Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
BRONKIAL
Definisi menurut ciri klinis, fisiologis dan
patologis.
Ciri klinis R/ episode sesak terutama malam
hari disertai batuk, mengi
Ciri fisiologis episode obstruksi SN yang
ditandai oleh keterbatasan arus udara
ekspirasi.
Ciri patologis inflamasi SN yang disertai
perubahan struktur SN.
Asma komponen genetik dan lingkungan
Deskripsi operatif asma penyakit inflamasi
kronis Sal. Nafas peranan sel mast, eosinofil,
neutrofil, sel T, makrofag, sel epitel dan
komponen selular.
Individu rentan inflamasi menimbulkan
episode rekuren terutama malam atau dini pagi
hari (batuk, mengi, sesak dan nyeri dada)
hubungan dengan obstruksi SN yang luas,
reversibel, baik spontan atau dengan
pengobatan.
Keterbatasan SN disebabkan perubahan yang
dipengaruhi inflamasi:
Bronkokonstriksi otot polos SN respons
terhadap pajanan dengan berbagai rangsangan
seperti alergen dan iritan
Hiperesponsivitas SN respons
bronkokonstriksi yang berlebihan terhadap
rangsangan
Edem SN dengan penyakit yang menjadi lebih
persisten dan inflamasi menjadi lebih progresif,
edem, hipersekresi mukus dan mukus kental
yang membatasi arus udara.
I. Faktor resiko
Interaksi antara faktor pejamu (terutama
genetik) dan pajanan dengan lingkungan.
A. Faktor pejamu
1. Genetik
50%-60% faktor keturunan.
Serangan interaksi gen multipel dan
faktor lingkungan
2. Diet - Obesitas
Hubungan diet/intake anti oksidan dan asam
lemak omega 3 yang kurang dengan awitan
asma belum jelas.
Obesitas atau peningkatan BMI faktor risiko
asma.
Mediator (leptin) mempengaruhi fungsi SN
dan meningkatkan kemungkinan asma.
Mekanismenya belum jelas penurunan berat
badan pada penderita gemuk dengan asma
memperbaiki gejala fungsi paru, morbiditas dan
status kesehatan.
3. Kelamin
Pria risiko asma pada anak.
Usia < 14 tahun laki :perempuan = 2:1
Usia lebih tua laki = perempuan
Dewasa wanita > pria.
Sebab tidak jelas lahir ukuran paru pada
pria < , dewasa laki > wanita
B. Faktor lingkungan
1. Alergen
4. Lingkungan kerja
di negara industri asma penyakit akibat kerja
tersering
Asma Akibat Kerja terbanyak imunologik.
5. Polusi indoor dan outdoor
2. Hewan peliharaan
Anak <6 tahun dengan hewan peliharaan
penurunan resiko asma
Anak usia > 6 tahun peningkatan risiko asma,
mengi dan tidak atopi.
3. Rumah penitipan (day-care) anak
5. Vaksin
Anak yang mendapat vaksinasi asma
kurang
Vaksin hidup efek proteksi lebih
besar.
6. Imunoterapi spesifik
ITS untuk 3 tahun pada anak dengan rinitis
alergi berusia 6-14 tahun penurunan asma.
Kejadian asma setelah 3 tahun 3,8 kali lebih
besar pada kontrol tanpa ITS.
B. Inflamasi
Ciri aktivasi sel mast, infiltrasi sel inflamasi
SN (eosinotil, makrofag SN, neutrofil, limfosit,
edern, hipersekresi mukus, kerusakan-
penglepasan epitel bronkus dan
remodeling SN.
Pembagian respons inflamasi fase dini
dan lambat.
1. Fase dini
Terjadi dalam beberapa menit setelah pajanan
dengan alergen melibatkan histarnin, LT C4
dan PGD2 bronkokonstriksi, vasodilatasi
dan produksi mukus.
2. Fase lambat
Terjadi beberapa jam
Melibatkan 1L-4, 1L-5, 1L-16, TNF-a, ECF dan
PAF.
Ciri AB obstruksi bronkus menyeluruh
tetapi reversibel dan bronkus yang
hiperresponsif.
3. Faktor neurogenik
NGF memacu neurotransmitor yang
CLASSIFICATION OF SEVERITY
Clinical Features Before Treatment
Nocturnal
Symptoms Symptoms FEV1 or PEF
STEP 2 > 1 time a week but > 2 times a month > 80% predicted
Mild Variability 20 - 30%
Persistent < 1 time a day
Partly controlled
Uncontrolle
Characteristic Controlled (Any present in any
d
week)
Daytime None (2 or less / More than
symptoms week) twice / week
Limitations of
None Any
activities
3 or more
Nocturnal features of
symptoms / None Any partly
awakening controlled
asthma
Need for present in
rescue / None (2 or less / More than any week
reliever week) twice / week
treatment
Lung function < 80% predicted or
Normal personal best (if
(PEF or FEV1) known) on any day
One or more / year one in any
Exacerbation None
IV. DIAGNOSIS
Tanda sesak episodik, mengi,
batuk dan dada sakit/sempit
Pengukuran fungsi paru menilai
berat keterbatasan arus udara,
reversibilitas
Mengukur status alergi
membantu identitikasi faktor risiko
pada penderita dengan gejala
konsisten tetapi fungsi paru normal
A. Pemeriksaan klinis
B. Penggunaan Peak Flow
Meter
Pemeriksaan jasmani dapat
normal perlu pemeriksaan
objektif (spirometer/FEV 1 atau
APE) dilakukan sebelum dan 15
menit sesudah menghirup
bronkodilator kerja cepat.
Reversibilitas bermakna
peningkatan >12% (dewasa
peningkatan 200 ml) FEV1 setelah
inhalasi bronkodilator kerja pendek
Spirometer lebih diutamakan dibanding
PFM :
APE tidak sensitif dibanding FEV1
c. Pemeriksaan IgE
D. Petanda inflamasi
Derajat berat AB dan pengobatannya
tidak berdasarkan atas penilaian
objektif inflamasi SN.
Gejala klinis dan spirometri bukan
merupakan petanda ideal inflamasi.
Penilaiain semikuantitatif inflamasi SN
biopsi paru, pemeriksaan sel
eosinofil sputum dan kadar oksida nitrit
udara yang dikeluarkan dengan napas.
Analisis sputum menunjukkan
hubungan antara jumlah eosinofil, ECP
dengan inflamasi dan derajat berat asma.
Biopsi endobronkial clan transbronkial
menunjukkan gambaran inflamasi,
tetapi sulit dilakukan di luar riset.
Ciri inflamasi AB aktivasi sel mast,
infiltrasi sel eosinofil, rnakrofag SN,
neutrofil terutama pada AB yang
timbul mendadak dan eksaserbasi fatal,
limfosit, edem dan epitel yang rusak.
E Petanda invasif minimal
(biomarker)
Pemeriksaan ekshalasi oksida nitrit
digunakan dalam pemeriksaan
biomarker belum dapat
direkomendasikan dalam
penanganan rutin masih
diperlukan studi lebih lanjut.
F. Uji hipereaktivitas
bronkus
FEV1 > 90%, HRB dibuktikan tes
provokasi.
Provokasi bronkial menggunakan
nebulasi droplet ekstrak alergen spesifik
menimbulkan obstruksi SN pada yang
sensitif.
Respons sejenis dengan dosis yang lebih
besar terjadi pada subyek alergi tanpa
asma.
Tes provokasi lebih memberikan
informasi klinis dibanding dengan tes kulit.
Tes provokasi nonspesifik mengetahui
HRB latihan jasmani, inhalasi udara.
dingin atau kering, histamin dan metakolin
V. Diagnosis banding
VI. Obat2 asma
Dibagi pengontrol dan pelega.
Pengontrol dihirup tiap hari
mempertahankan asma secara klinis
terkontrol melalui efek antiinflamasinya.
Pelega digunakan atas dasar bila perlu
bekerja cepat, mengembalikan
bronkokonstriksi dan menghilangkan gejala
diberikan melalui inhalasi, oral dan
suntikan.
Keuntungan per inhalasi obat langsung
diberikan ke SN sehingga menghantarkan
obat dalam dosis besar lokal dengan risiko
sistemik jauh lebih kurang
KSI pengontrol paling efektif
SABA menghilangkan bronkonstriksi
dengan cepat dan premedikasi EIA
Peningkatan penggunaan terutama
pelega setiap hari menimbulkan
deteriorasi kontrol asma
menunjukkan perlunya meninjau
kembali pengobatan.
Diberikan melalui inhalasi, oral,
parenteral (SK, IM, IV).
Inhalasi melalui MDI (pressurized) pd
penderita dengan kesulitan menggunakan
press and breath pressurized MDI dan
breath actuated, puyer kering (DPI) (lebih
mudah, tetapi memerlukan flow rate
inspirasi minimal, dan sulit untuk
beberapa penderita), soft mist inhaler
(memerlukan koordinasi yang mudah) dan
nebulasi atau aerosol basah (jarang
diperlukan dalam pengobatan asma kronis
pada dewasa).
MDI dengan spacer mudah
diaplikasikan , lebih efektif, efek samping
lebih rendah dan biaya rendah
A. Pengontrol
1. Kortikosteroid
a. Kortikosteroid inhalasi
Bekerja terhadap berbagai tahap reaksi
AB.
Jangka panjang efek bronkodilator dan
mencegah EIA.
u/ penderita yg tdk dpt menggunakan
MDI.
ESO tremor, palpitasi, takikardi.
2. KS sistemik
Th/ eksaserbasi berat akut mencegah
progres eksaserbasi, menurunkan
kunjungan UGD, perawatan rumah sakit,
mencegah kekambuhan dini dan
menurunkan morbiditas.
Efek sisterniknya setelah 4-6 jam.
Pemberian 40-50 mg prednisolon 5-10 hari
dan selanjutnya dapat dihentikan atau
tapered off
IM tidak lebih baik dibanding oral.
KS oral efek anti-inflarnasi luas
Dosis serendah mungkin dan atau
alternatif selang sehari pada AB
persisten berat.
Untuk memperoleh kontrol dan
mempercepat resolusi eksaserbasi pd
AB sedang atau berat preparat
kerja pendek (3-10 hari).
Pemberian yang lebih lama untuk
eksaserbasi berat.
Mengurangi dosis yang perlahan
tidak perlu bila diberikan < 10 hari,
kecuali bila penyakit berat.
Dosis tunggal atau 2x1 hari
diutamakan bila ditoleransi.
3. Antikolinergik
Antikolinergik, derivat atropin (ipratropiurn
bromida dan oksitropium bromida) bentuk
aerosol sebagai bronkodilator dan profilaksis.
Lebih lemah dibanding b-adrenergik.
terapi tambahan terhadap 2-agonis hirup
pada eksaserbasi akut
Terapi alternatif pd yg tidak toleran thd 2-
agonis
Pilihan u/ bronkospasme yg ditimbulkan
bloker
4. Metilsantin (teofilin)
Pd eksaserbasi kontroversial
Memberikan efek tambahan
bronkodilasi SABA
5. Isoproterenol
-adrenergik klasik (isoproterenol)
efek samping terhadap jantung
oleh rangsangan 1 (takikardia)
Menstabilkan sel mast
Oral atau aerosol pada AB akut
(mencegah gejala EIA) dan
mengontrol jangka lama.
6. Epinefrin
Bekerja pada semua reseptor
adrenergik 1. 2 , 1 dan 2.
suntikan atau inhalasi.
pilihan pada terapi anafilaksis.
VII. IMUNOMODULATOR
A. Anti-IgE (omalizumab)
Th/ tambahan pd asma persisten
berat usia > 12 th yg sensitif thd
alergen relevan.
B. lain-lain
Anti IL-5 (mepolizumab),
antiinflamasi dan imunomodulator
inhibitor fosfodiesterase-4 (PDE-4)
Pengelolaan serangan asma di
Penilaian beratnya serangan:
rumah
Batuk, sesak nafas, mengi, otot pernafasan tambahan, retraksi suprasternal,
dan gangguan tidur. APE < 80% perkiraan.
Pengobatan awal:
Inhalasi agonis 2 kerja singkat tidak lebih dari 3 kali dalam 1 jam.
(Pasien dengan risiko tinggi berupa asthma related death harus menemui
dokter segera setelah mendapat pengobatan awal)
Respon tidak sempurna bila.. Respon baik bila Respon buruk bila
Gejala berkurang tapi timbul Gejala berkurang setelah Gejala menetap atau
lagi dalam waktu kurang pengobatan awal dan tidak memburuk walaupun telah
dari 3 jam setelah terjadi serangan ulang mendapat peng-obatan awal
pengobatan awal. selama 4 jam dengan 2 agonis
APE 60-80% perkiraan APE > 80% perkiraan APE < 60% perkiraan
Tindakan: Tindakan: Tindakan:
Tambahkan tablet atau 2 agonis diteruskan tiap Tambahkan tablet atau
sirup kortikosteroid 3-4 jam selama 1-2 hari. sirup kortikosteroid
Teruskan 2 agonis Hubungi dokter untuk Ulangi pemberian 2 agonis
Hubungi dokter segera instruksi lebih lanjut. Secepatnya dibawa ke unit
untuk minta petunjuk. gawat darurat di rumah sakit.
Pengelolaan Serangan Asma di Rumah Sakit Menurut GINA
Penilaian Pertama : Tentukan berat ringannya serangan asma
Penanganan Permulaan :
- Inhalasi short acting -2 agonist dengan nebulisasi, 1 dosis selama 20 dlm 1 jam.
- Oksigen untuk mencapai saturasi 0 90% (95% pada anak-anak)
- Kortikosteroid sistemik, jika tidak ada respons segera atau jika ada pasien baru
mendapat steroid per oral, atau jika serangan asmanya berat
- Sedasi merupakan kontra indikasi pada penanganan serangan akut / eksaserbasi
Ulangi Penilaian
Respon Baik Respon tdk baik dlm 1-2 jam Respon Buruk dlm 1 jam
- Respon selama 60 sesudah - Riwayat pasien risiko - Riwayat : risiko tinggi
terapi terakhir tinggi
- Pemeriksaan fisik :
- Pemeriksaan fisik normal, - Pem.fisik : gejala ringan /
APE > 70% sedang Asma berat, mengantuk
- Tidak ada distress - APE > 50%, tapi < 70 % - APE < 30%
-Saturasi O2 > 90% (anak 95%) - Saturasi O2 tidak membaik
- PCO2 > 45 mmHg
- PO2 < 60 mmHg
Jika APE 50% dan terus menerus Jika tidak ada perbaikan dalam
dalam pengobatan peroral / inhalasi 6 12 jam
TERIMAKASIH