Vous êtes sur la page 1sur 26

Angiofibroma

Nasofaring
Oleh :
Adietya Bima Prakasa
Septina Ashariani
Silvi Qiroatul Aini

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROKAN
RUMAH SAKIT UMUM AHMAD YANI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

2016

Angiofibroma
Nasofaring

Suatu tumor jinak nasofaring

Histologi jinak

Klinis bersifat ganas mendestruksi tulang


dan meluas ke jaringan sekitarnya, serta
sangat mudah berdarah yang sulit
dihentikan.

Insiden
Angiofibroma nasofaring Paling sering ditemukan
pada anak atau remaja laki-laki prepubertas, pada
rentang usia 7 sampai 21 tahun dengan insidens
terbanyak antara usia 14-18 tahun. Itulah sebabnya
tumor ini disebut juga angiofibroma nasofaring belia
(Juvenile nasopharyngeal angiofibroma)
Insiden dari angiofibroma relatif jarang ditemukan
dan diperkirakan hanya 0,05% dari seluruh tumor
kepala dan leher. Insiden angiofirboma nasofaring
diperkirakan antara 1 : 5.000-60.000 pada pasien THT
di dunia

Walapun secara hitologis jinak,


namun secara klinis bersifat
seperti tumor ganas karena
mempunyai kemampuan
mendekstruksi tulang dan meluas
ke jaringan sekitarnya.
Setelah mengisi nasofaring, tumor
ini meluas ke dalam sinus
paranasal, rahang atas, pipi dan
orbita serta dapat meluas ke intra
kranial setelah mengerosi dasar
tengkorak
umumnya terdapat pada rentang
usia 7 sampai 21 tahun dengan
insidens terbanyak antara usia 1418 tahun (Roezin dan
Dharmabaktio, 2007).
4

Gejala klinik yang


dapat ditemukan pada
juvenile angiofibroma
nasofaring dapat
berupa hidung
tersumbat (80-90%)

epistaksis (45-60%)
yang kebanyakan
unilateral dan rekuren
, nyeri kepala (25%)
khususnya bila sudah
meluas ke sinus

Anatomi

Massa tidak teratur


Berwarna
keabuan

merah

Permukaan licin

Berbentuk nodular

Histolog
i
muda

hingga

Tidak memiliki kapsul dengan


dasar yang biasanya bertangkai
Terdiri jaringan fibrosa padat
dengan pembuluh darah yang
ukuran bervariasi. Pembuluh darah
mudah pecah dan dilapisi oleh
lapisan tunggal dari endotelium

Etiologi
Penyebab tumor ini masih belum jelas
Faktor ketidakseimbangan hormonal
dikemukakan sebagai penyebabnya.
Terdapat bukti peningkatan reseptor
androgen dan regresi tumor setelah terapi
anti-androgen

Patofisiologi

Diagnosis

Anamnesis

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan
Penunjang

Ct Scan

MRI

Angiografi
11

Anamnesis

Hidung tersumbat yang progresif

Epistaksis berulang

Obstruksi hidung
penimbunan sekret yang
purulen rhinorea kronis gangguan penciuman
Oklusi pada tuba eustachius
ketulian atau otalgia

otitis media

cephalgia hebat biasanya menunjukkan bahwa


tumor sudah meluas ke intarkranial.
Note : dipertimbangkan bilamana pasien seorang
anak laki-laki dengan riwayat sumbatan hidung yang
lama menunjukkan ke arah angiofibroma nasofaring.
12

Pemeriksaa
n Fisik

Rinoskopi anterior, didapatkan tumor


di bagian belakang rongga hidung,
fenomena palatum negatif.
Tumor sangat sulit untuk dipalpasi,
karena bila mengenai sedikit saja
dari permukaan kuku dapat terjadi
perdarahan.

13

Rinoskopi posterior

Massa konsistensi kenyal,


unilateral
Warna yang bervariasi dari
merah muda sampai keabuan
Memiliki cabang yang menembus
koana atau fossa Rosenmullers
Terlihat di nasofaring dibungkus
oleh membran mukosa berwarna
keunguan
Sedangkan bagian yang keluar ke
daerah yang berdekatan
ekstrafaringeal sering berwarna
putih atau abu-abu

Pemeriksaan
Penunjang

Pemeriksaan laboratorium
ditemukan anemia kronis
Pemeriksaan radiologi
konvensional, tanda
Holman Miller yaitu
terjadinya pendorongan
prosesus pterigoideuis
kebelakang, sehingga fisura
pterigopalatina melebar
15

Pada CT-SCAN perluasan ke


sinus sfenoid, erosi dari sayap
sfenoid yang besar, atau invasi
dari pterygomaksillaris dan
fossa infratemporal juga terlihat
CT-SCAN dengan zat
kontras perluasan massa
tumor serta destruksi tulang ke
jaringan sekitar
Pemeriksaan MRI untuk
menggambarkan dan
menjelaskan batas dari
tumor, dengan
keterlibatan intrakranial
16

Angiogr
afi

Tampak gambaran vaskuler


yang banyak (hipervaskularisasi)
Terlihat lesi vaskuler yang
terutama disuplai oleh cabang
dari arteri maxillaris interna
Saat dilakukan angiografi,
kadang-kadang dilakukan juga
embolisasi dengan tujuan terjadi
trombosis intravaskular
sehingga vaskularisasi
berkurang dan akan
mempermudah pengangkatan
tumor
17

Pemeriksaan patologi anatomi


tidak dapat dilakukan, karena biopsi
merupakan kontra indikasi, dan jika
dilakukan akan mengakibatkan
perdarahan yang massif

Klasifikasi menurut Sessions:


Stadium IA : Tumor terbatas pada
nares posterior dan/atau nasofaring

Stadium
Tumor

Klasifikasi menurut Fisch :


Stadium I
Stadium IB : Tumor yang melibatkan
: Tumor terbatas
nares posterior dan/atau nasofaring
pada kavum nasi, nasofaring
dengan perluasan ke satu sinus
tanpa destruksi tulang
paranasal
Stadium II
: Tumor yang
Stadium IIA : Perluasan lateral minimal menginvasi fossa
ke dalam fossa pterygomaksilla
pterygomaksilla, sinus
paranasal dengan destruksi
Stadium IIB : Mengisi seluruh fossa
tulang
pterygomaksilla dengan atau tanpa
Stadium III : Tumor yang
erosi tulang orbita
menginvasi fossa infra
Stadium IIIA : Mengerosi dasar
temporal, orbita dan/atau
tengkorak, perluasan intrakranial yang
daerah parasellar sampai ke
minimal
sinus kavernosus
Stadium IIIB : Tumor meluas ke
Stadium IV : Tumor yang
intrakranial dengan atau tanpa
menginvasi sinus kavernosus,
perluasan ke dalam sinus kavernosus
daerah kiasma optikum,

Diagnosis Banding
Polip angiomatosa
Ca Nasofaring

Operasi

Penatalaksanaa
n

Gold standard
Transpalatal, rinotomi lateral, midfacial degloving

Terapi radiasi
Efektif pada tumor residual atau bila operasi tidak
mungkin dilakukan

Terapi hormon
Penghambat reseptor testosteron flutamide
Laporan : mengurangi tumor stadium I dan II sampai
44%.

Embolisasi
Tumor menjadi jaringan parut dan menghentikan
perdarahan

Prognosa
Juvenile angiofibroma nasofaring merupakan tumor
dengan kekambuhan yang tinggi, rata-rata sebesar
32%, sampai setinggi 40-50% pada kasus dengan
invasi basis krani
Berbagai faktor risiko yang berkaitan dengan
berulangnya JNA adalah:
mengenai basis kranii seperti sinus sphenoid, basis
pterigoid, clivus, sinus kavernosus dan fossa anterior
Perluasan intrakranial, suplai makanan dari arteri karotid
interna, usia muda, dan ada tidaknya sisa tumor
pemeriksaan ulang sebaiknya dilakukan setiap 6 8
bulan untuk setidaknya 3 tahun setelah operasi

Rata-rata kesembuhan untuk pembedahan primer


mendekati 100% dengan reseksi lengkap dari JNA
ekstrakranial dan 70% dengan tumor intrakranial
Herman dkk seperti yang dikutip oleh Wang melaporkan 7
% angka kekambuhan pada stadium I dan II setelah
pembedahan. Wang dkk juga melaporkan angka
kekambuhan 23 % pada teknik operasi tanspalatal (Wang,
2011).

Prognosa

Kesimpulan
Juvenile nasopharyngeal angiofibroma (JNA) merupakan tumor
jinak pembuluh darah di nasofaring yang secara histologis jinak
namun secara klinis bersifat ganas karena berkemampuan
merusak tulang dan meluas ke jaringan di sekitarnya serta
menyebabkan perdarahan hebat.

Umumnya pada rentang usia 7 sampai dengan 21 tahun


dengan insidens terbanyak antara usia 14-18 tahun dan jarang
pada usia diatas 25 tahun.

Tumor ini merupakan tumor jinak nasofaring terbanyak dan


0,05% dari seluruh tumor kepala dan leher.

Etiologi tumor ini diantaranya faktor ketidak-seimbangan


hormonal.

Gejala ditemukan hidung tersumbat yang progresif dan


epitaksis berulang yang massif.
Adanya obstruksi hidung, penimbunan sekret, serta
gangguan penciuman.
Ketulian atau otalgia
cephalgia hebat biasanya menunjukkan bahwa tumor
sudah meluas ke intrakranial.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
Pemeriksaan laboratorium, Radiologi konvensional, CT-scan,
MRI, dan Angiografi yang diharapkan akan membantu dalam
menegakkan diagnosa.
Penatalaksanaan embolisasi, operasi, terapi hormonal
dan radioterapi.
Pembedahan merupakan pilihan penatalaksanaan terbaik
untuk kasus ini, namun masih sering timbul kekambuhan.

Terima Kasih

Vous aimerez peut-être aussi