Vous êtes sur la page 1sur 22

ASKEP TRAUMA MEDULLA

SPINALIS
DISUSUN OLEH KELOMPOK 4 :
EKA PUTRI WULANDARI
NOVIYANTI DYAH
HESTININGTYAS
RAHMAH MAULIDAH

PENGERTIAN
Medulla Spinalis merupakan bagian
susunan saraf pusat yang terletak di dalam
kanalis vertebralis dan menjulur dari
foramen magnum ke bagian atas region
lumbalis.
Trauma pada medulla spinalis dapat
bervariasi dari trauma ekstensi fiksasi
ringan yang terjadi akibat benturan secara
mendadak sampai yang menyebabkan
transeksi lengkap dari medulla spinalis
dengan quadriplegia.

ETIOLOGI
1. Kecelakaan di jalan raya (penyebab paling sering).
2. Olahraga.
3. Menyelam pada air dangkal.
4. Luka tembak atau luka tikam.
5. Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera
medulla spinalis seperti
spondiliosis servikal
dengan mielopati yang menghasilkan saluran
sempit dan mengakibatkan cedera progresif
terhadap medulla spinalis dan akar;mielitis akibat
proses inflamasi infeksi maupun non infeksi;
osteoporosis yang disebabkan oleh fraktur
kompresi pada vertebra; siringmielia; tumor
infiltrasi maupun kompresi dan penyakit menular.

PATOFISIOLOGI
Cedera medula spinalis kebanyakan terjadi sebagai
akibat cedera pada vertebra. Medula spinalis yang
mengalami cidera biasanya berhubungan dengan
akselerasi,
deselerasi
atau
kelainan
yang
diakibatkan oleh berbagai tekanan yang mengenai
tulang belakang. Tekanan cidera pada medula
spinalis mengalami kompresi, tertarik atau
merobek
jaringan.
Lokasi
cidera
umumnya
mengenai C1,C2,C4,C6, dan T11 atau L2.
Fleksi-rotasi, dislokasi, dislokasi fraktur, umumnya
mengenai servikal pada C5 dan C6. Jika mengenai
spina torakolumbar, terjadi pada T12-L1.

GEJALA KLINIS
1. Pasien biasanya mengeluh nyeri akut pada
belakang leher yang menyebar sepanjang saraf
yang terkena.
2. Pasien biasanya mengatakan takut leher atau
tulang punggungnya patah.
3. Pada beberapa tingkat cedera yang terjadi
biasanya mengalami paralisis sensori dan
motorik total.
4. Kehilangan kontrol kandung kemih dan usus
besar.
5. Biasanya terjadi retensi urine, dan distensi
kandung kemih, penurunan keringat dan tonus
vasomotor, penurunan tekanan darah diawali
dengan vaskuler perifer.
6. Penurunan fungsi pernafasan sampai pada

KLASIFIKASI
1. CEDERA TULANG

2. CEDERA
NEUROLOGIS

A.STABIL
B.TIDAK STABIL

A. Tanpa defisit neurologis.


B. Disertai defisit neorologis

PENATALAKSANAAN
1.
2.
3.
4.

Terapi
Operasi lebih awal
Fiksasi internal elektif
Terapi steroid, nomidipin atau
dopamin
5. Penilain keadaan neurologis setiap
jam
6. Mempertahankan perfusi jaringan
yang adekuat, fungsi ventilasi dan
melacak keadaan dekompensasi.

7. Pengelolaan cedera stabil tanpa defisit


neurologis seperti angulasi atau baji dari
badan ruas tulang belakang, fraktur
proses transversus, spinosus dan lainnya.
8. Cedera tak stabil disertai defisit
neurologis.
Bila
terjadi
pergeseran,
fraktur memerlukan reabduksi dan posisi
yang sudah baik harus dipertahankan.
A. Metode reabduksi
b. Metode immobilisasi

PENGELOLAAN CEDERA
1. Pengelolaan hemodinamik
Bila
terjadi
hipotensi,
cari
sumber
pendarahan dan atasi syok neurogenik
akibat hilangnya aliran adregenik dari
sistem saraf simpatis pada jantung dan
vaskuler perifer setelah cedera di atas
tingkat T6.
Pada fase akut setelah cedera, dipasang
beberapa jalur intravena perifer dan
pengamatan tekanan darah melalui jalur
arteri dipasang, dan resusitasi cairan
dimulai.
Bila hipotensi tak bereaksi atas cairan dan

2. Pengelolaan sistem pernapasan


Ganti posisi tubuh berulang.
Pernapasan dalam.
Spirometri intensif.
Pernapasan
bertekanan
(+)
yang
berkesinambungan dengan masker adalah cara
mempertahankan
ekspansi
paru
kapasitas
residual fungsional.
Klien yang mengalami gangguan fungsi ventilasi
dilakukan trakeostomi.
3. Pengelolaan nutrisional dan sistem
pencernaan
Lakukan pemeriksaan CT-Scan berhubungan
dengan omen atau lavasi peritoneal bila diduga
ada pendarahan atau cedera berhubungan
dengan ominal.
Bila ada ileus lakukan pengisapan (suction)

4. Pengelolaan gangguan koagulasi


Untuk mencegah terjadinya trombosis vena dan emboli paru beri
heparin dosis minimal (500 untuk subkutan, 2-3 x sehari).
Ranjang yang berosilasi.
Ekspansi volume.
5. Pengelolaan genitourinaria
Pasang kateter Dower (Dower catheter-DC).
Amati urine output (UO).
6. Pengelolaan ulkus dekubitus
Untuk cegah tekanan langsung pada kulit, kurang
berfungsi jaringan, dan kurangnya mobilitas,
gunakan busa penyangga tonjolan tulang.
Putar atau ganti posisi tubuh berulang.
Perawatan kulit yang baik.
Gunakan ranjang berosilasi.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


TRAUMA MEDULLA SPINALIS

PENGKAJIAN
1. Aktivitas dan istirahat
Tanda :
Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok
spinal) pada bawah lesi.
Kelemahan umum atau kelemahan otot (trauma dan
adanya kompresi saraf).

2. Sirkulasi
Gejala : berdebar-debar, pusing saat melakukan
perubahan posisi.
Tanda :
- Hipotensi, hipotensi postural, bradikardia,
ekstremitas dingin dan pucat.
- Hilangnya keringat pada daerah yang terkena.

3. Eliminasi
Tanda :
Inkontinensia defekasi dan berkemih.
Retensi urine.
Distensi berhubungan dengan omen,
peristaltik usus hilang.
Melena, emesis berwarna seperti kopi,
tanah (hematemesis).
4. Integritas ego
Gejala : menyangkal, tidak percaya, sedih,
marah.
Tanda : takut, cemas, gelisah, menarik diri.
5. Higiene
Tanda : sangat ketergantungan dalam

6. Neurosensorik
Gejala :
Kebas, kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki.
Paralisis flaksida atau spastisitas dapat terjadi saat syok
spinal teratasi, bergantung pada area spinal yang sakit.
Tanda :
Kelumpuhan, kesemutan (kejang dapat berkembang
saat terjadi perubahan pada syok spinal).
Kehilangan tonus otot atau vasomotor.
Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnua keringat dari
berbagai tubuh yang terkena karena pengaruh trauma
spinalis.
7. Nyeri atau kenyamanan
Gejala :
Nyeri atau nyeri tekan otot.
Hiperestesia tepat di atas daerah trauma.
Tanda :
Mengalami deformitas.
Postur dan nyeri tekan vertebral.

8. Pernapasan
Gejala : napas pendek, kekurangan oksigen, sulit bernapas.
Tanda : pernapasan dangkal atau labored, periode apnea,
penurunan bunyi napas, ronkhi, pucat, sianosis.
9. Keamanan
Gejala : suhu yang berfluktuasi (suhu tubuh diambil dalam
suhu kamar).
10. Seksualitas
Gejala : keinginan untuk kembali berfungsi normal.
Tanda : ereksi tidak terkendali (pripisme), menstruasi tidak
teratur.
11. Penyuluhan atau pembelajaran
Rencana pemulangan :

Klien akan memerlukan bantuan dalam transportasi,


berbelanja, menyiapkan makanan, perawatan diri,
keuangan, pengobatan atau terapi tugas sehari-hari di
rumah.

Klien akan membutuhkan perubahan susunan


rumah, penempatan alat di tempat rehabilitasi .

DIAGNOSA KEP
1. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan
kerusakan-kerusakan tulang punggung, disfungsi
neurovaskuler, kerusakan sistem muskuloskeletal. Ditandai
dengan :
DO
: Klien atau keluarga mengatakan adanya kesulitan
bernapas
DS :
Penurunan tekanan alat inspirasi dan respirasi
Penurunan menit ventilasi.
Pemakaian otot pernapasan.
Pernapasan cuping hidung.
Dispnea.
Orthopnea.
Pernapasan lewat mulut.
Frekuensi dan kedalaman pernapasan abnormal.

2.

Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan


gangguan neurovaskular. Ditandai dengan :
DS : klien atau keluarga mengatakan adanya kesulitan
bergerak.
DO :
Kelemahan, parestesia.
Paralisis.
Kerusakan koordinasi.
Keterbatasan rentang gerak.
Penurunan kekuatan otot.
3. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan
gangguan sirkulasi serebral.
DS : klien atau keluarga mengatakan adanya kesulitan
berkomunikasi.
DO :
Disartria.
Afasia.
Kata-kata tidak dimengerti.
Tidak mampu memahami bahasa lisan dan tulisan.

4. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan paralisis.


Ditandai dengan:
DS : klien bedrest
DO :
Perubahan tanda vital.
Penurunan tingkat kesadaran.
Gangguan anggota gerak.
5. Resiko penurunan curah jantung yang berhubungan dengan
kerusakan jaringan otak. Ditandai dengan :
DS : klien dan keluarga mengatakan klien mengalami
kebingungan.
DO :
Penurunan tingkat kesadaran (bingung, letergi, stupor, koma).
Perubahan tanda vital.
Mungkin terdapat pendarahan pada otak.
Papiledema.
Nyeri kepala yang hebat.

6. Risiko cedera jatuh yang berhubungan dengan paralisis.


Ditandai dengan :
DS : klien atau keluarga mengatakan adanya kelumpuhan
anggota gerak.
DO :
Hemiplegia.
Hemiparesis.
Tetraparesis.
Quadraplegia.
Klien memakai alat bantu.
Berjalan lamban.
7. Risiko aspirasi yang berhubungan dengan kehilangan
kemampuan menelan. Ditandai dengan :
DS : klien dan keluarga mengatakan adanya kesulitan
menelan makanan.
DO :
batuk saat menelan.
Dispnea.

8. Gangguan pemenuhan nutrisi dari


kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan akibat
sekunder dari paralisis. Ditandai dengan :
DS : klien dan keluarga mengatakan
adanya kesulian menelan makanan.
DO :
Klien menunjukkan ketidakadekuatan nutrisi.
Terjadi penurunan berat badan 20% atau lebih
dari berat badan ideal.
Konjungtiva anemis.
HB abnormal, sulit membuka mulut.
Sulit menelan.
Lidah sulit digerakkan.

Vous aimerez peut-être aussi