Vous êtes sur la page 1sur 17

MENYOAL AUDIENCE AKTIF

DAN PENTINGNYA
PENGAKUAN AKAN
KEBERAGAMAN LOKAL
Holy Rafika - Remotivi

Disampaikan dalam Jagongan Media Rakyat,


Minggu 26 Oktober 2014

APAKAH ACTIVE AUDIENCE?


Konsep pembaca/penonton aktif merujuk pada
kapabilitas pembaca untuk menjadi pencipta
makna yang dinamis ketimbang dimaknai
sebagai penerima pesan belaka (pasif) (Barker.
2000: 1)
Penonton yang aktif adalah konsep yang lahir
dari perlawanan terhadap perspektif dominan
dalam praktik dan pemikiran masyarakat
bermedia
Apakah ia sama dengan mengartikan televisi
semau kita? Atau samakah ia dengan Pembaca
Kritis?

PANDANGAN YANG PESIMIS


TERHADAP AUDIENCE

Gagasan utamanya adalah media berefek


sangat kuat pada publik; publik tidak punya
kuasa apapun terhadap industri media;
publik adalah massa
Pionir gagasan ini adalah Frankfurt School
1930-an (yang merupakan respon pada
Fasisme/Hitler)
Message/Effect Based misal : Content
Analysis, Penelitian efek media terhadap
perilaku audience (Cultivation Theory dll).

PANDANGAN OPTIMIS
TERHADAP AUDIENCE

Media massa berefek pada audience, audience


aktif namun tergantung pada karakteristik sosial
audience (kebutuhan individu dan penggunaan)
Karakteristik sosial dari audience yang berbeda
merefleksikan perbedaan keterbukaan pada
pesan yang mereka terima.
Gagasan ini berkembang di Amerika 1940/1950
Audience based research misal Uses and
Gratification, Social learning theory atau teori
dengan model komunikasi SMR (Sender-MessageReceiver)

GAGASAN ACTIVE AUDIENCE


-

Dikembangkan oleh Cultural Studies (khususnya


David Morley dan Ien Ang, dan Stuart Hall)
Gagasan 1 (Pesimis) terlalu yakin bahwa media
sangat sakti
Gagasan 2 (Optimis) terlalu linear (pola komunikasi
SMR) karena terkonsentrasi pada aspek pertukaran
pesan (audience memaknai sebatas
kebutuhan/selera), abai terhadap struktur dimana
komunikasi bermedia merupakan alur dari momenmomen yang kompleks (termasuk bias terhadap
kelas).

ACTIVE AUDIENCE DAN


PENTINGNYA FAKTOR KULTURAL

Makna sebuah pesan tidak saja terletak pada teks,


tetapi dalam interplay teks dan kondisi sosial budaya
(dipengaruhi oleh hegemoni), kondisi relasi produksi (e.g
kelas sosial) dari audience. Kondisi-kondisi sosial itu
terstruktur sehingga tidak terjadi makna
semaunya/Polysemy. (Note : Makna berbeda bukanlah
makna semaunya)
Audience yang tadinya dianggap general/sama menjadi
audience yang partikular yang terikat pada kondisi
sosialnya.
Media tidaklah netral, tetapi ia adalah sebuah alat
hegemoni, dan terhubung dengan masalah kelas sosial.
Kondisi sosial, kebudayaan, juga lokalitas menjadi
penting dalam relasi media-audience, audience-media

Program as
meaningful
discourse
Encoding

Decoding

Meaning
Structure 1

Meaning
Structure 2

1. Frameworks of

1. Frameworks of

knowledge

knowledge

2. Relations of
Production

2. Relations of
Production

3. Technical
Infrastructure

3. Technical
Infrastructure
Gb. 1 Proses Encoding & Decoding (Hall
(ed).2005 120

Decoding-Encoding Perkawinan Raffi dan


Gigi?
Encoding/Decoding
Framework of knowledge

Ideologi popularitas, selebritis,


televisi sebagai
tontonan/hiburan, ritual
pernikahan

Relation of Production

Relasi program dengan masalah


rating, iklan,

Technical Infrastructure

Ketersediaan alat , manajemen


produksi, regulasi dll

LALU
Dalam konsep Active Audience, pertanyaannya
mungkin bukan apakah audience aktif atau tidak
aktif, karena audience pasti aktif (dalam arti
tidak tergantung pada media melainkan
struktur sosial)
Pertanyaannya adalah bagaimana audience,
berdasar tiga dimensi (infrastruktur teknis
media, relasi produksi, frame of knowlegde)
membaca media. Jenis pembacaan yang
bagaimana yang dihasilkan audience?

1.

Dominant Reading?
2. Negotiated Reading?
3. Oppositional Reading?

DOMINANT READING

Posisi "terdominasi-terhegemoni" ketika


pembaca/penonton, mengartikan makna
sebagaimana apa yang ada dalam program televisi
(makna yang di-decode) oleh industri.
Misalnya, dalam kasusu tayangan pernikahan Rafi
Ahmad dan Nagita Slavina terdapat komentar
...selg itu tdk mengganggu why?toh kalau
merasa terganggu matikan saja.jangan hanya
melhat dr segi negatifnya cobalah belajar dr
segi positive nya...agar negara lain paham
menikah di indonesia itu ada adat istiadat
nya jg loh...keep positive thingkng

NEGOTIATED READING

Posisi pembacaan yang ternegosiasi ketika


pembaca/penonton mengerti bahwa informasi
dalam media dikonstruksi, tetapi kemudian
menegosiasikannya dengan 'kondisi lokal', dan
malah membuatnya menjadi posisi yang lebih
'korporat
Misalnya : saya tanya sama anda lebih
baik menayangkan prosesi pernikahan dgn
adat atau acara sinetron yang
menayangkan kekerasan atau kemesraan
yang menjadi konsumsi anak?

OPPOSITIONAL READING

Posisi berlawanan dengan hegemoni televisi,


ketika pembaca/penonton mengerti informasi
yang didapat telah dikonstruksi dan kemudian
men-decode pesan dengan cara yang berlawanan.
Pada pokoknya ialah pembacaan yang sadar
kelas dan sadar ideologi, dalam bahasa kita
pembaca yang kritis

BEBERAPA CATATATAN TENTANG DECODING


PESAN TELEVISI DI INDONESIA
Menonton televisi, bagi beberapa pembaca dan
industri, tidaklah sama dengan membaca buku.
Menonton televisi adalah semata hiburan >>>
Baca buku kalau mau
terdidik.MasaknontonTV? | Sekolah yang
bener! Bukan nontonTV | Feni Rosedi akun
twitternya (17 12/2013).
Ketika men-decode media, kadangkala kita
berhenti hanya pada curiga pada kepentingan
media yang satu, dengan meyakini media yang
lain, bukan pada validitas data.
Dalam sejarahnya, literasi kita (bahkan itu
printed media), masih berusia muda.

.Penduduk Bumiputera mengenal dua cara


membaca; pertama, dengan cara seperti kita,
bedanya mereka jarang memahami tujuan
resitasi; kedua, membaca dengan cara
menyanyikannya (nembang/maca). Mereka
hanya menggunakan cara pertama, apabila cara
kedua tidak mungkin, karena bagi mereka cara
kedua pasti sangat digemari dan betul-betul
dirasakan sebagai cara yang benar (Chijs,
1867b; 7 dalam Moriyama, 2003; 57)

Pada 1914, DK Ardiwinata menyimpulkan


ketidakmampuan masyarakat Sunda dalam
menciptakan prosa atau puisi disebabkan
masyarakat Sunda tak bisa membaca, melainkan
menembang >>> ...Sebenarnya lebih bagus prosa
dan puisi. Coba jika orang Sunda sudah seneng
membaca...dan sudah banyak buku-buku prosa yang
bagus seperti di Belanda, tentu bisa ditemukan
kenikmatan membaca. Tentu tembang nanti kalah.
Tapi tembang tidak akan hilang, dan jangan
dihilangkan, sebab ia adalah pusaka dari guru kita
yang kedua, yaitu orang Jawa... (Papaes Nonoman
Nomer 9, Tahun 1, 1 Oktober 1914; Proza en Poezie
)

PENTINGNYA KEBERAGAMAN
LOKALITAS
Dengan kultur membaca yang demikian, kita
perlu memahami konteks publik ketika membaca
media misalnya dengan studi etnografi.
Dalam pengelolaan konten, kedekatan audience
pada isu, menjadikan televisi bukanlah sebagai
hiburan (karena memang bukan semata hiburan),
tetapi instrumen komunikasi.
Proses encoding selalu melibatkan kultur/nilai
lokal aktor media. Ketika hal itu tidak disadari
yang terjadi adalah kekerasan (biasanya
simbolik) lokalitas yang satu pada lokalitas yang
lain (kekerasan pada keberagaman) Misal nya
kasus Primitive Runaway

Terakhir, semoga menjadi


sholeh dalam membaca
televisi dan ingatlah
FREKUENSI ADALAH
MILIK PUBLIK!
Sekian dan Salam

Vous aimerez peut-être aussi