Vous êtes sur la page 1sur 19

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Pembangunan , Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009

ANALISIS KEWILAYAHAN KAWASAN AGROPOLITAN DI KABUPATEN BONDOWOSO


Eko Prionggo Alumni Pascasarjana Universitas Jember Program Studi Ilmu Ekonomi

Ringkasan Tujuan penelitian ini adalah untuk : (a) menentukan komoditas unggulan yang ada di Kabupaten Bondowoso yang akan dijadikan komoditas unggulan pengembangan kawasan agropolitan; dan (b) mengetahui kawasan pusat pengembangan agropolitan berbasisis kawasan kluster komoditas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (a) perekonomian Kabupaten Bondowoso secara umum menunjukkan bahwa peranan sektor pertanian tanaman pangan merupakan sektor yang dominan baik dilihat dari sumbangannya terhadap PDRB maupun jumlah tenaga kerja pada sektor tersebut. Berdasarkan kondisi demikian komdoitas yang dipandang unggul untuk dikembangkan dalam konsep agropolitan adalah komoditas ketela pohon dengan integrasi vertikal dan horisontalnya; dan (b) berdasarkan analisis wilayah unggulan yang biosa dijadikan kawasan pusat pengembangan agropolitan adalah kecamatan Sumberwringin dan lingkungan wilayah sekitarnya seperti kecamatan Pujer. Hal ini penting karena lokasi kecamatan tersebut bisa dijadikan kawasan unggulan untuk pengembangan berbagai pusat pelayanan terpadu sehingga upaya integrasi vertikal dan horisontal bisa dilakukan. Kata kunci: Keterkaitan kedepan dan Keterkaitan kebelakang, agropolitan, produk unggulan dan wilayah unggulan

Eko Prionggo, Analisis Kewilayahan Kawasan Agropolitan Di Kabupaten Bondowoso

Abstract AREA REGION ANALYSIS AGROPOLITAN IN SUB-PROVINCE

Purpose of this research is for : (a) determines the pre-eminent commodity in Kabupaten Bondowoso which will be made pre-eminent commodity of expansion of area agropolitan; and (b) knows area center expansion of hackneyed agropolitan of area kluster commodity. Result of this research indicates that: (a) economics of Kabupaten Bondowoso in general indicates that role of field crop agricultural sector is dominant sector either seen from its contribution to PDRB and also number of labours at the sector. Based on condition of said komdoity regarded as exeeding to be developed in conceptioning agropolitan is tapioca commodity with his(its horizontal and vertical integration; and (b) based on pre-eminent region analysis which biose is made area center expansion of agropolitan is district of Sumberwringin and vinicity region area like district Pujer. This thing is important because location of the district can be made pre-eminent area for expansion various center inwrought services causing horizontal and vertical integration effort can be done. Key word: Interrelationship to the fore and rearward Keterkaitan, agropolitan, pre-eminent product and pre-eminent region

I. PENDAHULUAN Pengembangan kawasan agropolitan adalah bertujuan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui percepatan pembangunan wilayah dan peningkatan keterkaitan desa dan kota dengan mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing. Sasaran pengembangan kawasan agropolitan adalah untuk mengembangkan kawasan pertanian yang berpotensi menjadi kawasan agropolitan, melalui : 1) Pemberdayaan masyarakat pelaku agribisnis agar mampu meningkatkan produksi, produktivitas komoditi pertanian serta produk-produk olahan pertanian, yang dilakukan dengan pengembangan sistem dan usaha agribisnis yang efisiensi; 2) Penguatan kelembagaan petani; 3) Pengembangan kelembagaan sistem agribisnis (penyedia agroinput, pengelolaan hasil, pemasaran dan penyedia jasa); 4) Pengembangan kelembagaan penyuluhan pembangunan terpadu; 5) Pengembangan iklim yang kondusif bagi usaha dan investasi; Konsep agropolitan mencoba untuk mengakomodasi dua hal utama, yaitu menetapkan sektor pertanian sebagai sumber pertumbuhan ekonomi utama dan diberlakukannya ketentuan-ketentuan mengenai otonomi daerah. Secara garis besar, konsep agropolitan mencakup beberapa dimensi yang meliputi: (a). Pengembangan kota-kota berukuran kecil sampai sedang dengan jumlah penduduk maksimum 600.000 jiwa dan luas maksimum 30.000 hektar (setara dengan kota kabupaten); (b). Daerah belakang (pedesaan) dikembangkan berdasarkan konsep perwilayahan komoditas yang menghasilkan satu komoditas/ bahan mentah utama dan beberapa komoditas penunjang sesuai dengan kebutuhan; (c). Pada derah 2

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Pembangunan , Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009

pusat pertumbuhan (kota) dibangun agroindustri terkait, yaitu terdiri atas beberapa perusahaan sehingga terdapat kompetisi yang sehat; (d). Wilayah pedesaan didorong untuk membentuk satuan-satuan usaha yang optimal dan selanjutnya diorganisasikan dalam wadah koperasi, perusahaan kecil dan menengah, dan (e). Lokasi dan sistem transportasi agroindustri dan pusat pelayanan harus memungkinkan para petani untuk bekerja sebagai pekerja paruh waktu (partime workers). Terdapat syarat kunci konsep agropolitan yakni: (1). Produksi dengan bobot sektor pertanian; (2). Prinsip ketergantungan dengan aktivitas pertanian sehingga neuro-systemnya; (3) Prinsip pengaturan kelembagaan; dan (4). Prinsip seimbang dinamis. Keempat syarat kunci tersebut bersifat mutlak dan harus dikembangkan secara simultan dalam aplikasi pengembangan agropolitan. Kurang berhasilnya program SPAKU (Sentra Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan), Program Inkubasi Bisnis, Program Pengembangan Wilayah Terpadu (khusus bobot pertanian) dan program sejenis lainnya, disebabkan oleh sifatnya yang persial dan tidak mengakomodasi secara utuh dan simultan keempat syarat utama pengembangan agropolitan tersebut. Dalam kaitannya dengan pengembangan wilayah pedesaan, maka pemahaman konsep agropolitan dalam pengembangan wilayah merupakan yang penting, karena hal ini akan memberikan arah dasar perencanaan pembangunan perdesaan dan aktivitasnya dalam proses pengembangan wilayah selanjutnya. Konsep agropolitan sebetulnya merupakan konsep yang ditawarkan oleh Friedman dan Douglas atas pengalaman kegagalan pengembangan sektor industri di beberapa negara berkembang (di Asia) yang mengakibatkan terjadinya berbagai kecenderungan, antara lain (a). Terjadinya hyperurbanization, sebagai akibat terpusatnya penduduk di kota-kota yang padat; (b). Pembangunan modern hanya terjadi di beberapa kota saja, sementara daerah pinggiran relatif tertinggal; (c). Tingkat pengangguran dan setengah pengangguran yang relatif tinggi; (d). Pembagian penadapatan yang tidak merata (kemiskinan); (e). Kekurangan bahan pangan, akibat perhatian pembangunan terlalu tercurah pada percepatan pertumbuhan sektor industri (rapid industrialization); (f). Penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat desa (patani) dan (g). Terjadinya ketergantungan pada dunia luar. Konsep agropolitan berdasarkan Friedman, yaitu terdiri dari distrik-distrik agropolitan sebagai kawasan pertanian pedesaan yang memiliki kepadatan penduduk 200 jiwa per km2 dan di dalamnya terdapat kota-kota tani dengan jumlah penduduk 10.000 25.000 jiwa. Sementara luas wilayah distrik adalah cummuting berada pada radius 5 10 km, sehingga akan menghasilkan jumlah penduduk total antara 50.000 150.000 penduduk yang mayoritas bekerja di sektor pertanian (tidak dibedakan antara pertanian modern dan pertanian konvensional) dan tiap-tiap distrik dianggap sebagai satuan tunggal yang terintegrasi. Penerapan konsep agropolitan di lapangan haruslah: (1) melibatkan sejumlah besar petani pedesaan (ratusan s/d jutaan) bersama-sama pengembangan kota-kota pusat pertanian untuk pembangunan pertanian secara integreted; (2) keterlibatan setiap instansi sektoral di pedesaan untuk mengembangkan pola agribisnis dan agroidustri harus berjalan secara simultan; (3) tercapainya keserasian, kesesuaian dan keseimbangan antara pengembangan komoditas unggulan dengan struktur dan skala ruang yang dibutuhkan; (4) adanya kesinambungan antara pengembangan dan pembinaan sarana dan prasarana wilayah, seperti irigasi dan transportasi antara daerah produksi pertanian dan simpul-simpul jasa perdagangan dalam program perencanaan jangka panjang; (5) realisasi dari pengembangan otonomi daerah untuk mengelola kawasan pertanian secara mandiri, termasuk kewenangan untuk 3

Eko Prionggo, Analisis Kewilayahan Kawasan Agropolitan Di Kabupaten Bondowoso

mempertahankan keuntungan komparatif bagi penjaminan pengembangan kawasan pertanian; (6) diperlukan adanya kemudahan-kemudahan dan proteksi terhadap jenis komoditas yang dihasilkan baik di pasar nasional maupun luar negeri, pada saat kondisi infant-agroindustry; (7) secara ekologis, hampir sulit untuk dihindari akan terjadinya efisiensi produksi pertanian ke arah monokultur-agroindustri dalam skala besar yang rentan.

II. PERUMUSAN MASALAH Agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang untuk melayani sistem dan usaha gribisnis yang berada di wilayah sekitamya. Kawasan Agropolitan terdiri dari Kota Pertanian dan desa-desa sentra produksi yang ada disekitamya. Program pengembangan kawasan agropolitan adalah suatu konsep pembangunan ekonomi berbasis pertanian dikawasan agribisnis dengan mensinergikan berbagai potensi yang ada untuk mendorong berkembangnya agribisnis. Berdasarkan beberapa konsep kunci keberhasilan pembangunan agropolitan adalah dengan memberlakukan setiap distrik agropolitan sebagai suatu unit tunggal otonom mandiri, dalam artian selain menjaga tidak terlalu besar intervensi sektor-sektor pusat yang tidak terkait, juga dari segi ekonomi mampu untuk mengatur perencanaan dan pelaksanaan pembangunan pertaniannya sendiri, tetapi terintegrasi secara sinergik dengan keseluruhan sistem pengembangan wilayahnya. Dengan demikian pengembangan wilayah agropolitan memerlukan komitmen awal, konsistensi serta perubahan mendasar dalam pembangunan daerah selama ini. Jika hal-hal tersebut tidak dipenuhi maka secara umum keberhasilan penerapan konsep agropolitan terutama bagi pembukaan daerah-daerah baru (seperti program transmigrasi), kemungkinannya relatif kecil. Inti program pengembangan kawasan agropolitan pada dasarnya adalah mengupayakan gerakan masyarakat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan evaluasi, sedangkan pemerintah lebih berperan dalam memberikan fasilitasi sebagai berikut: (1). Pelayanan informasi, pengetahuan dan teknologi, (2). Regulasi Usaha Agribisnis, (3). Pembangunan prasarana, sarana, infrastruktur dan, (4). Pembinaan sesuai tugas pokok masing-masing instansi. Kawasan agropolitan dicirikan bahwa sebagian besar kegiatan masyarakat didominasi oleh kegiatan pertanian dengan mendapat fasilitasi perkotaan. Persyaratan kawasan agropolitan adalah : (1). memiliki sumberdaya alam dan Komoditas unggulan dan, (2). tersedianya prasarana dan sarana pendukung kegiatan agribisnis (lembaga pemasaran, lembaga keuangan, lembaga pendidikan pelatihan dan penyuluhan serta lembaga penelitian). Kawasan agropolitan adalah kawasan terpilih dari kawasan agribisnis atau sentra produksi pertanian terpilih dimana pada kawasan tersebut terdapat Kota Pertanian (agropolis) yang merupakan pusat pelayanan agribisnis yang melayani, mendorong dan memacu pembangunan pertanian kawasan dan wilayah-wilayah sekitarnya. Pada kawasan agribisnis atau sentra produksi pertanian sebaliknya ditetapkan satu atau dua komoditi untuk dikembangkan secara intensif dan terarah. Pada akhir program diharapkan di kawasan tersebut tumbuh dan berkembang industri berbasiskan komoditi unggulan yang menghasilkan produk yang memiliki daya saing, serta dapat mensejahterakan masyarakat kawasan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut diperlukan adanya gerakan pengembangan. Lokasi kawasan agropolitan adalah kawasan agribisnis (sentra produksi pertanian) yang memiliki komoditi unggulan (spesifik lokasi) yang merupakan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat. 4

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Pembangunan , Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009

Kawasan agribisnis (sentra produksi pertanian) yang akan lebih berkembang dalam waktu singkat apabila diberikan fasilitasi yang intensif dan terarah. Unsur unsur yang perlu dipertimbangkan menyangkut sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan wilayah yang telah memiliki fasilitas perkotaan yang agak memadai seperti jalan, pasar, transportasi, bank, prasarana umum, telepon, listrik dan lain-lain. Kawasan agropolitan tersebut minimal satu kecarnatan. Komoditi unggulan sebaiknya dikombinasikan dengan komoditi andalan lainnya yang cocok dikawasan seperti ternak, tanaman pangan 1 hortikultura, tanaman perkebunan, tanaman kayu-kayuan, perikanan serta pengembangannya tidak hanya kegiatan budidaya (on farm) tetapi juga kegiatan industri hulu, pengolahan dan pemasaran hasil (off farm). Sasaran utama dari pengembangan komoditi unggulan tersebut adalah berkembangnya usaha agribisnis dan industri pertanian berbasiskan komoditi unggulan. Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang akan diangkat dalam penelitain di Kabupaten Bondowoso ini adalah sebagai berikut : 1. Komoditas apakah yang bisa dijadikan komoditas unggulan bagi pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Bondowoso ?. 2. Di kawasan manakah yang bisa dijadikan pusat pengembangan agropolitan berbasisis kawasan kluster komoditas di Kabupaten Bondowoso ?.

III. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini bertujuan menentukan komoditi unggulan wilayah dengan pendekatan Input Output Analisis. Penentuan komoditas unggulan tersebut dalam rangka penentuan kawasan pengembangan agropolitan, dimana kawasan pengembangan minimal ditentukan dalam 1 (satu) wilayah kecamatan. Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, maka jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif komparatif (Comparative description research). Penelitian yang berusaha menggambarkan secara detail, kemudian membandingkan berdasarkan kriteria tertentu untuk mendapatkan ranking atau priority dari suatu obyek penelitian. Unit analisis dalam penelitian ini adalah kinerja ekonomi spasial yang memperhitungkan keterkaitan dan konsentrasi interegional. Dalam hal ini secara spasial aktivitas ekonomi dilihat potensi komoditas unggulannya serta upaya penempatan komoditas unggulan tersebut menurut keterkaitan dan konsentrasi spasial. Secara wilayah Kabupaten Bondowoso menjadi satu basis kajian, berdasarkan ahasil analisis data kunggulan komoditas yang ada akan dipilih menjadi komoditas unggulan wilayah yang akan dikembangkan melalui perencanaan pengembangan wilayah yang bersangkutan. Dengan kata lain Unit analisis dalam penelitian ini adalah komoditi unggulan pada masing-masing sektor ekonomi, yang meliputi pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan, pada masingmasing wilayah kecamatan. Berdasarkan unit analisis tersebut dipilih lokasi penelitian adalah wilayah Kabupaten Bondowoso, yang meliputi 31 kecamatan. Alasan dipilihnya Kabupaten Bondowoso sebagai daerah penelitian antara lain meliputi sebagai berikut : (1) Kabupaten Bondowoso merupakan kabupaten pedalam berbasis pertanian yang cukup prospektus; (2) Kabupaten Bondowoso merupakan kawasan yang mempunyai daya dukung agroekosistem yang baik; (3) Prioritas pembangunan di Kabupaten Bondowoso adalah pengembangan pertanian dan perkebunan.

Eko Prionggo, Analisis Kewilayahan Kawasan Agropolitan Di Kabupaten Bondowoso

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh komoditas pertanian di Kabupaten Bondowoso. Untuk keperluan pengambilan sampel, maka dipilih beberapa komoditas pertanian yang selama ini dipandang unggul di tiga konsentrasi kawasan pengembangan wilayah agropolitan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Pengumpulan data sekunder berupa laporan atau data/informasi dari instansi/dinas terkait baik di pusat maupun di daerah. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden/nara sumber dengan menggunakan metode Focus Group Discussion (FGD). Responden/nara sumber meliputi; tanaman pangan, peternakan, perikanan, staf statistik, staf perekonomian, serta pejabat dinas/instansi, asosiasi, dan Bappeda.

Alat analisis data dalam penelitian ini meliputi: (a) tabel input-output untuk penetuan produk unggulan; (b) klasifikasi sektor input-output; (c) tabel input-output; dan (d) penentuan kawasan agropolitan. 1. Analsisis tabel input-output untuk penetuan produk unggulan Teknis penentuan tabel input-output untuk penetuan produk unggulan meliputi 3 tahapan, yaitu : a. Langkah pertama yang harus dilakukan dalam penyusunan Tabel Input-Output (I-O) adalah menyusun klasifikasi sektor, yang mana seluruh kegiatan ekonomi di Kabupaten Bondowoso dikelompokkan ke dalam sektor-sektor yang mempunyai kesamaan dalam produk yang dihasilkan atau kesamaan dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan. b. Langkah kedua adalah pengumpulan data/informasi dari berbagai sumber, setidaktidaknya harus cukup memadai untuk menyusun struktur input dari masing-masing sektor berdasarkan klasifikasi yang telah ditentukan. Pengumpulan data untuk penyusunan Tabel I-O Kabupaten Bondowoso dilakukan dengan teknik semi survei (semi survey technique. c. Langkah ketiga adalah pengolahan dan penyusunan Tabel Input-Output yang akan dilakukan dengan kombinasi antara pengolahan manual dan secara terkomputerisasi, sedemikian rupa sehingga terbentuk secara lengkap matriks input outputnya. Langkah terakhir adalah pengecekan terhadap konsistensi data dan rekonsiliasi kolom dan baris, yang kemudian disusul dengan pembuatan tabel-tabel analisis 2. Analsisis penentuan tabel koefisien input Penentuan tabel koefisien input harus dibaca secara vertikal menurut kolom. Tabel ini memperlihatkan peranan setiap produk yang berasal dari berbagai sektor dalam memproduksi satu unit output sektor tertentu. Koefisien input tersebut masing-masing dihitung dari dua tabel transaksi (tabel dasar) label atas dasar harga pembeli dan harga produsen, dengan cara sebagai berikut: x ij (i, j = 1,2,3, , n) a ij Xj

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Pembangunan , Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009

Vhj
Xj x,j Vhj aij Vhj

Vhj Xj

(j=1,2,3,,n; h = 201,,204)

= output domestik sektor j, = jumlah output sektor i yang digunakan sebagai input oleh sektorj untuk menghasilkan menghasilkan output sektor j, = besarnya nilai tambah sektor j, komponen h, = koefision input antara yang berasal dari sektor i terhadap output sektor j, = koefisien nilai tambah sektor j komponen h terhadap output sektor j.

3. Analisis keterkaitan Analisis ini terdiri dari keterkaitan input dan output. Keterkaitan input untuk suatu sektor adalah : x ij yang merupakan koefisien total input antara. a ij Xi Sedangkan keterkaitan output sektor adalah: x ij yang merupakan koefisien total permintaan antara. k ij Xi Dari analisis ini dapat diketahui seberapa jauh suatu sektor berperan dalam kegiatan produksi sektor lainnya, atau secara umum seberapa jauh keterkaitan antar sektor yang terjadi. 4. Analisis penentuan komoditi unggulan wilayah Analisis penentuan komoditi unggulan wilayah dilakukan dengan menggunakan analisis input output yakni dengan menghitung besaran keterkaitan internal dan keterkaitan eksternal untuk setiap komoditas atau barang dan jasa yang dihasilkan di kabupaten Situbondo. Tahapan ini dilaksanakan dalam rangka proses penyaringan hasil identifikasi komoditi unggulan per sektor dan lintas sektoral pada tingkat kabupaten ditunjukkan tabel 1. Tabel 1. Matrik Posisi Keunggulan Sektor Berdasarkan Indikator Keterkaitan ke Muka dan Belakang di Suatu Wilayah Forward Rendah Tinggi Tinggi Forward Rendah Forward Tinggi Backward Tinggi Backward Tinggi B (Cenderung beresiko tinggi, (Cenderung terjadi konglumerasi) a Pasar terbatas) c k Rendah Forward Rendah Forward Tinggi w Backward Rendah Backward Rendahi a (Footloose) (Cenderung prospektif, pasar r terjamin) d

Eko Prionggo, Analisis Kewilayahan Kawasan Agropolitan Di Kabupaten Bondowoso

Sumber: Tri Widodo, Pertencanaan Pembangunan , 2006 Dengan menggunakan matrik (lihat tabel 1) maka dapat ditentukan sektor apa yang memiliki keterkaitan ke depan maupun ke belakang yang tinggi (cenderung terjadi konglumerasi) maupun sektor yang hanya tinggi salah satu keterkaitannya saja (cenderung beresiko dan cenderung prospektif). Dengan matrik tersebut juga dapat diketahui sektorsektor yang mempunyai nilai keterkaitan ke depan dan ke belakang yang rendah (footloose, bukan pasar bagi output maupun penyedia input pada daerah tersebut. Berdasarkan hasil analisis di atas komoditas atau industri atau sektor unggulan di Kabupaten dapat diketahui. Statu comoditas atau industri atau sector unggul jira berada dalam kwadran empat yakni yang mempunyai kleterkaitan kemuka dan keterkaitan kebelakang tingi, sehingga cenderung terjadi konglumerasi. 4. Analsisis penentuan kawasan agropolitan Dalam menjawab pertanyaan di mana konsentrasi geografis tempat kawasan agropolitan akan ditempatkan, sekaligus digunakan sebagai variabel terikat dalam uji ekonometrika. Maka akan digunakan dua metode yang digabungkan yakni Indeks Gini Lokasional yang dikembangkan oleh Ellison dan Glaeser (1997) di atas dan berbagai indicator kemampaun infrastruktur. a) Indeks Gini Lokasional Indeks Gini Lokasional metode perhitungan sebagai berikut:
N

G
i 1

( si

x i )2

................................................................. (7)

Di mana, si = Share masing-masing nilai tambah atau produksi sektoral di Kecamatan xi = Share masing-masing nilai tambah (produksi) total sektoral di Kabupaten b) Kemampuan sumberdaya dan Infrastruktur Pemilihan indeks ini melalui beberapa pertimbangan, yaitu bahwa dalam penurunan indeks Ellison-Glaeser guna menangkap dua fenomena pembentuk konsentrasi geografis yaitu knowledge spillovers dan natural advantages, Ellison dan Glaeser (1997) menggunakan Gini Lokasional dalam mengkur konsentrasi atau spesialisasi antar industri atau wilayah (Landiayanto, 2005) sehingga dapat digunakan sebagai variabel dependent dalam penelitian ini. Adapun secara rinci untuk mengetahui posisi wilayah pusat pertumbuhan (unggulan) digunakan indicator sebagai berikut. (1) Potensi produksi (penawaran) produksi baik pertanian, pertambangan (galian), industri dan sebagainya. (2) Potensi sumberdaya manisia baik kwantitas maupun kwalitas. Potensi kependudukan ini juga mencerminkan potensi pasar. (3) Potensi Infrastruktur dan suprastruktur wilayah baik infrastuktur spesifik seperti ketersediaan infastruktur pertanian (traktor, pompa air hingga kelompok tani), maupun infastruktur yang mencerminkan aksesibiltas dan mobilitas suimberdaya (jalan, telekomonikasi) 8

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Pembangunan , Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009

Beragam indikator tersebut dibuat rangking dengan menggunakan indeks skallogram seperti tampak berikut (Purtomo Rafael, 2001). (X i X min) Index Skalling = -------------------- x 100 (X max - X min) Keterangan : Xi : Nilai frekwensi yang diobservasi X min : Nilai frekwensi minimal (X max : Nilai frekwensi maksimal (paling besar) Jika suatu daerah dengan berbagai indicator di atas memperoleh index skalling tertinggi maka daerah tersebut secara konseptual merupakan daerah paling potensial (kawasan andalan atau pusat pertumbuhan)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kabupaten Bondowoso merupakan wilayah pedalaman dengan basis pertanian, sehingga jika sektor ini bisa dikelola dengan baik, diharapkan masih memberi kontribusi besar bagi perekonomian wilayah. Seiring dengan pesatnya perkembangan sektor pertanian di masa datang akan mampu meningkatkan perkembangan daerah. Kabupaten Bondowoso merupakan wilayah yang mempunyai perkembangan ekonomi yang cukup baik di wilayah Jawa Timur, dicirikan oleh perkembangan sektor pertanian, industri dan pariwisata. Upaya untuk mengembangkan sector pertanian lebih lanjut dengan pendekatan agropolitan diharapkan selain mampu meningkatkan kinerja sector pertanian itus endiri juga mampu meningkatkan peranan sektor industri yang berbasis sektor pertanian. Hal ini akan meningkatan ketahanan ekonomi wilayah di Kabupaten Bondowoso itu sendiri. 1. Analisis Keterkaitan dan Komoditas Unggulan a) Analisis Keterkaitan Komoditas Tanaman pangan Sektor Tanaman Pangan merupakan sektor yang memiliki peran atau kontribusi yang besar baik terhadap nilai tambah, penyerapan tenaga kerja, maupun pendapatan. Komoditas peratanian tanaman pangan yang menonjol adalah komoditas padi, kemudian komoditas jagung. Komoditas tanaman pangan yang memiliki kontribusi penting antara lain; padi, ketela pohon jagung, kedelai, kacang tanah, ubi jalar, bayam, kangkung, buncis, kacang panjang, tomat, ketimun, terung, cabe rawit, bawang merah, sawi, dan kubis. Pada tabel 4.18 memperlihatkan sektor padi menduduki peringkat tertinggi berdasarkan koefisien keterkaitan langsung kedepan, sebesar 0,7452. Hal ini menunjukkan bahwa sektor tersebut merupakan sektor pendukung bagi pertumbuhan sektor-sektor yang lain. Sektor yang menduduki 5 besar lainnya, yaitu; sektor kedelai edamame, jagung, cabe besar, cabe rawit, dan kedelai lokal. Berdasarkan koefisien keterkaitan langsung ke belakang, sektor yang memiliki koefisien tertinggi adalah sektor kedelai edamame dengan koefisien sebesar 0,6824. Hal ini berarti, bahwa sektor tersebut memberikan sumbangan kepada sektor lainnya cukup besar. Sektor lain yang memiliki koefisien cukup tinggi antara lain; padi, kedelai lokal, kacang tanah, jagung, dan ketela pohon ditunjukkan tabel 2.. 9

Eko Prionggo, Analisis Kewilayahan Kawasan Agropolitan Di Kabupaten Bondowoso

Tabel 2. Koefisien Keterkaitan Langsung, Langsung dan Tidak Langsung Sektor Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Bondowoso
Sektor* 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 LKDP 0,7452 0,5423 0,4123 0,5631 0,3241 0,1542 0,2134 0,2154 0,1321 0,1424 0,1451 0,1325 0,1236 0,1247 0,1242 0,4215 0,4318 0,3251 0,1284 0,1245 0,1323 0,2145 0,1245 Rank 1 3 6 2 8 12 11 9 17 14 13 15 23 19 22 5 4 7 18 20 16 10 21 LKBL 0,6543 0,5321 0,6542 0,6824 0,6215 0,4251 0,3542 0,3242 0,1254 0,1355 0,2156 0,1542 0,1354 0,1642 0,2178 0,2187 0,1254 0,1645 0,2164 0,2154 0,1364 0,2154 0,2345 Rank 2 5 3 1 4 6 7 8 22 20 13 18 21 17 11 10 23 16 12 14 19 15 9 LTLKD 0,8421 0,6421 0,5124 0,6214 0,4123 0,3214 0,3521 0,3541 0,2651 0,2874 0,2658 0,2641 0,3542 0,2651 0,3212 0,5218 0,5641 0,4135 0,2154 0,3216 0,3217 0,3210 0,2156 Rank 1 2 6 3 8 14 11 10 22 17 18 22 9 21 15 5 4 7 20 13 12 16 19 LTLKB 0,7514 0,6542 0,7245 0,7521 0,5421 0,3451 0,3864 0,3654 0,3215 0,3154 0,2945 0,2975 0,3621 0,2754 0,3451 0,5642 0,5684 0,5124 0,2641 0,3642 0,3542 0,3542 0,2941 Rank 2 4 3 1 7 16 9 10 17 18 20 19 12 23 15 6 5 8 22 11 13 14 21

*) lihat pada lampiran 2, mengenai arti kode sektor Sumber: diolah dari tabel I-O Kabupaten Bondowoso, tahun 2006. Keterangan: - LKDP : Keterkaitan Langsung Kedepan, - LKBL : Keterkaitan Langsung Kebelakang, - LTLKD : Keterkaitan Langsung dan tidak Langsung Kedepan, - LTLKB : Keterkaitan Langsung dan tidak Langsung Kebelakang. Berdasarkan peringkatnya koefisien keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan, sektor padi menduduki peringkat keenam dengan koefisien sebesar 0,8421. Hal ini menunjukkan bahwa sektor padi baik secara langsung maupun tidak langsung telah menyediakan input kepada sektor lainnya. Sementara sektor yang menduduki peringkat lima besar adalah sektor ketela Pohon, jagung, kedelai, cabe rawit, dan cabe besar. Berdasarkan koefisien keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang, sektor yang menduduki peringkat pertama adalah sektor ketela pohon dengan besar koefisiennya 0,7521. Hal ini menunjukkan bahwa sektor tersebut sebagai sektor yang memberikan sumbangan yang besar dalam menunjang perkembangan sektor lain terutama sektor hulunya. Sektor yang menduduki peringkat lima besar antara lain; padi, kedelai lokal, jagung, cabe besar dan cabe rawit. 10

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Pembangunan , Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009

b) Analisis Keterkaitan Komoditas Sektor Perkebunan Sektor perkebunan merupakan sektor yang memiliki peran atau kontribusi yang cukup penting, hal ini dilihat dari kontribusi sektor tersebut baik terhadap nilai tambah, penyerapan tenaga kerja, maupun pendapatan. Komoditas perkebunan yang menonjol adalah komoditas tembakau. Komoditas perkebunan yang memiliki kontribusi penting antara lain; komoditas tembakau (Na-Oogst dan Voor-Oogst), Kelapa, Kopi, Cengkeh, Kapuk, Panili. Pada tabel 4.19 memperlihatkan sektor tembakau voor-oogst menduduki peringkat tertinggi berdasarkan koefisien keterkaitan langsung kedepan, sebesar 0,6524. Hal ini menunjukkan bahwa sektor tersebut merupakan sektor pendukung bagi pertumbuhan sektorsektor yang lain. Sektor yang menduduki 3 besar lainnya, yaitu; sektor tembakau na-oogst, cengkeh, dan tanaman perkebunan lainnya. Berdasarkan koefisien keterkaitan langsung ke belakang, sektor yang memiliki koefisien tertinggi adalah sektor tembakau na-oogst dengan koefisien sebesar 0,5478. Hal ini berarti, bahwa sektor tersebut memberikan sumbangan kepada sektor lainnya cukup besar. Sektor lain yang memiliki koefisien cukup tinggi antara lain; sektor tembakau voor-oogst, cengkeh, tanaman perkebunan lain, dan kopi. Berdasarkan peringkatnya koefisien keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan, sektor yang menduduki peringkat tertinggi adalah sektor tembakau voor-oogst dengan koefisien sebesar 0,8315. Hal ini menunjukkan bahwa sektor tembakau voor-oogst baik secara langsung maupun tidak langsung telah menyediakan input kepada sektor lainnya. Sementara sektor yang menduduki peringkat tiga besar adalah sektor tembakau na-oogst, cengkeh, tanaman perkebunan lain, dan kopi ditunjukkan tabel 3. Tabel 3. Koefisien Keterkaitan Langsung, Langsung dan Tidak Langsung Sektor Perkebunan Kabupaten Bondowoso Sekto LKDP Rank LKBL Rank LTLKD Rank LTLKB r* 24 0,6478 2 0,5478 1 0,8145 2 0,6824 25 0,6524 1 0,5358 2 0,8315 1 0,7145 26 0,2543 7 0,4215 3 0,3154 8 0,5124 27 0,4526 5 0,3542 5 0,5124 5 0,4251 28 0,4821 3 0,3457 6 0,5312 3 0,4364 29 0,2452 8 0,2452 8 0,3451 7 0,3582 30 0,4526 6 0,3621 4 0,4921 6 0,4193 31 0,4625 4 0,2561 7 0,5246 4 0,3252 *) lihat pada lampiran 1, mengenai arti kode sektor Sumber: diolah dari tabel I-O Kabupaten Bondowoso, tahun 2006 Keterangan: - LKDP : Keterkaitan Langsung Kedepan, - LKBL : Keterkaitan Langsung Kebelakang, - LTLKD : Keterkaitan Langsung dan tidak Langsung Kedepan, - LTLKB : Keterkaitan Langsung dan tidak Langsung Kebelakang.

Rank 2 1 3 5 4 7 6 8

Berdasarkan koefisien keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang, sektor yang menduduki peringkat pertama adalah sektor tembakau voor-oogst dengan besar koefisiennya 0,7145. Hal ini menunjukkan bahwa sektor tersebut sebagai sektor yang memberikan sumbangan yang besar dalam menunjang perkembangan sektor lain terutama 11

Eko Prionggo, Analisis Kewilayahan Kawasan Agropolitan Di Kabupaten Bondowoso

sektor hulunya. Sedangkan sektor yang menduduki peringkat tiga besar, artinya sektor tembakau na-oogst, kelapa, dan cengkeh. c) Analisis Keterkaitan Antar Sektor di Peternakan Sektor peternakan merupakan sektor yang memiliki peran atau kontribusi yang cukup penting, hal ini dilihat dari kontribusi sektor tersebut baik terhadap nilai tambah, penyerapan tenaga kerja, maupun pendapatan. Komoditas peternakan yang menonjol adalah sapi, kambing, dan unggas, serta pemotongan hewan. Pada tabel 4.20. memperlihatkan sektor sapi menduduki peringkat tertinggi berdasarkan koefisien keterkaitan langsung kedepan, sebesar 0,6241. Hal ini menunjukkan bahwa sektor tersebut merupakan sektor pendukung bagi pertumbuhan sektor-sektor yang lain. Sektor yang menduduki 3 besar lainnya, yaitu; sektor susu, telor, dan pemotongan hewan. Berdasarkan koefisien keterkaitan langsung ke belakang, sektor yang memiliki koefisien tertinggi adalah sektor kambing dengan koefisien sebesar 0,5412. Hal ini berarti, bahwa sektor tersebut memberikan sumbangan kepada sektor lainnya cukup besar. Sektor lain yang memiliki koefisien cukup tinggi antara lain; sektor peternakan lain, pemotongan hewan, dan susu, ditunjukkan tabel 4.. Tabel 4. Koefisien Keterkaitan Langsung, Langsung dan Tidak Langsung Sektor Peternakan Kabupaten Situbondo
Sektor* 32 33 34 35 36 37 38 LKDP 0,4421 0,6241 0,3521 0,3214 0,5214 0,4521 0,2145 Rank 4 1 5 6 2 3 7 LKBL 0,3542 0,2451 0,5412 0,4215 0,3514 0,2159 0,2351 Rank 3 5 1 2 4 7 6 LTLKD 0,4875 0,6514 0,4157 0,3895 0,5438 0,5241 0,2872 Rank 4 1 5 6 2 3 7 LTLKB 0,5274 0,3872 0,6245 0,5487 0,4529 0,2985 0,3247 Rank 3 5 1 2 4 7 6

*) lihat pada lampiran 2, mengenai arti kode sektor Sumber: diolah dari tabel I-O Kabupaten Bondowoso, tahun 2006. Keterangan: - LKDP : Keterkaitan Langsung Kedepan, - LKBL : Keterkaitan Langsung Kebelakang, - LTLKD : Keterkaitan Langsung dan tidak Langsung Kedepan, - LTLKB : Keterkaitan Langsung dan tidak Langsung Kebelakang. Sektor sapi, berdasarkan koefisien keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan menduduki ranking tertinggi, dengan besarnya koefisien 0,6514. Hal ini berarti bahwa sektor sapi secara langsung dan tidak langsung sebagai sektor hilir yang memberikan peran penting dalam menunjang perkembangan sektor-sektor lainnya. Sektor yang menduduki 3 besar lainnya, yaitu; sektor susu, telor, dan pemotongan hewan. Berdasarkan koefisien keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang, sektor yang menduduki peringkat pertama adalah sektor kambing dengan besar koefisiennya 0,6245. Hal ini menunjukkan bahwa sektor tersebut sebagai sektor yang memberikan sumbangan yang 12

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Pembangunan , Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009

besar dalam menunjang perkembangan sektor lain terutama sektor hulunya. Sektor yang menduduki 3 besar lainnya, yaitu; sektor peternakan lain, pemotongan hewan, dan susu. d) Analisis Keterkaitan Antar Sektor di Kehutanan Sektor kehutanan merupakan sektor yang memiliki peran atau kontribusi yang relatif penting, hal ini dilihat dari kontribusi sektor tersebut baik terhadap nilai tambah, penyerapan tenaga kerja, maupun pendapatan. Komoditas kehutanan yang menonjol adalah komoditas kayu jati, industri hasil hutan dan hasil hutan lainnya. Pada tabel 4.21, memperlihatkan sektor kayu bundar menduduki peringkat tertinggi berdasarkan koefisien keterkaitan langsung kedepan, sebesar 0,6781. Hal ini menunjukkan bahwa sektor tersebut merupakan sektor pendukung bagi pertumbuhan sektor-sektor yang lain. Disusul sektor industri hasil hutan dan hasil hutan lainnya. Berdasarkan koefisien keterkaitan langsung ke belakang, sektor yang memiliki koefisien tertinggi adalah sektor industri hasil hutan dengan koefisien sebesar 0,6482. Hal ini berarti, bahwa sektor tersebut memberikan sumbangan kepada sektor lainnya cukup besar. Disusul sektor kayu bundar jati, dan hasil hutan lainnya. Sektor kayu bundar jati, berdasarkan koefisien keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan hanya menduduki ranking pertama, dengan besarnya koefisien 0,7514. Hal ini berarti bahwa sektor tersebut memberikan peran cukup besar dalam menunjang perkembangan sektor-sektor lainnya, ditunjukkan tabel 5. Tabel 5. Koefisien Keterkaitan Langsung, Langsung dan Tidak Langsung Sektor Kehutanan Kabupaten Bondowoso Sektor* LKDP Rank LKBL Rank LTLKD Rank LTLKB 39 0,6781 1 0,4587 2 0,7514 1 0,5226 40 0,5612 2 0,6482 1 0,6421 2 0,6841 41 0,4251 3 0,4257 3 0,4821 3 0,4681 *) lihat pada lampiran 2, mengenai arti kode sektor Sumber: diolah dari tabel I-O Kabupaten Bondowoso, tahun 2006. Keterangan: - LKDP : Keterkaitan Langsung Kedepan, - LKBL : Keterkaitan Langsung Kebelakang, - LTLKD : Keterkaitan Langsung dan tidak Langsung Kedepan, - LTLKB : Keterkaitan Langsung dan tidak Langsung Kebelakang. Berdasarkan peringkatnya koefisien keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang, industri hasil hutan menduduki peringkat pertama dengan koefisien sebesar 0,6841. Hal ini menunjukkan bahwa sektor industri hasil hutan baik secara langsung maupun tidak langsung telah menyediakan input kepada sektor lainnya.

Rank 2 1 3

e) Analisis Keterkaitan Antar Sektor di Sektor Perikanan

13

Eko Prionggo, Analisis Kewilayahan Kawasan Agropolitan Di Kabupaten Bondowoso

Sektor perikanan merupakan sektor yang memiliki peran atau kontribusi yang cukup penting, hal ini dilihat dari kontribusi sektor tersebut baik terhadap nilai tambah, penyerapan tenaga kerja, maupun pendapatan. Pada tabel 4.22, memperlihatkan sektor perikanan laut menduduki peringkat tertinggi berdasarkan koefisien keterkaitan langsung kedepan, sebesar 0,4523. Hal ini menunjukkan bahwa sektor tersebut merupakan sektor pendukung bagi pertumbuhan sektor-sektor yang lain. Disusul sektor perikanan tambak/budidaya, dan perikanan darat. Berdasarkan koefisien keterkaitan langsung ke belakang, sektor yang memiliki koefisien tertinggi adalah sektor perikanan laut dengan koefisien sebesar 0,5249. Hal ini berarti, bahwa sektor tersebut memberikan sumbangan kepada sektor lainnya cukup besar. Sektor lain yang memiliki koefisien cukup tinggi adalah sektor perikanan tambak, dan perikanan darat, ditunjukkan tabel 6. Tabel 6. Koefisien Keterkaitan Langsung, Langsung dan Tidak Langsung Sektor Perikanan Kabupaten Bondowoso Sektor LKDP Rank LKBL Rank LTLKD Rank LTLKB * 42 0,4523 1 0,5249 1 0,6571 1 0,6247 43 0,3548 2 0,4163 2 0,4291 2 0,5186 44 0,2542 3 0,3872 3 0,3487 3 0,4351 *) lihat pada lampiran 2, mengenai arti kode sektor Sumber: diolah dari tabel I-O Kabupaten Bondowoso, tahun 2006 Keterangan: - LKDP : Keterkaitan Langsung Kedepan, - LKBL : Keterkaitan Langsung Kebelakang, - LTLKD : Keterkaitan Langsung dan tidak Langsung Kedepan, - LTLKB : Keterkaitan Langsung dan tidak Langsung Kebelakang. Berdasarkan peringkatnya koefisien keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan, sektor perikanan laut menduduki peringkat pertama dengan koefisien sebesar 0,6571. Hal ini menunjukkan bahwa sektor perikanan laut baik secara langsung maupun tidak langsung telah menyediakan input kepada sektor lainnya. Disusul sektor perikanan tambak, dan perikanan darat. Berdasarkan koefisien keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang, sektor yang menduduki peringkat pertama adalah sektor perikanan laut dengan besar koefisiennya 0,6247. Hal ini menunjukkan bahwa sektor tersebut sebagai sektor yang memberikan sumbangan yang besar dalam menunjang perkembangan sektor lain terutama sektor hulunya. Sektor perikanan yang cukup menonjol peranannya adalah sektor perikanan tambak/budidaya, dan sektor perikanan darat. f) Produk Unggulan di Kabupaten Bondowoso Untuk memahami beragam produk unggulan di Kabupaten Bondowoso digunakan dua indikator yakni Keterkaitan ke Depan Langsung (KDL) dan Keterkaitan ke Belakang Langsung (KBL). Berdasarkan acuan yang sudah dijelaskan pada alat analisis maka ada empat kemungkinan yakni : (KDL tinggi dan KBL tinggi atau produk unggul karena 14

Rank 1 2 3

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Pembangunan , Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009

cenderung terjadi konglumerasi; (2) KDL rendah dan KBL tinggi yakni poruk yang Cenderung beresiko tinggi karena Pasar terbatas; (3) KDL tinggi dan KBL rendah, produk ini cenderung prospektif, karena pasar terjamin dan (4) KDL rendah dan KBL rendah, produk ini cenderng Footloos. Berdasarkan analisis keterkaitan, maka di Kabupaten Bondowoso yang termasuk produk/komoditas unggulan adalah sebagai berikut . 1) Komoditas Ketela Pohon 2) Komoditas Padi 3) Komoditas Jagung 4) Komoditas Kopi 5) Peternakan 6) Komoditas Sayuran Di Kabupaten Bondowoso produk yang mempunyai prospek baik atau unggul karena keterkaitan ke depan yang tinggi secara konseptual mempunyai pasar yang kuat, dan mempunyai keterkaitan input khususnya input lokal yang tinggi. Industri yang dibutuhkan antara lain adalah industri pupuk dan pestisida, Industri kimia, Industri tepung segala jenis dan sebagainya. Produk/Komoditas Cenderung prospektif dan pasar yang terjamin di Kabupaten Bopndowoso terdiri dari: 1) Komodfitas Tebu 2) Ternak 3) Kelapa 4) Unggas dan hasilnya Produk/Komoditas Cenderung beresiko tinggi karena Kabupaten Bondowoso terdiri dari: 1) Perdagangan 2) Restouran & Hotel 3) Angkutan Darat 4) Listrik Gas dan Air Minum 5) Jasa Penunjang angkutan 6) Pemotongan Hewan 7) Kayu pasar yang terbatas di

1) 2) 3) 4) 5) 6)

Produk/Komoditas Cenderung footloose di Kabupaten Bondowoso terdiri dari: Tembakau Sayur-Sayuran dan Buah-Buahan Tanaman Bahan makanan lainnya Tanaman Ubi-Ubian Tanaman Perkebunan Lainnya Tanman lainnya

15

Eko Prionggo, Analisis Kewilayahan Kawasan Agropolitan Di Kabupaten Bondowoso

g) Kawasan Unggulan Seperti sudah dijelaskan di muka bahwa kajian ini akan mengoptimalkan ketersediaan data yang ada. Berbagai data yang digunakan secara spasial adalah data-data yang dimiliki oleh masing-masing wilayah kecamatan yang secara teoritis mencerminkan potensi pasar, potensi produksi (penawaran) baik di bidang pertanian, pertambangan dan galian, industri, perdagangan hingga jasa-jasa, disamping kepemilikanb infrastruktur wilayah. Adapun secara rinci untuk mengetahui posisi wilayah pusat pertumbuhan (unggulan) digunakan indicator sebagai berikut. 1) Potensi produksi (penawaran) produksi baik pertanian, pertambangan (galian), industri dan sebagainya. 2) Potensi sumberdaya manisia baik kwantitas maupun kwalitas. Potensi kependudukan ini juga mencerminkan potensi pasar. 3) Potensi Infrastruktur dan suprastruktur wilayah baik infrastuktur spesifik seperti ketersediaan infastruktur pertanian (traktor, pompa air hingga kelompok tani), maupun infastruktur yang mencerminkan aksesibiltas dan mobilitas suimberdaya (jalan, telekomonikasi) Berdasarkan kondisi di atas maka secara umum dapat dibagi dalam tiga kategori unggulan wilayah, yakni unggulan pertanian dan unggulan wilayah industri serta gabungan yakni suatu wilayah unggul berbasisi pertanian dan industri sekaligus. Berdasarkan kondisi di atas maka untuk wilayah kecamatan yang unggulan dalam bidang pertanian ditunjukkan tabel 7. Tabel 7. Kawasan Unggulan Berbasisi Pertanian di kabupaten Bondowoso No Kecamatan Unggulan Indeks Rangking 1 Sumberwringin 100,00 1 2 Pujer 82,13 2 3 Sukosari 78,41 3 4 Prajekan 77,73 4 5 Cerme 74,84 5 6 Tlogosari 74,16 6 7 Tenggarang 59,12 7 8 Pakem 53,36 8 9 Sempol 46,60 9 10 Wonosari 46,25 10 Sumber : diolah Tahun 2008, dari Lampiran Berdasarkan berbagai indiktor yang telah diolah seperti luasan lahan ,produksi, produktivitas, ketersediaan infrastruktur, saranaproduksi dan kelembagaan pertanian dan ekonomi yang menunjang pertanian maka didapat bahwa kawasan unggulan tempat pengembangan agropolitan di Kabupaten Bondowoso adalah Kecamatan Sumberwringin dan Pujer.

16

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Pembangunan , Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009

2. Pembahasan Hasil Penelitian Sektor primer tempat beradanya komoditas unggulan yang penting dalam perekonomian Kabupaten Bondowoso adalah tanaman pangan khususnya tanaman ketela yang bisa dilakukan integrasi vertikal dan horisontal,. Hal ini dapat dilihat dari jumlah output yang dihasilkan sebesar Rp. 498.541,- juta, dimana sektor ini mampu melakukan ekspor sebesar Rp. 139.015,- juta. Komoditas yang cukup menonjol dalam sektor pertanian adalah seub sektor peternakan, dengan jumlah permintaan/penawaran sebesar Rp. 139.589,- juta. Dari jumlah tersebut 26,73 persen digunakan untuk memenuhi permintaan antara oleh sektor produksi, memenuhi permintaan akhir domestik sebesar 26,16 persen, dan untuk konsumsi ekspor sebesar 47,11 persen. Koefisien keterkaitan langsung ke belakang, sektor yang memiliki koefisien tertinggi adalah sektor tanaman pangan, perkebunan, bangunan dan kontruksi dengan koefisien sebesar 0,6223. Hal ini berarti, bahwa sektor tersebut memberikan sumbangan kepada sektor lainnya cukup besar. Sektor lain yang memiliki koefisien cukup tinggi antara lain; sektor bangunan dan kontruksi, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Dari hasil analisis struktur perekonomian Kabupaten Bondowoso yang ditinjau melalui sudut pandang tingkat koefisien keterkaitan antar sektor, secara umum sektor-sektor tersebut masih memiliki tingkat keterkaitan di bawah angka 1, baik dari segi keterkaitan kedepan maupun keterkaitan kebelakang. Menurut hasil analisis keterkaitan kebelakang, tampak tiga sektor yang memiliki koefisien tertinggi dalam perekonomian Bondowoso adalah sektor pengangkutan dengan koefisien sebesar 0,770; sektor kehutanan dengan koefisien keterkaitan kebelakang sebesar 0,750; dan sektor industri logam dasar dengan tingkat koefisien keterkaitan kebelakang sebesar 0,714. Hal ini menunjukkan bahwa struktur keterkaitan perekonomian Jawa Timur dominasi peranan sektor pengangkutan terhadap sektor yang lain sangat tinggi, hal ini disebabkan peranan sektor pengangkutan untuk digunakan sektor lain sangat besar. Sektor perekonomian di Kabupatenn Bondowoso dengan tingkat keterkaitan kebelakang rendah didominasi oleh sektor hilir yang mana sektor tersebut umumnya langsung dikonsumsi atau dinikmati. Akibatnya peranan sektor tersebut terhadap sektor lain sangat rendah. Tiga sektor yang meliki kaitan terendah adalah sektor bangunan sebesar 0,000; sektor perhotelan yang memiliki koefisien sebesar 0,115; dan sektor industri tekstil dengan koefisien keterkaitan kebelakang sebesar 0,132. Tingginya tingkat keterkaitan kebelakang dari sektorsektor ekonomi, merupakan salah satu penunjang dalam pengembangan sektor ini di masa depan. Berdasarkan analisis keterkaitan kedepan sektor listrik, perdagangan dan jasa lainnya memiliki koefisien keterkaitan kedepan tertinggi yaitu sebesar 0,943. Diikuti oleh sektor bangunan yang memiliki koefisien keterkaitan kedepan sebesar 0,808 dan sektor industri kayu sebesar 0,780. Tingginya tingkat keterkaitan kedepan pada sektor-sektor tersebut umumnya terjadi pada sektor yang begitu tergantung pada sektor lain sebagai penyedia input (terutama bahan baku), yang digunakan dalam proses produksi pada sektor industri. Makin tinggi keterkaitan kedepan maka sektor tersebut semakin tinggi pula tergantungan pada sektor-sektor lain dalam perekonomian. Agribisnis definisikan sebagai: "the sum total of all operation involved in the manufacture and distribution of farm supplies; production operation on the farm, processing and distribution of farm commodities and items made from them"(J.H. David and 17

Eko Prionggo, Analisis Kewilayahan Kawasan Agropolitan Di Kabupaten Bondowoso

R.A.Goldberg: A Concept of Agribusiness, 1957). Sedangkan pengertian pertanian dalam arti luas adalah seluruh mata rantai proses pemanenan energi surya secara langsung dan tidak langsung melalui fotosintesa dan proses pendukung lainnya untuk kehidupan manusia yang mencakup aspek ilmu pengetahuan, teknologi dan kemasyarakatan dan mencakup bidang tanaman pangan, holtikultura, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan (Buku Panduan Institut Pertanian Bogor). )adi, pertanian hanyalah salah satu bagian dari agribisnis yakni hanya production operation on the farm, sedangkan agribisnis mencakup 3 (tiga) hal berikut: Pertama, industri hulu pertanian atau disebut juga agribisnis hulu yakni industriindustri yang menghasitkan sarana produksi (input) pertanian (the manufacture and distribution of farm supplies) seperti industri agro-kimia (industri pupuk, industri pestisida, industri obat-obatan hewan), industri agro-otomotif (industri mesin pertanian, industri peralatan pertanian, industri mesin dan peralatan pengolahan hasil pertanian) dan industri pembibitan/perbenihan tanaman/hewan. Kedua, pertanian dalam arti luas (production operations on the farm) disebut juga on farm agribisnis, yaitu pertanian tanaman pangan, tanaman hortikultura, tanaman obat-obatan, perkebunan, petemakan, perikanan laut dan air tawar, serta kehutanan. Ketiga, industri hilir pertanian atau disebut juga agribisnis hilir yakni kegiatan industri yang mengolah hasil pertanian menjadi produk-produk olahan baik produk antara (intermediate product) maupun produk akhir (storage, processing and distribution of farm commodities and items made from them). Dengan kata lain pembangunan agribisnis merupakan pembangunan industri pertanian serta jasa sekaligus. Sebaliknya pembangunan pertanian saja bukan pembangunan agribisnis karena tidak mencakup mpembangunan industri dan jasanya. Membangun agribisnis adalah membangun keunggulan bersaing diatas keunggulan komparatif yakni melalui transformasi pembangunan yang digerakan oleh modal (capital driven) menjadi digerakkan oleh inovasi (innovation driven). Membangun agribisnis KAPET KALBAR berdasar pada sistem agribisnis berarti mengintegtasikan pembangunan pertanian, industri dan jasa serta membangun ekonomi rakyat, ekonomi daerah, membangun usaha kecil-menengah, koperasi dan membangun daya saing perekonomian bangsa dan negara dengan tetap memperhafikan kelestarian lingkungan. Keterpaduan vertikal diartikan sebagai kegiatan pembinaan terhadap pengembangan suatu komoditas yang diberi prioritas mulai dari kegiatan pra produksi atau pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan pengadaan sarana produksi, produksi (budidaya, penangkapan, penggemukan), penanganan pasca panen dan agroindustri, serta pemasaran dan distribusi. Tahap-tahap kegiatan tersebut merupakan subsistem dalam rangkaian agribisnis. Aspek-aspek yang perlu diperhatikan pada pentahapan tersebut antara lain potensi SDA, ilmu pengetahuan dan teknologi, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), keadaan ekonomi, sosial budaya masyarakat, dan kondisi kelembagaan. Dalam keterpaduan vertikal dituntut adanya kesepakatan dari instansi terkait untuk memberikan prioritas atas komoditas yang akan dikembangkan pada suatu wilayah serta secara konsekuen membangun sistem pelayanan yang diperlukan untuk pembangunan komoditas tersebut. Instansi terkait tidak hanya pada lingkup pertanian. Pengembangan agroindustri akan menjadi motor penggerak perfuasan peluang usaha dan kerja bagi masyarakat desa, sehingga nilai tambah dad produk yang dikembangkan dapat dinikmati mereka. Karena itu penyediaan dan pengadaan teknologi agroindustri sangat 18

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Pembangunan , Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009

diperlukan. Dalam pada itu, pengusaha (BUMN, Swasta, Koperasi) dapat memberikan dukungan dalam bentuk kerjasama kemitraan yang saling menguntungkan. Demikian pula pengadaan fasilitas pemasaran produk dikembangkan mutlak diperlukan. V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka penelitian ini disimpulkan sebagai berikut: 1. Perekonomian Kabupaten Bondowoso secara umum menunjukkan bahwa peranan sektor pertanian tanaman pangan merupakan sektor yang dominan baik dilihat dari sumbangannya terhadap PDRB maupun jumlah tenaga kerja pada sektor tersebut. Berdasarkan kondisi demikian komdoitas yang dipandang unggul untuk dikembangkan dalam konsep agropolitan adalah komoditas ketela pohon dengan integrasi vertikal dan horisontalnya. 2. Berdasarkan analisis wilayah unggulan yang biosa dijadikan kawasan pusat pengembangan agropolitan adalah kecamatan Sumberwringin dan lingkungan wilayah sekitarnya seperti kecamatan Pujer . Hal ini penting karena lokasi kecamatan tersebut bisa dijadikan kawasan unggulan untuk pengembangan berbagai pusat pelayanan terpadu sehingga upaya integrasi vertikal dan horisontal bisa dilakukan. Saran yang disampaikan sebagai implikasi kebijakan: 1. Berdasarkan analisis terbukti bahwa peran sektor pertanian tanaman pangan khususnya komoditas ketela pohon yang secara teoritis adalah komoditas yang mempunyai kontribusi rendah dalam menciptakan nilai tambah. Tetapi satu hal komoditas tersebut mampu menciptakan integrasi vertikal dan horisontal di Kabupaten Bondowoso. Untuk itu disaeran dikemudian hari dicari altenatif komoditas lain yang unggul dikembangkan me;lalui pengembangan hulu hilir. 2. Pednetapan kawasan unggulan untuk pengembangan wilaya agropolitan di Kabupaten Bondowoso supaya ditindaklanjuti dengan upaya pengalokasian anggaran yang memadai dengan perencanaan pengembangan agribisnis dan agroindusti yang matang. 3. Untuk memperbesar multipliyer sektor pertanian salah satu langkah strategis adalah memperbesar kemandirin sektor pertanian khususnya pertanian tanaman pangan dan perkebunan.

19

Vous aimerez peut-être aussi