Vous êtes sur la page 1sur 27

ASMA BRONKIAL

Definisi Asma Bronkial

Asma bronchial merupakan penyakit inflamasi kronik dimana ukuran


diameter jalan nafas menyempit secara kronik akibat edema dan tidak
stabil. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif
(hipereaktifitas) jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang
berupa mengi dan sesak napas akibat bronkospasme, dada terasa berat
dan batuk-batuk terutama pada malam dan dini hari. Episodik tersebut
berkaitan dengan sumbatan saluran napas yang luas, bervariasi dan
seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
Asma dapat dibagi dalam 2 kategori berdasarkan factor pencetus
serangan akut. Bila serangan akut mempunyai dasar alergi disebut
dengan asma ekstrinsik atau alergik, namun bila tidak ada dasar alergi
yang jelas disebut dengan asma intrinsik atau adiopatik dimana flu
biasa, latihan fisik atau emosi dapat memicu serangan.

Pada serangan asma akut, laju pernafasan sangat cepat


dan disertai dengan takikardia. Bila pasien masih dapat
berbicara hampir sempurna menandakan serangan
ringan, bila bicara terbata-bata menandakan serangan
sedang dan bila pasien sulit untuk berbicara
menandakan pasien mengalami serangan asma akut
berat.

Etiologi

Sampai saat ini etiologi dari asma bronchial belum


diketahui. Berbagai teori sudah diajukan, akan tetapi
yang paling disepakati adalah adanya gangguan
parasimpatis (hiperaktivitas saraf kolinergik), gangguan
Simpatis (blok pada reseptor beta adrenergic dan
hiperaktifitas reseptor alfa adrenergik).
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi
dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial.

Faktor predisposisi
Genetik. Dimana yang diturunkan
adalah bakat alerginya, meskipun
belum diketahui bagaimana cara
penurunannya yang jelas. Penderita
dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga
menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita
sangat mudah terkena penyakit
asma bronkhial jika terpapar dengan
foktor
pencetus.
Selain
itu
hipersentifisitas
saluran
pernafasannya juga bisa diturunkan.

Faktor presipitasi
Alergen, dimana alergen dapat
dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
Inhalan,
yang
masuk
melalui
saluran pernapasan (debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora
jamur, bakteri dan polusi).
Ingestan, yang masuk melalui
mulut (makanan dan obat-obatan).
Kontaktan, yang masuk melalui
kontak dengan kulit (perhiasan,
logam dan jam tangan)

Perubahan cuaca
Cuaca
lembab
dan
hawa
pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir
yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan
dengan
musim,
seperti musim hujan, musim
kemarau, musim bunga. Hal ini
berhubungan dengan arah angin
serbuk bunga dan debu.

Stress
Stress/gangguan
emosi
dapat
menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat
serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma yang timbul
harus segera diobati penderita asma
yang mengalami stress/gangguan
emosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya.
Karena jika stressnya belum diatasi
maka gejala asmanya belum bisa
diobati.

Lingkungan kerja
Mempunyai
hubungan
langsung
dengan
sebab
terjadinya serangan asma. Hal
ini berkaitan dengan dimana
dia bekerja. Misalnya orang
yang bekerja di laboratorium
hewan, industri tekstil, pabrik
asbes, polisi lalu lintas. Gejala
ini membaik pada waktu libur
atau cuti.

Olahraga/ aktifitas jasmani


yang berat
Sebagian besar penderita
asma akan mendapat serangan
jika melakukan aktifitas
jasmani atau olahraga yang
berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma.
Serangan asma karena aktifitas
biasanya terjadi segera setelah
selesai aktifitas tersebu

Klasifikasi Asma Bronkial

Klasifikasi Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3


tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik) Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic
dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu
predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus
spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik) Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap
pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga
disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi
lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi
bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik
dari bentuk alergik dan non-alergik.

Patofisiologi

Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos
bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah
hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi
yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut :
seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah
antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan
reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya.
Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada
interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil.
Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut
meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast
dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya
histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient),
faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktorfaktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil
maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot
polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi

Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama


ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan
dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar
bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka
sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang
menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada
penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik
dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini
menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume
residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma
akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini
bisa menyebabkan barrel chest.

Faktor Resiko Asma

Jenis kelamin dimana prevalensi laki-laki lebih


tinggi dari pada perempuan
Usia
Umumnya gejala asma pertama kali timbul pada
usia muda.
Lingkungan
Beberapa alergen yang dapat meningkatkan
resiko menderita asma seperti bulu binatang
peliharaan, debu rumah, asap rokok, jamur,
kecoak.
Ras
Prevalensi asma dan kejadian serangan asma
pada ras kulit hitam lebih tinggi dari pada kulit
putih
Infeksi saluran pernafasan
Merupakan faktor resiko untuk terjadinya mengi,
sedangkan infeksi virus berulang yang tidak
menyebabkan infeksi saluran pernafasan bagian
bawah yang dapat memberikan proteksi terhadap
asma.

Manifestasi Klinik

Gejala yang timbul biasanya


berhubungan dengan beratnya
derajat hiperaktifitas bronkus.
Obstruksi jalan nafas dapat
reversibel secara spontan maupun
dengan pengobatan. Gejala
berubah paroksimal yaitu
membaik pada siang hari dan
memburuk pada malam hari.
Gejala- gejala asma antara lain :
Bising mengi (wheezing) yang
terdengar dengan atau tanpa
stetoskop
Batuk produktif, sering pada
malam hari
Nafas atau dada seperti tertekan

Penampilan klinik
Pasien khas mempunyai riwayat bising
pernafasan, batuk-batuk, tidak dapat bernafas
dan perasaan ketat pada dada. Keparahannya
berfariasi
dari
keluhan-keluhan
ringan
intermiten yang tidak memerlukan terapi
hingga keluhan-keluhan gangguan pernafasan
terus menerus yang menyebabkan pasien
tidak berdaya meskipun telah diberikan terapi
intensif.
b. Pemeriksaan fungsi paru
Sering kali normal dalam masa remisi. Selama
masa serangan akut dan kadang-kadang ketika
tidak ada simptom. Volume ekspirasi paksa
dalam satu detik (FEV1) berkurang dan juga
kapasitas vital paksa (FVC) mengalami
penurunan yang secara proporsional lebih kecil
sehingga perbandingan FEV1 terhadap FVC
menjadi berkurang (< 0,75)
A.

c.

Pemeriksaan keparahan serangan


asma
Penatalaksanaan yang baik terhadap
pasien
sangat
ditentukan
oleh
pemeriksaan keparahan serangan asma
d. Pemeriksaan fisik
Serangan yang parah dicurigai dari
adanya kegawatan respirasi pada waktu
istirahat, kesulitan mengucap kalimat,
diaphoresis, atau penggunaan otot-otot
pernafasan
tambahan.
Kecepatan
respirasi lebih besar dari 30 kali/menit,
nadi berdenyut lebih cepat dari 120
kali/menit atau pulsus paradoxus yang
lebih besar dari 18 mmHg menunjukkan
serangan
berat
yang
berbahaya.
Intensitas bising pernafasan bukan
merupakan
indikator
yang
dapat
diandakan.

Diagnosa Asma berdasarkan

Pemeriksaan

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum pada penderita
asma akan didapati :
Kristal-kristal charcot leyden yang
merupakan degranulasi dari kristal
eosinopil.
Spiral curshmann, yakni yang
merupakan cast cell (sel cetakan)
dari cabang bronkus.
Creole yang merupakan fragmen dari
epitel bronkus.
Netrofil dan eosinopil yang terdapat
pada sputum, umumnya bersifat
mukoid dengan viskositas yang tinggi
dan kadang terdapat mucus plug.

Pemeriksaan darah
Analisa gas darah pada umumnya
normal akan tetapi dapat pula
terjadi hipoksemia, hiperkapnia,
atau asidosis.
Kadang pada darah terdapat
peningkatan dari SGOT dan LDH.
Hiponatremia dan kadar leukosit
kadang-kadang di atas
15.000/mm3 dimana menandakan
terdapatnya suatu infeksi.
Pada pemeriksaan faktor-faktor
alergi terjadi peningkatan dari Ig E
pada waktu serangan dan
menurun pada waktu bebas dari
serangan

Elektrokardiografi
Pemeriksaan Penunjang
Gambaran elektrokardiografi

Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma
pada umumnya normal. Pada waktu
serangan menunjukan gambaran
hiperinflasi pada paru-paru yakni
radiolusen yang bertambah dan
peleburan
rongga
intercostalis,
serta diafragma yang menurun.
Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor
alergi dengan berbagai alergen
yang dapat menimbulkan reaksi
yang
positif
pada
asma.
Pemeriksaan
menggunakan
tes
tempel.

yang terjadi
selama serangan dapat dibagi menjadi 3
bagian, dan disesuaikan dengan gambaran
yang terjadi pada empisema paru yaitu :
Perubahan aksis jantung, yakni pada
umumnya terjadi right axis deviasi dan
clockwise rotation.
Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot
jantung, yakni terdapatnya RBB (Right
bundle branch block).
Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya
sinus tachycardia, SVES, dan VES atau
terjadinya depresi segmen ST negative.
Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan
napas reversible, cara yang paling cepat dan
sederhana diagnosis asma adalah melihat
respon pengobatan dengan bronkodilator.

Komplikasi

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :


Status asmatikus
Atelektasis
Hipoksemia
Pneumothoraks
Emfisema
Deformitas thoraks
Gagal nafas

Penatalaksanaan pada Asma


Bronkial

Penatalaksanaan Prinsip umum pengobatan asma


bronchial adalah : 1. Menghilangkan obstruksi jalan
nafas dengan segara.
2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat
mencetuskan serangan asma
3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun
keluarganya mengenai penyakit asma, baik
pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya
sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang
diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat
yang merawatnnya.

Terapi Non Farmakologi Asma


Bronkial

Edukasi pasien
Pengukuran peak flow meter: perlu dilakukan pada pasien dengan
asma sedang sampai berat. Pengukuran ini untuk menentukan arus
puncak ekspirasi (APE).
Identifikasi dan mengendalikan factor pencetus
Pemberian oksigen
Control secara teratur
Pola hidup sehat: penghentian merokok, menghindari kegemukan,
kegiatan fisik seperti senam asma.
Memberikan penyuluhan
Pemberian cairan
Fisiotherapy

Terapi Farmakologi
Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :
a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat :
Adrenalin (Epinefrin) injeksi. Dosis dewasa : 0,2-0,5 cc dalam larutan 1:1.000 injeksi
subcutan. Dosis bayi dan anak : 0,01 cc/kg BB, dosis maksimal 0,25 cc.
Efedrin, berupa tablet 25 mg diberikan peroral.
Salbutamol, berupa tablet kemasan 2 mg dan 4 mg. Dosis : 3-4 X 0,05-0,1 mg/kg
BB.

Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan


dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang
berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler)
atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat
khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk
selanjutnya dihirup.

Mekanisme Kerja

Menstimulan reseptor -adrenergik yang mengakibatkan


terjadinya vasokontriksi, dekongestan nasal dan
peningkatan tekanan darah.
Menstimulan reseptor 1-adrenergik sehingga terjadi
peningkatan kontraksi dan irama jantung.
Menstimulan reseptor 2-adrenegrik yang menyebabkan
bronkodilatasi, peningkatan klirens mukosilari, stabilitasi
sel mast dan menstimulan otot skelet.

Santin (teofilin)
Nama obat :

Teofilin.

Dosis : 16-20 mg/kg BB/hari oral atau IV.


Aminofilin, berupa tablet 200 mg dan injeksi 240 mg/ampul. Dosis intravena: 5-6
mg/kg BB diberikan pelan-pelan. Dapat diulang 6-8 jam kemudian , bila tidak ada
perbaikan. Dosis : 3-4 X 3-5 mg/kg BB

Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara
kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling
memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai
pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke
pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau
sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang
mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin
ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke
dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak
dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).

b) Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan
obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah
untuk penderita asma alergi terutama anakanak.
Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat
anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat
setelah pemakaian satu bulan. Mekanisme kerjanya
Menghambat pelepasan mediator dan Menekan
hiperaktivitas bronkus.
c) Kortikosteroid.
Obat-obat kortikosteroid sistemik mengurangi
obstruksi jalan nafas dengan cara mengurangi
inflamsi. Tidak ada efek yang cukup berarti dari segi
klinis selama 4-6 jam pemberian terapi, kecuali
pada serangan yang ringan, steroid hendaknya
diberikan bila tidak terjadi perbaikan yang cukup
dalam satu jam pertama terapi intensif dengan
bronkodilator. Dianjurkan pemberian metylprednison
0,5-1 mg/kg IV setiap 6 jam.

d) Ekspektoran.
Adanya mukus kental dan berlebihan
(hipersekresi)
di
dalam
saluran
pernafasan menjadi salah satu pemberat
serangan asma, oleh karenanya harus
diencerkan dan dikeluarkan.
e) Ketolifen Mempunyai efek pencegahan
terhadap
asma
seperti
kromalin.
Biasanya diberikan dengan dosis dua kali
1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah
dapat diberika secara oral.
f) Antibiotik
Hanya diberikan jika serangan asma
dicetuskan atau disertai oleh rangsangan
infeksi saluran pernafasan, yang ditandai
dengan suhu yang meninggi.

Pengkajian

Riwayat kesehatan yang lalu:


Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru
sebelumnya.
Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor
lingkungan.
Kaji riwayat pekerjaan pasien.
Aktivitas
Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan
melakukan aktivitas sehari-hari.
Tidur dalam posisi duduk tinggi.

Pernapasan
Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau
latihan.
Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat
tidur.
Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan
bahu, melebarkan hidung.
Adanya bunyi napas mengi.
Adanya batuk berulang.
Sirkulasi
Adanya peningkatan tekanan darah.
Adanya peningkatan frekuensi jantung.
Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
Kemerahan atau berkeringat.

Integritas ego
Ansietas
Ketakutan
Peka rangsangan
Gelisah
Asupan nutrisi
Ketidakmampuan untuk makan karena distress
pernapasan.
Penurunan berat badan karena anoreksia.

Hubungan sosial
Keterbatasan mobilitas fisik.
Susah bicara atau bicara terbata-bata.
Adanya ketergantungan pada orang lain.
Seksualitas
Penurunan libido

Terima Kasih

Vous aimerez peut-être aussi