Vous êtes sur la page 1sur 41

KONDISI TUTUPAN TERUMBU KARANG (PERCENT COVER) LIMA TAHUN PASCA TSUNAMI DI KAWASAN WISATA LAUT IBOIH SABANG

PROVINSI ACEH

TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sains

Oleh

IWAN IKHTIARA 0408104010004

JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SYIAH KUALA DARUSSALAM, BANDA ACEH JUNI, 2011

PENGESAHAN

KONDISI TUTUPAN TERUMBU KARANG (PERCENT COVER) LIMA TAHUN PASCA TSUNAMI DI KAWASAN WISATA LAUT IBOIH SABANG PROVINSI ACEH

Oleh

Nama NIM Jurusan

: Iwan Ikhtiara : 0408104010004 : Biologi

Menyetujui: Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Edi Rudi, M,Si Nip. 19740607 1999031001

Muhammad Nasir, M.Sc Nip. 19730331 1998021001

Mengetahui :

Dekan Fakultas MIPA Universitas Syiah Kuala

Ketua Jurusan Biologi, FMIPA Universitas Syiah Kuala

Dr. Mustanir, M.Sc Nip. 19660510 199303 1 002

Dr. Zairin Thomy, M.Si Nip. 19551114 198703 1001

Lulus Sidang Sarjana pada hari Selasa, 21 Juni 2011

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim Syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul Kondisi tutupan Terumbu Karang (Percent cover) Lima Tahun Pasca Tsunami Di Kawasan Wisata Laut Iboih Sabang Provinsi Aceh. Selawat dan salam penulis sanjungkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Penulisan Tugas Akhir ini bertujuan untuk melengkapi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan tingkat sarjana pada Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Syiah Kuala. Tugas Akhir ini dapat penulis selesaikan berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil, secara langsung dan tidak langsung. Hal ini tidak lepas dari peran serta Ayahanda Hasbullah Mango dan Ibunda Srinuyah yang telah mendidik dari kecil dengan penuh kesabaran dan pengorbanan, serta kepada adik-adikku Hasrikawati, Harpaniate, dan Insanul Yakin serta Cut Syarifah Aqilah yang telah memberi semangat dan doa. Untuk itu penulis juga ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tidak terhingga kepada: 1. Bapak Dr. Edi Rudi, M.Si dan Bapak Muhammad Nasir, M.Sc sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan masukkan dan pengarahan hingga selesainya Tugas Akhir ini, serta Bapak Dr. Suwarno, M.Si, Ibu Irvianti, M.Si, Bapak Nur Padli, M.Sc dan Bapak Feri Suryawan, M. Si,, atas kesediannya sebagai Dosen Penguji dan saran yang telah diberikan kepada penulis. 2. Ibu Fauziah, M.Si selaku dosen pembimbing Akademik 3. Bapak Dr. Zairin Thomy, M.Si, selaku ketua jurusan Biologi 4. Bapak Dr. Mustanir, M.Sc, selaku dekan Fakultas Mipa 5. Teman-teman jurusan Ilmu Kelautan Koordinatorat Ilmu Kelautan dan Perikanan Yulizar,S.Kel dan Rahmad Dirgantara, S.Kel, sebagai mitra selam yang telah meluangkan waktu dan jerih payahnya dalam penelitian ini.

6. Teman-teman satu tim penelitian Muhammad Razi, Sahrul, Irsa Mayasari Cut Susi Suryani yang banyak membantu dan jerih payah yang di rasakan bersama saat di lapangan. 7. Teman-teman Jurusan Biologi angkatan 2004, teman-teman

KML SAVANA Herman Denias, Ridha Copank, Rman Lantang, Sahrul Capunk, Advent Dogy, serta adik-adikku Ellen, Tya dan Nufus atas segala dorongan semangat yang telah diberikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dilihat dari segi isi maupun pembahasan masih banyak terdapat kekurangan karena keterbatasan kemampuan ilmu dan pengalaman yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata penulis berharap dengan rahmat Allah SWT semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca, dari segala bantuan serta bimbingan yang telah diberikan penulis hanya dapat mendoakan semoga Allah SWT membalas budi baik mereka.

Banda Aceh, Juni 2011

(Penulis)

ABSTRAK Penelitian tentang kondisi tutupan terumbu karang (percent cover) lima tahun pasca tsunami di kawasan wisata laut Iboih Sabang Provinsi Aceh telah dilaksanakan dari bulan Maret 2010 sampai dengan Juli 2010. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi terumbu karang lima tahun pasca tsunami di kawasan wisata laut iboih Sabang Provinsi Aceh. Penelitian ini menggunakan metode transek bersentuhan garis LIT (Line Intercep Transect). Data diambil di empat stasiun yaitu Teupin Layuen, Teupin Sirkui, Teluk Pelabuhan dan Sea Garden. Dengan dua kedalaman perairan yaitu 3 m dan 7 m dengan tiga kali ulangan. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mai dan pasca kejadian bleaching pada bulan Juli 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase tutupan karang di Teupin Sirkui sebesar 27,6%, Teupin Layeun sebesar 28,6%, Teluk Pelabuhan sebesar 32,9% dan stasiun Sea Garden sebesar 28,3%. Persentase rata-rata tutupan karang disetiap stasiun sebesar 29,35% dan tergolong kedalam kategori sedang. Bentuk hidup karang yang dominan pada stasiun penelitian adalah coral massive, acropora branching dan acropora digitata. Sementara itu persentase tutupan karang pasca kejadian pemutihan karang pada stasiun Teupin Layeun sebesar 15,75%, Teupin Sirkui sebesa 23,35%, Teluk Pelabuhan sebesar 27,85% dan Sea Garden sebesar 28,7%. Bentuk bentik yang dominan ditemukan adalah kategori abiotik yaitu pasir, batu, dan pecahan karang (rubble) sebesar 70,3%. Kata kunci : Terumbu karang, Metode LIT, Iboih Sabang, Pemutihan Karang. ABSTRACT A five year research on the condition of coral reefs covering (percent cover) post tsunami at Iboih marine ecotourisme Sabang, Aceh Province, has been conducted from April 2010 to June 2011. This study aims to determine the condition of coral reef five years after tsunami at Iboih marine ecotourisme Sabang, Aceh Province. This research used a Touchline Transect Method LIT (Line Intercep Transect) implemented at four stations, including Teupin Layeun, Teupin Sirkui, Teluk Pelabuhan and Sea Garden. The data was collected within the water with the depth of 3 meters and 7 meters with three times repetition. Data collecting was done in May as well as after the bleaching in July 2010. The result showed that the percent of coral reef covering was 27,6% at Teupin Sirkui, 28,6% at Teupin Layeun, 32,9% at Teluk Pelabuhan, and 28,3% at Sea Garden station. The percentage of average coral reef covering in each station was 29,35%, which was classified into category of medium. The dominan life form of coral reef in each station was massive coral, acropora branching and acropora digitata. On the other hand, the percentage of coral reef covering after the bleaching incident was 15, 75% at Teupin Layeun station, 23,35% at Teupin Sirkui station, 27 ,85% at Teluk Pelabuhan station, and 28,7% at Sea Garden station. The dominan abiotic bentic form found was sand, rock, and pieces of coral (Rubble), which was as much as 70,3%. Keywords : Coral reef, LIT Method, Iboih Sabang, Coral reef bleaching.

DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul ................................................................................................. i Halaman Pengesahan ...................................................................................... ii Kata Pengantar ................................................................................................ iii Abstrak/Abstract ............................................................................................. v Daftar Isi .......................................................................................................... vi Daftar Tabel .................................................................................................... viii Daftar Gambar .................................................................................................. ix Daftar Lampiran ............................................................................................... x BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 1.2. Tujuan Penelitian........................................................................... 1.3. Manfaat Penelitian......................................................................... BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................. 2.2. Biologi Terumbu Karang .............................................................. 2.1.1. Reproduksi karang............................................................. 2.1.2. Cara makan ....................................................................... 2.1.3. Bentuk pertumbuhan karang dan benthik ......................... 2.3. Tipe-tipe Terumbu Karang ............................................................ 2.4. Kerusakan Terumbu Karang ......................................................... 2.5. Faktor-faktor Pembatas Terumbu Karang ..................................... 2.6. Manfaat Terumbu Karang ............................................................. 2.7. Pemantauan Terumbu Karang ....................................................... BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................ 3.2. Alat dan Bahan .............................................................................. 3.3. Metode Penelitian.......................................................................... 3.4. Parameter Yang Diamati ............................................................... 3.5. Prosedur Kerja ............................................................................... 3.5.1. Pengamatan tutupan karang ............................................. 3.5.2. Analisis data ..................................................................... BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Tutupan Karang ............................................................... 4.2. Tutupan Kategori Subtrat Dasar Perairan ..................................... 4.3. Kondisi Karang Pasca Bleaching .................................................. 4.4. Komposisi Lifeform Karang ......................................................... 4.5. Kondisi Fisika Kimia Perairan ......................................................

1 2 2 2

3 3 4 5 5 6 6 7 8 9

10 10 11 11 13 13 13

14 16 17 18 18

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ................................................................................... 21 5.2. Saran .............................................................................................. 21

DAFTAR KEPUSTAKAAN ......................................................................... 22 LAMPIRAN ....................................................................................................

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1. Persentase tutupan karang pada setiap stasiun penelitian ............... 14 Tabel 4.2. Parameter fisika dan kimia di lokasi pengamatan 19

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Siklus reproduksi seksual karang ................................................. 4 Gambar 2.2 Cara makan hewan karang ........................................................... 5 Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian .................................................................... 10 Gambar 3.2 Skema peletakan transek .............................................................. 11 Gambar 4.1 Persentase tutupan tipe-tipe substrat dasar disetiap lokasi penelitian ...................................................................................... 16 Gambar 4.2 Persentase tutupan karang bleaching............................................ 17

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Rata-rata persentase tutupan terumbu karang di Taman Wisata Laut Iboih Sabang ............................................................ 25 Lampiran 2. Komposisi bentuk pertumbuhan karang (life form) habitat dasar di setiap stasiun penelitian ............................................... 26 Lampiran 3. Beberapa bentuk pertumbuhan karang (Lifeform) bentik dan pengkodean terumbu karang ........................................................ 27 Lampiran 4. Dokumentasi penelitian ............................................................... 29 Lampiran 5. Biodata .........................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Terumbu karang coral reef merupakan kumpulan organisme yang hidup di dasar perairan laut dangkal terutama di daerah tropis, yang disusun oleh karangkarang dari kelas Anthozoa ordo Scleractinia. Terumbu karang dibedakan antara hewan karang stony coral sebagai individu organisme atau komponen komunitas dan terumbu karang coral reef sebagai suatu ekosistem, termasuk di dalamnya organisme-organisme karang (Supriharyono, 2000). Terumbu karang adalah ekosistem yang mudah rusak oleh suatu gangguan seperti gangguan tsunami. Dari kira-kira 100.000 ha kawasan terumbu karang di Aceh 30% mengalami kehancuran akibat tsunami pada tahun 2004. Program monitoring terhadap terumbu karang dan manajemen sumber daya pesisir dan laut sangat diperlukan untuk mendukung proses pemulihan ekosistem terumbu karang (Indrawati dan Steer, 2005a; 2005b). Sebelum tsunami 2004, sejumlah penelitian telah dilakukan di kawasan Iboih Sabang antara lain Ridwan (1998) yang melaporkan, kondisi terumbu karang di Teluk Pelabuhan Pulau Rubiah memiliki karang hidup adalah 58-69% dan di Sea Garden adalah 67-74%. Hal ini di katagorikan dalam kondisi baik. Arsyani dan Azam (2005) disitasi oleh Rahmi (2006) melaporkan bahwa terumbu karang di kawasan Pulau Rubiah dan Iboih mengalami kerusakan hingga 90% pada kedalaman 2-3 meter namun demikian kondisi terumbu karang lima tahun pasca tsunami belum dilaporkan. Mengingat pentingnya peranan terumbu karang bagi aktifitas masyarakat di dalam kawasan wisata laut Iboih Sabang dan kemungkinan pemeliharaan ekosistem yang sudah berjalan dengan baik. Adanya berbagai aktifitas manusia dapat merusak keberadaan terumbu karang, disamping itu musim juga berpengaruh, kondisi ini secara tidak langsung akan mengakibatkan terjadinya perubahan faktor fisika dan kimia perairan yang mengakibatkan menurunnya kualitas terumbu karang, maka perlu dilakukan penelitian tentang persentase terumbu karang untuk melihat kondisi tutupan karang lima tahun pasca tsunami. Pada awal 2010 perairan sabang juga mengalami peningkatan suhu permukaan

laut, sehingga organisme yang bersimbiosis dengan alga mengalami pemutihan karang (bleaching). Banyaknya karang-karang mati diperkirakan akan mengurangi tutupan karang hidup di kawasan Iboih Sabang.

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan hasil-hasil penelitian diketahui bahwa kondisi tutupan terumbu karang di Kawasan Taman Wisata Laut Sabang khususnya di Iboih pasca tsunami diperkirakan terjadi peningkatan tutupan terumbu karang (percent cover). Namun demikian persentase tutupan karang lima tahun pasca tsunami belum diketahui perubahannya, untuk itu perlu dilakukan penelitian ini.

1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi tutupan karang pasca lima tahun tsunami di Kawasan Taman Wisata Laut Iboih Sabang.

1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi yang berguna untuk kegiatan pengelolaan dan pelestarian terumbu karang serta dijadikan sebagai acuan penelitian lebih lanjut dimasa mendatang khususnya di kawasan Taman Wisata Laut Iboih Sabang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pulau Weh terletak di ujung barat Indonesia. Pulau ini terletak di bagian utara Pulau Sumatera yang secara geografis berada diantara 054528LU 055428LU dan 951302BT - 952236BT. Pulau ini berbatasan dengan Selat Malaka di sebelah utara dan timur, dan Samudera Hindia di sebelah barat dan selatan. Kota Sabang terdiri dari lima pulau dengan yaitu Pulau Weh, Pulau Klah, Pulau Rubiah, Pulau Seulako dan Pulau Rondo (FDC, 2004). Pulau Weh merupakan titik kilometer nol Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari aspek geologis Pulau Weh merupakan sebuah pulau atol (pulau karang) yang proses terjadinya melalui pengangkatan dari dasar laut. Sekitar 2.600 ha terumbu karang yang terdapat di Pulau Weh (terutama di sekitar Pulau Rubiah) telah ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam Laut berdasarkan surat keputusan Menteri Kehutanan (No. 928/Kpts/Um/1982 tanggal 22 Desember 1982). Kondisi demikian menjadikan Pulau Weh terkenal sebagai tujuan wisata bahari dan memiliki potensi sumberdaya perikanan yang tinggi (Wetlands, 2008). 2.2. Biologi Karang Karang keras merupakan anggota filum Colenterata, kelas Anthozoa, ordo Scleractinia, dengan karateristik memiliki bentuk hidup yang disebut polip. Polip memiliki bagian-bagian tubuh terdiri dari mulut dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi untuk menangkap mangsa serta sebagai alat pertahanan diri, rongga tubuh yang juga merupakan saluran pencernaan (gastrovascular), dan dua lapisan tubuh yaitu ektodermis dan endodermis, lebih umum disebut gastrodermis karena berbatasan dengan saluran pencernaan. Di antara kedua lapisan terdapat jaringan pengikat tipis yang disebut mesoglea. Jaringan ini terdiri dari sel-sel, serta kolagen, dan mukopolisakarida. Pada sebagian besar karang, epidermis akan menghasilkan material guna membentuk rangka luar karang. Material tersebut berupa kalsium karbonat (kapur) (Timotius, 2003). Tiap polip merupakan hewan dua lapis sel dengan epidermis terluar yang dipisahkan dari gastrodermis internal oleh mesoglea yang tidak hidup. Jaringan

tersebut seperti jelly, terletak antara ektodermis dan endodermis. Endodermis adalah jaringan yang terletak pada bagian yang paling dalam. Sebagian besar endodermis terisi oleh zooxanthellae sebagai simbiosis yang umumnya bewarna kuning coklat (Nybakken,1988). 2.2.1. Reproduksi karang Binatang karang berkembang biak secara aseksual dan seksual. Secara aseksual karang berkembang melalui fragmentasi dan pertunasan (budding). Secara seksual atau kawin, dilakukan melalui pertemuan antara ovarium dan testis. Berkaitan dengan sel kelaminnya, karang mungkin monoceus yaitu ovarium dan testis berada di dalam suatu individu polip atau dioseus, yaitu ovarium dan testis berada di dalam individu polip berbeda. Baik reproduksi secara seksual maupun secara aseksual dijalankan oleh karang tentunya untuk tujuan mempertahankan keberadaan spesiesnya di alam. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan sehingga kedua metode tersebut saling melengkapi

(Supriharyono, 2000).

c d f e e d

Gambar 2.1. siklus reproduksi seksual karang (Timotius, 2003) Pada reproduksi seksual berdasarkan Gambar 2.1 memperlihatkan proses fertilisasi telur dan sperma menjadi zigot terjadi di permukaan air (a), zigot berkembang menjadi larva planula yang kemudian mengikuti pergerakan air (b), bila menemukan dasaran yang sesuai, maka planula akan menempel di dasar (c), lalu planula akan tumbuh menjadi polip (d), terjadi kalsifikasi (e) dan membentuk koloni karang dewasa (f) (Timotius, 2003).

2.2.2. Cara makan Karang memiliki dua cara untuk mendapatkan makan, yaitu Menangkap zooplankton yang melayang dalam air dan menerima hasil fotosintesis dari zooxanthellae (Timotius, 2003). Ada pendapat para ahli yang mengatakan bahwa hasil fotosintesis zooxanthellae yang dimanfaatkan oleh karang, jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan proses respirasi karang tersebut (Muller-Parker dan Elia, 2001). Sebagian ahli lagi mengatakan sumber makanan karang 75-99% berasal dari zooxanthellae (Tackett dan Tackett, 2002). Mojetta (1995) disitasi oleh Dirgantara (2008) menyebutkan, pada tentakel polip terdapat racun yang digunakan untuk menangkap berbagai jenis plankton sebagai makanan tambahannya (Gambar 2.2).

Gambar 2.2. Cara makan hewan karang Mojetta (1995) disitasi oleh Dirgantara (2008)

Ada dua mekanisme cara mangsa yang ditangkap karang dapat mencapai mulut yaitu cara pertama mangsa ditangkap lalu tentakel membawa mangsa ke mulut dan cara kedua mangsa ditangkap lalu terbawa ke mulut oleh gerakan silia di sepanjang tentakelnya (Timotius, 2003). 2.2.3. Bentuk pertumbuhan karang dan benthik Pertumbuhan karang dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal meliputi sifat-sifat fisika dan kimia lingkungan, jumlah nilai nutrisi makanan, ukuran makanan dan ruang gerak. Faktor internal meliputi keturunan, umur, ketahanan terhadap penyakit dan kemampuan memanfaatkan makanan (Nontji, 1993). Bentuk-bentuk pertumbuhan lifeform karang dapat dilihat pada Lampiran 3.

2.3. Tipe-tipe Terumbu Karang Terumbu karang dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori yaitu atol, karang penghalang dan karang tepi. Atol berbentuk terumbu setengah lingkaran yang muncul dari perairan yang sangat dalam, jauh dari daratan dan ditutupi oleh lagoon. Karang penghalang dan karang tepi membentuk tegakan dan memanjang sehingga tidak dapat dipisahkan. Kedua tipe karang penghalang dan karang tepi berbatasan dengan daratan, dimana karang penghalang dipisahkan lebih jauh dari perairan yang lebih dalam dibandingkan dengan karang tepi. Karang tepi dan karang penghalang biasanya melingkari zona terumbu karang (Nyabakken, 1988). Menurut Nontji (1993), terumbu karang tepi terdapat di sepanjang pantai dan mencapai kedalaman tidak lebih dari 40 meter. Karang penghalang mirip dengan karang tepi, kecuali ada jarak yang cukup jauh antara karang dan daratan , celah ini terdiri dari perairan yang dalam.

2.4. Kerusakan Terumbu Karang dan Pemutihan Karang Kerusakan terumbu karang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor fisik, kimia dan biologis. Kerusakan terumbu karang secara fisik disebabkan oleh badai seperti typhoon, peristiwa geologis seperti gempa bumi. Kerusakan secara kimia antara lain pestisida, detergen, pupuk, minyak, logam berat dan radio aktif, sedangkan yang mempengaruhi faktor biologis adalah pemangsa polip-polip karang, seperti bulu babi dan ikan (Supriharyono, 2000). Faktor perusak lainnya juga disebabkan oleh manusia baik secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung yang merusak terumbu karang dapat berupa pengambilan karang batu, pengambilan biota laut untuk perhiasan, pengambilan fosil kima, penangkapan ikan dengan jaring muroami, penangkapan ikan dengan bahan kimia dan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak. secara tidak langsung kerusakan terumbu karang yang berasal dari aktifitas manusia adalah sedimentasi, limbah industri dan rumah tangga, limbah air panas dan pestisida (Supriharyono, 2000). Kerusakan karang yang disebabkan oleh organisme yang melekat di tubuh karang lebih besar terjadi di rataan terumbu, jika dibandingkan dengan tempat yang lebih dalam. Untuk faktor-faktor fisik lain disebabkan oleh kenaikan suhu air

laut, pasang surut, radiasi sinar ultra violet, penurunan salinitas, gunung berapi, gempa bumi dan tsunami serta topan atau badai (Soekarno, 1996). Terumbu karang juga tahan terhadap badai tropis yang hebat, tetapi pada umumnya sangat peka terhadap dampak lingkungan yang berkaitan dengan kegiatan manusia. Menurut Tomascik (1997), komunitas ekosistem terumbu karang yang bersimbiosis dengan Zooxanthella (karang hermatifik, kima, anemon laut dan foraminifera) hidup berkembang dalam kondisi perairan tropis yang jernih, sangat peka terhadap masukan unsur hara yang berlebihan dan bahan pencemar lain. Kerusakan terumbu karang dapat disebabkan karena meningkatnya suhu permukaan laut sehingga karang menjadi putih. Westmacott et al. (2000) menyatakan bahwa pemutihan karang atau disebut dengan Coral Bleaching adalah pudarnya warna terumbu karang menjadi pucat atau putih, hal ini akibat dari pemanasan global yang menyebabkan karang kehilangan zooxanthellae.

2.5. Faktor-Faktor Pembatas Terumbu Karang Terumbu karang di Indonesia sebagian besar berada di sepanjang pantai Timur Sumatera, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Jawa bagian Utara. Pertumbuhan karang umumnya terdapat di pulau-pulau kecil yang letaknya terpisah dari pulau utama. Semakin jauh letaknya dari pulau utama semakin baik pertumbuhan karangnya, seperti di Pulau Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Di daerah pulau-pulau tersebut muara sungai relatif sedikit, struktur pantai dan subtrat dasar berupa subtrat yang keras dan pola arus yang mengalir sepanjang tahun oleh adanya arus lintas Indonesia yang berasal dari Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia. Di kepulauan Riau karang tumbuh hanya pada kedalaman 2-8 meter yang umumnya didominasi oleh karang masive. (Tinungki,2000). Karang hermatifik kebanyakan tidak dapat bertahan dengan adanya endapan yang berat yang menutupi serta menyumbat struktur pemberian makanannya (Nybakken,1988). Kehidupan karang memerlukan air laut yang bersih dari kotoran karena benda-benda yang terdapat dalam air dapat menghalang masuknya cahaya matahari yang diperlukan untuk fotosintesis zooxanthella,

sehingga dapat mengakibatkan kematian pada karang. Akibatnya perkembangan terumbu karang berkurang atau menghilang di daerah-daerah yang

pengendapannya besar (Saptarini et al., 1996). Nybakken (1988) juga menjelaskan bahwa faktor lain yang membatasi perkembangan karang adalah salinitas. Karang hermatipik adalah organisme yang dapat bertahan hidup pada salinitas air laut yang normal (32-35 0/00). Terdapatnya aliran air tawar akan menyebabkan kematian karang.

2.6. Manfaat Terumbu Karang Terumbu karang memiliki beberapa peran penting baik secara ekologi dan ekonomi. Secara ekologi terumbu karang dapat dimanfaatkan bagi biota laut seperti tempat pemijahan, mencari makan, berkembang biak dan tempat berlindung. Terumbu karang juga berperan sebagai pelindung pantai dari gelombang sehingga mencegah terjadinya abrasi. Secara ekonomi terumbu karang dapat dijadikan sumber obat-obatan, sebagai tempat parawisatawan dan sumber mata pencaharian bagi nelayan baik untuk dimakan maupun di jual (Supriharyono, 2000). Perairan disekitar terumbu karang juga berperan sebagi faktor penyubur, maka karang sebagai biota pembentuk utama terumbu karang, hidup bersimbiosis dengan algae (Zooxanthellae) yang mempunyai peranan penting didalam penyediaan oksigen fotosintesis di siang hari kedalam perairan di sekitarnya. Banyak celah dan lubang di terumbu karang memberikan tempat tinggal (Saptarini et al., 1996).

2.7. Pemantauan Terumbu Karang Rudi et al. (2006) menjelaskan pemantauan (monitoring) terumbu karang adalah proses pengumpulan data dan informasi tentang ekosistem terumbu karang yang dilakukan secara berkala. Suharsono (1994) menjelaskan, penggunaan metode survei dalam menggambarkan kondisi terumbu karang biasanya disajikan dalam bentuk struktur komunitas yang terdiri dari data persentase tutupan karang hidup, persentase tutupan karang mati, jumlah marga, jumlah jenis, jumlah koloni,

ukuran koloni, kelimpahan, frekuensi kehadiran, bentuk pertumbuhan, indeks keanekaragaman jenis. Metode yang umum digunakan dalam menilai kondisi bio-ekologi terumbu karang di dunia, adalah metode LIT (Line Intercept Transect) dalam skala sedang. Metode LIT dikembangkan oleh Asean Australia Project (CRITC, 2001). Metode LIT digunakan untuk menentukan besarnya persentase penutupan masing-masing kategori komunitas benthik. Peletakan garis transek dimulai dari kedalaman dimana masih ditemukan terumbu karang batu ( 25 m). Pengamatan dilakukan pada tiga kedalaman yaitu 3 m, 5 m dan 10 m, tergantung keberadaan karang pada lokasi di masing-masing kedalaman. Panjang transek digunakan 30 m atau 50 m yang penempatannya sejajar dengan garis pantai (Johan, 2003).

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2010 sampai Juni 2011 bertempat di Perairan Iboih Taman Wisata Laut, Kota Sabang Provinsi Aceh. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Peta lokasi penelitian

3.2. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian adalah perahu motor, pelampung kecil, alat tulis bawah air (sabak dari bahan acrylic atau data sheets) dan pensil, jam tahan air, GPS dan peta, masker, snorkle, fins, meteran gulung 100 m, SCUBA (Self Contained Underwater Breathing Apparatus), kamera bawah air, pH-meter, thermometer, refraktometer, sechii disc. Sedangkan bahan yang digunakan adalah Aquadest.

3.3. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah transek bersentuhan LIT (Line Intercept Transect), dengan mengamati dan mencatat semua bentuk hidup (Lifeform) yang bersentuhan di transek garis (English et al., 1994). Lokasi penelitian ditetapkan menjadi empat stasiun yaitu Teupin Layen, Teupin Sirkui, Teluk Pelabuhan dan Sea Garden. Pada setiap stasiun dipasang transek pada dua kedalaman yang berbeda, yaitu pada kedalaman 3 m dan 7 m. Pada masingmasing kedalaman ditarik 3 lajur transek yang memiliki panjang 30 meter dengan interval 5 m antara transek satu dengan transek lainnya, transek dibentangkan sejajar dengan garis pantai. Gambar 3.2 memperlihatkan skema peletakan transek.

Gambar 3.2. Skema peletakan transek

3.4. Parameter yang Diamati Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah persentase tutupan karang hidup dan karang mati. Untuk mendukung parameter tersebut juga diamati parameter fisika dan kimia yaitu: a. Suhu Suhu diukur dengan menggunakan termometer air raksa berskala 0-50 0C. Termometer dicelupkan kedalam perairan dan selanjutnya termometer diangkat dan langsung dibaca agar tidak terjadi perubahan.

b. Penetrasi Cahaya (kecerahan) Pengukuran dilakukan dengan cara memasukkan secchi disk ke dalam perairan dengan seutas tali hingga warna hitam putih pada secchi disk tidak terlihat, lalu dicatat kedalamannya. Selanjutnya secchi disk diturunkan lebih dalam lagi kemudian dinaikkan perlahan hingga warna hitam-putih tersebut terlihat, lalu dicatat kedalamannya. Selanjutnya kedua kedalam tersebut dirata-ratakan. Hasil yang didapat merupakan nilai kecerahan perairan. c. Kedalaman Perairan Kedalaman perairan diukur dengan menggunakan tongkat berskala yang dimasukkan ke dalam badan air sampai dasar perairan. Kemudian dibaca skala pada rongkat yang sejajar dengan permukaan air dan dicatat. d. Salinitas Pengukuran salinitas menggunakan refraktometer. Alat ini dikalibrasi terlebih dahulu sebelum digunakan, yaitu dengan cara dinetralisasi menggunakan aquades untuk menempatkan garis horizontal (pada lensa) pada angka nol, kemudian mengangkat tutup kaca prisma, lalu teteskan sampel air yang akan diukur. Penutup kaca prisma kemudian ditutup kembali dengan hati-hati agar tidak terjadi gelembung udara pada permukaan. Salinitas dari sampel air yang diukur dapat dilihat dari kaca pengintai pada alat. e. Jenis subtrat dasar perairan Subtrat dasar perairan diamati dengan melihat jenisnya seperti batu dan pasir langsung dilapangan. f. pH air Pengukuran pH perairan menggunakan pH meter. Elektroda pH meter dikalibrasikan terlebih dahulu. Setelah angka pada pH meter tersebut normal maka elektroda pH baru dimasukkan kedalam sampel air yang akan diukur, kemudian langsung dibaca dan angka tersebut menunjukkan nilai pH yang diukur.

g. Oksigen terlarut Pengukuran kandungan oksigen terlarut menggunakan DO digital. Elektroda DO digital dikalibrasikan terlebih dahulu kemudian dicelupkkan kedalam air dan dicatat angka oksigen terlarut yang terdapat pada span kalibrasi. perairan dilakukan dengan menggunakan DO meter.

3.5. Prosedur Kerja 3.5.1. Pengamatan tutupan karang Pengamatan terhadap tutupan karang dilakukan dengan menggunakan paralatan selam SCUBA (Self Contained Underwater Breathing Apparatus) dengan menyelam langsung pada lokasi yang ditentukan, yaitu pada kedalaman 3 m dan 7 m. Transek dibentangkan disesuaikan dengan topografi garis pantai. Transisi pertumbuhan lifeform yang bersentuhan di bawah garis transek dicatat langsung di lapangan. 3.5.2. Analisis data Biota habitat dasar serta panjang transisi penutupan yang ditemukan sepanjang transek garis, dikelompokkan menurut bentuk partumbuhannya (lifeform). Setelah itu masing-masing bentuk pertumbuhan dihitung nilai penutupannya berdasarkan rumus berikut English et al. (1994) sebagai berikut:

L=

li x100% n
i

Dimana: L = persentase penutupan karang (%); l = panjang kategori bentik; n = panjang total transek garis. Kategori kondisi terumbu karang diperoleh dari jumlah persen penutupan karang hidup menurut Gomez dan Yap (1984), yaitu (75%-100%) sangat baik, (50%-74,9%) baik, (25%-49,9%) sedang, (0%24,9%) buruk.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Tutupan Karang Hasil penelitian kondisi terumbu karang dengan menggunakan metode LIT menunjukkan bahwa persentase tutupan karang hidup di Taman Wisata Laut Iboih Sabang berbeda-beda pada setiap stasiun penelitian seperti terlihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Persentase tutupan karang pada setiap stasiun penelitian
Bentuk Pertumbuahan Lokasi Penelitian Teluk Teupin Sirkui Pelabuhan 7 3 7 3 3 m 7 m 3 m 7 m 3 8,7 7 5,1 3,2 1 ,02 1 8 2,7 1 ,16 3 ,85 0 7,1 3 6,0

Teupin Layen 3m 7 m 9 ,44 3 ,43

Sea Garden 7 3 3 m 7 m 8 4,8 1 ,95 2 2,9 28,3 29,3 3 2,0 7 ,00 4 3,7

7 1

Acropora (%) Non-Acropora (%)

,88

3 1

6,3

1 3 2 46,3 0,9 3,9 1,3 9,8 Jumlah (%) Jumlah Ratarata Tutupan 28,6 27,6 32,9 (%) Total rata-rata tutupan dari 4 stasiun Penelitian (%) :

Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa rata-rata tutupan terumbu karang pada empat stasiun penelitian yaitu 29,3% tergolong pada kategori sedang. Hal ini sesuai dengan kategori Gomez dan Yap (1984) menyatakan bahwa tutupan (percent cover) terumbu karang hidup dengan kisaran rata-rata 25-49% termasuk kedalam kondisi sedang. Persentase tutupan terumbu karang hidup tertinggi terdapat pada stasiun Teluk Pelabuhan yaitu 32,9%, diduga pada stasiun ini memiliki habitat yang masih alami, perairan yang jernih dan intensitas cahaya yang cukup, kondisi ini sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan terumbu karang yang baik. Pada stasiun ini juga banyak ditemukan karang baru (juvenil coral) dengan jenis subtrat batu yang memungkinkan koloni karang dapat melekat lebih kokoh. Sebelumnya Nasir (2006) melaporkan tutupan terumbu karang pada Teluk Pelabuhan sebesar 30,5%

tergolong dalam kategori sedang, dengan demikian terjadi peningkatan 2,4% dari tahun 2006. Persentase tutupan terumbu karang hidup terendah terdapat pada stasiun Teupin Sirkui yaitu 27,6%, stasiun ini merupakan jalur aktifitas transportasi kapal dan tempat mendaratnya kapal bagi wisatawan yang akan melakukan kegiatan penyelaman. Adanya aktifitas parawisata di tempat ini menyebabkan pencemaran terhadap ekosistem terumbu karang di sekitarnya, antara lain karena limbah kapal yang mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang. Bengen (2001) menyatakan lalu lintas pelayaran menimbulkan masalah besar bagi kerusakan terumbu karang terutama penurunan jangkar dan tumpahan minyak kapal yang mencemari laut bisa mengakibatkan kerusakan karang. Stasiun Teupin Leyen dan Sea Garden dari hasil pengamatan menujukkan persentase tutupan karang sebesar 28,6% dan 28,3% tergolong kedalam kategori sedang. Dari hasil penelitian kerusakan terumbu karang pada kedua stasiun ini diduga disebabkan oleh aktifitas manusia, disamping itu daerah ini juga memiliki kondisi perairan yang landai sehingga sering digunakan oleh wisatawan untuk bermain seperti snorkeling yang dapat menyebabkan karang menjadi patah. Supriharyono (2000) menyatakan bahwa aktifitas wisata bahari yang berlebihan dapat mengakibatkan turunnya kualitas dan fungsi lingkungan perairan laut yang akan mengakibatkan rusaknya ekosistem terumbu karang. Berdasarkan Tabel 4.1 persentase tutupan terumbu karang pada kedalaman 3 m jauh lebih tinggi dibandingkan di kedalaman 7 m. Hal ini diduga karena bentuk pertumbuhan karang pada perairan dangkal sangat didukung oleh topografi pantai dan ombak yang besar yang berfungsi untuk sirkulasi air, pasokan nutrisi dan oksigen. Selain itu intensitas cahaya pada perairan dangkal lebih besar sehingga alga yang bersimbiosis dengan karang lebih mudah untuk

berpotosintesis. Brown (2005) menyatakan bahwa terumbu karang sabang didominasi oleh jenis Acropora dan Porites massive yang dominan diperairan dangkal. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa pH sebesar (8,85-8,70), salinitas (32-33), suhu (27-28), DO (7,4-8,0) dan kecerahan perairan 3-7 meter. Kondisi fisika dan kimia perairan ini berada pada kisaran toleransi untuk mendukung pertumbuhan

karang. Faktor fisika kimia sangat berpengaruh bagi persen tutupan karang, perubahan nilai faktor tersebut selain dapat menyokong pertumbuhan karang dapat pula menyebabkan kematian karang apabila tidak berada pada kisaran toleransi bagi pertumbuhan karang (Dahuri, 1997).

4.2. Tutupan Kategori Subtrat Dasar Perairan Hasil pengamatan menunjukkan bahwa persentase tutupan karang keras yang mati (DC/DCA) di taman wisata laut berkisar antara 0,0% 2,7% dengan rata-rata 2,0% terlihat pada Gambar 4.1 . Persentase tutupan karang mati terbesar ditemukan di stasiun Teluk Pelabuhan sebesar 2,7%, pada stasiun ini dijumpai karang mati yang terbalik diduga akibat hempasan glombang tsunami. Selama penelitian tidak dijumpai adanya tanda-tanda serangan hewan laut seperti bintang seribu (Acanthaster planci), karena karang mati akibat pemangsaan hewan ini tidak teridentifikasi dalam LIT. Komponen lain dari beberapa jenis alga tidak banyak ditemukan di lokasi penelitian. Karang lunak (soft coral), sponge (SP) dengan berbagai warna, dan OT (seperti misalnya Crinoidea, Asteroidea, Tridacnidae, Echinoidea, Gorgonia, Anemon) bukan merupakan penentu dalam kriteria kesehatan karang tapi merupakan sebuah faktor pendukung keindahan terumbu karang.

Gambar 4.1. Persentase tutupan tipe-tipe substrat dasar disetiap lokasi penelitian

Komponen Abiotik yang ditemukan dilokasi penelitian adalah batu, pasir dan sedikit pecahan karang (rubble) sebesar 71,35-71,36. Nontji (1993) menyatakan bahwa subtrat yang keras seperti batu dan patahan karang sangat penting untuk melekatnya planula yang akan membentuk koloni baru.

4.3. Kondisi Karang Pasca Bleaching


Pengamatan kondisi ekosistem terumbu karang yang terkena bleaching di

kawasan Taman Wisata Laut Iboih Sabang dilakukan pada bulan Juli 2010. Sabang salah satu wilayah yang terkena bleaching masal. Bleaching dikatagorikan kedalam DC (Dead Coral). Nilai persentase tutupan karang bleaching di stasiun Teupin Layen sebesar 15,75%, Stasiun Teupin Sirkui sebesar 23,35%, Stasiun Teluk Pelabuhan yaitu 27,85% dan di Stasiun Sea garden yaitu 28,7% terlihat pada Gambar 4.2. Karang yang banyak terkena bleaching adalah karang yang bentuk hidupnya bercabang, karang massive tampaknya lebih mampu mengatasi hangatnya suhu permukaan laut. Supriharyono (2000) menyatakan bahwa coral massive merupakan karang yang paling toleran terhadap kenaikan suhu, dan paling tahan terhadap adanya kekeruhan pada suatu perairan, disaat kenaikan suhu beberapa Porites sp. zooxanthellae dapat beradaptasi pada jenis karang tertentu seperti

Gambar 4.2. Persentase tutupan karang bleaching

Faktor fisika kimia perairan yang mempengaruhi terjadinya karang bleaching adalah kenaikan suhu permukaan laut di atas suhu optimal bagi pertumbuhan terumbu karang. Table 4.2 menunjukkan hasil pengamatan suhu di empat stasiun pengamatan adalah 32 0C. Meningkatnya suhu permukaan laut mengakibatkan zooxanthellae lepas dari polip sehingga karang menjadi bleaching. Jokiel et al., (1990). Glynn (1993) menyatakan bahwa peningkatan suhu pada suatu perairan di atas rata-rata suhu maksimum dapat menyebabkan kematian karang dan bahkan kenaikkan suhu terkecilpun dapat menyebabkan pemutihan karang (coral bleaching).

4.4. Komposisi Lifeform Karang Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan di taman Wisata Laut Iboih, bentuk hidup (lifeform) karang yang ditemukan pada lokasi tersebut baik Acropora maupun Non-Acropora terdiri dari Acropora Brancing (ACB), Acropora Encrusting (ACE), Acropora Submassive (ACS), Acropora Digitatae (ACD) Acropora Tabulat (ACT), Coral Brancing (CB), Coral Encrusting (CE), Coral Massive (CM) Coral Submassive (CS), Coral Heliopora (CHL), Coral foliose (CF), Dead Coral (DC) dan Dead Coral White Algae (DCA). Dari hasil yang di dapat pada dua kedalaman yang berbeda, menunjukkan setiap kedalaman mempunyai jumlah lifeform karang yang berbeda, hal tersebut di pengaruhi oleh unsur abiotik perairan. Bentuk hidup karang yang mendominasi pada stasiun Teupin Layen adalah coral massive sebesar 35,3% pada kedalaman 3 m dan 7,15% pada kedalaman 7 m, pada stasiun Teupin Sirkui juga didominasi oleh coral massive sebesar 15,0% pada kedalam 3 m dan 13,2% pada kedalaman 7 m. Stasiun Teluk Pelabuhan memiliki karang baru (juvenile coral) lifeform karang didominasi oleh Acropora breanching 20,3% pada kedalam 3 m dan coral massive 10,0% pada kedalaman 7 m, di stasiun Sea Garden sedikit ditemukan coral massive yang mendominasi stasiun ini yaitu dari lifeform Acropora branching 13,3% pada kedalaman 3 meter dan 8,08% pada kedalaman 7 m dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.5. Kondisi Fisika Kimia Perairan Kondisi lingkungan perairan mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang. Kondisi lingkungan yang di ukur pada penelitian ini adalah suhu, kecerahan air, kedalaman, oksigen terlarut, salinitas dan jenis subtrat. Berdasarkan hasil pengamatan parameter fisika dan kimia di lapangan dilakukan dua kali pengamatan yaitu pada bulan Mei dan Juli, didapat hasil seperti yang tercantum pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Parameter fisika dan kimia di lokasi pengamatan Lokasi Penelitian Teupin Layen Teupin Sirkui Teluk Pelabuhan Sea Garden
28 28 27 28

Suhu
Mei Juli 32 32 32 32 8,5 8,4 8,5 7,8

pH
Mei Juli 8,1 8,5 8,1 8,0 7,6 8,0 7,8 7,4

DO
Mei Juli 7,0 7,2 7,2 7,0

Salinitas
Mei 32 32 33 32 Juli 31 32 32 32

Kecerahan Mei 3-7 3-7 3-7 3-7 Juli 3-7 3-7 3-7 3-7

Kedalaman pengamatan pada empat stasiun pengamatan ialah 3 7 meter, nilai pH pada semua lokasi pengamatan mempunyai nilai 7,8-8,5. Menurut Muttaqin (2005), pH yang menunjang bagi kehidupan biota karang berkisar antara 6,5-8,5. Dari data pengamatan bahwa kisaran pH tersebut berada dalam kisaran optimal bagi pertumbuhan karang. Hasil pengamatan salinitas yang dilakukan pada pengambilan data karang diseluruh lokasi penelitian berada dalam ambang yang dapat menunjang pertumbuhan karang yang berkisar 31-33. Pertumbuhan dan perkembangan hewan karang dipengaruhi oleh kondisi perairan sekitarnya, salah satunya adalah salinitas perairan. Nybakken (1992) mengatakan bahwa kondisi salinitas yang baik bagi pertumbuhan hewan karang berkisar 32-35. Pada pengamatan suhu di semua stasiun pengamatan berkisar antara 2728C. Namun pada pengamatan bulan Juli suhu permukaan laut naik hingga 32C mengakibatkan karang menjadi bleaching. Bengen (2001) mengatakan bahwa untuk hidup lebih baik binatang karang membutuhkan suhu air yang hangat berkisar antara 25-30 C. Menurut Saphula (2002) terumbu karang tidak dapat bertahan pada suhu 18 C dan 31 C.

Faktor oksigen terlaut juga merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem perairan, karena di butuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian organisme air. Oksigen terlarut yang di ukur pada lokasi penelitian berkisar antara 7,0 8,0. Nilai ini berarti ikut mendukung laju pertumbuhan terumbu karang di lokasi penelitian yang mana kandungan oksigen tersebut dalam kondisi optimum. Menurut Dahuri (1997), baku mutu oksigen terlarut untuk air laut adalah >6. Hal ini menguntungkan bagi hewan-hewan karang, sebab arus air yang kaya oksigen terjadi pada waktu pasang dan surut. Jenis subtrat pada setiap lokasi penelitian di dominasi oleh sand (pasir) sedikit bebatuan dan rubble. Tingkat kecerahan perairan pada semua lokasi pengambilan data pada kedalaman 3 m penetrasi cahaya mencapai 3 m dan pada kedalaman 7 m penetrasi cahaya juga mencapai 7 m. Hal ini berarti penetrasi cahaya dapat mencapai dasar perairan. Kondisi ini menunjukkan ketersediaan intensitas cahaya matahari cukup besar sehingga fotosintesis yang dilakukan oleh zooxanthellae dapat berlangsung secara optimal yang secara langsung mendukung pertumbuhan karang.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan diatas antara lain: 1. Rata-rata persentase tutupan karang lima tahun pasca tsunami di Taman Wisata Laut Iboih Sabang sebesar 29,35%, tergolong kedalam kategori sedang. 2. Penutupan karang hidup pada lokasi penelitian yang tertinggi pada stasiun Teluk Pelabuhan sebesar 32,9%, sedangkan yang terendah pada stasiun Teupin Sirkui sebesar 27,6%, tergolong kedalam kategori sedang. 3. Tutupan karang mati pasca terjadinya bleaching pada empat stasiun penelitian rata-tata sebesar 23,9%. 4. Kategori abiotik yang mendominasi di lokasi penelitian adalah pasir,batu dan pecahan karang (rubble). Lifeform karang yang mendominasi adalah coral massive, Acropora Breanching dan Acropora Digitata.

5.1. Saran Setelah dilakukan penenelitian, maka disarankan: 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kondisi persen tutupan terumbu karang hidup di perairan Taman Wisata Laut Iboih Sabang demi kelestarian ekosistem tersebut. 2. Perlu dilakukan langkah-langkah penanggulanan kerusakan terumbu karang baik di Taman Wisata Laut maupun daerah sekitarnya serta pengelolaan, pemantauan dan pengawasan terhadap terumbu karang yang ada saat ini.

DAFTAR PUSTAKA

Bengen, D.G. 2001. Sinopsis Ekosistem Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Pusat Kajian Sumber daya Pesisir dan Lautan IPB, Bogor. Brown BE. 2005. The fate of coral reef in the Andaman sea eastern Indian ocean following the sumateran earthquake and tsunami, 26 desember 2004. The Geographical Journal, 171: 372-374. Dahuri, R. 1997. Baku Mutu Perairan Laut dan Peruntukannya. Pusat Kajian Sumberdaya wilayah Pesisir dan Laut Lembaga Penelitian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Dirgantara, R., 2008. Kondisi Terumbu Karang di Dalam dan Sekitar Kawasan Taman Wisata Laut Pulau Weh Sabang. Skripsi. FMIPA Unsyiah, Banda Aceh. English. S., C. Wilkinson dan V. Baker. 1994. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Australian Institut of Marine Science, Townsville. FDC. 2004. Laporan Ilmiah Ekspedisi Zooxanthellae VII: Kondisi dan Potensi Ekosistem Terumbu Karang Perairan Sabang, Pulau Weh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. IPB, Bogor. Glynn, P.W. 1993. Coral reef bleaching: ecological Hlm : 117. perspectives. Coral Reefs

Gomez, E.D. and H.T. Yap. 1984. Monitoring Reef Condition. In: Coral Reef Management Handbook. R.A. Kenchington and B.E.T. Hudson (Eds). Unesco Publisher, Jakarta. Indrawati, S. M dan Steer, A. (2005a). INDONESIA : preliminary damage and loss assessment the December 26, 2004 Natural disaster. A Technical Report Prepared by BAPPENAS and The International Donor Community. Indrawati, S. M dan Steer, A. (2005b). INDONESIA : Notes on Reconstructions the December 26, 2004 Natural disaster. A Technical Report Prepared by BAPPENAS and The International Donor Community. Johan, O., 2003. Metode Survei Terumbu Karang Indonesia, Training Course: Karakteristik Biologi Karang, Yayasan Terumbu Karang Indonesia (TERANGI), http://www.terangi.or.id/publications/pdf/metodesurvei.fdf Muttaqin, E. 2006. Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Pada Tahun 2002 dan Tahun 2005 di Daerah Perlindungan Laut Pulau Sebesi Lampung. .Skripsi. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan. IPB, Bogor.

Muller-Parker, G. dan C.F. DElia. 2001. Interaction Betw een Corals and Their Symbiotic Algae. Dalam: Birkeland, C. (ed.) 2001. Life and Death of Coral Reefs. Chapman & Hall, New York. Nontji,A. 1993. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan dari Marine Biology: An Ecologial Approach. Oleh Eidman, M., Koesoebiono, D. G. Bengen, M. Hutomo, & S. Sukardjo, 1992, dari PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Rahmi, N. 2006. Evaluasi Kondisi Terumbu Karang Sesudah Tsunami di Perairan Pantai Peneden Taman Wisata Laut Pulau Rubiah Sabang NAD. Skripsi. FMIPA Unsyiah, Banda Aceh. Rudi, E., K. Anggraini, S. Timotius, Heri, M. Syahrir, A. Sudewo, S. Yusri. 2006. Pelatihan Monitoring Terumbu Karang. Terumbu Karang : Manfaat Ekologi dan Ekonominya, Beserta Faktor Pengancam Kelestariannya. Yayasan Terumbu Karang Indonesia, Jakarta. Saptarini, D., Suprapti dan H. R. Santoso. 1996 Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Wilayah Pesisir. Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengambilan pada Masyarakat. Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. Saputra., 2002. Kondisi Terumbu Karang di Perairan Pantai Iboih Taman Wisata Laut Pulau Weh Sabang. Skripsi. FMIPA Unsyiah, NAD. Saphula. 2002. Zona Wisata yang terabaikan. http://www.kompas.com/kompascetak/02101/28/daerah/saph27.htm. Soekarno., 2001. Potensi Terumbu Karang Bagi Pembangunan Daerah Berbasis Kelautan.http://www.urdi.org/urdi/info_URDI_New/Vol.%2011%20(2).p df Supriharyono, 2000. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang, Djambatan, Jakarta. Suharsono, 1994. Metode penelitian terumbu karang. Pelatihan metode penelitian dan kondisi terumbu karang. Materi Pelatihan Metodologi Penelitian Penentuan Kondisi Terumbu Karang: 115 hlm. Tackett, D.N. & L. Tackett. 2002. Natural History and Behaviors of Marine Fishes and Invertebrates. T.F.H. Publications, Inc., New Jersey. Tinungki, G.M. 2001. Kerusakan Terumbu Karang dan Usaha Pencegahannya. Makalah Falsafah Sains. Program Pasca sarjana/S3. ITB.

Timotius, S. 2003. Biologi Terumbu Karang. Makalah Trining Course: Karekteristik Biologi Karang. Yayasan Terumbu Karang Indonesia (TERANGI).http://www.terangi.or.id/publications/pdf/biologikarang.fdf Tomascik, T., A. J. Mah. A, Nontji, MK Moosa, 1997. The Ecology Of The Indonesian Seas. Part I. Singgapore. Periplus Editions. Hlm: 233-255. Westmacott, S, K, Teleki, S, Wells, dan West, J. M (2000). Pengelolaan Terumbu Karang yang telah Memutih dan Rusak Kritis. IUCN, Gland, Switzeland and Cambridge, UK. Hlm: 36 Wetlands. 2008. Perlindungan Ekosistem Terumbu Karang oleh Masyarakat bagi Keberlanjutan Sumber Daya Perikanan di Pulau Weh/Sabang, Propinsi Nangroe Aceh Darussalam. Green Coast for Nature and people After the Tsunami. NAD. www.wetlands.or.id.

Lampiran 1. Rata-rata persentase tutupan terumbu karang di Taman Wisata Laut Iboih Sabang

Lampiran 2. Komposisi bentuk pertumbuhan karang (lifeform) habitat dasar disetiap


stasiun penelitian

Lampiran 3. Beberapa bentuk pertumbuhan karang (Lifeform) bentik dan pengkodean terumbu karang.

Lampiran 4. Dokumentasi penelitian

Dok. Yulizar Pemasangan transek sejajar dengan garis pantai

Dok. Yulizar Membentangkan transek dengan benar

Dok. Iwan Transek yang meng-intercep Abiotik

Dok. Iwan Jenis Echinodermata

Dok. Iwan Terumbu Karang Bentuk hidup Massive

Dok. Yulizar Kondisi Karang Bleaching di stasiun penelitian Sea Garden

BIODATA 1. Nama 2. Tempat & tanggal lahir 3. Alamat 4. Nama Ayah 5. Pekerjaan Ayah 6. Nama Ibu 7. Pekerjaan Ibu 8. Alamat Orang Tua 9. Riwayat Pendidikan 10. Jenjang Nama Sekolah SD SLTP SLTA MIN Kenawat SMP N 2 Takengon SMU N 2 Takengon Bidang Tempat Studi Kenawat, Aceh Tengah Takengon, Aceh Tengah IPA Paya Tumpi, Aceh Tengah Tahun Ijazah 1998 2001 2004 : Iwan Ikhtiara : Aceh Tengah, 17 Oktober 1985 : Jln, Cut Bak Beum, Ie Masen Ule Kareng. : Hasbullah Mango : Wiraswasta : Srinuyah : PNS : Jln. Hotel Renggali, Dedalu Aceh Tengah :

11. Karya Tulis N No 1 Judul Tahun Penerbit

Sistem Mendapatkan Air Bersih dan Steril Untuk Pembenihan Udang Windu (Penaeus monodon) di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Ujung Batee, Aceh Besar Kondisi Tutupan Karang (Percent Cover) Lima Tahun Pasca Tsunami di Kawasan Wisata Laut Iboih Sabang, Provinsi Aceh

2009

UNSYIAH

2011

UNSYIAH

Banda Aceh, Juni 2011

Iwan Ikhtiara 0408104010004

Vous aimerez peut-être aussi