Vous êtes sur la page 1sur 35

Asuhan Keperawatan Pasien dengan

Gangguan Miastenia Gravis

Dosen Pengampuh:
Dr. Luluk Widarti S.Kep,Ns. M.Kes
Nama Kelompok :
Lilik Miftachul
(P27820414036)
M. Sihabumillah Firdaus
(P27820414037)
Marylla Widyasmin S.
(P27820414038)
Mezayu Alicia Y.
(P27820414039)
Nabilla Vironica
(P27820414040)

DEFINISI
Miastenia

gravis

merupakan

bagian

dari

penyakit

neuromuskular. Miastenia gravis adalah gangguang yang


memengaruhi transmisi neuromuskular pada otot tubuh
yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang (volunter).
Miastenia gravis merupakan kelemahan otot yang parah dan
satu-satunya penyakit neuromuskular dengan gabungan
antara cepatnya terjadi kelelahan otot-otot volunter dan
lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10-20 kali
lebih lama dari normal). (Price dan Wilson, 1995).

ETIOLOGI
1. Autoimun : direct mediated antibody
2. Virus
3. Pembedahan
4. Stres
5. Alkohol
6. Tumor mediastinum
7. Antibiotik

(Aminoglycosides,

ampicillin, erythromycin)

ciprofloxacin,

PATOFISIOLOGI
Saraf besar bermielin yang berasal dari sel kornu anterior medulla spinalis
dan batang otak mempersarafi otot rangka atau otot lurik. Saraf-saraf ini
mengirimkan aksonnya dalam bentuk saraf-saraf spinal dan cranial menuju
ke perifer. Masing-masing saraf bercabang banyak sekali dan mampu
merangsang sekitar 2000 serabut otot rangka. Gabungan antara
saraf motorik dan serabut-serabut otot yang dipersarafi dinamakan unit
mototrik. Meskipun setiap neuron mototrik mempersarafi banyak serabut
otot, tetapi setiap serabut otot dipersarafi oleh hanya satu neuron motorik.
Daerah khusus yang merupakan tempat pertemuan antara saraf motorik
dan serabut otot disebut sinaps neuromuskular atau hubungan
neuromuscular. Hubungan neuromuskular merupakan suatu sinaps kimia
antara saraf dan otot yang terdiri dari tiga komponen dasar: unsur
presinaps, elemen postsinaps, dan celah sinaps yang mempunyai lebar
sekitar 200. Unsur presinaps terdiri dari akson terminal dengan vesikel
sinaps yang berisi asetilkolin yang merupakan neurotransmitter.

Asetilkolin disintesis dan disimpan dalam akson terminal


(bouton). Membran plasma akson terminal disebut membran
presinaps. Unsur postsinaps terdiri dari membrane postsinaps
atau lempeng akhir motorik serabut otot. Membran postsinaps
dibentuk oleh invaginasi selaput otot atau sarkolema yang
dinamakan alur atau palung sinaps dimana akson terminal
menonjol masuk ke dalamnya. Bagian ini mempunyai banyak
lipatan (celah-celah subneural) yang sangat menambah luas
permukaan. Membran postsinaps memiliki reseptor-reseptor
asetilkolin dan mampu menghasilkan potensial lempeng akhir
yang selanjutnya dapat mencetuskan potensial aksi otot. Pada
membrane postsinaps juga terdapat suatu enzim yang dapat
menghancurkan asetil kolin yaitu asetil kolinesterase. Celah
sinaps adalah ruang yang terdapat antara membran presinaps
dan postsinaps. Ruang tersebut terisi semacam zat gelatin, dan
melalui gelatin ini cairan ekstrasel dapat berdifusi.

Bila impuls saraf mencapai hubungan neuromukular,


maka membrane akson terminal presinaps mengalami
depolarisasi sehingga asetil kolin akan dilepaskan
dalam celah sinaps. Asetil kolin berdifusi melalui
celah sinaps dan bergabung dengan reseptor asetil
kolin pada membran postsinaps. Penggabungan ini
menimbulkan perubahan permeabilitas terhadap
natrium maupun kalium pada membran postsinaps.
Influks ion natrium dan pengeluaran ion kalium
secara tiba-tiba menyababkan depolarisasi lempeng
akhir dikenal sebagai potensial lempeng akhir (EPP).
Jika EPP ini mencapai ambang akan terbentuk
potensial aksi dalam membrane otot yang
tidak berhubungan dengan saraf, yang akan
disalurkan sepanjang sarkolema.

Potensial
ini
memicu
serangkaian
reaksi
yang
mengakibatkan kontraksi serabut otot. Sesudah transmisi
melewati hubungan neuromuskular terjadi, asetilkolin akan
dihancurkan oleh enzim asetilkolinesterase. Pada orang
normal jumlah asetilkolin yang dilepaskan sudah lebih dari
cukup untuk menghasilkan potensial aksi. Pada Miastenia
gravis, konduksi neuromuskular terganggu. Jumlah reseptor
asetilkolin berkurang yang mungkin dikarenakan cedera
autoimun. Pada klien dengan Miastenia gravis, secara
makroskopis otot-ototnya tampak normal. Jika ada atrofi,
maka itu disebabkan karena otot tidak digunakan. Secara
mikroskopis beberapa kasus dapat ditemukan infiltrasi
limfosit dalam otot dan organ-organ lain, tetapi pada otot
rangka tidak dapat ditemukan kelainan yang konsisten.

MANIFESTASI KLINIS
1) Kelemahan otot mata dan wajah (hampir selalu
ditemukan)

Ptosis

Diplobia

Otot mimik
2) Kelemahan otot bulbar
Otot-otot lidah
Suara nasal, regurgitasi nasal
Kesulitan dalam mengunyah
Kelemahan rahang yang berat dapat
menyebabkan rahang terbuka
Kesulitan menelan dan aspirasi dapat terjadi
dengan cairan batuk dan tercekik saat minum

Otot-otot leher

Otot-otot fleksor leher lebih terpengaruh


daripada otot-otot ekstensor
3)
4)

Kelemahan otot anggota gerak


Kelemahan otot pernafasan

Kelemahan otot interkostal dan


diaphragma menyebabkan retensi CO2
hipoventilasi menyebabkan kedaruratan
neuromuscular
Kelemahan otot faring dapat
menyebabkan gagal saluran nafas atas

KLASIFIKASI

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1)

Laboratorium

Anti-acetylcholine receptor antibody

85% pada miastenia umum

60% pada pasien dengan miastenia okuler

Anti-striated muscle

Pada 84% pasien dengan timoma dengan usia kurang dari 40


tahun

Interleukin-2 receptor

Meningkat pada MG

Peningkatan berhubungan dengan progresifitas penyakit

2)

Imaging

X-ray thoraks

Foto

polos

posisi

mengidentifikasi

AP

dan

timoma

Lateral
sebagai

dapat
massa

mediatinum anterior
CT scan thoraks

Identifikasi timoma

MRI otak dan orbita

Menyingkirkan

penyebab

lain

defisit

Craniales, tidak digunakan secara rutin.

Nn.

3)

Pemeriksaan klinis

Menatap tanpa kedip pada suatu benda yang terletak diatas bidang
kedua mata selama 30 dettk, akan terjadi ptosis
Melirik ke samping terus menerus akan terjadi diplopia
Menghitung atau membaca keras2 selama 3 menit akan terjadi
kelemahan pita suara apabila suara hilang
Tes untuk otot leher dengan mengangkat kepala selama 1 menit dalam
posisi berbaring
Tes exercise untuk otot ekstremitas, dengn mempertahankan posisi
saat mengangkat kaki dengan sudut 45 pada posisi tidur telentang 3
menit, atau duduk-berdiri 20-30 kali. Jalan diatas tumit atau jari 30
langkah, tes tidur-bangkit 5-10 kali

PENANGANAN
Periode istirahat yang sering selama siang hari menghemat kekuatan.
Obat antikolinesterase diberikan untuk memperpanjang waktu paruh asetilkolin di
taut neuro moskular. Obat harus diberikan sesuai jadwal seetiap hari untuk mencegah
keletihan dan kolaps otot.
Obat anti inflamasi digunakan untuk membatasi serangan autoimun.
Krisis miastenik dapat diatasi dengan obat tambahan,dan bantuan pernapasan jika
perlu.
Krisis kolinergik diatasi dengan atropin (penyekat asetilkolin) dan bantuan
pernapasan,sampai gejala hilang. Terapi antikolinesisterase ditunda sampaikadar
toksik obatb diatasi.
Krisis miastenia dan krisis kolinergik terjadi dengan cara yang sama,namun diatasi
secara berbeda. Pemberian tensilon dilakukan untuk membedakan dua gangguan
tersebut.

KOMPLIKASI
1.

Gagal nafas

2.

Disfagia

3.

Krisis miastenik

4.

Krisis cholinergic

5.

Komplikasi sekunder dari terapi obat


Penggunaan steroid yang lama:
Osteoporosis, katarak, hiperglikem
Gastritis, penyakit peptic ulcer
Pneumocystis carinii

PROGNOSIS
Pada anak, prognosis sangat bervariasi tetapi relatif lebih baik
dari pada orang dewasa. Dalam perjalanan penyakit, semua otot
serat lintang dapat diserang, terutama otot-otot tubuh bagian
atas, 10% Miastenia gravis tetap terbatas pada otot-otot mata,
20% mengalami insufisiensi pernapasan yang dapat fatal,
10%,cepat atau lambat akan mengalami atrofi otot. Progresi
penyakit lambat, mencapai puncak sesudah 3-5 tahun, kemudian
berangsur-angsur baik dalam 15-20 tahun dan 20% antaranya
mengalami remisi. Remisi spontan pada awal penyakit terjadi
pada 10% Miastenia gravis.

KONSEP ASUHAN
KEPERAWATAN

PENGKAJIAN
1.

Identitas klien yang meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin,


dann status

2. Keluhan utama: kelemahan otot


3. Riwayat kesehatan: diagnosa miastenia gravis didasarkan pada
riwayat dan presentasi klinis. Riwayat kelemahan otot setelah
aktivitas dan pemulihan kekuatan parsial setelah istirahat
sangatlah menunjukkan miastenia gravis, pasien mungkin
mengeluh kelemahan setelah melakukan pekerjaan fisik yang
sederhana. Riwayat ada jatuhnya kelopak mata pada pandangan
atas dapat menjadi signifikan, juga bukti tentang kelemahan otot.

4. Pemeriksaan fisik:

B1(breathing) : dispnea, resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan


akut, kelemahan otot diafragma

B2(bleeding) : hipotensi / hipertensi, takikardi / bradikardi

B3(brain) : kelemahan otot ekstraokular yang menyebabkan palsi


okular, jatuhnya mata atau dipoblia

B4(bladder)

: menurunkan fungsi kandung kemih, retensi urine,

hilangnya sensasi saat berkemih

B5(bowel) : kesulitan mengunyah-menelan, disfagia, dan peristaltik


usus turun, hipersalivasi, hipersekresi

B6(bone) : gangguan aktifitas / mobilitas fisik,kelemahan otot yang


berlebih

DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan
dengan kelemahan otot pernafasan
2. Gangguan persepsi sensori bd ptosis, dipoblia
3. Resiko

tinggi

cedera

penglihatan tidak optimal

bd

fungsi

indra

INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan
dengan kelemahan otot pernafasan
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam setelah
diberikan intervensi pola pernapasan klien
kembali efektif
Kriteria hasil:
Irama, frekuensi dan kedalaman
pernapasan dalam batas normal
Bunyi nafas terdengar jelas
Respirator terpasang dengan optimal

2. Gangguan persepsi sensori bd ptosis,dipoblia


Tujuan: Meningkatnya persepsi sensorik
secara optimal.
Kriteria hasil:
Adanya perubahan kemampuan yang
nyata
Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat,
orang

3. Resiko tinggi cedera bd fungsi indra penglihatan


yang tidak optimal
Tujuan: Menyatakan pemahaman terhadap faktor
yang terlibat dalam kemungkinan cedera.
Kriteria hasil:

Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup


untuk

menurunkan

faktor

resiko

dan

melindungi diri dari cedera.

Mengubah lingkungan sesuai dengan indikasi


untuk meningkatkan keamanan

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi

keperawatan

keperawatan

merupakan

atau

tindakan

tindakan

yang

dilakukan sesuai dengan intervensi atau rencana


tindakan

yang

Pelaksanaan

sudah

dibuat

implementasi

sebelumnya.

dapat

tindakan mandiri maupun kolaboratif.

berupa

EVALUASI KEPERAWATAN
Dalam waktu 1x24 jam setelah diberikan intervensi,pola pernafasan
klien kembali efektif .
Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.
Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan
faktor resiko dan melindungi diri dari cedera.
Klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi,
mampu

mengekspresikan

perasaannya,

mampu menggunakan

bahasa isyarat
Klien mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang
terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi.

TERIMAKASIH

PERTANYAAN
1. NANDA YUDIP : apakah penderita MG harus
mengkonsumsi mastenion dan kortikosteroid?
2. FIRMAN : apakah penderita MG dapat sembuh total?
Apakah penanganan yang tepat?
3. EKKY : apakah pada peny. MG ada gejala awal yang
timbul?
4. RIA : apakah yang dimaksud dengan ptosis, diplobia,
dan otot mimik? Dan bagaimana bisa terjadi tsb?

JAWABAN PERTANYAAN
1. apakah penderita MG harus mengkonsumsi
mastenion dan kortikosteroid?
Harus, karena obat tersebut dapat memperbaiki
neuromuscular motoric dan dapat berhenti jika
sudah sembuh

2. FIRMAN : apakah penderita MG dapat sembuh


total? Apakah penanganan yang tepat?
MG tidak dapat sembuh 100%. Pengobatan hanya
akan membantu pasien untuk bebas dari gejala
dalam periode yang lama. Untuk pengobatan
tergantung tingkat keparahan, usia pasien, dan
derajat
gangguan

kelemahan
pada

atau

mata

gangguannya.

pasien

sudah

Jika
parah,

dibutuhkan penanganan khusus untuk indikasi


operasi mata.

3. EKKY : apakah pada peny. MG ada gejala awal yang timbul?


GEJALA AWAL :
kelemahan otot, yang paling sering adalah otot mata, otot wajah, dan otot
yang mengendalikan proses menelan.
GEJALA LANJUTAN :
Salah satu atau kedua kelopak mata penderita yang turun
Penglihatan ganda atau kabur
Perubahan kualitas suara, misalnya menjadi sengau atau pelan
Sulit menelan dan mengunyah, akan menyebabkan penderita mudah
tersedak
Sulit bernafas, terutama pada saat aktivitas atau berbaring
Ekspresi wajah yang terbatas misalnya sulit tersenyum
Melemahnya otot tangan kaki dan leher

4. RIA : apakah yang dimaksud dengan ptosis, diplobia, dan otot


mimik? Dan bagaimana bisa terjadi tsb?
Ptosis : turunnya kelopak mata bagian atas (menggantung).
Terjadi karena lemahnya otot levator palpebra.
Diplobia : melihat dua tampilan dari satu objek.

Otot mimic : otot wajah atau otot ekspresi wajah.

terjadi karena kelemahan otot yang mengakibatkan otot kelopak


mata dan gerakan bola mata yang lebih terserang dahulu, sehingga
pada kejadian tersebut menyebabkan hal hal diatas terjadi pada
penyakit MG.

Vous aimerez peut-être aussi