Vous êtes sur la page 1sur 43

Ass Wr Wb

ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN GBS (Guillain Barre
Syndrome)

Pengertian
Kelainan dimana sistem imunitas tubuh
menyerang sarafnya sendiri, ditandai
adanya disfungsi motorik, sensorik, dan
otonom.
Acute
Inflammatory
Idiopathic
Polyneuropathy
(AIIP)
atau
Acute
Inflammatory
Demyelinating
Polyneuropathy (AIDP) adalah penyakit
susunan saraf terjadi secara akut dan
menyeluruh, terutama mengenai radiks dan
saraf tepi, kadang-kadang mengenai saraf
otak, didahului oleh infeksi.

Penyebab
Infeksi viral : Cytomegalovirus (CMV), HIV,
Measles dan Herpes Simplex Virus.
Kelainan autoimun
Bakteri : Campylobacter jejuni.
Faktor predisposisi (1 beberapaminggu) :
Peradangan saluran napas bagian atas
Vaksinasi
Diare
Kelelahan
Peradangan masa nifas
Tindakan bedah
Demam tidak terlalu tinggi

Tanda & Gejala


Sulit dideteksi
Flu, demam, headache, pegal
10 hari kemudian muncul gejala lemah.
Selang 1-4 minggu, sering muncul gejala berupa :
Paraestasia (rasa baal, kesemutan)
Otot-otot lemas (tungkai, tubuh dan wajah)
G.saraf cranialis (gerak bola mata, mimik wajah, bicara,
dll)
G pernafasan (kesulitan inspirasi)
G saraf otonom (simpatis dan para simpatis)
G frekuensi jantung
G irama jantung
G tekanan darah
G proprioseptive dan persepsi thd tubuh
Nyeri pada bagian punggung dan daerah lainnya

Patofisiologi
Sistem imun menyerang tubuhnya sendiri, dan
menyebabkan suatu penyakit (penyakit autoimun).
Sistem imun mulai menghancurkan selubung
myelin (mengelilingi akson saraf perifer, atau
bahkan akson itu sendiri).
Organisme (infeksi virus ataupun bakteri) telah
mengubah keadaan alamiah sel-sel sistem saraf,
sehingga sistem imun mengenalinya sebagai selsel asing.
Organisme tersebut kemudian menyebabkan selsel imun (limfosit) menyerang myelin.
Limfosit T & limfosit B akan memproduksi antibodi
melawan
komponen
selubung
myelin
dan
menyebabkan destruksi dari myelin.

Selubung myelin bersifat insulator dan melindungi sel-sel


saraf.
Myelin tidak membungkus akson secara utuh, namun terdapat
suatu jarak (Nodus Ranvier : daerah rentan diserang, transmisi
sinyal saraf lambat)
Terbentuk antibodi atau immunoglobulin (Ig) sebagai reaksi
terhadap adanya antigen atau partikel asing dalam tubuh
(bakteri , virus).
Antibodi bersirkulasi dalam darah ini akan mencapai myelin &
merusaknya, dengan bantuan sel-sel leukosit, sehingga terjadi
inflamasi pada saraf.
Sel-sel inflamasi ini akan mengeluarkan sekret kimiawi yang
akan mempengaruhi sel Schwan,
Dengan merusaknya, produksi myelin akan berkurang,
Jaringan saraf perifer akan hancur secara bertahap
Saraf motorik, sensorik, dan otonom akan diserang; transmisi
sinyal melambat, terblok, atau terganggu
Kelemahan otot, kesemutan, kebas, serta kesulitan melakukan
aktivitas sehari-hari.

Komplikasi
Polyneuropatia
Tetraparese
Hipokalemia
Miastenia Gravis
adhoc commite of GBS
Tick Paralysis
Kelumpuhan otot pernafasan
Dekubitus

Penatalaksanaan
ICU (darurat & ventilator)
Mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat
penyembuhan (imunoterapi)
Dapat sembuh sendiri, waktu perawatan cukup
lama dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup
tinggi sehingga pengobatan tetap diberikan &
bersifat simtomatis
Terapi :
1. Plasmaparesis / plasma exchange :
.Untuk mengeluarkan faktor autoantibodi (alat
bantu nafas sedikit, dan lama perawatan pendek).
.Pengobatan dilakukan dengan mengganti 200-250
ml plasma/kg BB dalam 7-14 hari.
.Diberikan awal gejala (minggu pertama).

2. Imunosupresan:
1) Imunoglobulin IV :
Gamma globulin intervena, dosis
maintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3
hari, lanjut 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari
sampai sembuh.
2) Obat sitotoksik:
. 6 merkaptopurin (6-MP)
. Azathioprine
. cyclophosphamid
Efek samping dari obat-obat ini adalah:
alopecia, muntah, mual dan sakit kepala.

Perawatan :
1. Perawatan umum : kandung seni
(bladder), traktus digestivus (Bowel),
pernapasan (breathing), badan dan kulit
(Body and Skin care), mata dan, mulut,
makanan (nutrition and fluid balance)
2. Ada kelumpuhan otot pernapasan harus
dirujuk/dikonsulkan kebagian anesthesia
bila PO2 menurun dan PCO2 meningkat
atau vital kapasitas < 15 x/menit.
Apakah memerlukan respirator untuk
mengetahui dengan cepat gangguan
otot pernapasan

ASKEP
A.Pengkajian
a) Identitas klien (nama, alamat, umur, jenis kelamin,
pekerjaan, dan status)
b) Keluhan utama
: bersifat umum / lokal (gagal
nafas,
melemahnya otot pernafasan, disfagia,
kelemahan otot ekstremitas atas dan bawah, dan
kelainan kardiovaskuler
c) Riwayat penyakit sekarang :
kapan, semakin
memburuknya kondisi/kelumpuhan, upaya yang
dilakukan
d) Riwayat penyakit Dahulu
Penyakit yang pernah dialami klien (ISPA, Infeksi GI,
dan tindakan bedah saraf).
e) Riwayat Psikososial (persepsi
mengenai status
emosi, kognitif, dan perilaku klien)

B. Pemeriksaan Fisik
a) B1 (Breathing)
Kesulitan bernafas atau sesak, pernafasan abdomen, apneu, menurunnya
kapasitas vital atau paru, reflek batuk turun, resiko akumulasi secret,
melemahnya otot-otot perbapasan, bunyi napas Ronchi.
b) B2 (Bleeding)
Hipotensi atau hipertensi, takikardi atau bradikardi, wajah kemerahan.
c) B3 (Brain)
Kesadaran klien Composmentis, Kesemutan, kelemahan-kelumpuhan,
ekstremitas sensasi nyeri turun, perubahan ketajaman penglihatan,
ganggua keseimbangan tubuh, afasis (kemampuan bicara turun),
fluktuasi suhu badan.
d)B4 (Bladder)
Menurunkan fungsi kandung kemih, retensi urine, hilangnya sensasi saat
berkemih.
e) B5 ( Bowel)
Mual, muntah, kesulitan menelan-mengunyah, kelemahan otot abdomen,
peristaltic usus turun, konstipasi sampai hilangnya sensasi anal.
f) B6 (Bone)
Gangguan mobilitas fisik-resiko cidera/injuri fraktur tulang, hemiplegi,
paraplegi.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan
dengan keletihan otot pernapasan
2. Penurunan curah jantung berhubungan
dengan
perubahan frekuensi, irama,
dan
kontraktilitas
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan makanan
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan gangguan neuromuskular dan
penurunan
kekuatan otot

D. Intervensi Keperawatan
Tujuan/kriteria hasil
Intervensi :
a) Mandiri, R/
b) Kolaborasi, R/

TUGAS KELOMPOK

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN


KUSTA

DEFINISI
Suatu penyakit kronis menular yang
disebabkan
oleh
infeksi
Mycobacterium leprae (M. Leprae).
Dapat menyerang kulit, mukosa
(mulut),saluran pernapasan bagian
atas, sistem retikulo endhothelial,
mata, otot tulang dan testis

ETIOLOGI
M. (leprae) merupakan basil tahan
asam
(BTA),
bersifat
obligat
intraseluler, menyerang saraf perifer,
kulit dan organ lain seperti mukosa
saluran pernapasan atas, hati, sumsum
tulang kecuali susunan saraf pusat.
Masa membelahdiri M.leprae 12 21
hari, masa tunas 40 hari 40 tahun.

EPIDEMIOLOGI
Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi
menurut sebagian ahli
adalah melalui saluran
pernapasan (inhalasi) dan kulit (kontak langsung yang
lama). Kuman mencapai permukaan kulit melalui
folikel rambut, kelenjar keringat, dan diduga juga air
susu ibu.
Timbulnya penyakit
bergantung pada beberapa
faktor : sumber penularan, kuman kusta, daya tahan,
sosial ekonomi dan iklim.
Sumber penularan : pasien kusta tipe MB (Multi
Basiler) yang belum diobati atau tidak teratur
berobat.
Bila seseorang terinfeksi M. Leprae, sebagian besar
(95%) akan sembuh sendiri, dan 5% akan menjadi
indeterminate (30% manifestasi klinik menjadi
determinate dan 70% menjadi sembuh).

PATOGENESIS
M.
leprae
masuk
dalam
tubuh,
perkembangannya
bergantung
pada
kerentanan seseorang atau sistem immunitas
seluler (cellular mediated immune) pasien.
Kalau sistem immunitas seluler tinggi,
penyakit berkembang kearah tuberkuloid dan
bila rendah berkembang kearah lepromatosa.
Penularan
melalui
kontak/sentuhan
berlangsung lama & droplet infection yaitu
penularan melalui selaput lendir pada saluran
napas.
M. leprae tidak dapat bergerak sendiri dan
tidak menghasilkan racun yang merusak kulit.

MANIFESTASI KLINIK
A. Menurut WHO, penyakit kusta (bila terdapat satu dari
tanda) :
1. Lesi kulit khas dan kehilangan sensibilitas. Lesi kulit
dapat
tunggal
ataupun
multipel,
biasanya
hipopigmentasi tetapi kadang-kadang lesi kemerahan
atau berwarna tembaga. Lesi dapat bervariasi tetapi
umumnya berupa makula, papul atau nodul.
2. BTA Positif.
Basil tahan asam dari kerokan jaringan kulit. Bila raguragu maka dianggap sebagai kasus dicurigai dan
periksa ulang setiap tiga bulan sampai ditegakan
diagnosis kusta atau penyakit lain.
Ada tiga tanda kardinal :
1) Lesi kulit yang anastesi
2) Penebalan saraf perifer
3) Ditemukan M. Leprae (bakteriologis positif)

B. Menurut Ridley dan Jopling :


1. Tipe Tuberkoloid ( TT ) :
1) Lesi ini mengenai kulit dan saraf.
2) Lesi bisa satu atau kurang, dapat berupa
makula atau plakat, batas jelas, regresi, atau,
kontrol healing ( + ).
3) Permukaan lesi bersisik dengan tepi meninggi,
bahkan hampir sama dengan psoriasis atau
tinea sirsirata. Terdapat penebalan saraf
perifer yang teraba, kelemahan otot, sedikit
rasa gatal.
4) Infiltrasi Tuberkoloid ( + ), tidak adanya kuman
merupakan tanda adanya respon imun pejamu
yang adekuat terhadap basil kusta.

2. Tipe Borderline Tuberkoloid ( BT )


1) Hampir sama dengan tipe tuberkoloid
2) Gambar
Hipopigmentasi,
kekeringan
kulit atau skauma tidak sejelas tipe TT.
3) Gangguan saraf tidak sejelas tipe TT.
Biasanya asimetris.
4) Lesi satelit ( + ), terletak dekat saraf
perifer menebal.

3. Tipe Mid Borderline ( BB )


1) Tipe paling tidak stabil, jarang dijumpai.
2) Lesi dapat berbentuk macula infiltrate.
3) Permukaan lesi dapat berkilat, batas lesi
kurang jelas, jumlah lesi melebihi tipe
BT, cenderung simetris.
4) Lesi sangat bervariasi baik ukuran
bentuk maupun distribusinya.
5) Bisa didapatkan lesi punched out, yaitu
hipopigmentasi
berbentuk
oralpada
bagian tengah dengan batas jelas yang
merupakan ciri khas tipe ini.

4. Tipe Borderline Lepromatus ( BL )


1) Secara Klinis lesi dimulai makula, awalnya
sedikit lalu menjadi cepat menyebar ke
seluruh tubuh.
2) Makula lebih jelas dan lebih bervariasi
bentuknya, beberapa nodus melekuk
bagian tengah, beberapa plag tampak
seperti punched out.
3) Tanda khas saraf berupa hilangnya
sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya
keringat dan gugurnya rambut lebih cepat
muncul
daripada
tipe
LL
dengan
penebalan saraf yang dapat teraba pada
tempat predileksi.

5. Tipe Lepromatosa ( LL )
1) Lesi sangat banyak, simetris, permukaan halus, lebih
eritoma, berkilap, batas tidak tegas atau tidak ditemuka
anestesi dan anhidrosis pada stadium dini.
2) Distribusi lesi khas : Wajah (dahi, pelipis, dagu, cuping
telinga), Badan (bagian belakang, lengan punggung
tangan, ekstensor tingkat bawah).
3) Stadium lanjutan : Penebalan kulit progresif, Cuping
telinga
menebal,Garis
muka
kasar
dan
cekung
membentuk fasies leonine, dapat disertai madarosis, iritis
dan keratitis.
4) Lebih lanjut : Deformitas hidung; Pembesaran kelenjar
limfe, orkitis atrofi, testis; Kerusakan saraf luas gejala
stocking dan glouses anestesi; Penyakit progresif, makula
dan popul baru; Timbul lesi lama terjadi plakat dan nodus.
5) Stadium lanjut : Serabut saraf perifer mengalami
degenerasi hialin/fibrosis menyebabkan anestasi dan
pengecilan tangan dan kaki.

6. Tipe Interminate ( tipe yang tidak


termasuk dalam klasifikasi Redley &
Jopling)
1) Beberapa
macula
hipopigmentasi,
sedikit sisik dan kulit sekitar normal.
2) Lokasi bagian ekstensor ekstremitas,
bokong dan muka, kadang-kadang dapat
ditemukan makula hipestesi dan sedikit
penebalan saraf.
3) Merupakan tanda interminate pada 20%80% kasus kusta

Tempat predileksi :
1. Predileksi lesi kulit
Bagian tubuh yang relatif lebih dingin misalnya muka, Hidung
(mukosa), telinga, anggota tubuh dan bagian tubuh yang terbuka.
2. Predileksi kerusakan saraf tepi
M. leprae lebih sering menyerang saraf tepi yang terletak
superfisial yang suhunya relatif dingin :
1) Nervus auricularis maknus
2) Nervus ulnaris: anastesi dan paresis / paralysis otot tangan jari V
dan sebagian jari IV
3) Nervus peroneus komunis :kaki simper (drop foot)
4) Nervus medianus :anastesi dan paresis paralysis otot tangan jari I,
II, III dan sebagian jari IV. Kerusakan N. Ulnaris dan N. Medianus
menyebabkan jari tangan kiting (claw finger), tangan cakar (claw
hand)
5) Nervus radialis :tangan lunglai (drop wrist)
6) Nervus tibialis posterior: mati rasa telapak kaki, jari kaki kiting
(claw toes)
7) Nervus facialis :lagoftalmus, mulut mencong
8) Nervus trigeminus:anastesi kornea

Gambaran klinis organ lain :


1. Mata : iritis, iridosiklitis,
gangguan visus sampai kebutaan
2. Tulang rawan : epistaksis, hidung
pelana
3. Tulang dan sendi : absorbsi, mutilasi,
artritis
4. Lidah : ulkus, nodus
5. Larings : suara parau
6. Testis : ginekomastia,
epididimitis akut, orkitis, atrofi
7. Kelenjar limfe : limfadenitis
8. Rambut : alopesia, madarosis

PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGIS
Ketentuan pengambilan sediaan adalah sebagai
berikut:
1) Sediaan diambil dari kelainan kulit yang paling aktif.
2) Kulit muka sebaiknya dihindari karena alasan
kosmetik, kecuali tidak ditemukan lesi di tempat
lain.
3) Pemeriksaan ulangan dilakukan pada lesi kulit yang
sama dan bila perlu ditambah dengan lesi kulit
yang baru timbul.
4) Lokasi
pengambilan
sediaan
apus
untuk
pemeriksaan M. leprae ialah:
a. Cuping telinga kiri/kanan.
b. Dua sampai empat lesi kulit yang aktif di tempat
lain.

5) Sediaan dari selaput lendir hidung sebaiknya dihindari karena:


a. Tidak menyenangkan pasien.
b. Positif palsu karena ada mikobakterium lain.
c. Tidak pernah ditemukan M. leprae pada selaput lendir hidung
apabila sediaan apus kulit negatif.
6) Indikasi pengambilan sediaan apus kulit:
d. Semua orang yang dicurigai menderita kusta.
e. Semua pasien baru yang didiagnosis secara klinis sebagai
pasien kusta.
f. Semua pasien kusta yang diduga kambuh (relaps) atau karena
tersangka kuman resisten terhadap obat.
g. Semua pasien MB setiap satu tahun sekali.
7) Pemeriksaan bakteriologis dilakukan dengan pewarnaan tahan
asam, yaitu Ziehl Neelsen atau Kinyoun-Gabett.
8) Cara menghitung BTA dalam lapangan mikroskop ada 3 metode,
yaitu cara zig zag, huruf z, dan setengah/seperempat lingkaran.
Bentuk kuman yang mungkin ditemukan adalah bentuk utuh
(solid), pecah-pecah (fragmented), granular (granulates),
globus, dan clumps

Indeks Bakteri (IB)


Merupakan ukuran semikuantitatif kepadatan BTA dalam
sediaan hapus.
IB digunakan untuk menentukan tipe kusta dan
mengevaluasi hasil pengobatan.
Penilaian dilakukan menurut skala logaritma Ridley
sebagai berikut:
0 Bila tidak ada BTA dalam 100 lapangan pandang
+1 Bila 1-10 BTA dalam 100 lapangan pandang
+2 Bila 1-10 BTA dalam 10 lapangan pandang
+3 Bila 1-10 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang
+4 Bila 11-100 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang
+5 Bila 101-1000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan
pandang
+6 Bila > 1000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan
pandang

Indeks Morfologi (IM)


Merupakan persentase BTA bentuk
utuh terhadap seluruh BTA.
IM digunakan untuk mengetahui
daya
penularan
kuman,
mengevaluasi hasil pengobatan, dan
membantu menentukan resistensi
terhadap obat.

PENATALAKSANAAN
Tujuan utama program pemberantasan kusta
adalah menyembuhkan pasien kusta dan
mencegah timbulnya cacat serta memutuskan
mata rantai penularan dari pasien kusta
terutama tipe yang menular kepada orang lain
untuk menurunkan insidens penyakit.
ProgramMulti Drug Therapy(MDT) dengan
kombinasi rifampisin, klofazimin, dan DDS
(Dapsone). Program ini bertujuan untuk
mengatasi resistensi dapson yang semakin
meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien,
menurunkan
angka
putus
obat,
dan
mengeliminasi
persistensi
kuman
kusta
dalamjaringan

Pengobatan MDT di Indonesia sesuai rekomendasi


WHO :
1.Tipe PB :
obat dan dosis untuk orang dewasa:
1) Rifampisin 600 mg/bulan diminum di depan
petugas.
2) DDS tablet 100 mg/hari diminum di rumah.
Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan.
dan setelah selesai minum 6 dosis dinyatakan
RFT(Release From Treatment =berhenti minum
obat kusta) meskipun secara klinis lesinya masih
aktif.
Menurut WHO (1995) tidak lagi dinyatakan RFT
tetapi
menggunakan
istilahCompletion
of
Treatment Curedan pasien tidak lagi dalam
pengawasan.

2. Tipe MB :
obat dan dosis untuk orang dewasa:
1) Rifampisin 600 mg/bulan diminum di depan petugas.
2) Klofazimin 300 mg/bulan diminum di depan petugas dilanjutkan
dengan klofazimin 50 mg/hari diminum di rumah.
3) DDS 100 mg/hari diminum di rumah.
Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan.
Sesudah selesai minum 24 dosis dinyatakan RFT meskipun secara
klinis lesinya masih aktif dan pemeriksaan bakteri positif Menurut
WHO pengobatan MB diberikan untuk 12 dosis yang diselesaikan
dalam 12-18 bulan dan pasien langsung dinyatakan RFT.
) Dosis untuk anak:
1) Klofazimin:Umur di bawah 10 tahun : bulanan 100 mg/bulan harian
50 mg/2 kali/minggu
Umur 11-14 tahun : bulanan 100 mg/bulan harian 50
mg / 3 kali / minggu
2) DDS : 1 - 2 mg/kg berat
badan
3) Rifampisin:10-15 mg/kg berat
badan

Pengobatan MDT terbaru


Metode ROM adalah pengobatan MDT terbaru :
Menurut WHO, kusta tipe PB dengan lesi hanya 1 (satu)
cukup diberikan dosis tunggal rifampisin 600 mg,
olloksasin 400 mg, dan minosiklin I00 mg dan pasien
langsung dinyatakan RFT,
Tipe PB dengan 2-5 lesi diberikan 6 dosis dalam 6
bulan.
Tipe MB diberikan sebagai obat alternatif dan
dianjurkan digunakan sebanyak 24 dosis dalam 24
bulan.
Putus Obat
Pada pasien kusta tipe PB yang tidak minum obat
sebanyak 4 dosis dari yang seharusnya maka
dinyatakan DO,
Tipe MB dinyatakan DO bila tidak minum obat 12 dosis
dari yang seharusnya.

Evaluasi Pengobatan
Buku Panduan Pemberantasan Penyakit Kusta Depkes :
Pasien PB yang telah mendapat pengobatan MDT 6 dosis dalam waktu 6
sampai 9 bulan dinyatakan RFT tanpa diharuskan menjalani pemeriksaan
laboratorium.
Pasien MB yang telah mendapat pengobatan MDT 24 dosis dalam waktu
24-36 bulan dinyatakan RFT tanpa diharuskan menjalani pemeriksaan
laboratorium.
RFT dapat dilaksanakan setelah dosis dipenuhi tanpa diperlukan
pemeriksaan laboratorium. Dikeluarkan dari register pasien dan
dimasukkan
dalam
register
pengamatan(surveillance)dan
dapat
dilakukan oleh petugas kusta.
Masa Pengamatan :
Pengamatan setelah RFT dilakukan secara pasif :
1) Tipe PB selama 2 tahun.
2) Tipe MB selama 5 tahun tanpa diperlukan pemeriksaan laboratorium.
) Hilang/Outof Control(OOC) :
Pasien PB maupun MB dinyatakan hilang bilamana dalam 1 tahun tidak
mengambil obat dan dikeluarkan dari register pasien.
) Relaps (kambuh) :
Terjadi bila lesi aktif kembali setelah pernah dinyatakan sembuh atau
RFT.

Komplikasi
Cacat merupakan komplikasi yang
dapat terjadi pada pasien kusta baik
akibat kerusakan fungsi saraf tepi
maupun karena neuritis sewaktu
terjadi reaksi kusta.

ASKEP
A.Pengkajian
1. Riwayat Penyakit Sekarang
1) Biasanya klien datang dengan keluhan
mati rasa pada daerah nodul.
2) Umumnya ditemukan adanya bercak
putih ; tidak nyeri dan tidak gatal.
2. Riwayat penyakit sebelumnya.
Klien mengatakan pernah kontak langsung
dengan penderita kusta.
3. Riwayat keluarga
Ada anggota keluarga yang menderita
kusta

4. Aktivitas / istirahat
Gejala : Letih, lemah, kram otot, gangguan tidur
Tanda : Kelemahan
5. Integritas ego
Gejala : Masalah tentang keluaga, pekerjaan,
keuangan, kecacatan, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi.
Tanda : Ketergantungan, menyangkal, menarik diri,
marah.
5. Sirkulasi
Gejala : Kesemutan pada ekstremitas
6. Elimenasi
Tanda : pengeluaran urine menurun / tidak ada
7. Makanan / cairan
Gejala : Penurunan berat badan / tidak ada
Tanda : Perubahan warna kulit / kering

8. Neurensensori
Gejala : Kesemutan, kram otot, gelisah
Tanda : Perubahan orientasi, prilaku
9. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Tidak terasa nyeri
Tanda : Prilaku berhati hati
10.Keamanan
Gejala
:
Adanya
reaksi
infeksi,
penurunan rentang gerak.

Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan
integritas
kulit
yang
berhubungan dengan reaksi inflamasi.
2. Gangguan citra tubuh, berhubungan
dengan
perasaan
malu
terhadap
penampakan dan persepsi diri.
3. Kurang pengetahuan terhadap proses
penyakit dan penaganannya.

D. Intervensi Keperawatan
Tujuan/kriteria hasil
Intervensi :
a) Mandiri, R/
b) Kolaborasi, R/

TUGAS KELOMPOK
Wss Wr Wb

Vous aimerez peut-être aussi