tahan asam. Penyebaran dari lesi ini diseluruh tubuh bervariasi teapi biasanya paru-paru selalu terlibat yang kadang-kadang hanya dapat dilihat secara mikroskopis. Keterlibatan organ-organ lainnya berbeda dari satu kasus dengan kasus yang lainnya.

Bentuk lain dari gambaran patologi adalah bentuk yang tidak reaktif yang mana hanya dapat dijumpai pada orang dewasa atau pada anak-anak yang terganggu sistim kekebalannya. Pada keadaan ini lesi terutama terdiri dari jaringan nekrotik tanpa adanya basil secara histologis. Hati dan limpa biasanya membesar dan berbentuk seperti tapak kuda dengan bagian nekrotik yang tidak teratur biasanya dengan diameter kurang dari 1 cm yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop. Disamping hati dan limpa organ lain juga dapat terlibat. Diagnosa Diagnosa TB milier adakalanya sulit untuk ditegakkan terutama pada yang bentuk kriptik yang mempunyai gambaran radiologinya samar. Tuberkolosis milier mempunyai 2 bentuk yaitu bentuk overt dan bentuk kriptik. Pada yang bentuk overt gejala klinis dan radiologis jelas sehingga mudah untuk didiagnosa. Sedangkan yang bentuk kriptik gambaran radiologisnya samar sehingga kadang-kadang penyakitnya baru diketahui setelah penderita meninggal dunia. Dikatakan bahwa pada pasien usia tua dimana diagnosa baru dapat ditegakkan setelah dilakukan autopsi, hal ini terjadi karena gambaran klinisnya tertutupi atau penyakitnya bersamaan dengan penyakit-penyakit lainnya. Dalam suatu laporan dikatakan tuberkolosis milier tidak dikenali hingga dilakukan autopsi pada 15 dari 21 pasien dengan usia sebagian besar diatas 70 tahun. dan diperkirakan lebih dari 50% kasus didiagnosa baru ditegakkan setelah dilakukan autopsi.

Diagnosa ditegakkan berdasarkan dari beberapa pemeriksaan gejala klinis, pemeriksaan fisik, laboratorium , radiologis, funduskopi, biakkan urin , darah, cairan labung dan sumsum tulang yang ditemukan adanya mikobakteriuim tuberkolosis. Adanya tuberkel di choroid pada pemeriksaan funduskopi merupakan patognomonik pada TB milier. Pemeriksaan sputum akan positif akan mempunyai nilai diagnosis tinggi apabila diambil dari cairan bilasan bronkus. Gambaran Klinis Tuberkolosis milier merupakan suatu komplikasi dari satu fokus infeksi tuberkolosa yang disebarkan secara hematogen yang bersifat sistemik. Sehingga keluhan penderita tuberkolosis primer hampir sama dengan penderita tuberkolosis paru pada umumnya yaitu berupa batuk-batuk, demam, nafsu makan menurun, berat badan menurunm keringat malam hari dan pada keadaan lanut dapat dijumpai batuk yang produktif dan kadang disertai darah. Demam merupakan suatu tanda klasik pada tuberkolosis milier, dimana bentuk demamnya tdak khas. Pendedrita TB milier biasanya mendapatkan gejala-gejala seperti, lemah (90%), penurunan berat badan (80%) sakit kepala (10%) dimana keluhan ini dapat terjadi secara progresif selama beberapa hari atau beberapa minggu dan bahkan dapat terjadi (walaupun jarang) selama beberapa bulan. Peneliti lain mendapatkan anoreksia (15,6%), nyeti perut (6%) dan nyeri dada (12,5%). Faktor-faktor resiko untuk terjadinya TB milier adalah beberapa penyakit seperti kanker, transplantasi, onfrlsi HIV, malnutrisi, diabetes, penyakit ginjal bertahap akhir, operasi besar dimana dapat mencetuskan terjadinya penyebaran mikobakterium tuberkolosis tersebut.

Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai hal yang istimewa pada penderita TB milier kecuali tahap lanjut dijumpai ketelibatan organ seperti pembesaran limpa dan hati. Pada pemeriksaan mata dapat dijumpai choroidal tuberkel yang merupakan pemeriksaan patognomonis untuk TB milier. Pada pemerilsaan secara fisik dijumpai demam (80%), keringat malam (50%), batuk (60%), pembengkakan kelenjar limph (40%), hepatomegali(40%), splenomegali (15%), pancreatitis (<5%), diarrhea (6%) dan disfunsi multi organ. Pemeriksaan Laboratorium Pada pemriksaan elektrolit darah terjadinya penurunan kadar natrium berhubungan dengan beratnya penyakit. Peningkatan alkaline fosfatase dijumoai pada 30% kasus. Bila dijumpai peniggian transaminase menunjukkan kemungkinan terlibatnya liver. Pada pemeriksaan leukosit bisa terjadi leukopenia ataupun leukositosis. Anemia bisa terjadi begitu juga dengan trombositopenia. Pada pemeriksaaan laju endap darah didapati peningkatan pada 50% pasien. Pemeriksaan sputum memiliki sensitivitas yang rendah dan kultur sputum negatif pada 80% kasus. Bronkoskopi dengan serat optik merupakan prosedur yang paling efektif untuk melakukan kultur, dimana kultur yang diambil dari bilasan cairan bronkus memberi hasil positif pada 90% kasus. Kultur terhadap mikobakterium (sputum, darah, urine, cairan cerebro spinal) dan sekaligus lakukan sensitiviti test bisa dijumpai hasil yang positif. Kultur mikobakterial di dalam darah dijumpai pada 5% kasus, dan bila disertai dengan infeksi HIV nilainya dapat meningkat menjadi 85%. Test tuberkulin biasanya negatif

pada TB milier, dan ini dapat diterangkan karena jumlah antigen tuberkolosis yang sangat banyak dijumpai diseluruh tubuh. Pemeriksaan Radiologi Pada pemeriksaan radiologi dijumpai tampak bayangan bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru, dimana gambaran ini adalah khas pada tuberkolosis milier. Pada pemeriksaan radiologi thorak laporan sebelumnya menunjukkan dijumpai gambaran TB milier pada 30%-93% kasus. Penelitian lain yang dilakukan di canada terhadap 71 penderita TB milier kemudian dilakukan observasi oleh 3 ahli radiologi menunjukkan sensitivitas (59%-69%) dan spsifitas (97%-100%). Besarnya diameter milier dari nodul yang <1,5mm dujumpai pada 12% kasus, diameter nodul 1,5-3 mm pada 78% kasus dan >3 mm pada 10%. Hal ini menerangkan bahwa foto torak mempunyai sensitivitas yang rendah dan spesifitas tinggi, sehingga bila dicurigai sebagai TB milier akan tetapi foto thorak mendukung maka harus dicari alternatif lain untuk membuktikannya. Pemeriksaan dengan CT scan dengan resolusi yang tinggi dimana dengan ketebalan 1 mm lebih baik dibandingkan dengan foto thorak. Bila dicurigai menigitis TB dapat dilakukan Head CT scan demikian juga dengan CT scan abdomen untuk melihat keterlibatan klimfa para aorta, hepatosplenomegali atau abses tuberkel. Pemeriksaan Penunjang lainnya Pemeriksaan lainnya dapat dilakukan adalah funduskopi yang menunjukkan terjadinyya tuberkel pada choroid dan hal ini lebih sering dijumpai pada orang dewasa dibanding pada anak-anak. Dijumpainya tuberkel pada choroid merupakan patognomonik pada TB milier dan keadaan ini dijumpai pada 30% kasus. Di thailand

pernah dilaporkan dua kasus dengan demam yang berkepanjangan dimana setelah dilakukan funduskopi ternyata dijum[ai tuberkel pada choroid yang kemudian dilakukan terapi spesifik ternyata dijumpai hasil yang memuaskan. Untuk melihat adanya pericardial efusi dapat dilakukan dengan EKG. Lumbal punksi perli dipertimbangkan walaupun tidak dijumpai kelainan pada otak dengan tehnik MRI, dimana dijumpai peningkatan leukosit pada 65% kasus, limfosit dominan pada 70% kasus, peningkatan asam laktat, peningkatan protein pada 90% kasus, penurunan glucosa pada 90% kasus. Biopsi sumsum tulang dijumpai nilai positif pada 50% kasus. Pada tindakan liver biopsi merupakan tindakan yang dapat mengancam jiwa karena resiko perdarahan, laparoskopi dapat juga dilakukan untuk mengambil bahan kultur dalam mendukung diagnosa. Pengobatan Sampai saat ini baik WHO maupun ameican thoracic society (ATS) memberikan rekomendasi pengobatan spesifik selama 12 bulan terhadap kasus TB milier dengan menggunakan regiman. Isoniazid, rifampisin, pyrazinamidem etambutol atau streptomisin selama 2 bulan setiap hari, kemudian dilanjutkan dengan rifampisin dan INH selama 10 bulan 3 kali seminggu, Pada penelitian yang dilakukan di qatar dimana dilakukan terapi dengan menggunakan regimen tersebut di atas di dapatkan 24 dari 26 pasien sembuh tanpa adanya sequele, 1 pasien mengalami relaps. Disamping itu diperlukan nutrisi yang adekuat, karena penyakit ini sering disebabkan oleh malnutrisi.

Kortikosteroid dapat diberikan untuk mencegah terjainya komplikasi lanjut dati tuberkolosis milier. Dosis kortikosteroid 1mg/kgbb/hari diagi 34 dosis selama 4-6 minggu kemudian dosis dikurangi 5 mg setiap 5-7 hari. Prognosis Prognosis penderita penyakit tuberkolosis milier adalah baik bila diagnosa dini dapat diketahui dan dilakukan pengobatan yang tepat. Komplikasi yang sering adalah menigitis tuberkolosis terutama pada dewasa muda. Angka kematian yang diakibatkan oleh TB milier bila tidak diobati 100% dan bila diobati dengan tepat akan berkurang menjadi 10% hal ini dapat di dapati di amerika serikat , di negara lain angka kematian bervariasi berkisar 10%-28% akan tetapi berdasarkan studi yang dilakukan di qatar ditemukan angka kematian yang lebih rendah yaitu 3 % dan angka tuberkolosis milier dan angka tuberkolosis milier 1%-2% dari seluruh tuberkolosis. Kesimpulan TB milier adalah suatu penyakit yang memerlukan oerhatian yang lebih tajam dalam mengakkan diagnosa, karena sering kasus baru terdiagnosa setelah dilakukan autopsi. Insidensinya cenderungan meningkatan sehubungan dengan maningkatnya kasus HIV dan pertambahan usia. Keluhan penderita hampir sama dengan penderita tuberkolosis paru pada umumnya yaitu batuk-batuk, demam, nafsu makan menurun, berat badan menurun, keringat malam hari dan keadaan lanjut dapat dijumpai batuk yang produktif kadang disertai darah. Demam merupkan suatu tnda klasik pada tuberkolosis milier. Diagnosa TB milier ditegakkan berdasarkan gejala klinis, laboratorium, adanya gambaran milier pada pemeriksaan radiologi yang mempunyai spesifitas 97-100% pemeriksaan sputum dari bilasan

cairan bronkus memberi hasil positif pada 90% kasus, dan adanya tuberkel pada choroid merupakan patognomonis. Penatalaksaannya adalah dengan memberikan OAT yang diberikan selama 12 bulan, yaitu bulan pertama dengan rifampisinm INH, pirazynamide, etambutol atau streptomicin yang diberikan setiap hari, dan dilanjutkan dengan rifampicin dan INH yang diberikan 3x seminggu selama 10 bulan. Disamping itu diberikan juga kortikosteroid dengan dosis 1 mg /kg/bb yang diberikan selama 4-6 minggu kemudian di tapering off. Prognosis TB milier adalah baik jika diagnosa cepat dan terapi tepat. Kepustakaan 1. David A. Tubercolosis pathogenesis, epidemiology and prevention. In: seaton A, Seaton D, Leitch A.G. Cropton and douglass, respiratory Diseases 1,5th : London : blackwell science, 2000.p.476-506 2. Bahar A. Tuberkolosis paru. Dalam : Suparman, Sukaton U, Daldiyono dkk, editor. Ilmu penyakit dalam jilid II edisi kedua ; jakarta BP FKUI; 2000 ha;. 715-33 3. O brien RJ, Raviglione MC, Tubercolosis. In : Fauci AS, Braubwald E, Isselbacher KJ, Wilson JD, Martin JB, Kasper DL, et al, editors. Harrison priciples of Internal Medicine. Vol 1.14th ed. New york: Me Graw Hill; 1998.p.1004-14 4. Husan A, Farraj S. Miliary Tubercolosis in Qatar ; A Review of 32 adult cases. Ann.Saudi Med.2001;21:16-20 5. Kwong JS, Carigan S, Kang EU, Muller NL, Gerald JM, Miliary Tubercolosis Diagnostik Acuracy of chest Radiography. Chest 1996;110:339-42

6. Leitch AG. P{ulmonary tubercolosis Clinical features. In : Seaton A, Seaton D (e). Crofton and douglas Respiratory Diseases. VolI, 5th ed. London : Blackwell Science Ltd;2000.p.511-14 7. Lesnau KD, De Luise C.Mikliary Tubercoloss E Medicine (cited 2002 march) Available from :http//www.emedicine.com/med/topic 1476.htm 8. Susilawati RAI, Sutadi SM, Keliat Enn Majid A, Tanjung A, Pelly R, Insidensi Tuberkulosa Ekstra paru di RS DR.Pirngadi Medan. Dalam; kumpukan Makalah KOPAPDI VIII. Yogyakarta; Juni 1990. Hal 482-87 9. Hussey G, chisholm T, Kibel M. Miliary Tubercolosis in Children ; a review of 94 cases. Pediatric Infect Dis J 1991; 10; 832-6 10. Daniel TM, Miliary Tubercolosis. In : Isselbacher KJ, Wilson JO, Martin TB, Kasper DL,et all, editor. Harrisons Principle of internal medicine 14th ed. New york: Mc Graw-Hill, 1998 p.713 11. Kinoshita M, Chaikawa Y, Koga H, Sumita S, Gizumi K. Reevaluation of miliary Tubercolosis. Chest 1994 : 106 : 690-92 12. Yunus F. Diagnostik Tuberkulosis Paru Pada Pulmonologi Klinik. Jakarta: BPFKUI; 1999 hal.43-50 13. American Thoracic Society Medical Section of The American Lung Associaton Treatment of Tuberculosis and Tuberculosis Infection in Adult adn Children. Am.J.Respir Crit care Med. 1994;149:1359-74 14. Crofton JN, MilLer F. Tuberculosis Klinik. Jakarta; Widya Medika; 1998. 11723 15. Souhami RL, Maxham J. Tuberculosis in : Hendry S.Ed. Text book of Medicine, 3th ed;London. Churcill Livingstone; 1995 p.477-81

16. Patikulsila P, Patikulsila D, Waniyapongs T.Choroidal Tubercles in patients with Miliary tuberculosis:two-case report. Thai J Ophthalmol 1995;9(2):185-91 17. WHO Scientific Group. Treatment of Tuberculosis : Guidelines for National Programes. Geneva. WHO;1997; 22-30 18. Setiawan M, Bahar A, Suwondo A, Noer S. Penatalaksanaan Tuberkulosis Disseminata : Acta Medica Indonesia Sepetember 2000: 32: 118-9

Vous aimerez peut-être aussi