Vous êtes sur la page 1sur 58

NOTE: Jika ada pertanyaan lebih lanjut mari kita bahas di bimbel FKIA, FK unsri Berprestasi :D

SKENARIO A ; Tuan Budi Tn. Budi, usia 30 tahun, seorang transmigran asal Jawa Tengah, baru 1 bulan tinggal di daerah Amaroppa Papua mengeluh demam dan menggigil, berkeringat disertai sakit kepala dan mualmual. Setelah berkonsultasi ke dokter Puskesmas. Ia diberi obat antimalaria klorokuin dan obat simptomatis lainnya serta dilakukan pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan tebal. Walaupun telah minum obat klorokuin sesuai petunjuk dokter, namun gejala-gejalanya tidak berkurang. Hasil pemeriksaan laboratorium menyatakan Plasmodium falciparum (+++). I. KLARIFIKASI ISTILAH 1. Demam : Sakit yang menyebabkan suhu badan menjadi meningkatdaripada biasanya (KBBI) 2. Menggigil: Tubuh gemetar secara involunter, seperti demam. (Dorland, 28 hal: 984) 3. Klorokuin: Obat anti amoeba dan anti inflamasi yang dipakai dalam pengobatan malaria, giardiasis, amebiasis,ekstra intestinal, lupus aritematosus (Dorland 219, ed 25) 4. Obat simptomatis: Obat yang diarahkan untuk pengurangan gejala (Dorland Ed.25 hal:1040) 5. Plasmodium Falciparum : gen sporozoa (familia plasmodidae) bersifat parasitik pada sel drah merah hewan dan manusia. 4 spesies, plasmodium falciparum, plasmodium malariae, plasmodium ovale, plasmodium vivax, menyebabkan empat jenis malaria spesifik pada manusia. (Dorland : 864 ed.25) 6. Apusan darah perifer tipis dan tebal: Belum dapet. Bagi temen2 yang tau harap dikasih datanya pas tutorial 2, atau dikirim bareng LI.....

7. Obat antimalaria: Obat untuk mencegah/mengobati penyakit demam menular yang disebabkan oleh protozoa genus plasmodium yang ditularkan oleh nyamuk anopeles dan ditandai denagn serangan demam, menggigil dan berkeringat. 8. Sakit kepala : Nyeri di kepala (KBBI) 9. Mual : Sensasi tidak menyenangkan yang secara samar mengacu pada epgastrium dan abdomen, dengan kecenderungan untuk muntah. (Dorland: 733) 10. Berkeringat : mengeluarkan air dari pori-pori tubuh (KBBI)

III. ANALISIS MASALAH

1. a) Bagaimana perbandingan kondisi lingkungan antara Jawa Tengah dengan Amaroppa, Papua? (kawasan endemik) di sintesis pada epidemiologi b) Mengapa gejala baru timbul setelah 1 bulan? (kaitannya dengan antibodi) di analisis c) Bagaimana mekanisme dari: - demam dan menggigil di analisis - Berkeringat di analisis - Sakit kepala di analisis - Mual-mual di analisis

2.

a) Bagaimana kerja anti malaria klorokuin dan obat simptomatis lainnya? Di sintesis di tatalaksana b) Mengapa gejala tidak berkurang meski diberi klorokuin? disintesis di tatalaksana c) Bagaimana indikasi dan kontra indikasi pemberian klorokuin? disintesis di tatalaksana

3. a) Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan lab? di analisis b) Bagaimana siklus hidup Plasmodium falciparum? di analisis

NOTE: Jika ada pertanyaan lebih lanjut mari kita bahas di bimbel FKIA, FK unsri Berprestasi :D

ANALISIS
2. a) Bagaimana perbandingan kondisi lingkungan antara Jawa Tengah dengan Amaroppa, Papua? (kawasan endemik) (melinda, ravenia, anggun) b) Mengapa gejala baru timbul setelah 1 bulan? (kaitannya dengan antibodi) (kinanti, nyimas, vandy, liliana) c) Bagaimana mekanisme dari: - demam dan menggigil ( ravenia, vandy, mary) - Berkeringat (anggun, selli, nurul) - Sakit kepala (kinanti, vandy, sifa) - Mual-mual (nyimas, melinda, audrey

2.

a) Bagaimana kerja anti malaria klorokuin dan obat simptomatis lainnya? (mary, sifa, nyimas) b) Mengapa gejala tidak berkurang meski diberi klorokuin? (ravenia, nurul , liliana, audrey) c) Bagaimana indikasi dan kontra indikasi pemberian klorokuin? (kinanti, melinda, sellita)

3. a) Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan lab? (anggun, audrey , selli) b) Bagaimana siklus hidup Plasmodium falciparum? (mary, asifa, liliana, nurul)

Answering
1. Apusan darah perifer tipis dan tebal: Belum dapet. Bagi temen2 yang tau harap dikasih datanya pas tutorial 2, atau dikirim bareng LI..... ???
Diagnosis Laboratorium Yang menjadi Gold standar sari pmeriksaan laboratorium untuk mendiagnosa malaria : Pemeriksaan Mikroskopik Konvensional Malaria Preparat Darah Tebal Diwarnai dengan meggunakan pewarnaan Giemsa atau Fieldstain Preparat ini digunakan untuk melihat plasmodia atau untuk melihat ada/ tidaknya gametosit Preparat Darah Tipis Diwarnai dengan menggunaka pewarnaa Wright atau Giemsa Preparat ini di gunakan untuk melihat perubahan bentuk eritrosit dan identifikasi spesies plasmodium 1. 2. Alat: Preparat tipis/ thin filmboleh difiksasi dengan methanol Preparat Tebal ( Thick Film)Tidak boleh difiksasi tetapi harus dengan hemoluse ( Rbc dihancurkan dengan H2O/ ledeng 1 cc/ 20 Tetes jadi terlihat pucat sehingga parasit dan leukosit saja yang hanya kelihatan inti jadi mudah dilihat Jarum special/ khusus Giemsa: Buffer = 1 tetes , Ph= 7,2 (giemsa tahan 20- 24 jam) Cara Kerja 1. Ambil salah satu jari pasien ( tangan kiri, jari telunjuk/tengah/manis) hindari jempol 2. Antiseptic/ alcohol 70%

3. 4.

3. Pijat jari agar konstriksi 4. Tekan jari dan tusuk dengan jarum special/khusus 5. Saat darah keluar, buang darah pertama yang keluar karena mengandung jaringan yang ikut sehingga dikhawatirkan akan merusak preparat , jadi tetesan darah yang kedua yang diambil kemudian diteteskan dipreparat 6. Tetesan ke 2 jadikan 1/3 usap denagan preparat lainnya secara proksimal kedistal sehingga membentuk preparat tipis/ thin 7. Tetesan ke3 ambil jadikan melingkar searah jarum jam, melebar. Sebarkan namun tidak ada ruangan kosong dan terbentuk preparat tebal 8. Tunggu 5 menit, biarkan kering sambil mengerjakan giemsa 9. Masukkan Buffer ph=7,2. 3 cc/ 60 tetes dan giemsa 3 tetes pada tabung reaksi karena masing-masing preparat akan diberi 1 cc/ 20 tetes 10. Tutup tabung reaksi dan aduk 7 kali supaya homogen dan jangan dikocok karena akan muncul gelembung 11. Setelah 5 menit tadi preparat thin/ tipis kita fiksasi dengan methanol sebanyak 15-20 tetes sampai tertutup semua 12. Sedangkan preparat thick/tebal kita hemoluse deng H2O/ ledeng/ aquades 15-20 tetes sampai tertutup semua 13. Masing-massing tunggu 20 menit lagi. 14. Kemudian tumpahkan isi dengan campuran (giemsa+buffer) tadi yang dalam tabung reaksi 15. Cuci kedua preparat 16. Preparat bisa diamati dibawah mikroskop Note: jaukan dari sinar matahari, pastikan preparat bersih dengan cara dibakar terlebih dahulu Dari pemeriksaan mikroskopik tersebut dapat di bedakan morfologi dari spesies Plasmodium Plasmodium Vivax Eritrosit membesar pucat dan mengandung Schaffnerdot, trofozoid muda berbentuk ameboid ( bentuk vivax) hemozoin terdapat berkelompok di tengah tfozoit. Skizon yang matang membagi dirinya menjdai 14-24 merozit. Bias juga ditemukan bentuk-bentuk gametosit jantan dan gametosit betina yang tampak oval. Hamper menutup -3/4 eritrosit yang dihuninya. Plasmodium Malariae Eritrosit tidak membesar trfozoit matang berbentuk pita atau komet, kadang terdapat Ziemanns dot dalam eritrosit skizon dengan 6-12 merozoit dan merozoit tersebut tersusun roset. Juga bisa dijumpai gametoit jantan dan betina dengan sitoplasma yang hampir bulat.

Plasmodium falciparum Eritrosit tidak membesar, trofozoid muda( bentuk cincin) banyak sekali didapat bentuk-bentuk accole dan infeksi multiple, pigmen hemozoin tampak padat bewarna coklat tua. Skizon muda dan tua/matang jarang didapat didaerah darah tepi terdapat 20-32 merozoit.

Pemeriksaan tambahan buat malaria Selain dari pemeriksaa tetes sel dara tepi ada beberapa macam pemeriksaan lain berupa: Tetes darah tebal/tipis ditemukan parasit malaria dalam eritrosit. Pemeriksaan serologis Titer 1 : 64 pada indirect immunofluroscence ELISA (Enzyme Linked Immonosorben Assay) Radiommunoassay (RIA)

Untuk menentukan jenis parasit dan nilai ambang atau kepadatan parasit (terutama penderita rawat inap) dinyatakan dalam: 1. Tetes tebal. (-) SD tidak di temukan parasit dalam 100 LP; (+) SD ditemukan 1-10 parasit/100 LP; (++) SD ditemukan 11-100 parasit/100 LP; (+++) SD ditemukan 110 parasit/1 LP; (++++) SD ditemukan >10 parasit/1 LP 2. Hapusan tipis. Preparat hapusan tipis di utamakan untuk melihat jenis spesiesnya (P. vivax atau P. falcifarum atau P. malariae atau P. ovale)

Tes diagnosis cepat 1. Antigen HRP-2 (histidine rich protein-2) yang di produksi oleh trofozoit dan gametosit muda dari P. falciparum, di kenal di pasaran sebagai PF test, ICT test, Paracheck, dll 2. Antigen enzim parasit lactate dehidrogenase (p-LDH) yang di produksi oleh parasit bentuk aseksual / seksual dari 4 spesies. Dipasaran dikenal sebagai test OPTIMAL 3. Mendeteksi antigen HRP-2 dari P. falcifarum dan antigen pan-malarial dari 4 spesies plasmodium

1. Mengapa gejala baru timbul setelah 1 bulan? (kaitannya dengan antibodi)


Ada banyak alasan, salah satunya

Plasmodium penyebab malaria memiliki masa inkubasi. Kemungkinan masa inkubasi dari plasmodium yang menyerang tuan budi baru timbul. Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung spesies Plasmodium. Jika kaitannya dengan antibody mungkin secara logika dan analogi yaitu kita mengetahui bahwa plasmodium falciparum ini memiliki sifat dorman/tertidur dalam tubuh inangnya/ pejamu dan akan relaps/ menunjukkan gejala/ kambuh ketika system imun penderita menurun sehingga akan tampaklah gejala klinis berupa demam dsb. Jika demikian berarti tuan budi ini telah terekspos/ terpapar terlebih dahulu dgn plasmodium falciparum baru dia mengalami relaps

Waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala klinis, yang ditandai demam. P. Falciparum P. Vivax P. Ovale P. Malariae : 9 14 (12) hari : 12 - 17 (15) hari : 16 - 18 (17) hari : 18 - 40 (28) hari

Imunitas Terhadap Malaria Imunologi terhadap malaria sangat kompleks, melibatkan hampir seluruh komponen sistim imun baik imun spesifik maupun nonspesifik, imunitas humoral maupun seluler, yang timbul secara alami maupun didapat akibat infeksi atau vaksinasi. Imunitas spesifik timbulnya lambat. Imunitas hanya bersifat jangka pendek (short lived) dan barangkali tidak ada imunitas yang permanen dan sempurna.

Bentuk imunitas terhadap malaria dibedakan atas : 1. Imunitas alamiah non-imunologis berupa kelainan-kelainan genetik polimorfisme yang dikaitkan dengan resistensi terhadap malaria. Misalnya hemoglobin S (sickle cell trait), hemmoglobin C, hemoglobin E, talasemia /, defisiensi G6PD, ovalositosis herediter, golongan darah Duffy negatif kebal terhadap infeksi P.vivax, individu dengan HLA tertentu misalnya HLA Bw 53 lebih rentan terhadap malaria dan melindungi dari malaria berat. 2. Imunitas didapat non-spesifik (non-adaptive/innate) Sporozoit yang masuk ke darah segera dihadapi oleh respon imun non-spesifik yang terutama dilakukan oleh makrofag dan monosit, yang menghasilkan sitokin-sitokin seperti TNF, IL-1, IL-2, IL-4, IL-6, IL-8, IL-10, secara langsung menghambat pertumbuhan parasit (sitostatik), membunuh parasit (sitotoksik) 1. Imunitas didapat spesifik Tanggapan sistim imun terhadap infeksi malaria mempunyai sifat spesies spesifik, strain spesifik, dan stage spesifik. Imunitas terhadap stadium siklus hidup parasit (stage specific), dibagi menjadi : Imunitas pada stadium eksoeritrositer Eksoeritrositer ekstrahepatal (stadium sporozoit), respons imun pada stadium ini : antibodi yang menghambat masukmya sporozoit ke hepatosit antibodi yang membunuh sporozoit melalui opsonisasi. Contoh : circumsporozoid protein (CSP), sporozoid threonin and asparagin rich protein (STARP), sporozoid and liver stage antingen (SALSA), plasmodium falciparum sporozoit surface protein-2 (SSP-2/trombospondinrelated anonymous protein=TRAP) Eksoeritrositer intrahepatik, respons imun pada stadium ini : Limfosit T sitotoksik CD8+, antigen/antibodi pada stadium hepatosit : Liver stage antigen-1 (LSA-1), LSA-2, LSA-3.

Imunitas pada stadium aseksual eritrositer berupa antibodi yang mengaglutinasi merozoit, antibodi yang menghambat cytoadherance, antibodi yang menghambat pelepasan atau menetralkan toksin-toksin parasit. Contoh : antigen dan antibodi pada stadium merosoit : Mreozoit surface antigen/protein1 (MSA/MSP-1), MSA-2, MSP-3, Apical membrane Antigen (AMA-1), Eritrocyte Binding Antigen-175 (EBA-175), Rhoptry Associated Protein-1 (RAP-1), Glutamine Rich Protein (GLURP) Antigen dan Antibodi pada stadium aseksual eritrositer: Pf -155/Ring Eritrocyte Surface Antigen (RESA), Serine Repeat Antigen (SERA), Histidine Rich Protein-2, P.falciparum Eritrocyte Membrane Protein-1/Pf-EMP-1, Pf-EMP-2, Mature Parasite Infective Eritrocyte Surface Antigen (MESA), Pf-EMP-3, Heat Shock Protein-70 (HSP-70)

Imunitas pada stadium seksual berupa : antibodi yang membunuh gametosit, antibodi yang menghambat fertilisasi, antibogi yang menghambat transformasi zigot menjadi ookinete, antigen/antibodi pada stadium seksual prefertilisasi : Pf-230 (Transmission blocking antibody), PF-48/45, Pf-7/25, Pf-16, Pf-320, dan antigen/antibodi pada stadium seksual postfertilisasi, misal Pf-25, Pf-28 Perhatian pembuatan vaksin banyak ditujukan pada stadium sporozoit terutama

dengan menggunakan epitop tertentu dari sirkum sporozoid. Respon imun spesifik ini diatur dan / atau dilaksanakan langsung oleh limfosit T untuk imunitas seluler dn limfosit B untuk imunitas humoral.

2. Bagaimana mekanisme demam ?


Demam merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh.

Mekanisme umum demam :

Mikroorganisme masuk Pirogen eksogen/endotoksin

Inflamasi Homeostasis

Limfosit, leukosit, makrofag (proses fagositosis) Pirogen endogen (interleukin1) anti infeksi

Sel endotel hipothalamus terangsang Enzim fosfalase

Asam arakhidonat Enzim siklooksigenase

Memacu prostaglandin Pengaruh ke kerja termostat hipothalamus

Perubahan suhu

Viabilitas Mikroorganisme menurun

Adapun jenis-jenis demam : 1. Demam karena infeksi 2. Demam Non Infeksi 3. Demam fisiologis

Beberapa tipe demam yang mungkin kita jumpai, antara lain : Demam septik : Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.

Demam Remiten : Pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik.

Demam Intermiten : Pada tipe demam intermiten, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam di antara dua serangan demam disebut kuartana.

Demam kontinyu : Pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.

Demam siklik : Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.

Suatu tipe demam kadang-kadang dapat dihubungkan dengan suatu penyakit tertentu, seperti misalnya tipe demam intermiten untuk malaria dan menunjukkan gejala yang klasik yaitu terjadinya Trias Malaria secara berurutan:

1. Periode dingin (15-60 menit) 2. Periode panas 3. Periode berkeringat

3. Bagaimana mekanisme berkeringat ?


Mekanisme berkeringat : Rangsangan area preoptik di bagian anterior hipotalamus baik secara listrik maupun panas yang berlebihan akan menyebabkan berkeringat. Impuls dari area yang menyebabkan berkeringat ini dihantarkan melalui jaras saraf otonom ke medulla spinalis dan kemudian melalui jaras saraf simpatis mengalir ke kulit di seluruh tubuh.

Kelenjar keringat dipersarafi oleh saraf-saraf kolinergik tetapi juga dapat dirangsang di beberapa tempat oleh epinefrin atau norepinefrin yang bersikulasi dalam darah.

Kelenjar terdiri dari dua bagian : 1. bagian yang bergelung di subdermis dalam yang menyekresi keringat 2. bagian duktus yang berjalan keluar melalui dermis dan epidermis kulit. Bagian sekretorik kelenjar keringat (bagian yang bergelung) memproduksi cairan yang disebut dengan secret primer. Konsentrasi sekret primer tersebut akan dimodifikasi sewaktu melewati duktus.

Pengeluaran keringat : 1. Sekret dihasilkan oleh sel-sel epitel yang melapisi bagian yang bergelung dari kelenjar keringat. Serabut saraf kolinergik berakhir pada atau dekat dengan sel-sel penghasil sekret tersebut.

2. Komposisi keringat mirip dengan plasma, namun tidak mengandung protein plasma. Keringat mengandung ion natrium dan klorida 3. Apabila kelenjar keringat ini sedikit dirangsang, sekret primer akan berjalan lambat melalui duktus, kandungan natrium dan klorida akan terabsorpsi lebih banyak dan tekanan osmotik berkurang sehingga cairan banyak diserap. Konsentrasi unsur lain dalam keringat akan semakin pekat, seperti urea, asam laktat dan ion kalium. 4. Bila kelenjar dirangsang dengan kuat, sekret primer akan disekresi lebih banyak dengan lebih banyak natrium dan klorida. Keringat akan mengalir lebih cepat melalui duktus sehingga cairan yang direabsorpsi sedikit dan mengakibatkan peningkatan konsentrasi unsur lainnya(urea,asam laktat,ion kalium) sedikit. Pada malaria, proses berkeringat terjadi untuk menurunkan suhu, yang terjadi pada periode terakhir trias malaria atau periode berkeringat. Hipothalamus akan menentukan set point yang lebih rendah dari suhu tubuh. Untuk mencapai set point tersebut, tubuh melakukan kompensasi antara lain dengan mengeluarkan keringat.

4. Bagaimana mekanisme sakit kepala ?( baca guyton hal 626 atau bimbel)
Terdapat tiga mekanisme terjadinya sakit kepala : 1. NO yang meningkat karena IL-1&TNF yang tinggi akibat toksin dari plasmodium. 2. merozoit yang keluar dari RBC yang pecah, memacu produksi prostaglandin dan bradikinin yang bisa merangsang reseptor nyeri di kepala ( prostaglandin mediator kimiawi sensitivasi nyeri kepala) 3. akibat iritasi serebral yang bersifat sementara.

5. Bagaimana mekanisme menggigil ?


Terletak pada bagian dorsomedial dari hipotalamus posterior dekat dengan dinding ventrikel ketiga adalah suatu area yang disebut pusat motorik primer untuk menggigil. Pusat ini teraktivasi saat suhu tubuh turun bahkan hanya beberapa derajat di bawah nilai suhu kritis. Pusat ini kemudian meneruskan sinyal yang menyebabkan menggigil melalui traktus billateral turun ke batang otak kemudian kedalam kolumna lateralis medulla spinalis dan akhirnya ke neuronneuron motorik anterior. Sinyal ini tidak teratur dan menyebabkan gerakan otot yang sebenarnya. Sebaliknya sinyal tersebut meningkatkan tonus otot rangka diseluruh tubuh dengan meningkatkan akltivitas neuron-neuron motorik anterior. Ketika tonus ini meningkat diatas nilai kritis tertentu, proses menggigil dimulai.

Menggigil merupakan kompensasi tubuh untuk meningkatkan suhu tubuh. Pada penderita malaria terjadi di fase awal demam yaitu stadium menggigil. Pada stadium itu hipothalamus menetapkan set point yang lebih tinggi dari suhu tubuh, untuk mencapai set point tersebut, tubuh melakukan proses yang dapat menghasilkan panas dan meningkatkan suhu tubuh yaitu menggigil.

6. Bagaimana mekanisme tidak nyaman di abdominal ?


Tidak nyaman pada bagian perut (abdominal) lebih ditekankan pada perasaan mual (nausea). Penyebab mual : impuls iritatif yang datang dari gastrointestinal tract impuls yang berasal dari otak bawah yang berhubungan dengan motion sickness rangsangan pada pusat muntah (medula)

kelebihan asam lambung yang merupakan efek histamin 2. histamin digunakan bila ada infeksi(dalam skenario ini infeksi plasmodium), dan berfungsi untuk meningkatkan jumlah asam lambung.

Splenomegalimenekan lambungrasa mualrasa tidak nyaman pada perut Cara Mendiagnosa Penyakit Malaria Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Diagnosis pasti malaria harus ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes diagnostik cepat 1. Anamnesis Pada anamnesis sangat penting diperhatikan : a. Keluhan utama: demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual,muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal. b. Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria. c. Riwayat tinggal di daerah endemik malaria. d. Riwayat sakit malaria. e. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir. f. Riwayat mendapat transfusi darah. Untuk penderita tersangka malaria berat, dapat disertai satu atau lebih : a. Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat. b. Kelemahan umum. c. Kejang-kejang

d. Panas sangat tinggi e. Mata atau tubuh kuning f. Pendarahan hidung, gusi, atau saluran pencernaan g. Nafas cepat dan atau sesak nafas h. Muntah terus menerus i. Tidak dapat makan minum j. Warna air seni seperti teh tua sampai kehitaman k. Jumlah air seni kurang (Oliguria) sampai tidak ada (Anuria) l. Telapak tangan sangat pucat Selain hal diatas pada penderita tersangka malaria berat, dapat ditemukan keadaan berupa gangguan kesadaran dalam berbagai derajat, keadaan umum yang lemah, kejang-kejang, panas sangat tinggi, mata atau tubuh kuning, perdarahan hidung, gusi, atau saluran pencernaan. Pada penderita malaria berat sering ditemukan nafas cepat dan atau sesak nafas, muntah terus-menerus dan tidak dapat makan minum, warna air seni seperti teh tua dan dapat sampai kehitaman, jumlah air seni kurang (oliguria) sampai tidak ada (anuria). Dengan pemeriksaan laboratorium (Mikroskopik, Tes diagnostik cepat) : Menemukan parasit malaria pada sediaan darah tepi. Sediaan dibuat sebaiknya pada waktu demam. atau tanpa pemeriksaan laboratorium.

1. Pemeriksaan Fisik 1. Demam (perabaan atau pengukuran dengan termometer) 2. Pucat pada conjungtiva palpebrae atau telapak tangan. 3. Pembesaran limpa (Splenomegali). 4. Pembesaran hepar (Hepatomegali). 5. Pada malaria berat dapat ditemukan satu atau lebih tanda klinis berikut :

Temperatur aksila 40C.

Tekanan darah sistolik <70 mmHg pada dewasa dan pada anak-anak <50mmHg.

Nadi cepat dan lemah / kecil. Frekuensi nafas >35 x per menit pada orang dewasa atau >40 x/menit pada balita, anak di bawah 1 tahun >50 x/menit.

6. Penurunan derajat kesadaran. 7. Manifestasi perdarahan (petekie,purpura,hematoma). 8. Tanda dehidrasi (mata cekung,turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir kering, produksi air seni berkurang) 9. Tanda-tanda anemia berat (konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, lidah pucat, dll) 10. Terlihat mata kuning / Ikterik. 11. Adanya ronki pada kedua paru. 12. Gagal ginjal ditandai dengan Oliguria sampai dengan Anuria. 13. Gejala Neurologi (kaku kuduk, reflek patologik). 2. Pemeriksaan Laboratorium 1. Pemeriksaan mikroskopik :

Pemeriksaan darah tebal dan tipis. Bila pemeriksaan pertama negatip,diperiksa ulang setiap 6 jam selama 3 hr berturut-turut.

Bila hasil pemeriksaan 3 hr berturut-turut tidak ditemukan parasit maka diagnosis malaria disingkirkan.

2. Tes diagnostik lain:

HRP 2 (Histidin Rich Protein) yang diproduksi oleh trofozoit, skizon,dan gametosit muda P.Falciparum.

Enzym parasit lactate dehydrogenase (p-LDH) yang diproduksi oleh parasit bentuk aseksual atau seksual ( gametocyt).

7.Interpretasi Pemeriksaan Lab


Interpretasi Hasil Pemeriksaan Laboratorium Hb anemia Kadar normal pada : - Perempuan o Usia 12-18 tahun: 12.0- 16.0 g/dl (mean 14.0 g/dl) o Usia >18 tahun: 12.1- 15.1 g/dl (mean 14.0 g/dl) - Laki-laki o Usia 12-18 tahun: 13.0- 16.0 g/dl (mean 14.5 g/dl) o Usia >18 tahun: 13.6 - 17.7 g/dl (mean 15.5 g/dl) Faktor penyebab anemia : 1. Penghancuran eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit terjadi di dalam limpa. 2. Reduced survival time (eritrosit normal yang tidak mengandung parasit tidak dapat hidup lama) 3. Diseritropoiesis (gangguan dalam pembentukan eritrosit karena depresi

eritropoiesis dalam sumsum tulang, retikulosit tidak dapat dilepaskan dalam peredaran perifer)

Anemia pada malaria falsiparum lebih hebat dibanding malaria vivaks, malaria ovale maupun malaria malariae, karena P. falciparum menyerang eritrosit dari semua umur vivax dan ovale menyerang eritrosit muda, dan P. malariae menyerang eritrosit yang sudah tua.

WBC leukositosis Penghitungan jumlah leukosit total (TLC/ Total Leucocyte Count) merupakan indikator yang sangat baik dalam mengukur respon tubuh terhadap infeksi. Nilai normal 4500-10000 sel/mm3, Neonatus 9000-30000 sel/mm3, Bayi sampai balita rata-rata 5700-18000 sel/mm3, Anak 10 tahun 4500-13500/mm3, ibu hamil rata-rata 6000-17000 sel/mm3, postpartum 9700-25700 sel/mm3. Segala macam infeksi menyebabkan leukosit naik, baik infeksi bakteri, virus, parasit, dan sebagainya. Kondisi lain yang dapat menyebabkan leukositosis yaitu:

Anemia hemolitik Sirosis hati dengan nekrosis Stres emosional dan fisik (termasuk trauma dan habis berolahraga) Keracunan berbagai macam zat Obat: allopurinol, atropin sulfat, barbiturat, eritromisin, streptomisin, dan sulfonamid.

Mekanisme Manusia digigit nyamuk Anopheles sporozoit ( setelah 45 menit ) menuju sel hati (sebagian kecil mati di darah) di sel parenkim hati terjadi fase aseksual SKIZOGONI EKSOERITROSIT ) merozoit (

lolos dari filtrasi & fagositosis di

limpa ke sirkulasi darah menyerang RBC terbentuk eritrosit parasit (EP) bereplikasi scr aseksual ( SKIZOGONI ERITROSIT ) tropozoit (stadium cincin) skizon ( stadium mature ) permukaannya menonjol & membentuk knob dgn HRP-1 ( Histidin Rich Protein 1 ) morogoni mengaktivasi makrofag menskresikan TNF aktivasi leukosit ( mengerahkan dan mengaktivasi neutrofil & monosit) leukosit >> leukositosis

Pemeriksaan Lab penunjang: 1. Pemeriksaan Darah Tepi Tersangka malaria (berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik) harus segera dibuat preparat darah tebal dan preparat darah tipis yang kemudian dilakukan pewarnaan. Preparat darah tebal diwarnai dengan Giemsa atau Fieldstain, sedangkan preparat darah tipis diwarnaidengan Wright atau Giemsa. Pewarnaan darah tebal adalah untuk melihat plasmodia dan pewarnaan darah tipis untuk melihat perubahan bentuk eritrosit selain parasitnya. Jadi, pada preparat darah tipis dapat dibedakan antara keempat spesies plasmodium tersebut. Plasmodium vivax : ertrosit membesar pucat dan mengandung Schaffners dot, trofozoit muda berbentuk cincin dan trofozoit matang berbentuk ameboid (bentuk vivax), hemozoin terdapat berkelompok ditengah trofozoit. Skizon yang matang membagi dirinya menjadi 14 24 merozoit. Juga bisa ditemukan gametosit jantan dan gametosit betina yang tampak oval, hamper menutup - eritrosit yang diserang plasmodium ini. Plasmodium malariae : eritrosit tidak membesar, tropozoit matang berbentuk pita atau komet, kadang terdapat Ziemanns dot dalam eritrosit, skizon yang matang membagi dirinya menjadi 6 12 merozoit, dan merozoit tersebut tersusun atas roset. Juga bisa ditemukan gametosit jantan dan gametosit betina dengan sitoplasma yang hamper bulat. Plasmodium falciparum : eritrosit tidak membesar, trofozoit muda (berbentuk cincin) banyak sekali didapat bentuk bentuk accole dengan infeksi multiple, pigmen hemozoin tampak padat berwarna coklat tua, skizon muda dan tua/matang jarang terdapat di daerah tepi, terdapat 20 -32 merozoit yang berasal dari skizon matang yang pecah Plasmodium ovale : eritrosit tampak membesar dan sebagian besar eritrosit berbentuk lonjong (ovale) serta dipinggir eritrosit tersebut bergerigi yang pada

salah satu ujungnya ditemukan Schaffners dot yang banyak dan terbentuk sangat dini dan tampak jelas. Pemeriksaan darah tepi harus diulang sampai 2 3 hari, sebelum menyatakan hasil negatif. Selain itu dapat juga dilakukan pemeriksaan darah yang diambil dari pungsi sumsum tulang atau pungsi limpa. Pemberian epinefrin (uji adrenalin) untuk memaksa parasit keluar karena kontraksi, meskipun dianjurkan namun hasilnya tidak selalu tetap.

2. Pemeriksaan Tetes Darah untuk malaria Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria sangat penting untuk menegakkan diagnosa. Pemeriksaan satu kali dengan hasil nagatif tidak mengenyampingkan diagnosa malaria. Pemeriksaan darah tepi 3 kali dan hasilo negative maka diagnosa malaria dapat dikesampingkan. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan oleh tenaga laboratorik yang berpengalaman dalam pemeriksaan parasit malaria. Pemeriksaan pada saat penderita demam atau panas dapat meningkatkan kemungkinan ditemukannya parasit. Pemeriksaan dengan stimulasi adrenalin 1:1000 tidak jelas manfaatnya dan sering membahayakan terutama penderita dengan hipertensi. Pemeriksaan parasit malaria melalui aspirasi sumsum tulang hanya untuk maksud akademis dan tidak sebagai cara diagnosa praktis. Pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan melalui.

3. Tetesan preparat darah tebal. Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah cukup banyak dibandingkan preparat darah tipis. Ketebalan dalam membuat sediaan perlu untuk memudahkan identifikasi parasit. Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5 menit (diperkirakan 100 lapang pandangan dengan pembesaran kuat). Preparat dinyatakan negative bila setelah diperiksa 200 lapang pandangan dengan pembesaran kuat 700-1000 kali tidak ditemukan parasit. Hitung parasit dapat dilakukan pada tetes tebal dengan menghitng jumlah parasit per 200 leukosit. Bila leukosit 10.000/ul maka hitung parasitnya ialah jumlah parasit dikalikan 50 merupakan jumlah parasit per mikro-liter darah.

4. Tetesan darah tipis Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium, jika bila dengan preparat tebal sulit ditemukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung parsait (parasite count), dapat dilakukan berdasar jumlah eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel darah merah. Bila jumlah parasit >100.000/ul darah menandakan infeksi yang berat. Hitung parasit penting untuk menentukan prognosa penderita malaria, walaupunj komplikasi juga dapat timbul dengan jumlah parasit yang minimal. Pengecatan dilakukan dengan cat Giemsa, atau leishmans atau Fields dan juga Romanowsky. Pengcatan Giemsa yang umum dipakai pada beberapa laboratorium dan merupakan pengecatan yang mudah dengan hasl yang cukup baik.

5. Tes Antigen: P-F test Yaitu mendeteksi antigen dari P. falciparum (Histidine Rich Protein II). Deteksi sangat cepat hanya 3-5 menit, sensitifitasnya baik, tidak memerlukan alat khusus. Deteksi untuk antigen vivaks yaitu dengan metode ICT. Tes sejenis dengan mendeteksi laktat dehidrogenase daru plasmodium (pLDH) dengan cara immunochromatographic telah dipasarkan dengan nama tes OPTIMAL. Optimal dapat mendeteksi 0-200 parasit/ul darah dan dapat membeakan apakah infeksi P. falciparum atau P. vivax. Sensitivitasnya 95% dan hasil positif salah lebih rendah dari HRP-2.

6. Tes serologi Menggunakan tehnik indirect fluorescent antibody test. Tes inin berguna mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab antibody baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia. Manfaaat tes serologi terutama untuk penelitian atau alat uji saring donor darah. Titer > 1:200 dianggap sebagai infeksi baru; dan test >1:20 dinyatakan positif.

7. Pemeriksaan PCR Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologi amplifikasi DNA, waktu dipakai cukup cepat dan sensitivitasnya dan spesifitasnya tinggi. Keunggulan tes ini walaupun junlah parasit sangat sedikit dapat meemberikan hasil positif. Tes ini baru dipakai sebagai sarana penelitian dan belum untk pemeriksaan rutin.

8. Pemeriksaan penunjang lainnya Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui kondisi umum penderita meliputi pemeriksaan darah hemoglobin, hematokrit, trombosit, jumlah leukosit dan eritrosit. Bisa juga dilakukan pemeriksaan kimia darah (gula darah, SGOT, SGPT, dan tes fungsi ginjal), serta pemeriksaan foto thoraks, EKG, dan pemeriksaan lainnya sesuai indikasi.

8. Siklus daur Hidup Malaria/ Plasmodium Falciparum (akan lebih dijelaskan di pathogenesis/ patofisiologi di sintesis)
SIKLUS PLASMODIUM

Dalam daur hidupnya, plasmodium mengalami dua fase yaitu fase seksual (sporogoni) dan aseksual (skizogoni). Fase aseksual terjadi di dalam tubuh host (manusia) dan fase seksual terjadi dalam tubuh vector (nyamuk). Fase aseksual mempunyai 2 daur, yaitu 1. daur eritrosit dalam darah (skizogoni eritrosit) 2. daur dalam sel parenkim hati (skizogoni eksoeritrosit) a. skizogoni praeritrosit (skizogoni eksoeritrosit primer) setelah sporozoit masuk dalam sel hati b. skizogoni eksoeritrosit sekunder yang berlangsung dalam hati

Bila nyamuk anopheles betina yang mengandung parasit malaria dalam kelenjar liurnya menusuk hospes, sporozoit yang berada dalam liurnya akan masuk ke tubuh hospes dan melalui sirkulasi sampai akhirnya masuk ke dalam sel hati (hepatosit) setelah 1/2 -1 jam

kemudian. Sebagian parasit dihancurkan oleh fagosit, tetapi sebagian lagu masuk ke hepatosit menjadi trofozoit hati lalu menjadi skizon dan hipnozoit (pada P.vivax dan P.ovale). Proses ini disebut skizogoni praeritrosit atau eksoeritrositer primer. Parasit kemudian bermultiplikasi membentuk beribu-ribu merozoit. Pada akhir fase praeritrosit ini, skizon pecah dan mengeluarkan merozoit yang kemudian masuk ke sirkulasi dan menyerang eritrosit. Sebagian besar menyerang eritrosit yang berada di sinusoid hati tetapi beberapa difagositosis. Pada P.vivax dan p.ovale sebagian sporozoit yang menjadi hipnozoit setelah beberapa waktu akan aktif kembali dan mulai dengan skizogoni eksoeritrosit sekunder. Proses tersebut dianggap sebagai penyebab timbulnya relaps. P. falciparum dan P.malariae tidak mempunyai fase eksoeritrosit sekunder, sehingga kekambuhnanya disebabkan oleh proliferasi stadium eritrositik dan dikenal sebagai rekrudensi. Di dalam eritrosit, merozoit akan berkembang dari stadium tropozoit sampai dengan skizon, kemudian skizon akan pecah dan mengeluarkan merozoit yang berjumlah 6-36. Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya, sebagian merozoit hasil pecahan skizont akan menginfeksi eritrosit lainnya. Dikenal dengan siklus eritrositer. Eritrosit yang telah berparasit biasanya akan menjadi lebih elastic dan bagian dindingnya berubah lonjong (knob). Sebagian merozoit lainnya akan membentuk mikrogametosit dan makrogametosit. Jika nyamuk anopheles betina menghisap darah hospes ini, maka pada tubuh nyamuk terjadi pembuahan dan menghasilkan zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet yang menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk, ookinet berubah menjadi ookista dan kemudian menjadi sporozoit. Sporozoit inilah yang akan ditularkan lagi kepada manusia melalui gigitan nyamuk.

SINTESIS
Malaria
Epidemiologi Malaria dapat ditemukan mulai dari belahan bumi utara (Amerika Utara sampai Eropa dan Asia) ke belahan bumi selatan (Amerika Selatan); mulai dari daerah dengan ketinggian 2850 m sampai dengan daerah yang letaknya 400m di bawah permukaan laut. Malaria di suatu daerah dapat ditemukan secara autokton, impor, induksi, introduksi, atau reintroduksi. Di daerah yang autokton, siklus hidup malaria dapat berlangsung karena adanya manusia yang rentan, nyamuk dapat menjadi vektor dan ada parasitnya. Introduksi malaria timbul karena adanya kasus kedua yang berasal dari kasus impor. Malaria reintroduksi bila kasus malaria muncul kembali yang sebelumnya sudah dilakukan eradikasi malaria. Malaria impor terjadi bila infeksinya berasal dari luar daerah (daerah endemi malaria). Malaria induksi bila kasus berasal dari transfusi darah, suntikan, atau kongenital yang tercemar malaria. Keadaan malaria di daerah endemi tidak sama. Derajat endemisitas dapat diukur dengan berbagai cara seperti angka limpa, angka parasit, dan angka sporozoit, yang disebut angka malariometri. Sifat malaria juga dapat berbeda dari satu daerah ke daerah lain, yang tergantung pada beberapa faktor, yaitu : parasit yang terdapat pada pengandung parasit, manusia yang rentan, nyamuk yang dapat menjadi vektor, dan lingkungan yang dapat menunjang kelangsungan hidup masing-masing. Batas dari penyebaran malaria adalah 64LU (RuBia) dan 32LS (Argentina). Ketinggian yang dimungkinkan adalah 400 meter di bawah permukaan laut (Laut mati dan Kenya) dan 2600 meter di atas permukaan laut (Bolivia). Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling luas, mulai dari daerah beriklim dingin, subtropik sampai ke daerah tropik.

Plasmodium falciparum jarang sekali terdapat di daerah yang beriklim dingin Plasmodium ovale pada umumnya dijumpai di Afrika di bagian yang beriklim tropik, kadang-kadang dijumpai di Pasifik Barat. Penyakit malaria banyak dijumpai lebih dari 100 negara di Asia, Amerika (bagian Selatan), Afrika, daerah oceania, dan kepulauan caribia. Adapun negara-negara yang bebas dari malaria, seperti Australia , Eropa (kecuali Rusia), Hongkong, Singapura, Japan, Thaiwan, Canada dan lain lain dikarenakan vektor kontrolnya baik. Walaupun demikian di negara-negara tersebut makin banyak dijumpai kasus malaria yang di import oleh pendatang dari negara malaria atau penduduknya yang mengunjungi daerah-daerah malaria. Di Indonesia, penyakit malaria tersebar diseluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda-beda dan dapat berjangkit di daerah dengan ketinggian sampai 1800 meter diatas permukaan laut. Indonesia kawasan timur, mulai dari Kalimantan, Sulawesi Tengah sampai ke Utara, Maluku, Irian jaya, Lombok, NTT, Bangka Belitung merupakan daerah endemis malaria dengan P. falciparum dan Vivax. P. malariae terdapat di daerah beberapa provinsi seperti NTT, Lampung, Papua, begitupun dengan ovale. Berdasarkan penelitian Litbangkes, P. vivax dan Falciparum terdapat di Bangka Belitung. Prevalensi malaria di Provinsi Bangka Belitung sebesar 48%.

Berdasarkan dari tingginya SPR (side positive rate ), endemisitas daerah dibagi menjadi : 1. HIPOENDEMIK : bila parasit rate atau spleen rate 0-10% 2. MESOENDEMIK : bila parasit rate atau spleen rate 10-50% 3. HIPERENDEMIK : bila parasit rate atau spleen rate 50-75% 4. HOLOENDEMIK : bila parasit rate atau spleen rate >75% Parasit rate dan spleen rate ditentukan pada pemeriksaan anak-anak usia 29 tahun. Pada daerah holoendemik banyak penderita pada anak-anak dengan anemia berat, pada daerah hiperendemik dan mesoendemik mulai banyak malaria serebral pada usia kanak-kanak (2-10 tahun) , sedangkan pada daerah

hipoendemik / daerah tidak stabil banyak dijumpai pada orang dewasa dengan gangguan fungsi hati dan ginjal serta malaria serebral.

VEKTOR MALARIA DI INDONESIA Indonesia merupakan daerah yang sangat luas yang terdiri dari pulau-pulau dari Sabang sampai Merauke. Vektor penyakit malaria di Indonesia melalui nyamuk anopheles. Anopheles dapat disebut vektor malaria disuatu daerah, apabila species anopheles tersebut di daerah yang bersangkutan telah pernah terbukti positif mengandung sporosoit didalam kelenjar ludahnya. Disuatu daerah tertentu apabila terdapat vektor malaria dari salah satu species nyamuk anopheles, belum tentu di daerah lain juga mampu menularkan penyakit malaria. Nyamuk anopheles dapat dikatakan sebagai vektor malaria apabila memenuhi suatu persyaratan tertentu diantaranya seperti yang di sebutkan dibawah ini. 1. Kontaknya dengan manusia cukup besar. 2. Merupakan species yang selalu dominan. 3.Anggota populasi pada umumnya berumur cukup panjang, sehingga memungkinkan perkembangan dan pertumbuhan plasmodium hingga menjadi sporosoit 4. Ditempat lain terbukti sebagai vektor

Ada beberapa jenis vektor malaria yang perlu diketahui diantaranya. 1. An. Aconitus. 2. An. Sundaicus. 3. An. Maculatus. 4. An. Barbirostris.

An. Aconitus Vektor An. Aconitus pertama sekali ditemukan oleh Donitz pada tahun 1902. Vektor jenis An. aconitus betina paling sering menghisap darah ternak dibandingkan darah manusia. Perkembangan vektor jenis ini sangat erat hubungannya dengan lingkungan dimana kandang ternak yang ditempatkan satu atap dengan rumah penduduk.

Vektor Aconitus biasanya aktif mengigit pada waktu malam hari, hampir 80% dari vektor ini bisa dijumpai diluar rumah penduduk antara jam 18.00 -22.00. Nyamuk jenis Aconitus ini hanya mencari dm-ah didalam rumah penduduk. Setelah itu biasanya langsung keluar. Nyamuk ini biasanya suka hinggap didaerah-daerah yang lembab. Seperti dipinggirpinggir parit, tebing sungai, dekat air yang selalu basah dan lembab. Tempat perindukan vektor Aconitus terutama didaerah pesawahan dan saluran irigasi. Persawahan yang berteras merupakan tempat yang baik untuk perkembangan nyamuk ini. Selain disawah, jentik nyamuk ini ditemukan pula ditepi sungai yang airnya mengalir perlahan dan kolam air tawar. Distribusi dari An- Aconims, terdapat hubungan antara densitas dengan umur padi disawah. Densitas mulai meninggi setelah tiga - empat minggu penanaman padi dan mencapai puncaknya setelah padi berumur lima sampai enam minggu. An. Sundaicus An. Sundaictus pertama sekali ditemukan oleh Rodenwalt pada tahun 1925. Pada vektor jenis ini umurnya lebih sering menghisap darah manusia dari pada darah binatang. Nyamuk ini aktif menggigit sepanjang malam tetapi paling sering antara pukul 22.00 - 01.00 dini hari. Pada waktu malam hari nyamuk masuk ke dalam rumah untuk mencari darah, hinggap didinding baik sebelum maupun sesudah menghisap darah. Perilaku istirahat nyamuk ini sangat berbeda antara lokasi yang satu dengan lokasi yang lainnya. Di pantai Selatan Pulau Jawa dan pantai Timur Sumatera Utara, pada pagi hari, sedangkan di daerah Cilacap dan lapangan dijumpai pada pagi hingga siang hari, jenis vektor An. Sundaicus istirahat dengan hinggap didinding rumah penduduk. Jarak terbang An. Sundaicus betina cukup jauh. Pada musim densitas tinggi, masih dijumpai nyamuk betina dalam jumlah cukup banyak disuatu tempat yang berjarak kurang lebih 3 kilometer (Km) dari tempat perindukan nyamuk tersebut . Vektor An. Sundaicus biasanya berkembang biak di air payau, yaitu campuran antara air tawar dan air asin, dengan kadar garam optimum antara 12% -18%. Penyebaran jentik di tempat perindukan tidak merata di permukaan air, tetapi terkumpul ditempat-tempat tertutup seperti diantara tanaman air yang mengapung, sampah dan rumput - rumput di pinggir Sungai atau pun parit.

Genangan air payau yang digunakan sebagai tempat berkembang biak, adalah yang terbuka yang mendapat sinar matahari langsung. Seperti pada muara sungai, tambak ikan, galian -galian yang terisi air di sepanjang pantai dan lain -lain. An. Maculatus. Vektor An. Maculatus pertama sekali ditemukan oleh Theobaldt pada tahun 1901. Vektor An. Maculatus betina lebih sering mengiisap darah binatang daripada darah manusia. Vektor jenis ini akti fmencari darah pada malam hari antara pukul 21.00 hingga 03.00 Wib. Nyamuk ini berkembang biak di daerah pegunungan. Dimana tempat perindukan yang spesifik vektor An. Maculatus adalah di sungai yang kecil dengan air jernih, mata air yang mendapat sinar matahari langsung. Di kolam dengan air jemih juga ditemukan jentik nyamuk ini, meskipun densitasnya rendah. Densitas An. Maculatus tinggi pada musim kemarau, sedangkan pada musim hujan vektor jenis ini agak berkurang karena tempat perindukan hanyut terbawa banjir. An. Barbirostris. Vektor An. Barbirotris pertama sekali diidentifikasi oleh Van der Wulp pada tahun 1884. Jenis nyamuk ini di Sumatera dan Jawa jarang dijumpai menggigit orang tetapi lebih sering dijumpai menggigit binatang peliharaan. Sedangkan pada daerah Sulawesi, Nusa Tenggara Timur dan Timor- Timur nyamuk ini lebih sering menggigit manusia daripada binatang. Jenis nyamuk ini biasanya mencari darah pada waktu malam hingga dini hari berkisar antara pukul 23.00 -05.00. Frekuensi mencari darah tiap tiga hari sekali. Pada siang hari nyamuk jenis ini hanya sedikit yang dapat ditangkap, didalam rumah penduduk, karena tempat istirahat nyamuk ini adalah di alam terbuka. paling sering hinggap pada pohon-pohon seperti pahon kopi, nenas dan tanaman perdu disekitar rumah. Tempat berkembang biak (Perindukan) vektor ini biasanya di sawah sawah dengan saluran irigasinya kolam dan rawa-rawa. Penyebaran nyamuk jenis ini mempunyai hubungan cukup kuat dengan curah hujan disuatu daerah. Dari pengamatan yang dilakukan didaerah Sulawesi.

Etiologi

Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium, yang selain mengiunfeksi manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptile, dan mamalia. Plasmodium pada manusia menginfeksi eritrosit dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan di eritrosit. Pembiakan seksual terjadi di tubuh nyamuk yaitu anopheles betina. Spesies plasmodium pada manusia :

P. Falciparum : penyebab malaria tropica P. Vivax : penyebab malaria tertiana P. Ovale : penyebab malaria ovale P. Malariae : penyebab malaria malariae

Waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala klinis, yang ditandai demam.

P. Falciparum : 9 14 (12) hari P. Vivax : 12 - 17 (15) hari P. Ovale : 16 - 18 (17) hari P. Malariae : 18 - 40 (28) hari

Parasit malaria yang terdapat di Indonesia Plasmodium malaria yang sering dijumpai ialah plasmodium vivax yang menyebabkan malaria tertian dan plasmodium falsifarum yang menyebabkan malaria tropika.

Siklus Hidup Plasmodium Patogensis (siklus hidup parasit plasmodium) 1. Sporozoit dikeluarkan dari kelenjar ludah nyamuk Anopheles betina dan disuntikkan ke dalam kulit pada waktu nyamuk menggigit manusia. Sporozoit berkelana mengikuti aliran darah dan akhirnya masuk ke dalam hepar. Di dalam hepar, parasit tadi matang dan menjadi skizon jaringan. Parasit kemudian dikeluarkan ke dalam aliran darah dalam bentuk merozoit dan menyebabkan infeksi simptomatis karena parasit menyerang dan menghancurkan eritrosit. P. vivax dan P. ovale mampu bersembunyi (dormant) di dalam hepar dan disebut sebagai hipnozoit. P. vivax dan P. ovale dapat menyebabkan relapsing malaria. Selama di dalam aliran darah, merozoit menyerang eritrosit dan mematangkan diri menjadi bentuk cincin, trofozoit, dan skizon. Skizon melisis eritrosit sambil melengkapi proses maturasinya dan mengeluarkan generasi merozoit berikutnya yang akan menyerbu eritrosit yang belum terinfeksi.

2. Di dalam eritrosit, beberapa parasit berdiferensiasi menjadi bentuk seksual (gametosit jantan dan Betina. Apabila parasit tadi dihisap oleh nyamuk Anopheles betina, gametosit jantan akan kehilangan flagelum dan berubah menjadi gamet jantan. Gamet jantan akan memfertilisasi gamet betina dan akan menghasilkan zigot. Zigot menginvasi usus nyamuk dan berkembang menjadi ookista (oocyst). Ookista matur memproduksi sporozoit. Sporozoit bermigrasi ke kelenjar ludah nyamuk dan akan mengulangi siklus.

Masa Inkubasi Parasit a. Plasmodium vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan menyebabkan malaria tertiana/ vivaks (demam pada tiap hari ke tiga). b. Plasmodium falciparum, memberikan banyak komplikasi dan mempunyai perlangsungan yang cukup ganas, mudah resisten dengan pengobatan dan menyebabkan malaria tropika/ falsiparum (demam tiap 24-48 jam). c. Plasmodium malariae, jarang ditemukan dan menyebabkan malaria

quartana/malariae (demam tiap hari empat). d. Plasmodium ovale, dijumpai pada daerah Afrika dan Pasifik Barat, diIndonesia dijumpai di Nusa Tenggara dan Irian, memberikan infeksi yang paling ringan dan dapat sembuh spontan tanpa pengobatan, menyebabkan malaria ovale. Masa inkubasi malaria bervariasi tergantung pada daya tahan tubuh dan spesies plasmodiumnya. Masa inkubasi Plasmodium vivax 14-17 hari, Plasmodium ovale 1116 hari, Plasmodium malariae 12-14 hari dan Plasmodium falciparum 10-12 hari (Mansjoer, 2001).

Patogenesis Terjadinya infeksi oleh parasit Plasmodium ke dalam tubuh manusia dapat terjadi melalui dua cara yaitu : 1. Secara alami melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang mengandung parasit malaria 2. Induksi yaitu jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah manusia, misalnya melalui transfuse darah, suntikan, atau pada bayi yang baru lahir melalui plasenta ibu yang terinfeksi (congenital). Sporozoit malaria dilepaskan ke dalam darah dan dalam beberapa menit akan menempel dan menginvasi sel hati dengan cara berikatan dengan reseptor hepatosit pada protein plasma thrombospondin dan properdin, yang terletak di basolateral permukaan hepatosit. Di dalam sel hati, parasit malaria bermultiplikasi. Setelah sel hati

pecah, merozoit (aseksual, bentuk darah haploid) sebanyak 30,000 (P. falciparum, sedangkan 20,000 untuk P. Malariae) untuk keluar. Setelah dilepaskan, merozoit P.falciparum berikatan oleh parasit molekul seperti lektin dengan protein sialic pada molekul glycophorin di permukaan sel darah merah. ( Merozoit P. vivax berikatan dengan antigen Duffy pada sel darah merah oleh lektin). Setelah masuk ke dalam sel darah merah, parasit akan bereplikasi di dalam membran vakuola digestive dan akan mengeluarkan beberapa enzim protease dari organel spesial yang disebut rhoptry. Enzim protease ini berfungsi untuk menghidrolisis hemoglobin. Setelah sel pecah, merozoit keluar dan mulai menginfeksi sel darah merah yang lain, dan beberapa merozoit lainnya berkembang menjadi gametosit yang menginfeksi nyamuk saat menghisap darah manusia. Selama parasit malaria matang di dalam sel darah merah, ia mengubah bentuknya dari stadium ring menjadi schizont dan mensekresi protein yang membentuk benjolan 100 nm di permukaan sel darah merah yang disebut knob. Protein malaria yang ada di permukaan knob disebut sequestrin. Sequestrin ini berikatan dengan sel endotelial oleh ICAM-1, yang merupakan reseptor thrombospondin, dan glycophorin CD46 yang dapat menyebabkan sel darah merah yang terinfeksi sel darah merah terbuang dari sirkulasi. Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit , inang dan lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan menyebabkan anemia. Beratnya anemia tidak sebanding dengan parasitemia, hal ini menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Diduga terdapat toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah saat melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit. Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hiperplasi dari retikulum disertai peningkatan makrofag. Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami

perubahan struktur dan biomolekuler sel untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme transpor membran sel, penurunan

deformabilitas, pembentukan knob, ekspresi varian non antigen di permukaan sel, sitoadherensi, sekuestrasi dan rosetting, peranan sitokin dan NO (Nitrik Oksida) 8. Menurut pendapat ahli lain patogenesis malaria berat atau malaria falciparum dipengaruhi oleh faktor parasit dan faktor penjamu (host). Yang termasuk ke dalam faktor parasit adalah intensitas transmisi, densitas parasit dan virulensi parasit. Sedangkan yang termasuk ke dalam faktor penjamu adalah tingkat endemisitas daerah tempat tinggal, genetik, usia, status nutrisi, dan status imunologi. Parasit dalam eritrosit (EP) secara garis besar mengalami 2 stadium, yaitu stadium cincin pada 24 jam I dan stadium matur pada 24 jam ke II. Permukaan EP stadium cincin akan menampilkan antign RESA (Ring-erythrocyte surgace antigen) yang menghilang setelah parasit masuk stadium matur. Permukaan membran EP stadium matur akan mengalami penonjolan dan membentuk knob dengan Histidin Rich Protein-1 (HRP-1) sebagai komponen utamanya. Selanjutnya bila EP tersebut mengalami merogoni, akan dilepaskan toksin malaria berupa GP1 yaitu glikosilfosfatidilinositol yang merangsang pelepasan TNF- dan IL-1 dari makrofag.

Timbulnya manifestasi klinis dimulai dari : Sitoadherensi

Sekuestrasi

Rosetting

Pengeluaran mediator inflamsi (sitokin)

Timbul manifestasi klinis

Keterangan : Sitoadherensi ialah perlekatan antara EP stadium matur pada permukaan endotel vaskular. Sekuestrasi ialah Parasit dalam eritrosit matur yang tinggal dalam jaringan mikrovaskular karena sitoadherensi menyebabkan EP matur tidak beredar kembali dalam sirkulasi. Rosetting ialah berkelompoknya EP matur yang diselubungi 10 atau lebih eritrosit yang non-parasit. Rosseting ini menyebabkan obstruksi aliran darah lokal/dalam jaringan sehingga mempermudah terjadinya sitoadherensi. Sitokin. Sitokin terbentuk dari sel endotel, monosit, dan makrofag setelah mendapat stimulasi dari malaria toksin (LPS, GP1). Sitokin ini antara lain : TNF-, IL-1, IL6, IL-3, LT (lymphotoxin), dan IFN-. Patofisiologi malaria sangat kompleks dan mungkin berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut : 1. Penghancuran eritrosit yang terjadi oleh karena : -Pecahnya eritrosit yang mengandung parasit -Fagositosis eritrosit yang mengandung dan tidak mengandung parasit Akibatnya terjadi anemia dan anoksia jaringan dan hemolisis intravaskuler 2. Pelepasan mediator Endotoksin-makrofag Pada proses skizoni yang melepaskan endotoksin, makrofag melepaskan berbagai mediator endotoksin. 3. Pelepasan TNF Merupakan suatu monokin yang dilepas oleh adanya parasit malaria. TNF ini bertanggung jawab terhadap demam, hipoglikemia, ARDS. 4. Sekuetrasi eritrosit Eritrosit yang terinfeksi dapat membentuk knob di permukaannya. Knob ini mengandung antigen malaria yang kemudian akan bereaksi dengan antibody. Eritrosit yang terinfeksi akan menempel pada endotel kapiler alat dalam dan membentuk gumpalan sehingga terjadi bendungan.

Patologi malaria Sporozoit pada fase eksoeritrosit bermultiplikasi dalam sel hepar tanpa menyebabkan reaksi inflamasi, kemudian merozoit yang dihasilkan menginfeksi eritrosit yang merupakan proses patologi dari penyakit malaria. Infeksi eritrosit ini mengakibatkan 250 juta kasus malaria dan 2 juta kematian setiap tahunnya di seluruh dunia. Proses terjadinya patologi malaria serebral yang merupakan salah satu dari malaria berat adalah terjadinya perdarahan dan nekrosis sekitar venula dan kapiler. Kapiler dipenuhi leukosit dan monosit, terjadi sumbatan pembuluh darah oleh roset eritrosit yang terinfeksi. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis malaria tergantung pada imunitas penderita, tingginya transmisi infeksi malaria. Berat/ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis plasmodium, daerah asal infeksi, umur, dugaan konstitusi genetic, kesehatan dan nutrisi, kemoprofilaktis, dan pengobatan sebelumnya. 1. Demam. Demam mempunyai dua stadium yaitu : stadium frigoris (menggigil) yang berlangsung selama 20-60 menit, kemudian stadium akme (puncak demam) selama 1-4 jam, lalu memasuki stadium surodis selama 1-3 jam dimana penderita banyak berkeringat. Serangan demam ini umumnya diselingi masa tidak demam. Pada malaria tertiana demam timbul setiap 2 hari, pada malaria quartana timbul setiap 3 hari; sedangkan pada malaria tropikal demam bersifat hectic, timbul tidak teratur. Bila tidak diobati, karena kekebalan yang timbul, demam ini akan hilang dalam 3 bulan. Dan jika keadaan tubuh lemah dapat terjadi relaps. 2. Pembesaran Limpa. Pada malaria tertiana, limpa membesar mulai minggu

kedua, sedangkan pada malaria tropika pada hari ke-3 sampai 4, limpa membesar karena harus menghilangkan eritrosit yang pecah. Pada infeksi kronik hepar juga akan membesar. 3. Anemia. Bervariasi dan ringan sampai berat. Paling berat pada infeksi

plasmodium falciparum. Eritrosit juga menjadi lebih mudah melekat satu dengan yang lain dan dengan endotel, sehingga lebih mudah timbul trombus. Gejala Patologik

1. Masa tunas intrinsik berakhir dengan timbulnya serangan demam pertama. Serangan demam yang khas terdiri atas 3 stadium : a. stadium ferigoris (menggigil) ; b. stadium acme (puncak demam) ; c. stadium sudoris (berkeringat banyak, suhu turun). Serangan demam berbeda-beda sesuai dengan jenis malaria. Kekambuhan dapat bersifat : a. Rekrudensi (short term relapse) : timbul karena marasit malaria dalam eritrosit menjadi banyak. Timbul beberapa minggu setelah penyakit sembuh . b. Rekuren (long term relapse) karena parasit ekso-eritrosit masuk kedalam darah dan menjadi banyak. Biasanya timbul 6 bulan setelah penyakit sembuh. 2. Hipertrofi dan hiperplasi sistim retikuloendotelial menyebabkan limpa membesar. Sel makrofag bertambah dan dalam darah terdapat monositosis. 3. Anemia dapat terjadi oleh karena: a. Eritrosit ysng diserang hancur pada sporulasi. b. Derajat fagositosis RES meningkat, akibatnya banyak eritrosit hancur. Manifestasi umum malaria Malaria memiliki gambaran karakteristik demam periodic, anemia, dan splenomegali. Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing plasmodium. Keluhan prodormal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa kelesuhan, malaise, sakit kepala, sakit belakang, merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan, anoreksia, perut tak enak, diare ringan dan kadang-kadang dingin. Keluhan prodormal sering terjadi pada P.ovale dan P.vivax, sedang pada Pfalsiparum dan P.malariae sering tidak jelas bahkan dapat timbul mendadak. Gejala yang klasik yaitu terjadinya Trias Malaria secara berurutan: 1. Periode dingin (15-60) menit 2. Periode panas

3. Periode berkeringat Trias Malaria lebih sering terjadi pa P.vivax, pada P.falsiparum menggigil dapat berlangsung berat atau tidak ada. Periode tidak panas belangsung 12 jam pada P.falsiparum, 36 jam pada P.vivax dan P.ovale, 60 jam pada P.malariae. 1. Anemia merupakan gejala yang paling sering dijumpai pada infeksi malaria. Pembesaran limpa sering dijumpai pada penderita malaria, limpa akan teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi akut, limpa menjadi bengkak, nyeri dan hiperemis. Limpa merupakan organ yang penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi malaria. Beberapa keadaan klinik dalam perjalanan infeksi malaria: 1. Serangan primer: masa dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi serangan paroksismal yang terdiri dari dingin / menggigil, panas, dan berkeringat. Serangan paroksismal ini dapat pendek atau panjang tergantung dari perbanyakan parasit dan keadaan imunitas penderita 2. Periode laten : yaitu periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya infeksi malaria. Biasanya terjadi diantara 2 keadaan paroksismal. 3. Recrudescence: yaitu berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8 minggu sesudah berakhirnya serangan primer. Recrudescence dapat terjadi berupa berulangnya gejala klinik sesudah periode laten dari serangan primer. 4. Recurrence: yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu berakhirnya serangan primer. 5. Relaps atau rechute: yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari waktu diantara serangan periodic dari infeksi primer yaitu setelah periode yang lama dari masa laten (sampai 5 tahun), biasanya terjadi karena infeksi tidak sembuh atau oleh bentuk diluar eritrosit atau hati pada malaria vivax atau ovale. Jenis-jenis Malaria

Menurut Harijanto (2000) pembagian jenis-jenis malaria berdasarkan jenis plasmodiumnya antara lain sebagai berikut : a. Malaria Tropika (Plasmodium Falcifarum) Malaria tropika/ falciparum malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat, ditandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia yang banyak dan sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika menyerang semua bentuk eritrosit. Disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Plasmodium ini berupa Ring/ cincin kecil yang berdiameter 1/3 diameter eritrosit normal dan merupakan satu-satunya spesies yang memiliki 2 kromatin inti (Double Chromatin).

Klasifikasi penyebaran Malaria Tropika: Plasmodium Falcifarum menyerang sel darah merah seumur hidup. Infeksi Plasmodium Falcifarum sering kali menyebabkan sel darah merah yang mengandung parasit menghasilkan banyak tonjolan untuk melekat pada lapisan endotel dinding kapiler dengan akibat obstruksi trombosis dan iskemik lokal. Infeksi ini sering kali lebih berat dari infeksi lainnya dengan angka komplikasi tinggi (Malaria Serebral, gangguan gastrointestinal, Algid Malaria, dan Black Water Fever).

b. Malaria Kwartana (Plasmoduim Malariae) Plasmodium Malariae mempunyai tropozoit yang serupa dengan Plasmoduim vivax, lebih kecil dan sitoplasmanya lebih kompak/ lebih biru. Tropozoit matur mempunyai granula coklat tua sampai hitam dan kadang-kadang mengumpul sampai membentuk pita. Skizon Plasmodium malariae mempunyai 8-10 merozoit yang tersusun seperti kelopak bunga/ rossete. Bentuk gametosit sangat mirip dengan Plasmodium vivax tetapi lebih kecil. Ciri-ciri demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala lain nyeri pada kepala dan punggung, mual, pembesaran limpa, dan malaise umum. Komplikasi yang jarang terjadi namun dapat terjadi seperti sindrom nefrotik dan komplikasi

terhadap ginjal lainnya. Pada pemeriksaan akan di temukan edema, asites, proteinuria, hipoproteinemia, tanpa uremia dan hipertensi.

c. Malaria Ovale (Plasmodium Ovale) Malaria Tersiana (Plasmodium Ovale) bentuknya mirip Plasmodium malariae, skizonnya hanya mempunyai 8 merozoit dengan masa pigmen hitam di tengah. Karakteristik yang dapat di pakai untuk identifikasi adalah bentuk eritrosit yang terinfeksi Plasmodium Ovale biasanya oval atau ireguler dan fibriated. Malaria ovale merupakan bentuk yang paling ringan dari semua malaria disebabkan oleh Plasmodium ovale. Masa inkubasi 11-16 hari, walau pun periode laten sampai 4 tahun. Serangan paroksismal 3-4 hari dan jarang terjadi lebih dari 10 kali walau pun tanpa terapi dan terjadi pada malam hari.

d. Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax) Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax) biasanya menginfeksi eritrosit muda yang diameternya lebih besar dari eritrosit normal. Bentuknya mirip dengan plasmodium Falcifarum, namun seiring dengan maturasi, tropozoit vivax berubah menjadi amoeboid. Terdiri dari 12-24 merozoit

ovale dan pigmen kuning tengguli. Gametosit berbentuk oval hampir memenuhi seluruh eritrosit, kromatinin eksentris, pigmen kuning. Gejala malaria jenis ini secara periodik 48 jam dengan gejala klasik trias malaria dan mengakibatkan demam berkala 4 hari sekali dengan puncak demam setiap 72 jam.

Dari semua jenis malaria dan jenis plasmodium yang menyerang system tubuh, malaria tropika merupakan malaria yang paling berat di tandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemis yang banyak, dan sering terjadinya komplikasi.

Manifestasi malaria tertiana

Inkubasi 12-17 hari, kadang-kadang lebih panjang 12-20 hari. Pada hari pertama panas irregular, kadang-kadang remitten atrau intermitten, pada saat tersebut perasaan dingin atau menggigil jarang terjadi. Pada akhir minggu tipe panas menjadi intermitten dan periodic setiap 48 jam dengan gejala klasik Trias Malaria. Serangan paroksismal biasanya terjadi waktu sore hari. Kepadatan parasit mencapai maksimal dalam waktu 7-14 hari. Pda minggu kedua limpa mulai teraba. Parasitemia mulai menurun setelah 14 hari, liumpa masih membesar dan panas masih berlangsung, pada akhir minggu kelima panas mulai menurun secara krisis. Pada malaria vivax manifestasi klinik dapat berlangsung secara berat tetapi kurang membahayakan, limpa dapat membesar sampai derajat 4/5. Malaria serebral jarang terjadi. Edema tungkai terjadi karena hipoalbuminemia. Mortalitas malaria vivax rendah tetapi morbiditas tinggi karenma seringnya terjadi relaps. Pada penderita yang semi imun kelangsungan malaria vivax tidak spesifik dan ringan, parasitemia rendah, serangan demam pendek dan penyembuhan lebih cepat. Relaps sering terjadi karena keluarnya bentuk hipnozoit yang tertinggal di hati pada saat status imun tubuh menurun. Manifestasi klinis malaria Quartana/ Malariae Banyak dijumpai di daerah Afrika, Amerika latin, dan sebagian Asia. Penyebarannya tidak seluas P.vivax dan P.falsiparum. masa inkubasi 18-40 hari. Manifestasi klinik seperti pada malaria vivax hanya berlangsung lebih ringan, anemia jarang terjadi, splenomegali sering dijumpai walaupun pemeriksaan ringan. Biasanya pada waktu sore dan parasitemia sangat rendah <1%. Manifestasi klinis malaria Ovale Merupakan bentuk yang paling ringan dari semua jenis malaria. Masa inkubasi 11-16 hari, serangan paroksismal 3-4 hari terjadi malam hari dan jarang lebih dari 10 kali walaupun tanpa terapi. Apabila terjadi infeksi campuran dengan plasmodium lain, maka P.Ovale tidak akan tampak di darah tepi, tetapi plasmodium lain yang akan ditemukan. Gejala klinis hampir sama dengan vivax,

lebih ringan, puncak panas lebih rendah dan perlangsungan lebih pendek, dan dapat sembuh spontan tanpa pengobatan. Serangan menggigil jarang terjadi dan splenomegali jarang sampai dapat diraba. Manifestasi klinis Malaria Tropika/M.falsiparum Malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat, ditandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia sering dijumpai, dan sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika mempunyai perlangsungan yang cepat, dan parasitemia yang tinggi dan menyerang semua bentuk eritrosit. Gejala prodormal yang sering dijunpai yaitu sakit kepala, nyeri belakang/tungkai, perasaan dingin, mual, muntah dan diare. Parasit sulit ditemui dengan pengobatan supresif. Panas biasanya ireguler dan tidak periodik, sering terjadi hiperpireksia dengan temperatur diatas 40oC. Gejala lain berupa konvulsi, pneumonia aspirasi dan banyak keringat walaupun temperatur normal. Apabila infeksi memberat nadi cepat, nausea, muntah, diarea menjadi berat dan diikuti kelainan paru (batuk). Splenomegali dijumpai lebih sering dari hepatomegali dan nyeri pada perabaan; hati membesar dapat disertai timbulnya ikterus. Kelainan urin dapat berupa albuminaria, hialin dan kristal yang granuler. Anemia lebih menonjol dengan leukopenia dan monositosis.

Tata Laksana Malaria

Penatalaksanaan kasus malaria meliputi : 1. Pemberian obat anti malaria 2. Pengobatan pendukung 3. Pengobatan komplikasi A. Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi 1. Pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi Lini pertama: tablet artesunat + tablet amodiakuin + t.primakuin Hari Jenis obat Artesunat 1. Amodiakuin Primakuin 2. Artesunat Amodiakuin Artesunat Amodikuin Komposisi obat : Artesunat: 50 mg/tablet Amodiakuin:200 mg/tablet153 amodiakuin base/tablet. Primakuin 1 tablet berisi 25mg garam/tablet setara dengan 15 mg basa. Dosis menurut berat badan : Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur 0-2 bl 2 11 bl 1 4 th *) *) 1 1 1 1 1 1 5 9 th 2 2 1 2 2 2 2 10-14 th 3 3 2 3 3 3 3 15 th 4 4 2-3 4 4 4 4

3.

Artesunat : 4 mg/kg BB /hari Amodiakuin : 10 mg basa/kg BB/hari Primakuin : 0,75 mg/kg BB/hari Bila terjadi gagal pengobatan lini pertama maka diberikan pengobatan lini kedua sbb : Pengobatan lini kedua untuk malaria falsiparum Hari Jenis obat Kina Tetrasiklin/ 1. Doksisiklin Primakuin Kina 2-7 Tetrasiklin/ Doksisiklin Keterangan : 1. *) Kina : 1 tablet kina sulfat mengandung 200 mg kina garam. 2. Pemberian kina pada anak usia < 1 th harus berdasarkan berat badan.Dosis kina : 30 mg/kgBB/hari (dibagi 3 dosis). 3. Doksisisiklin tidak diberikan pada anak usia<8 th. 4. Dosis Doksisiklin untuk anak usia 8-14 th :2 mg/kgBB/hari. 5. Bila tidak ada Doksisiklin dapat diberikan Tetrasiklin. 6. Dosis Tetrasiklin:25-50 mg/kgBB/4 dosis/hari atau 4x1(250 mg) selama 7 hari.Tetrasiklin tidak boleh diberikan pada anak usia<12 bln dan ibu hamil. 7. Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan anak usia<1 th. 8. Dosis Primakuin : 0,75 mg/kgBB,dosis tunggal. Penggunaan pengobatan lini kedua berdasarkan kriteria sbb: *) 3x 1 3x1 2 3x1 2-3 3x2 4x1 4x1 Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur 0-11bl *) 1-4th 3x 5-9th 3x1 10-14th 3x1 15th 3x2

1. Penderita sudah menyelesaikan pengobatan lini pertama (3 hari). 2. Pada waktu periksa ulang hari 4 atau hari 5 sampai 28 penderita belum sembuh atau kambuh. Penderita dikatakan tidak sembuh bila : 1. Penderita tetap demam atau gejala klinik tidak membaik yang disertai parasitemia aseksual. 2. Penderita tidak demam atau tanpa gejala klinis lainnya,tetapi ditemukan parasitemia aseksual. Bila dalam pengobatan lini pertama kemudian dijumpai tanda2 klinis darurat sbb : tidak dapat makan/minum,tidak sadar,kejang,muntah berulang,sangat lemah(tidak dapatduduk/berdiri) maka penderita harus dikelola sebagai malaria berat atau dirujuk dan tidak diberikan obat lini kedua. 2. Pengobatan malaria vivaks/malaria ovale. Jumlah tablet menurut kelompok umur Hari Jenis obat 0-1bl H1 Klorokuin Primakuin Klorokuin Primakuin Klorokuin Primakuin 1/8 2-11bl (dosis tunggal) 1-4th 1 1 5-9th 2 2 1 10-14th 3 3 1 15th 3-4 1 3-4 1 2 1 1

H2

H3

H4-14 Klorokuin

Perhitungan dosis berdasarkan berat badan untuk Pv / Po :


Klorokuin : hari I & II = 10 mg/kgbb,hari ke III = 5 mg/kgbb. Primakuin : 0,25 mg/kgbb/hari,selama 14 hari.

Kriteria penggunaan pengobatan kasus malaria vivaks resisten klorokuin : * Penderita sudah menyelesaikan pengobatan klorokuin 3 hari.Pada waktu periksa ulang hari ke 4 atau hari ke 7 sampai 14 penderita belum sembuh * Penderita dikatakan tidak sembuh (resisten thd klorokuin) bila dalam kurun waktu 14 hari : - Penderita tetap demam atau gejala klinis tidak membaik disertai parasitemia aseksual. - Penderita tidak demam atau tanpa gejala klinis lainnya, tapi ditemukan parasitemia aseksual. Pengobatan malaria vivaks/ovale resisten klorokuin . Hari Jenis obat Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur 0-1bl *) 2-11bl *) 1-4th 3x 5-9th 3x1 10-14th 3x1 15th 3x2

H1-7 Kina

H1-14 Primakuin

Dosis berdasarkan berat badan : Kina 30 mg/Kgbb/hari (dibagi 3 dosis).Primakuin 0,25 mg/kgbb. Pengobatan malaria vivaks / malaria ovale yang kambuh (relaps) Lama pemberian dalam minggu 8-12*) 8-12*) Jumlah tablet perminggu menurut kelompok umur Jenis obat 0-1bl 2-11bl 1-4th 1 5-9th 2 1 10-14th 3 2 15th 3-4 3

Klorokuin Primakuin**)

*Pemberian klorokuin dan primakuin 1 kali setiap minggu,lama pengobatan selama 8 minggu. **Dosis primakuin 0,75 mg/kgBB.

Kriteria penggunaan pengobatan kasus malaria vivaks/ovale resisten klorokuin. 1. Penderita sudah menyelesaikan pengobatan klorokuin dan primakuin. 2. Pada waktu periksa ulang hari 14 sampai 28 penderita kambuh.

Penderita dikatakan kambuh bila dalam kurun waktu 14 28 hari : - Penderita tetap demam atau gejala klinis tidak membaik yang disertai parasitemia aseksual. - Penderita tidak demam atau tanpa gejala klinis lainnya,tetapi ditemukan parasitemia aseksual.

Pengobatan Malaria Klinis Pengobatan malaria klinis dilakukan didaerah yang belum memungkinkan untuk pemeriksaan laboratorium baik dengan mikroskopik maupun dengan RDT. Pengobatan malaria klinis terdiri dari 2 regimen pengobatan yaitu :

Pengobatan lini pertama yang menggunakan klorokuin dengan primakuin pengobatan lini kedua yang menggunakan kina dan primakuin tablet.

Pengobatan lini pertama malaria klinis : Hari Jenis obat Klorokuin Primakuin Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur 0-1 bl 1/8 2-11bl 1-4th 1 1 5-9th 2 1 2 1 10-14th 3 2 3 1 15th 3-4*) 2-3**) 3-4*) 2

H1

H 2 Klorokuin H 3 Primakuin

Keterangan : *) Bila perkiraan berat badan <50 kg,diberikan 3 tablet klorokuin bila >50 kg diberikan 4 tablet klorokuin. **)Bila perkiraan berat badan <50 kg,diberikan 2 tablet primakuin bila >50 kg diberikan 3 tablet primakuin.

Pengobatan lini pertama malaria klinis berdasarkan berat badan ***) H1 Klorokuin 10 mg/kg bb Basa Primakuin 0,75 mg/kg bb 10 mg/kg bb 5 mg/kg bb H2 H3

Keterangan : ***)Pemberian dosis obat untuk bayi harus berdasarkan B.B Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi. Pemantauan : 1. Apabila pada hari ke 4 setelah pengobatan lini pertama penderita tetap demam, tetapi tidak memburuk (tidak berkembang menjadi malaria berat ), di daerah yang sulit mendapatkan pemeriksaan laboratorium maka pengobatan malaria klinis diulangi dengan kina selama 7 hari dan primakuin 1 hari (pengobatan lini kedua). 2. Bila ada 1 atau lebih tanda-tanda bahaya selama pengobatan, penderita segera dirujuk untuk mendapat kepastian diagnosis dan penanganan selanjutnya (bila tempat rujukan sulit dicapai,penderita diberikan 1 dosis kina parenteral 10 mg/kgbb im ).

3. Tanda-tanda bahaya tersebut adalah : a. tidak dapat makan/minum b. tidak sadar c. kejang d. muntah berulang e. sangat lemah (tidak dapat duduk/berdiri).

Pengobatan lini kedua malaria klinis Hari H 1-7 H1 Jenis obat Kina Primakuin Julah Tablet Per Hari Menurut Kelompok Umur 0-1 bl *) 2-11bl *) 1-4 th 3x 5-9 th 3x1 1 10-14th 3 x 1 2 15 th 3x2 2-3

Keterangan : *) Dosis untuk bayi (0-11) harus berdasarkan berat badannya. - Satu tablet kina sulfat mengandung 200 mg kina garam. - Dosis berdasarkan berat badan : - kina 30mg/kgbb/hari (dibagi 3 dosis). - Primakuin 0,75 mg/kgbb, dosis tunggal.

Pemantauan : apabila pada hari ke 4 setelah pengobatan lini kedua, penderita tetap demam,segera dirujuk untuk mendapatkan kepastian diagnosis.

Pengobatan Malaria Berat Penatalaksanaan kasus malaria berat meliputi : 1. Tindakan umum 2. Pengobatan simptomatik 3. Pemberian obat anti malaria 4. Pengobatan komplikasi. Pemberian Obat Anti Malaria Obat anti malaria pilihan untuk malaria berat adalah 1. Lini pertama: derivat artemisin parenteral. Artesunat injeksi atau artemeter injeksi. Artesunat injeksi untuk penggunaan di Rumah Sakit atau Puskesmas perawatan. Artemeter injeksi untuk penggunaan dilapangan atau Puskesmas yang tidak menyediakan artesunat injeksi. Dosis dan cara pemberian Artesunat injeksi: Sediaan : 1 ampul berisi 60 mg serbuk kering asam artesunik,dilarutkan dalam 0,6 natrium bikarbonat 5% diencerkan dalam 3 -5 cc D5%. Pemberian secara bolus intravena selama 2 menit Loading dose : 2,4 mg/kg bb IV diikuti 1,2 mg/kg bb IV pada jam ke 12 jam dan 24, selanjutnya 1,2 mg/kg bb IV setiap hari sampai hari ke 7.

Bila penderita sudah dapat minum obat, ganti dengan artesunat oral. Dosis dan cara pemberian Artemeter injeksi : Sediaan : 1 ampul berisi 80 mg Artemeter. Artemeter injeksi diberikan secara intramuskuler, selama 5 hari. Dosis dewasa : dosis inisial 160 mg (2 ampul)im pada hari ke 1,diikuti 80 mg (1 ampul)im pada hari ke 2 s/d ke 5. Dosis untuk anak tergantung berat badan yaitu : Hari pertama : 3,2 mg/kgbb/hari. Hari II V : 1,6 mg/kgbb/hari 2. Lini kedua: kina parenteral. Kina per-infus Kina perinfus masih merupakan obat pilihan untuk malaria berat. Kemasan garam kina HCl 25 % injeksi, 1 ampul berisi 500 mg / 2 ml. Pemberian antimalaria prarujukan: Apabila tidak memungkinkan pemberian kina per-infus maka dapat diberikan Kinin antipirin 10 mg/kgbb intra muskular (dosis tunggal). Cara pemberian kina perinfus : Dosis anak-anak : Kina HCL 25 % (perinfus) dosis 10 mg/kgbb (bila umur < 2 bulan : 6-8 mg/kgbb) diencerkan dengan Dektrosa 5% atau NaCL 0,9 % sebanyak 5-10 cc/kgbb diberikan selama 4 jam,diulang setiap 8 jam sampai penderita sadar dan dapat minum obat. Catatan :

Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena karena toksik bagi jantung dan dapat menimbulkan kematian.

Maksimum pemberian kina IV 3 hari. Apabila setelah 3 hari penderita masih belum sadar dan pemasangan NGT memungkinkan maka diberikan tablet kina melalui NGT sampai hari ke 7 sejak diberikan kina yang pertama.

Apabila tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian 48 jam kina parenteral maka dosis rumatan kina diturunkan nya dan lakukan pemeriksaan parasitologi serta evaluasi klinik terhadap kemungkinan diagnosis lain

Bila sudah sadar/dapat minum obat pemberian kina IV diganti dg kina tablet peroral dengan dosis 10 mg/kgbb/kali,pemberian 3 x sehari (dengan total dosis 7 hari dihitung sejak pemberian kina perinfus yang pertama)

Pada hari pertama pemberian kina oral, diberikan juga 1 dosis primakuin (0,75 mg/ kgbb). Anak umur < 1 th dan ibu hamil tidak boleh diberikan primakuin.

Apabila kina tidak dapat diberikan perinfus, maka dapat diberikan intra muskuler dengan masing-masing dosis pada paha depan(jangan diberikan pada bokong). Sebaiknya untuk pemakaian kina intra muskuler, kina diencerkan dengan garam faali(NaCl 0,9% untuk mendapatkan konsentrasi 60 - 100 mg/ml.

Dosis maksimum dewasa : 2.000 mg/hari. Untuk mencegah terjadinya hipotensi postural hindari posisi badan tegak. Mengingat adanya keterbatasan sarana maupun tenaga ahli di Puskesmas/RS,maka untuk beberapa kasus malaria berat yang memerlukan perawatan/pengobatan dengan fasilitas tertentu (misal : hemo/peritoneal dialisis,transfusi tukar dll) yang tidak tersedia pada fasilitas pelayanan pengobatan tersebut sebaiknya dirujuk ke RS tingkat yang lebih tinggi (yang mempunyai fasilitas lebih lengkap)

Hendaknya hal ini tidak dijadikan alasan yang berlebihan untuk selalu merujuk pasien malaria berat.

Setelah pemberian Artemeter inj/drip bila pasien telah sadar dapat diberikan pengobatan oral dengan ACT.

Prognosis 1. Prognosis malaria berat tergantung kecepatan diagnosa dan ketepatan & kecepatan pengobatan. 2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan pada anak-anak 15 %, dewasa 20 %, dan pada kehamilan meningkat sampai 50 %. 3. Prognosis malaria berat dengan kegagalan satu fungsi organ lebih baik daripada kegagalan 2 fungsi organ - Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ, adalah > 50 % - Mortalitas dengan kegagalan 4 atau lebih fungsi organ, adalah > 75 % - Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan klinis malaria berat yaitu: - Kepadatan parasit < 100.000, maka mortalitas < 1 % - Kepadatan parasit > 100.000, maka mortalitas > 1 % - Kepadatan parasit > 500.000, maka mortalitas > 50 %

Dalam skenario, Tuan Budi belum mengalami malaria berat dengan kegagalan fungsi organ. Hal ini terlihat dari hasil pemeriksaan fisik yang menyatakan sensorium kompos mentis, vital sign normal, jantung dan paru-paru normal. Maka prognosis untuk Budi masih baik, bila ia segera mendapatkan penanganan yang baik. Komplikasi Komplikasi malaria umumnya disebabkan karena P. falciparum dan sering disebut pernicious manifestations. Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurun WHO didefinisikan sebagai infeksi P. falsiparum dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut : 1. Malaria Serebral (coma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau lebih dari 30 menit setelah serangan kejang, derajat penurunan kesadaran harus dilakukan penilaian berdasar GCS (Glasgow Coma Scale) 2. Acidemia/acidosis pH darah <7,25 atau plasma bicarbonate <15mmol/l, kadar laktat vena <>5mmol/l, klinis pernafasan dalam/ respiratory distress 3. Anemia berat (Hb < 5g/dl atau hematokrit ,15%) pada keadaan parasit

>10.000/ul; bila anemianya hipokromik dan/atau miktositik harus dikesampingkan adanya anemia defisiensi besi, talasemia/ hemoglobinopati lainnya 4. Gagal ginjal akut (urine kurang dari 400ml/24 jam pad/da orang dewasa atau 12ml/kg BB pada anak-anak) setelah dilakukan rehidrasi, disertai kreatinin >3 mg/dl 5. Edema paru non-kardiogenik/ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome) 6. Hipoglikemi; gula darah < 40 mg/dl 7. Gagal sirkulasi atau syok; tekanan sistolik <70 mmHg (anak 1-5 tahun <50 mmHg); disertai keringat dingin atau perbedaan temperature kulit-mukosa >10oC 8. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna, dan/atau disertai kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskular 9. Kejang berulang lebih dari 2kali/ 24 jam 10. Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena antimalaria / kelaian eritrosit kekurangan G-6-PD) 11. Diagnosa post mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler pada jaringan otak. Beberapa keadaan lain yang juga digolongkan sebagai malaria berat sesuai dengan gambaran klinis daerah setempat ialah : 1. gangguan kesadaran ringan (GCS < 15) di Indonesia sering dalam keadaan delirium 2. kelemahan otot tanpa kelaian neurologik 3. hiperparasitemia > 5% pada daerah hipoendemik atau daerah tak stabil malaria 4. ikterik (bilirubin >3mg/dl) bila disertai gagal organ lain 5. hiperpireksia (temperatur rektal >40oC) pada orang dewasa/ anak.

2. Daur Hidup Plasmodium

1. Dalam tubuh manusia : Parasit berkembang secara asexual ( schizogoni ). Sporozoit yang dimasukan ke dalam tubuh manusia oleh nyamuk, masuk kedalam peredaran darah dan setelah jam bersarang dihati dan membentuk siklus pre-eritrosit : .

Siklus ini berlangsung beberapa hari dan tidak menimbulkan gejala. Merozoit sebagian masuk kembali kedalam hati meneruskan siklus eksoeritrosit, sebagian masuk kedalam aliran darah (eritrosit) untuk memulai siklus eritrosit : merozoit trofozoit muda

Sizont pecah akan mengeluarkan 6-36 merozoit dan siap menginfeksi eritrosit yang lain . Sebagian merozoit memulai dengan gametogoni membentuk mikro dan makrogametosit. Siklus tersebut disebut masa tunas intrinsic 2. Dalam tubuh nyamuk : Versi I : Dalam darah sebagian parasit akan membentuk gamet jantan dan betina. Bila nyamuk menghisap darah manusia yang menderita sakit malaria akan terjadi fase seksual dalam tubuh nyamuk. Setelah perkawinan akan akan membentuk zygote dan menjadi lebih bergerak menjadi ookinet yang menembus dinding perut nyamuk dan akhirnya membentuk oocyst yang akan menjadi masak dan mengeluarkan sporozoit yang akan bermigrasi ke kelenjar ludah nyamuk dan siap menginfeksi manusia. Versi II : Berkembang secara seksual (sporogoni). Dalam lambung nyamuk makro dan mikrogametosit berkembang menjadi makro dan mikro-gamet yang akan membentuk zygote, disebut ookinet. Ookinet menembus dinding lambung nyamuk membentuk ookista yang membentuk banyak sporozoit. Sporozoit dilepaskan dan masuk kedalam kelenjar liur nyamuk. Siklus tersebut disebut masa tunas ektrinsik. Masa inkubasi malaria sekitar 7-30 hari tergantung spesiesnya. P. Falciparum memerlukan waktu 7-14 hari, P.vivax dan P.ovale 8-14 hari, sedangkan P.malariae memerlukan waktu 7-30 hari.

2.

a) Bagaimana kerja anti malaria klorokuin dan obat simptomatis lainnya? disintesis di tatalaksana di atas b) Mengapa gejala tidak berkurang meski diberi klorokuin? disintesis di tatalaksana karena sudah resisten c) Bagaimana indikasi dan kontra indikasi pemberian klorokuin? disintesis di tatalaksana diatas

Sejak tahun 1638 malaria telah diatasi dengan getah dari batang pohon cinchona, yang lebih dikenal dengan nama kina, yang sebenarnya beracun dan menekan pertumbuhan protozoa dalam jaringan darah. Pada tahun 1930, ahli obat-obatan Jerman berhasil menemukan. Atabrine (Quinacrine hidrochroliode) yang pada saat itu lebih efektif daripada quinine dan kadar racunnya lebih rendah. Sejak akhir PD II, klorokuin dianggap lebih mampu menangkal dan menyembuhkan demam rimba secara total, juga lebih efektif dalam menekan jenis-jenis malaria dibandingkan dengan Atabrine atau Quinine. Obat tersebut juga mengandung kadar racun paling rendah daripada obat-obatan lain yang terdahulu dan terbukti efektif tanpa perlu digunakan secara terus menerus.(9,15) Namun baru-baru ini strain plasmodium falciparum, organisme yang menyebabkan malaria tropika memperlihatkan adanya daya tahan terhadap klorokuin, serta obat anti malaria sintetik lain. Strain jenis ini ditemukan terutama di Vietnam, dan juga di Semenanjung Malaysia, Afrika dan Amerika Selatan. Kina juga semakin kurang efektif terhadap strain plamodium falciparum. Sering dengan munculnya strain parasit yang kebal terhadap obat-obatan tersebut, fakta bahwa beberapa jenis nyamuk pembawa (Anopheles) telah memiliki daya tahan terhadap insektisida, seperti DDT, telah mengakibatkan peningkatan jumlah kasus penyakit malaria di beberapa negara tropis. Sebagai akibatnya kasus penyakit malaria juga mengalami peningkatan pada para turis dari Amerika dan Eropa Barat yang datang ke Asia dan Amerika Tengah dan juga diantara pengungsi-pengungsi dari daerah tersebut. Para turis yang datang ke tempat yang dijangkiti oleh penyakit malaria yang tengah menyebar, dapat diberikan obat anti malaria sepert profilaksis (obat pencegah).

Pengobatan malaria menurut keperluannya dibagi menjadi pencegahan bila obat diberikan sebelum infeksi terjadi, pengobatan supresif bila obat diberikan untuk mencegah timbulnya gejala klinis, pengobatan kuratif untuk pengobatan infeksi yang sudah terjadi terdiri dari serangan akut dan radikal, dan pengobatan untuk mencegah transmisi atau penularan bila obat digunakan terhadap gametosit dalam darah. Sedangkan dalam program pemberantasan malaria dikenal 3 cara pengobatan, yaitu : 1. Pengobatan presumtif dengan pemberian skizontisida dosis tunggal untuk mengurangi gejala klinis malaria dan mencegah penyebaran 2. Pengobatan radikal diberikan untuk malaria yang menimbulkan relaps jangka panjang 3. Pengobatan massal digunakan pada setiap penduduk di daerah endemis malaria secara teratur. Saat ini pengobatan massal hanya di berikan pada saat terjadi wabah.

Vous aimerez peut-être aussi