Vous êtes sur la page 1sur 14

TRAUMA KEPALA Pengertian Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak

atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001) Klasifikasi Berdasarkan strukturnya trauma kepala ada 3: 1. Cedera kulit kepala Karena bagian ini banyak mengandung pembuluh darah,kulit kepala berdarah bila cedera dalam.Luka kulit juga merupakan tempat masuknya infeksi intracranial.Trauma dapat menyebabkan abrasi,kontusio,laserasi atau avulsi 2. Cedera tulang tengkorak/fraktur tengkorak Adalah rusaknya kontuniutas tulang tengkorak disebabkan oleh trauma.Ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak.Pada fraktur terbuka maka dura rusak,dan fraktur tertutup keadaan dura tidak rusak. 3. Cedera pada otak dengan pembuluh darah selaput otaknya Kejadian cedera minor dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna.Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu. Cedera otak serius dapat terjadi,dengan atau tanpa fraktur tengkorak,setelah pukulan atau cedera kepala yang menimbulkan kontusio,laserasidan haemoragik otak Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG): 1. Minor 2. Sedang SKG 9 12 Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 Dapat mengalami fraktur tengkorak. SKG 13 15 Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.

jam.

3. Berat Etiologi Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan. Cedera akibat kekerasan. SKG 3 8 Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

Patofisiologis Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak. Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi. Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala fokal dan menyebar sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan 2

massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.

Pathway

Trauma kepala

Ekstra kranial

Tulang kranial

Intra kranial

Terputusnya kontinuitas jaringan kulit, otot dan vaskuler

Terputusnya kontinuitas jaringan tulang

Jaringan otak rusak (kontusio, laserasi)

Gangguan suplai darah Resiko infeksi Iskemia Hipoksia Perubahan perfusi jaringan Nyeri

-Perubahan outoregulasi -Odem cerebral

-Perdarahan -Hematoma

Kejang

Perubahan sirkulasi CSS

Gangg. fungsi otak

Gangg. Neurologis fokal

Peningkatan TIK

Girus medialis lobus temporalis tergeser

Mual muntah Papilodema Pandangan kabur Penurunan fungsi pendengaran Nyeri kepala

Defisit Neurologis

1. Bersihan jln. nafas 2. Obstruksi jln. nafas 3. Dispnea 4. Henti nafas 5. Perub. Pola nafas

Herniasi unkus

Resiko kurangnya volume cairan Tonsil cerebelum tergeser

Gangg. persepsi sensori

Resiko tidak efektifnya jln. nafas

Kompresi medula oblongata

Mesesenfalon tertekan

Resiko injuri Immobilisasi

Resiko gangg. integritas kulit

Gangg. kesadaran Cemas

Kurangnya perawatan diri

A. Gangguan yang muncul setelah terjadi cidera kepala 4

1. Komosio Serebri Penderita pingsan sebentar (tidak lebih dari 10 menit). Selama pingsan, ndi, suhu, dan tekanan darah mungkin menurun atau mungkin pula normal. Sesudah itu penderita akan sadar kembali dengan menunjukkan gejala-gejala amnesia relrograd, yaitu lupa akan kejadian kejadian pada waktu beberapa sebelum terjadinya kecelakan. Keluhan yang muncul biasanya nyeri kepala, muntah, mual, pusing. 2. Kontusio Serebri Suatu gangguan traumatik drai fungsi otak disertai dengan perdarahan interstitial dalam substansi otak, tanpa terputusya kontinuitas dari otak. 3. Hematom Epidural Terjadi antara tengkorak dan duramater sebagai akibat robeknya meningea media atau cabangnya, sehingga terjadi himpunan darah antara tulang tengkorak dan duramater. 4. Hematom Subdural Terjadi karena pecahnya vena-vena dari permukaan otak yang berjalan menuju sinussinus venosus didalam duramater. B. Manifestasi Klinis Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih Kebungungan Iritabel Pucat Mual dan muntah Pusing kepala Terdapat hematoma Kecemasan Sukar untuk dibangunkan Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung

(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

Komplikasi Defisit neurologic dan psikologik 5

Pada pasien cedera kepala dapat mengalami paralisis saraf fokal seperti anosmia(tidak dapat mencium bau-bauan) dan abnormalitas gerakan mata serta deficit neurologis seperti afasia,defek memori,kejangposttraumatik atau epilepsy. Infeksi Setelah traumatic berupa cedera kepala meliputi infeksi sistemik (pneumonia,infeksi saluran kemih ,septikimia),infeksi bedah neoru (infeksi luka,ventikulitis,abses otak) dan osifikasi heterotrofik (nyeri tulang pada sendi yang menunjang berat badan) Edema serebral dan herniasi Edema serebral adalah penyebab paling umum dari peningkatan tekanan intrakanial pada pasien yang mendapatkan cedera kepala ,puncak pembengkakan yang mengikuti cedera kepala yang terjadi kira-kira 72 jam setelah cedera. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT) Rotgen Foto CT Scan MRI

Penatalaksanaan Individu dengan cedera kepala diasumsikan mengalami cedera medulla servical sampai terbukti demikan.Dari tempat kecelakaan,pasien dipindahkan dengan papan dimana kepala dan leher dipertahankan sejajar.Traksi ringan harus dipertahankan pada kepala dan kolar servikal dipasang dan dipertahankan sampai sinar-x medulla servikal didapatkan dan diketahui tidak ada cedera medulla spinalis servical Semua terapi diarahkan untuk mempertahankan homeostatis otak dan mencegah kerusakan otak sekunder.Tindakan ini mencangkup stabilitas kardiovaskuler dan fungsi pernafasan untuk mempertahankan perfusi serebral adekuat.Haemoragik terkontrol,hipovolemik diperbaiki dan nilai gas darah dipertahankan pada nilai yang diinginkan. Tindakan terhadap peningkatan TIK.Pada saat otak yang rusak membengkak atau terjadi penumpukan darah maka terjadi peningkatan TIK dan membutuhkan perawatan segera.TIK dipantau dengan ketat dan bila meningkat ,keadaan ini diatasi dengan mempertahankan oksigen adekuat,pemberian manitol yang mengurangi edema serebral dengan dehidrasi 6

osmotic,hiperventilasi,penggunaan steroid,peningkatan kepala tempat tidur dan kemungkinan intervensi bedah neuro. Tindakan pendukung lain.Tindakannya mencangkup dukungan ventilasi,pencegahan kejang,dan pemeliharaan cairan dan elektrolit dan keseimbangan nutrisi. Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai berikut: 1. Observasi 24 jam 2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu. 3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi. 4. Anak diistirahatkan atau tirah baring. 5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi. 6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi. 7. Pemberian obat-obat analgetik. 8. Pembedahan bila ada indikasi. Rencana Pemulangan 1. Jelaskan tentang kondisi anak yang memerlukan perawatan dan pengobatan. 2. Ajarkan orang tua untuk mengenal komplikasi, termasuk menurunnya kesadaran, perubahan gaya berjalan, demam, kejang, sering muntah, dan perubahan bicara. 3. Jelaskan tentang maksud dan tujuan pengobatan, efek samping, dan reaksi dari pemberian obat. 4. Ajarkan orang tua untuk menghindari injuri bila kejang: penggunaan sudip lidah, mempertahankan jalan nafas selama kejang. 5. Jelaskan dan ajarkan bagaimana memberikan stimulasi untuk aktivitas sehari-hari di rumah, kebutuhan kebersihan personal, makan-minum. Aktivitas bermain, dan latihan ROM bila anak mengalami gangguan mobilitas fisik. 6. Ajarkan bagaimana untuk mencegah injuri, seperti gangguan alat pengaman. 7. Tekankan pentingnya kontrol ulang sesuai dengan jadual. 8. Ajarkan pada orang tua bagaimana mengurangi peningkatan tekanan intrakranial.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian 1. Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian. 2. Pemeriksaan fisik a. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi, ataksik) b. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK c. Sistem saraf : Kesadaran GCS. Fungsi saraf kranial trauma yang mengenai/meluas ke batang otak Fungsi sensori-motor adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan

akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial. diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang. d. Sistem pencernaan Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika pasien sadar tanyakan pola makan? Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan. Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.

e. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik hemiparesis/plegia, gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot. f. Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis. g. Psikososial data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari keluarga.

B. Diagnosa Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:

1. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial. 2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial. 3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran. 4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah. 5. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial. 6. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala. 7. Resiko infeksi berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala. 8. Kecemasan orang tua-anak berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala. 9. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi. Intervensi Keperawatan 1. Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial. Tujuan: Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak ada sesak atau kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan dalam batas normal. Intervensi: Kaji Airway, Breathing, Circulasi. Kaji anak, apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari memposisikan kepala ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi bila ada cedera vertebra. Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada sekret segera lakukan pengisapan lendir. Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas. Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan tinggikan 15 30 derajat. Pemberian oksigen sesuai program. 2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial. 9

Tujuan: Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada pusing hebat, kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Intervensi: Tinggikan posisi kepala 15 30 derajat dengan posisi midline untuk menurunkan tekanan vena jugularis. Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial: fleksi atau hiperekstensi pada leher, rotasi kepala, valsava meneuver, rangsangan nyeri, prosedur (peningkatan lendir atau suction, perkusi). tekanan pada vena leher. pembalikan posisi dari samping ke samping (dapat menyebabkan kompresi pada vena leher). Bila akan memiringkan anak, harus menghindari adanya tekukan pada anggota badan, fleksi (harus bersamaan). Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya valsava maneuver. Hindari tangisan pada anak, ciptakan lingkungan yang tenang, gunakan sentuhan therapeutic, hindari percakapan yang emosional. Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan intrakranial sesuai program. Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan karena Monitor intake dan out put. Lakukan kateterisasi bila ada indikasi. Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi dan Libatkan orang tua dalam perawatan anak dan jelaskan hal-hal yang dapat meningkatkan edema serebral.

pemenuhan nutrisi. dapat meningkatkan tekanan intrakranial. 3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran. Tujuan: Kebutuhan sehari-hari anak terpenuhi yang ditandai dengan berat badan stabil atau tidak menunjukkan penurunan berat badan, tempat tidur bersih, 10

tubuh anak bersih, tidak ada iritasi pada kulit, buang air besar dan kecil dapat dibantu. Intervensi: Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan minum, mengenakan pakaian, BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan kebersihan perseorangan. Berikan makanan via parenteral bila ada indikasi. Perawatan kateter bila terpasang. Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk Libatkan orang tua dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari

memudahkan BAB. dan demonstrasikan, seperti bagaimana cara memandikan anak. 4. Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah. Tujuan: Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau dehidrasi yang ditandai dengan membran mukosa lembab, integritas kulit baik, dan nilai elektrolit dalam batas normal. Intervensi: Kaji intake dan out put. Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan

ubun-ubun atau mata cekung dan out put urine. Berikan cairan intra vena sesuai program.

5. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial. Tujuan: Anak terbebas dari injuri. Intervensi:

11

Kaji status neurologis anak: perubahan kesadaran, kurangnya respon

terhadap nyeri, menurunnya refleks, perubahan pupil, aktivitas pergerakan menurun, dan kejang. Kaji tingkat kesadaran dengan GCS Monitor tanda-tanda vital anak setiap jam atau sesuai dengan protokol. Berikan istirahat antara intervensi atau pengobatan. Berikan analgetik sesuai program.

6. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala. Tujuan: Anak akan merasa nyaman yang ditandai dengan anak tidak mengeluh nyeri, dan tanda-tanda vital dalam batas normal. Intervensi: dingin. Mengatur posisi sesuai kebutuhan anak untuk mengurangi nyeri. Kurangi rangsangan. Pemberian obat analgetik sesuai dengan program. Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur. Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi. Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya, serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat, berkeringat

7. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya injuri. Tujuan: Anak akan terbebas dari infeksi yang ditandai dengan tidak ditemukan tanda-tanda infeksi: suhu tubuh dalam batas normal, tidak ada pus dari luka, leukosit dalam batas normal. Intervensi: Kaji adanya drainage pada area luka. Monitor tanda-tanda vital: suhu tubuh. Lakukan perawatan luka dengan steril dan hati-hati. Kaji tanda dan gejala adanya meningitis, termasuk kaku kuduk, iritabel,

sakit kepala, demam, muntah dan kenjang. 8. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.

12

Tujuan: Anak dan orang tua akan menunjukkan rasa cemas berkurang yang ditandai dengan tidak gelisah dan orang tua dapat mengekspresikan perasaan tentang kondisi dan aktif dalam perawatan anak. Intervensi: Jelaskan pada anak dan orang tua tentang prosedur yang akan dilakukan, Anjurkan orang tua untuk selalu berada di samping anak. Ajarkan anak dan orang tua untuk mengekspresikan perasaan. Gunakan komunikasi terapeutik. dan tujuannya.

9. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi. Tujuan: Tidak ditemukan tanda-tanda gangguan integritas kulit yang ditandai dengan kulit tetap utuh. Intervensi: Lakukan latihan pergerakan (ROM). Pertahankan posisi postur tubuh yang sesuai. Rubah posisi setiap 2 jam sekali atau sesuai dengan kebutuhan dan Kaji area kulit: adanya lecet. Lakukan back rub setelah mandi di area yang potensial menimbulkan

kondisi anak.

lecet dan pelan-pelan agar tidak menimbulkan nyeri.

13

DAFTAR PUSTAKA 1. Suriadi & Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi I. Jakarta: CV Sagung Seto; 2001. 2. Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta: EGC; 1996. 3. Cecily LB & Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2000. 4. Suzanne CS & Brenda GB. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC; 1999.

14

Vous aimerez peut-être aussi