Vous êtes sur la page 1sur 36

LAPORAN KASUS

MIELITIS

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. T

Umur

: 52 tahun

Jenis kelamin : Perempuan


Agama: Islam
Alamat

: Tuntang, Kabupaten Semarang

Pekerjaan : Pedagang
Pendidikan
Status

: SLTP

: Sudah menikah

No. RM: 0966xx


Masuk RS : 21 Februari 2016

ANAMNESIS
Keluhan utama :
Kaki sulit digerakan dan sulit untuk berjalan sejak 1 minggu
SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dgn keluhan kaki sulit digerakkan & sulit


berjalan sejak 1 minggu SMRS, keluhan dirasakan secara
perlahan dan semakin memberat.

Sejak 3 hari SMRS, keluhan sulit berjalan disertai nyeri bila


menggerakkan kaki kanan dan kiri.
Pasien juga mengeluh kesulitan untuk menggenggam gelas dan
bila berjalan seperti tidak stabil.
Pasien hanya bisa duduk dan berbaring, kaki tidak bisa diangkat
dan hanya bisa menggeser kakinya saja.
Pasien juga merasa kesemutan dan penurunan sensasi pada
ekstremitas bawah (terasa baal).
Pasien tidak mengeluh demam, kejang (-). Pasien mengaku
selama ini tidak ada keluhan BAB maupun BAK, tetapi pasien
mengeluhkan pipis lebih sedikit. Pasien juga mampu
berkomunikasi dengan baik.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sulit berjalan sblmnya : disangkal


Riwayat trauma sebelumnya
Riwayat stroke

: disangkal

: disangkal

Riwayat hipertensi

: disangkal

Riwayat kencing manis : disangkal


Riwayat alergi: disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat HT & DM : disangkal

Riwayat Pribadi Sosial Ekonomi :


Pasien tidak merokok dan tidak minum minuman keras.

Anamnesis Sistem :
Sistem Serebrospinal : Nyeri kepala (-), pingsan (-),
kelemahan
anggota gerak (-), wajah merot
(-), bicara
pelo (-), kesemutan/baal (-)
Sistem Kardiovaskuler
nyeri dada (-)

: hipertensi (-), sakit jantung (-),

Sistem Respirasi : Sesak napas (-), batuk (-)


Sistem Gastrointestinal : Mual (-), muntah (-), BAB
normal
Sistem Muskuloskeletal : Kelemahan anggota gerak (+)
Sistem Integumen

: Ruam merah (-), edem (-)

Sistem Urogenital: BAK normal

RESUME ANAMNESIS
Pasien perempuan berusia 52 tahun, kesulitan berjalan
sejak 1 minggu SMRS. keluhan sulit berjalan disertai nyeri
bila meenggerakkan kaki kanan dan kiri. Pasien juga
mengeluh kesulitan untuk menggenggam gelas dan saat
berjalan seperti tidak stabil. Pasien juga merasa
kesemutan dan penurunan sensasi pada ekstremitas
bawah (terasa baal). BAB dan BAK lancer tapi sedikit.
Riwayat sulit berjalan sebelumnya disangkal. Riwayat
trauma (-), riwayat HT (-), riwayat DM (-), riwayat stroke
(-)

DIAGNOSIS SEMENTARA
Diagnosis Klinis : Kelemahan anggota gerak bawah,
penurunan sensorik
Diagnosis Topis

: Medula spinalis segmen torakal bawah

Diagnosis Etiologi: Mielopathy

Dari anamnesa didapatkan kelemahan pada


kedua kaki disertai kesemutan, penurunan
sensibilitas.

DISKUSI I

Dari gejala yang ada pada pasien, dapat


disimpulkan terdapat gangguan pada area
motorik,
sensorik
yang
merupakan
karakteristik klinis dari gangguan medula
spinalis.
Hal
tersebut
diperkuat
dengan
tidak
ditemukannya penurunan kesadaran, kejang,
bicara pelo, mual, muntah yang biasanya
megindikasikan adanya gangguan pada otak.

Paresis a/ bentuk parsial dari paralisis,


dimana pada paresis terjadi kelemahan
karena kekuatan kontraksi otot berkurang.

DISKUSI I

Berdasarkan pemeriksaan klinis dan studi


fisiologis, dikenal 2 tipe paresis, yaitu:
Upper Motor Neuron (UMN)
Lower Motor Neuron (LMN)

Paraparese disebabkan oleh adanya lesi pada traktus


piramidalis setinggi medula spinalis.
Lesi ini dapat disebabkan oleh karena trauma, tumor,
infeksi, autoimun.
Gejala motorik pada ATMyakni beberapa penderita
mengalami tingkatan kelemahan yang bervariasi
pada kaki dan lengan.
Gejala sensorik penurunan sensasi anggota gerak
Gejala otonom pada ATM berupa gangguan fungsi
kandung kemih seperti retensi urin dan buang air
besar hingga gangguan pasase usus dan disfungsi
seksual sering terjadi

Definisi
Myelitis adalah kelainan neurologi pada medulla spinalis
(myelopati) yang disebabkan proses inflamasi.
Epidemiologi

MYELITIS

Insiden ATM dari seluruh usia anak hingga dewasa dilaporkan


sebanyak 1-8 juta orang
ATM memiliki puncak insidensi yaitu umur: 10-19 dan 30-39
tahun
laki = perempuan
Etiologi
Infeksi
Non- Infeksi
Idiopatik

KLASIFIKASI
Onset:
Akut
Subakut
Kronis

MIELITIS

Lokasi dan
Distribusi :
Myelitis transversa
Poliomyelitis
Leukomyelitis

Tanda dan
gejala
mielitis

Gejala myelitis:
Gejala Sensorik (nyeri, penurunan sensasi,
parestesi)
Gejala Motorik (kelemahan anggota gerak)
Gejala Otonom (retensi urin dan buang air
besar hingga gangguan pasase usus dan
disfungsi seksual)

Anamnesis (gejala motorik, sensorik,


otonom)
Pemeriksaan fisik

Diagnosis
dan px
penunjang

Pemeriksaan penunjang
MRI
Pungsi Lumbal (analisis LCS)
Tes laboratorium seperti : tes
serologi indeks IgG, vPCR virus,
antibodi lyme dan mikoplasma, dan
VDRL

Tujuan terapi selama fase akut mielitis adalah untuk


menghambat progresivitas dan menginisiasi resolusi
lesi spinal yang terinflamasi.

Penatalaksa
naan
Mielitis

Kortikosteroid merupakan terapi utama, Regimen


intravena dosis tinggi (1000 mg/hari) selama 3-5
hari
Untuk mencegah ESO kortikosteroid (gejala GIT,
nyeri kepala, hipertensi, hiperglikemia, dan ggn
elektrolit), penderita diberi diet rendah garam dan
simetidin 300 mg 4 kali/hari atau ranitidin 150 mg
2kali/hari
Terapi dengan plasma exchange bermanfaat pada
pasien yang tidak respon dengan pemberian
kortikosteroid.

Masa penyembuhan pada mielitis transversa


biasanya dimulai sejak 2-12 minggu setelah
muncul gejala
I/3 pasien dapat berespon baik dan sembuh
sepenuhnya

Prognosis
1/3 pasien dapat berespon thd pengobatan
namun disertai gejala sisa
1/3 pasien memiliki respon yg kurg baik thd
pengobatan dgn gejala yg menetap disertai
disfungsi

Keadaan Umum

PEMERIKSA
AN FISIK
23 Februari
2016, pukul
06.30 WIB

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

GCS

: E 4M 6V5

Vital sign
TD

: 140/90 mmHg

Nadi
cukup
RR

: 80 x /menit, irama regular, isi dan tegangan


: 20 x/menit

Suhu
Status Gizi

: 36,5

C secara aksiler

: kesan baik

Kepala : Mesocephal

Status
Internus

Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera


ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek pupil
direk (+/+), reflek pupil indirek (+/+)
Telinga : Sekret (-/-)
Hidung: Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), septum
deviasi (-/-)
Mulut : Bibir sianosis (-), karies dentis (-)
Leher : Simetris, pembesaran KGB (-), tiroid (Normal)
Thorax

Cor & Pulmo : dbn

Sikap Tubuh

: Simetris

Gerakan Abnormal

: Tidak ada

Pemeriksaan Saraf Kranial

Status
Neurologis

Status
Neurologis

Status
Neurologis

Pemeriksaan rangsang meningeal = (-)

Rontgen VLS AP/LATERAL


Hasil:
-Alignment tampak lordotik
-Tak tampak kompresi maupun listesis
-Tak tampak penyempitan diskus intervertebralis
-Spondilosis torakalis

Hasil
Rontgen

Rontgen Thorax PA
Hasil:
-Cor: Bentuk dan letak normal
-Pulmo: Corakan meningkat, bercak lapangan atas paru kiri,
parakardial kanan dan kiri
-kedua sudut kostofrenikus lancip
Kesan :
--Cor tak membesar
-Suspek proses spesifik

DIAGNOSI
S AKHIR

Diagnosis Klinis: Mielitis


Diagnosis Topis : Medula
Spinalis
Diagnosis Etiologi : infeksi,
autoimun

DISKUSI II

Pada
pemeriksaan
fisik,
didapatkan
kesadaran pasien E4M6V5 yang menunjukkan
bahwa pasien compos mentis. Tekanan
darah
pasien 140/90 mmHg. Nadi
80x/menit, irama regular, isi dan tegangan
cukup , laju napas 20x/menit, suhu 36,50C
secara aksiler.
Tidak didapatkan demam yang merupakan
tanda adanya infeksi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gerakan
ekstremitas inferior terbatas, kekuatan
motorik ekstremitas bawah 1, refleks
fisiologis (+), terjadi hipestesi mulai dari
T11-T12 , serta ada gangguan pada fungsi
vegetative ringan yaitu BAK yang sedikit.

DISKUSI II

Pada pemeriksaan laboratorium tidak


ditemukan hasil yang bermakna. Tidak
ditemukan tanda-tanda adanya infeksi.
Pemeriksaan foto V. Lumbosacral AP/
Lateral tidak menunjukan adanya kelainan
pasca trauma jatuh yang dialami pasien,
sehingga kelemahan post trauma dapat
disingkirkan

Pemeriksaan x-foto thorax AP menunjukan


Cor tampak tak membesar dan Pulmo :
corakan bronkovaskular memadat, tampak
bercak/ infiltrat di parakardial.

DISKUSI II

Karena posisi pasien yang sulit untuk inspirasi


maksimum saat foto diambil, sulit dinilai
adanya proses spesifik pada pasien selain itu
dari segi klinis tidak ditemukan adanya gejala
TB. Diagnosis pasti myelitis TB adalah dengan
px mikrobiologi jaringan tulang atau abses
yang menunjukan BTA positif.
Selain itu dapat dilakukan uji tuberkulin, PCR,
IgG TB, namun karena keterbatasan sarana
pada rumah sakit pemeriksaan tidak dapat
dilakukan dan diagnosa sulit untuk ditegakan.

Farmakologi
Infus RL 20 tpm
Citicolin 2 x 500 mg

PENATALA
KSANAAN

Piracetam 3x 3 gr
Ranitidin 21 amp
Metilcobalamin 11 amp
Ceftriakson 2 x 1 gr
Metylprednisolon 4 x 125mg (tap aff)

Non Farmakologi
Rawat Inap
Bedrest

PROGNOSIS
Death : dubia ad bonam
Disease
: dubia ad bonam
Disability
: dubia ad
bonam
Discomfort : dubia ad bonam
Dissatisfaction : dubia ad
bonam
Distitution : dubia ad bonam

Injeksi Citicolin 2 x 500 mg

DISKUSI III

Citicoline dapat meningkatkan aliran darah dan


konsumsi O2 di otak pada pengobatan gangguan
serebrovaskuler sehingga dapat memperbaiki
gangguan kesadaran. Citicoline meningkatkan kerja
formatio reticularis dari batang otak, terutama sistem
pengaktifanformatio reticularis ascendens yang
berhubungan dengan kesadaran.Citicoline
mengaktifkan sistem piramidal dan memperbaiki
kelumpuhan sistem motoris.Citicoline menaikkan
konsumsi O2 dari otak dan memperbaiki metabolisme
otak.

Injeksi Piracetam 3x3 gram


Meningkatkan energi (ATP) otak, meningkatkan
aktifitas adenylat kinase(AK) yang merupakan kunci
metabolisme energi dimana mengubah ADP menjadi
ATP dan AMP, meningkatkan sintesis dan pertukaran
cytochrome b5 yang merupakan komponen kunci
dalam rantai transport elektron dimana energi ATP
diproduksi di mitokondria.

DISKUSI III

Piracetam juga digunakan untuk perbaikan defisit


neurologi khususnya kelemahan motorik dan
kemampuan bicara pada kasus-kasus cerebral
iskemia, dan juga dapat mengurangi severitas atau
kemunculan post traumatik/concussion sindrom.
Piracetam mempengaruhi aktifitas otak melalui
berbagai mekanisme antara lain : Merangsang
transmisi neuron di otak, Merangsang metabolimse
otak, Memperbaiki mikrovaskular tanpa efek
vasodilatasi.

Injeksi Ranitidin 21 ampul

DISKUSI III

Ranitidin adalah anatagonis reseptor H2 bekerja


menghambat sekresi asam lambung. Pada pemberian
i.m./i.v. kadar dalam serum yang diperlukan untuk
menghambat 50% perangsangan sekresi asam
lambung adalah 3694 mg/mL. Kadar tersebut
bertahan selama 68jam. Ranitidine diabsorpsi 50%
setelah pemberian oral. Konsentrasi puncak plasma
dicapai 23 jam setelah pemberian dosis 150 mg.
Absorpsi tidak dipengaruhi secara nyata oleh
makanan dan antasida. Waktu paruh 2 3 jam pada
pemberian oral, Ranitidine diekskresi melalui urin.

Injeksi Metilcobalamin 1x1


Mecobalamin merupakan bentuk vitamin B12

DISKUSI III

Mecobalamin/methylcobalamin meningkatkan
metabolisme asam nukleat, protein dan lemak.
Mecobalamin bekerja sebagai koenzim dalam sintesa
metionin. Mecobalamin terlibat dalam sintesis timidin
pada deoksiuridin dan mempercepat sintesis DNA dan
RNA. Pada penelitian lain ditemukan mecobalamin
mempercepat sintesis lesitin, suatu komponen utama
dari selubung mielin. Mecobalamin diperlukan untuk
kerja normal sel saraf.

Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gr

DISKUSI III

Ceftriaxone merupakan golongan sefalosporin yang


mempunyai spektrum luas dengan waktu paruh
eliminasi 8 jam. Efektif terhadap mikroorganisme
gram positif dan gram negatif. Dengan menghambat
pembentukan dinding kuman. Dosis IV pada dewasa
0,5-2g. Efek bakterisida ceftriaxone dihasilkan akibat
penghambatan sintesis dinding kuman.Ceftriaxone
mempunyai stabilitas yang tinggi terhadap betalaktanase, baik terhadap penisilinase maupun
sefalosporinase yang dihasilkan oleh kuman gramnegatif, gram-positif. Pada pasien ini diberikan
antibiotik ceftriaxone karena antibiotik ini efektif
terhadap bakteri gram positif maupun negatif, dan
belum ada penelitian di Indonesia yang menunjukan
tingkat keresistensian.

Injeksi Metilprednisolon 4x125 (tap off)

DISKUSI III

Methylprednisolone, obat ini untuk indikasi seperti


Kondisi alergi dan inflamasi, penyakit reumatik yang
memberi respon terhadap terapi kortikosteroid,
penyakit kulit dan saluran napas, penyakit endokrin,
penyakit autoimun, gangguan hematologik, sindroma
nefrotik.

BTK

Vous aimerez peut-être aussi