Vous êtes sur la page 1sur 26

ASUHAN KEPERAWATAN

TEORI RHINITIS
NAMA KELOMPOK 1 :
Vike Naura Widya Resmi
(P27820714001)
Gita Paradisma

(P27820714002)

Reny Nur Afni Putri

(P27820714016)

Astri Rejeki

(P27820714028)

Panji Putro Pamungkas

(P27820714033)

Hariyani Safitri

(P27820714035)

Rhinitis
Rhinitis merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keadaan iritasi dan peradangan di area mukosa nasal.
WHO ARIA 2001, rhinitis adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rhinorrhea, rasa gatal, dan tersumbat setelah
mukosa hidung terpapar allergen yang diperantarai oleh IGE
Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi dua:
a.Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa hidung dan sinus-sinus aksesoris yang
disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi
pada musim dingin dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.
b.Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena alergi,
atau karena rinitis vasomotor.
Dan berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a.Rhinitis alergi
b.Rhinitis non alergi

Etiologi

Infeksi virus merupakan salah satu penyebab rhinitis yang paling sering ditemukan
Contoh virus yang sering menginfeksi adalah, FVR (Feline Viral Rhinotracheitis), Feline
calicivirus. Canine distemper, Canine para influenza.

Manifestasi Klinis

Secara umum, rhinorrhea, kongesti nasal, discharge nasal, dan bersin-bersin.


Rhinitis akut ditandai dengan gejala rasa kering, gatal, atau rasa panas di hidung atau
nasofaring.
Rhinitis alergi yang khas adalah terjadinya bersin berulang.
Dan gejala-gejala lain yang dapat muncul yaitu :
Tenggorokan gatal, mata gatal dan berair, lendir di tenggorokan, batuk.

Patofisiologi
Rinitis Alergi melibatkan membran mukosa hidung, mata, tuba eustachii, telinga tengah, sinus dan faring. Hidung selalu terlibat, dan organ-organ lain dipengaruhi secara
individual. Peradangan dari mukosa membran ditandai dengan interaksi kompleks mediator inflamasi namun pada akhirnya dicetuskan oleh IgE yang diperantarai oleh respon
protein ekstrinsik.
Kecenderungan munculnya alergi, atau diperantarai IgE, reaksi-reaksi pada alergen ekstrinsik (protein yang mampu menimbulkan reaksi alergi) memiliki komponen genetik.
Pada individu yang rentan, terpapar pada protein asing tertentu mengarah pada sensitisasi alergi, yang ditandai dengan pembentukan IgE spesifik untuk melawan proteinprotein tersebut. IgE khusus ini menyelubungi permukaan sel mast, yang muncul pada mukosa hidung. Ketika protein spesifik (misal biji serbuksari khusus) terhirup ke dalam
hidung, protein dapat berikatan dengan IgE pada sel mast, yang menyebabkan pelepasan segera dan lambat dari sejumlah mediator. Mediator-mediator yang dilepaskan
segera termasuk histamin, triptase, kimase, kinin dan heparin. Sel mast dengan cepat mensitesis mediator-mediator lain, termasuk leukotrien dan prostaglandin D2. Mediatormediator ini, melalui interaksi beragam, pada akhirnya menimbulkan gejala rinore (termasuk hidung tersumbat, bersin-bersin, gatal, kemerahan, menangis, pembengkakan,
tekanan telinga danpost nasal drip). Kelenjar mukosa dirangsang, menyebabkan peningkatan sekresi. Permeabilitas vaskuler meningkat, menimbulkan eksudasi plasma. Terjadi
vasodilatasi yang menyebabkan kongesti dan tekanan. Persarafan sensoris terangsang yang menyebabkan bersin dan gatal. Semua hal tersebut dapat muncul dalam hitungan
menit; karenanya reaksi ini dikenal dengan fase reaksi awal atau segera.
Setelah 4-8 jam, mediator-mediator ini, melalui kompetisi interaksi kompleks, menyebabkan pengambilan sel-sel peradangan lain ke mukosa, seperti neutrofil, eosinofil, limfosit
dan makrofag. Hasil pada peradangan lanjut, disebut respon fase lambat. Gejala-gejala pada respon fase lambat mirip dengan gejala pada respon fase awal, namun bersin dan
gatal berkurang, rasa tersumbat bertambah dan produksi mukus mulai muncul. Respon fase lambat ini dapat bertahan selama beberapa jam sampai beberapa hari.
Sebagai ringkasan, pada rinitis alergi, antigen merangsang epitel respirasi hidung yang sensitif, dan merangsang produksi antibodi yaitu IgE. Sintesis IgE terjadi dalam jaringan
limfoid dan dihasilkan oleh sel plasma. Interaksi antibodi IgE dan antigen ini terjadi pada sel mast dan menyebabkan pelepasan mediator farmakologi yang menimbulkan
dilatasi vaskular, sekresi kelenjar dan kontraksi otot polos.
Efek sistemik, termasuk lelah, mengantuk, dan lesu, dapat muncul dari respon peradangan. Gejala-gejala ini sering menambah perburukan kualitas hidup.

Komplikasi Rhinitis
1. Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip

hidung.
2. Otitis media. Rinitis alergi dapat menyebabkan otitis media yang

sering residif dan

terutama kita temukan pada pasien anak-anak.


3. Sinusitis kronik
4. Otitis media dan sinusitis kronik bukanlah akibat langsung dari rinitis
alergi melainkan adanya sumbatan pada hidung sehingga
menghambat drainase.

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN


RHINITIS

Asuhan Keperawatan Teori RINITIS


PENGKAJIAN
a. Identitas Pasien : Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal MRS, penanggung jawab, hubungan, dan
No MR.

b.Riwayat Kesehatan
. Keluhan Utama.
Biasanya klien mengeluh nyeri kepala sinus dan tenggorokan.

. Riwayat Kesehatan Sekarang


Klien masuk rumah sakit dengan keadaan klien mengeluh hidung tersumbat, pilek yang sering kambuh, demam, pusing, ingus
kental di hidung, nyeri di antara dua mata, penciuman berkurang, bersin pada malam hari atau pagi harii terutama pada suhu udara
dingin, saat menyapu lantai/ membersihkan tempat tidur, klien mengeluh mengganggu tidur dan aktivitas yang dilakukannya. Klien
tampak lemas karena hidung yang tersumbat.

Riwayat kesehatan dahulu.


Klien memiliki riwayat penyakit perdarahan pada hidung atau trauma pada hidung. Klien juga memilki riwayat penyakit THT.
Riwayat kesehatan keluarga.
Ayah klien juga menderita penyakit yang sama dengan klien
c.

Pemeriksaan fisik.

1.

Keadaan umum.

Klien tampak pilek keluar ingus dari hidung klien.


2.

Head to toe.

Telinga.
Inspeksi :
Bentuk dan ukuran : normal.
Tidak terdapat benjolan.
Tidak terdapat serumen.
Tidak terdapat edema.

Hidung.
Inspeksi.
- Tidak terdapat kelainan congenital
pada hidung.
- Tidak terdapat jarinagn parut dalam
hidung.
- Tidak terdapat deviasi septum.
- Tampak pembengkakan dan
hiperemis pada konka hidung.
- Tidak tampak udem mukosa.
- Mukosa hidung hiperemis.
- Terdapat secret.
Palpasi.
Tidak terdapat nyeri tekan.
Tidak ada krepitasi.

Tenggorokan.
Inspeksi.
Mukosa lidah dalam batas normal,
tidak terdapat gambaran peta.
Mukosa faring : hiperemis (+),
granuler (+), oedem (+).
Ovula : tidak ada kelainan.
Tonsil : tidak membesar, tidak
hiperemis.
Detritus (-)
Palpasi.
Pembesaran submandibula (-), nyeri
tekan (-)

3. Pengkajian 11 fungsional Gordon.


1.Pola persepsi dan manajemen kesehatan.
Klien tidak mengetahui penyebab penyakit nya ini. Klien sangat sensitive dengan keadaan
seperti banyak debu. Bangun di pagi hari membuat pilek klien makin menjadi, bersin-bersin
yang dikeluhkan klien juga bertambah. Klien selalu menjaga diri nya agar tidak terhirup
debu yang begitu banyak. Pada saat klien merasakan hal yang demikian, klien hanya
menggunakan obat resep apotik dan warung.
2.Pola nutrisi dan metabolic.
Biasanya pola nutrisi metabolic pada klien yang mengalami hipersensitivitas akan menjadi
terganggu, nafsu makan klien akan menjadi berkurang, dan biasanya klien yang mengalami
hipersensitivitas tidak dapat memakan sembarang makanan, sehingga mengakibatkan
penurunan berat badan pada klien.

3. Pola eliminasi.
Pola perkemihan klien lancer dank lien juga tidak mengalami masalah pad BAB nya.
4.Pola aktivitas dan latihan.
Aktifitas klien berjalan seperti biasanya, namun terganggu bila pasien telah bersinbersin pada saat dingin.
5.Pola istirahat dan tidur.
Klien mengatakan bahwa istirahatnya terganggu pada malam hari karena bersin-bersin
yang berlebihan pada malam hari dan pilek yang melanda klien, sehingga membuat
klien susah tidur.
6.Pola kognitif dan persepsi.
Klien memiliki penglihatan yang masih baik, pendengaran yang masih baik, dan
pengecapan klien masih baik, namun pada penciuman klien kadang-kadang terganggu
karena hidung klien yang sering tersumbat dan karena pilek yang klien alami.

7.Pola persepsi dan konsep diri.

Klien tidak merasa rendah diri. Klien tetap berusaha dan percaya bahwa penyakitnya bisa sembuh.

8.Pola peran dan hubungan.

Karena penyakit yang diderita oleh klien sekarang mengganggu pekerjaan nya, maka klien tidak dapat membantu penghasilan untuk
keluarganya lagi. Klien mem iliki hubungan yang sangat baik dengan anggota keluarga yang lain.

9.Pola seksualitas dan produksi.

Kebutuhan seksualitas klien tidak terganggu.

10.Pola koping dan toleransi stress.

Untuk menangani stress yang dialami klien, klien sealu bercerita dengan keluarga nya dan keluarga klien pun memberikan perhatian lebih
kepada klien.

11.Pola nilai dan keyakinan.

Klien mengaku agama penting dalam hidup, klien tidak merasa kesulitan dalam beribadah. Klien tetap melaksanakan ibdah dengan baik,
dank lien selalu berdoa dan meminta kepada Yang Maha Kuasa agar klien dapat segera sembuh dari penyakit yang diderita nya sekarang.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Ketidakefektifan jalan nafas b/d obstruksi /adanya secret yang mengental


Pertukaran gas, kerusakan b/d gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan napas oleh sekresi).
Ketidaknyamanan pasien b/d hidung yang meler
Rasa nyeri di kepala b/d kurangnya suplai okseigen
Cemas b/d Kurangnya Pengetahuan tentang penyakit dan prosedur tindakan medis
Gangguan pola istirahat b/d penyumbatan pada hidung
Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik.
Gangguan konsep diri b/d rhinore

INTERVENSI
KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan jalan nafas b/d obstruksi
/adnya secret
yang mengental.

Tujuan : Jalan nafas efektif setelah secret dikeluarkan


Kriteria :
a.Klien tidak bernafas lagi melalui mulut
b.Jalan nafas kembali normal terutama hidung
Intervensi

Rasional

Kaji penumpukan secret yang ada.

Mengetahui tingkat keparahan dan

tindakan selanjutnya.

Observasi tanda-tanda vital.

Tingkat dari suatu keparahan penyakit

akan menyebabkan diadakanya suatu

tindakan.

Kolaborasi dengan team medis


Kerjasama untuk menghilangkan obat
yang dikonsumsi

2. Pertukaran gas, kerusakan b/d gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan


napas oleh sekresi).
Intervensi

Rasional

-Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan.

-Catat penggunaan otot aksesori, napas,bibir,ketidak

mampuan bicara/berbincang.

- Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk


memilih posisi yang mudah untuk bernapas.

- Tehnik ini akan memberikan kenyaman pada pasien.

- Dorong mengeluarkan sputum; penghisapan bila

Tujuan : Suplai oksigen terpenuhi


diindikasikan

a.

Berguna
Kriteria :

dalam

evaluasi

derajat

distres -Mempermudah pernafasan pada pasien.

pernapasan
-Bentuk dan posisi klien sangat menetukan peredaran
a. Klien tidak kesulitan bernafas lagi
b. Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan
oksigen ke tubuh
b. Jalan nafas kembali normal sekresi berkurang atau tidak ada.
posisi
duduk tinggi

3. Ketidaknyamanan pasien b/d hidung yang meler


Tujuan : Pasien merasa nyaman dan Hidung klien sudah tidak meler/tidak ada mucus
Kriteria :
- klien sudah merasa nyaman
Intervensi

Rasional

-Kaji jumlah mukus, bentuk dan warna.

-Melihat tingkat keparahan penyakit

-Anjurkan pasien mengeluarkan mucus.

-Mengurangi mukus dalam hidung agar bisa

bernafas dengan nyaman.

-Anjurkan pasien untuk membersihkan


hidung.

-Hidung akan menjadi bersih. Sehingga jauh


dari infeksi

4. Rasa nyeri di kepala b/d kurangnya suplai oksigen


Tujuan : Mengurangi rasa nyeri di kepala
Kriteria :
a. Klien tidak merasa nyeri
b. Klien mengetahui cara pemijatan refleksi

Intervensi

Rasional

a. Kaji Skala nyeri

a. Mengetahui tingkatan sakit

b. Memberikan pijatan refleksi di

b. Merasakan kenyamanan

kepala

c. Mengembalikan kondisi yang baik

c. Anjurkan pasien untuk

pada tubuh

beristirahat

5. Cemas b/d Kurangnya Pengetahuan tentang penyakit dan prosedur tindakan medis

Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang

Kriteria :
a. Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya

b. Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.
Intervensi
Rasional
1. Kaji tingkat kecemasan klien

1.Menentukan tindakan selanjutnya

2. Berikan kenyamanan dan ketentraman pada klien : 2.Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang
- Temani klien

diberikan. Klien merasa diperhatikan serta menjauhkan

- Perlihatkan rasa empati ( datang dengan

klien dari penarikan diri.

menyentuh klien )

3. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit

3. Meningkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan

yang dideritanya perlahan, tenang seta gunakan

terapi untuk penyakit tersebut sehingga klien lebih

kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti

kooperatif

4. Singkirkan stimulasi yang berlebihan misalnya :


- Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang

4. Dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan

- Batasi kontak dengan orang lain /klien lain yang

akan meningkatkan ketenangan klien.

kemungkinan mengalami kecemasan

5. Observasi tanda-tanda vital.

5. Mengetahui perkembangan klien secara dini.

6. Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis

6. Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien

6. Gangguan pola istirahat b/d penyumbatan pada hidung


Tujuan : klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman
Kriteria :
- Klien tidur 6-8 jam sehari
Intervensi

Rasional

a.Kaji kebutuhan tidur klien.

a. Mengetahui permasalahan klien dalam


pemenuhan kebutuhan istirahat tidur

b. Ciptakan suasana yang nyaman.

b. Agar klien dapat tidur dengan tenang

c. Anjurkan klien bernafas lewat mulut

c. Pernafasan tidak terganggu.

d. Kolaborasi dengan tim medis

d. Pernafasan dapat efektif kembali lewat

pemberian
obat

hidung

7. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik.


Tujuan : Membantu pasien dalam aktivitas
Kriteria :
- Klien sudah bisa melakukan aktivitas seperti biasa.

Intervensi

Rasional

a.Kaji kegiatan pasien

a. Pasien bisa melakukan aktivitas seperti

b. Anjurkan Pasien untuk istirahat

biasa

c. Berikan bantuan bila pasien tidak

b. Mengembalikan kondisi pasien menjadi fit

bias

c. Aktivitas pasien berjalan lancar

melakukan kegiatannya

8. Gangguan konsep b/d dengan rhinore


Tujuan : Hidung klien sudah tidak meler/tidak ada mukus
Kriteria :
- klien sudah merasa nyaman
Intervensi

Rasional

a. Dorong individu untuk bertanya mengenai

a. Memberikan minat dan perhatian, memberikan

masalah, penanganan, perkembangan dan


prognosis kesehatan
b.Ajarkan individu menegenai sumber komunitas
yang tersedia, jika dibutuhkan (misalnya :
pusat kesehatan mental)
c.Dorong individu untuk mengekspresikan

kesempatan untuk memperbaiaki kesalahan konsep


b.Pendekatan secara komperhensif dapat membantu
memenuhi kebutuhan pasienuntuk memelihara
tingkah laku koping
c.Dapat membantu meningkatkan tingkat kepercayaan
diri, memperbaiki harga diri, menurunkan pikiran

perasaannya, khususnya bagaimana individu

terus menerus terhadap perubahan dan

merasakan, memikirkan, atau memandang

meningkatkan perasaan terhadap pengendalian diri

dirinya

Implementasi
Membersihkan jalan napas pasien
Mengajarkan pada pasien cara membersihkan secret yang memnyababkan hidungnya meler
Memberikan obat pereda nyeri kepada pasien
Menganjurkan pada klien untuk istirahat
Menjelaskan pada pasien tentang penyakit klien dan prosedur tindakan yang akan dilakukan
Mengajarkan pasien cara berbaring semi fowler
Memberikan pasien multivitamin
MemBeri dukungan pada pasien dalam beraktivitas

Evaluasi

Mengetahui tentang penyakitnya


Sudah bisa bernafas melalui hidung dengan normal
Bisa tidur dengan nyenyak
Mengutarakan penyakitnya tentang perubahan penampilan

Thank You

Vous aimerez peut-être aussi