Vous êtes sur la page 1sur 62

Pengantar

SENGKETA
Keadaan yang mencerminkan para pihak
mempunyai masalah, yaitu
menghendaki pihak lain berbuat atau
tidak berbuat sesuatu, tetapi pihak lain
menolak berbuat demikian.
Kondisi yang ditimbulkan oleh dua pihak
atau lebih yang dicirikan dengan
pertentangan secara terang-terangan
Sengketa dan Proses Penyelesaiannya

Sengketa <dispute>
Prosedur
Ajudikasi / Litigasi
Yudisial

Prosedur
Konsensus
Out Court / Non
Litigasi / Consensually
Penyelesaian Sengketa
Non Litigasi

1. ADR : Alternatif Dispute Resolution


2. APS : Alternatif Penyelesaian
Sengketa
3. PPS : Pilihan Penyelesaian
Sengketa
4. MPPSK : Mekanisme Penyelesaian
Sengketa Secara Kooperatif
5. MAPS : Mekanisme Alternatif
Penyelesaian Sengketa
Tujuan APS

Mengurangi kemacetan pengadilan


Meningkatkan keterlibatan masyarakat
dalam proses penyelesaian sengketa
Memperlancar jalur memperoleh
keadilan
Memperoleh penyelesaian sengketa
secara win-win solution
Karakteristik Penyelesaian Sengketa Pengadilan

Memerlukan waktu lama


Menuntut biaya yang besar
Proses sangat formal
Keputusan tidak selalu memuaskan
Bersifat memaksa <coercive>
Didasarkan pada hak-hak <right based>
Dapat merusak hubungan bisnis / sosial yang
telah ada
Menimbulkan konflik berkepanjangan
Bersifat backward looking <melihat ke
belakang, tidak ke depan>
Bersifat terbuka / publisitas perkara
<reputasi seseorang>
Ciri Khas APS

Sifat kesukarelaan dalam proses


Prosedur yang cepat
Keputusan non judicial <tidak
menghukum>
Sifat rahasia <provatisasi sengketa>
Fleksibilitas dalam merancang syarat-
syarat penyelesaian sengketa
Hemat waktu dan biaya
Perlindungan dan pemulihan hubungan
yang ada
Kemudahan untuk melaksanakan hasil
penyelesaian
Lebih mudah memperkirakan hasil
Karakteristik Bentuk-Bentuk
Penyelesaian Sengketa

Karakteristi Litigasi Arbitrasi Mediasi Negosiasi


k
Bentuk Tidak Sukarela Sukarela Sukarela
sikap Sukarela
Yang Hakim Arbiter Para pihak Para pihak
memutus
Kekuatan Mengikat, Mengikat, Kesepakat Kesepakat
Banding kemungki dapat diuji an an
nan (reviw) enforceable enforceable
banding untuk hal sebagai sebagai
sangat kontrak kontrak
terbatas (pacta sunt (pacta sunt
servanda) servanda)
Pihak Imposed, Dipilih para Dipilih Tidak ada
ketiga dan hakim pihak yang fasilitator pihak
tdk memiliki biasanya ahli ketiga
memiliki keahlian di di bidang
spesialisasi bidang yang yang
disengketaka disengketaka
n n
Derajad Format Tidak begitu Informal dan Informal
formalitas struktur formal aturan tidak dan tidak
dan aturan yang berstruktur berstruktur
ketat digunakan
sudah ada disepakati
sebelumny para pihak
a
Aturan Teknis Informal Tidak ada Tidak ada
Pembuktia
n
Private / Publikasi Privatisasi Privatisasi Privatisasi
Karakter Ada Ada Presentasi Presentasi
proses kesempata kesempatan bukti, bukti,
n masing- masing- argumen, argumen,
masing masing dan dan
menyampa menyampaik kepentinga kepentinga
ikan bukti an bukti n n
Hasil /out Principed Kadang Kesepakat Kesepakat
come decision sama an yang an yang
yang ajudikasi, diterima diterima
didukung kadang para pihak para pihak
pendapat kompromi,
obyektif tanpa opini.
(reasoned
opinion)
Pelembagaan ADR di Indonesia

Lembaga Perdamaian <dading> dalam


penyelesaian sengketa perdata di pengadilan
(vide : Pasal 130 HIR)
Lembaga Perantara dalam Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan/P4 (UU No.22 Tahun
1957)
Lembaga Badan Penasehat Perkawinan,
Perselisihan, dan Perceraian (BP4)
Lembaga Penyelesaian Sengketa Lingkungan
di Luar Pengadilan (vide: Pasal 31-33 UU
No.23/1997 tentang pengelolaan lingkungan
Hidup)
UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Negosiasi 1/4
Pasal 6 ayat (2) UU No. 30/1999: pada dasarnya
para pihak dapat dan berhak untuk menyelesaikan
sendiri sengketa yang timbul di antara mereka
Kesepakatan di atas harus dituangkan dalam
bentuk tertulis yang disetujui oleh para pihak
~ Pasal 1851-1864 Bab XVIII Buku III KUH Perdata
Tentang Perdamaian wajib dibuat tertulis dengan
ancaman tidak sah
Beda
Negosiasi: ADR di luar pengadilan
Perdamaian: sebelum proses persidangan
mulai/setelah, di luar/di dalam pengadilan

13
Negosiasi 2/4
: upaya penyelesaian sengketa para pihak tanpa melalui
proses peradilan bertujuan mencapai kesepakatan atas
dasar kerja sama yang lebih harmonis & kreatif

Penjajakan kembali akan hak & kewajiban para pihak yang


bersifat win-win
Melepaskan/memberikan kelonggaran (concession) atas
hak-hak tertentu berdasarkan asas timbal balik
Dituangkan secara tertulis, bersifat final dan mengikat
para pihak
Pasal 6 ayat (7) UU No. 30/1999 kesepakatan tertulis
tersebut wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam
jangka waktu 30 hari terhitung sejak ditandatangani, dan
dilaksanakan dalam waktu 30 hari terhitung sejak
pendaftaran Pasal 6 ayat (8) UU tersebut
Kesepakatan tertulis negosiasi dapat dibatalkan:
kekhilafan mengenai orangnya, mengenai pokok
sengketa, atau ada penipuan/paksaan atau kesepakatan
telah diadakan atas dasar surat-surat yang kemudian14
dinyatakan palsu
Negosiasi 3/4

Prinsip-prinsip dalam pra-negosiasi


pokok persoalan apa yang cenderung timbul dalam
konteks kerja umum yang memerlukan negosiasi
siapa yang terlibat dalam negosiasi
apakah perlu negosiasi
bagaimana kualitas hubungan di antara para pihak

Faktor-faktor
kekuatan tawar menawar
pola tawar menawar
strategi tawar menawar

15
Negosiasi 4/4
Tahap dalam berlangsungnya negosiasi
menetapkan persoalan & menetapkan posisi awal
argumentasi
menyelidiki kemungkinan
menetapkan proposal
menetapkan dan menandatangani persetujuan
Strategi
withdrawal/avoidance: menghindar/melarikan diri
smoothing/accommodation: mencoba menyelesaikan konflik
dan membuat semua pihak senang
compromise: setiap orang mendapat hak yang sama
menghindari konflik
force/competition: win-lose
problem solving: keterbukaan dan kejujuran para pihak untuk
mencapai konsensus 16
Mediasi Sebagai Salah Satu
Alternatif Penyelesaian
Sengketa di Luar Pengadilan
DASAR HUKUM ADR
Dasar Filosofi Pancasila (asas penyelesaian sengketa melalui musyawarah
untuk mencapai mufakat)

Reglement op de Burgelijke Rechtvordering (RV) pengaturan mengenai


Arbitrase

Konvensi Washington (dgn UU No. 5/68)

Konvensi New York (dgn Kepres No. 34/81)

UU No. 14/70 ttg Kekuasaan Kehakiman telah diakomodir hal sbb:


Penyelesaian perkara di luar pengadilan, atas dasar perdamaian atau melalui
wasit (arbitrase) {penjelasan ps. 3 UU No. 14/70}
18

Tahun 1977 didirikan BADAN ARBITRASE NASIONAL (BANI)


DASAR HUKUM ADR
Dasar Hukum NEGOSIASI, MEDIASI,
KONSILIASI belum ada pengaturan secara
tegas, hanya berpedoman pada ETIKA BISNIS

UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan


Alternatif Penyelesaian Sengketa (isinya lebih
cocok disebut UU ttg Arbitrase dan mekanisme
proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase,
sedangkan lembaga ADR lain tidak dibahas
19
DASAR- DASAR
TEKNIK PENYELESAIAN SENGKETA
Penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui jalur:

Litigasi

Non Litigasi
(Alternative Dispute Resolution)
20
Waktu lama

Mahal Litigasi Pertikaian

proses
penyelesaian sengketa
melalui
Jalur Pengadilan
Kurang Jujur Kurang Netral

21
Murah
Hub. baik

Cepat ADR
Sukarela

proses
Non Judicial
penyelesaian sengketa Sesuai
(luwes) di luar Kebutuhan
Jalur Pengadilan

Rahasia
Netral

22
LATAR BELAKANG
Tuntutan ADR
Dunia Bisnis

Kritik Bagi Lembaga Peradilan

Peradilan Tidak Responsif

Kemampuan Hakim yang Generalis


23
BENTUK-BENTUK ADR

Negosiasi

Mediasi

Konsoliasi

Arbitrase
24
MEDIATION
DEFINISI

Upaya penyelesaian sengketa secara damai dimana ada


keterlibatan pihak ketiga yang netral (mediator) , yang secara
aktif membantu pihak-pihak yang bersengketa untuk mencapai
suatu kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak
(MEDIASI).
Kovach
Facilitated negotiation. It is a process by which a neutral
third party, the mediator, assist disputing parties in
reaching a mutually satisfactory resolution.
Nolan Haley
A short term, structured, task, oriented, participatory
intervention process. Disputing parties work with a
neutral third party, the mediator, to reach a mutually
25
acceptable agreement
MENGAPA MEDIATION

Penyelesaian melalui mediasi tidak hanya dilakukan di luar


pengadilan saja, akan tetapi Mahkamah Agung berpendapat
prosedur mediasi patut untuk ditempuh bagi para pihak yang
beracara di pengadilan.
Langkah ini dilakukan pada saat sidang pertama kali digelar.
Adapun pertimbangan dari Mahkamah Agung, mediasi
merupakan salah satu solusi dalam mengatasi menumpuknya
perkara di pengadilan.
Proses ini dinilai lebih cepat dan murah, serta dapat memberikan
akses kepada para pihak yang bersengketa untuk memperoleh
keadilan atau penyelesaian yang memuaskan atas sengketa
yang dihadapi.
Di samping itu institusionalisasi proses mediasi ke dalam ststem
peradilan dapat memperkuat dan memaksimalkan fungsi
lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa di samping
26
proses pengadilan yang bersifat memutus (ajudikatif).
MEDIASI DI PENGADILAN

Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun


2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
memberikan definisi sebagai:
penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak
dengan dibantu oleh mediator.

Mediasi dilaksanakan melalui suatu perundingan yang


melibatkan pihak ketiga yang bersikap netral (non
intervensi) dan tidak berpihak (impartial) kepada pihak-
pihak yang bersengketa serta diterima kehadirannya oleh
pihak-pihak yang bersengketa.

27
MEDIASI DI PENGADILAN

Pihak ketiga tersebut adalah mediator atau penengah


yang tugasnya hanya membantu pihak-pihak yang
bersengketa dalam menyelesaikan masalahnya dan
tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil
keputusan.
Dapat dikatakan seorang mediator hanya bertindak
sebagai fasilitator saja.
Melalui mediasi diharapkan dicapai titik temu
penyelesaian masalah atau sengketa yang dihadapi para
pihak, yang selanjutnya dituangkan sebagai kesepakatan
bersama.
Pengambilan keputusan tidak berada di tangan mediator,
tetapi berada di tangan para pihak yang bersengketa.
28
UNSUR-UNSUR MEDIASI

Sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan


perundingan.
Adanya pihak ketiga yang bersifat netral yang disebut sebagai
mediator (penengah) terlibat dan diterima oleh para pihak yang
bersengketa dalam perundingan itu.
Mediator tersebut bertugas membantu para pihak yang
bersengketa untuk mencari penyelesaian atas masalah-
masalah sengketa.
Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan-
keputusan selama proses perundingan berlangsung.
Mempunyai tujuan untuk mencapai atau menghasilkan
kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang
bersengketa guna mengakhiri sengketa.
29
SKEMA MEDIATION

PIHAK A PIHAK B

MEDIATOR

30
KEUNTUNGAN MEDIASI
Para pihak yang bersengketa dapat tetap berhubungan
baik. Hal ini sangat baik bagi hubungan bisnis karena
pada dasarnya bertumpu pada good relationship dan
mutual trust
Lebih murah dan cepat
Bersifat rahasia (confidential), sengketa yang timbul tidak
sampai diketahui oleh pihak luar, penting untuk menjaga
reputasi pengusaha karena umumnya tabu untuk terlibat
sengketa
Hasil-hasil memuaskan semua pihak
Kesepakatan-kesepakatan lebih komrehensif
Kesepakatan yang dihasilkan dapat dilaksanakan
31
Fungsi Mediator

Sebagai katalisator (mendorong suasana yang kondusif).


Sebagai pendidik (memahami kehendak, aspirasi, prosedur kerja,
dan kendala usaha para pihak).
Sebagai penerjemah (harus berusaha menyampaikan dan
merumuskan usulan pihak yang satu kepada pihak yang lain).
Sebagai nara sumber (mendaya gunakan informasi).
Sebagai penyandang berita jelek (para pihak dapat emosional).
Sebagai agen realitas (terus terang dijelaskan bahwa sasarannya
tidak mungkin dicapai melalui suatu proses perundingan).
Sebagai kambing hitam (pihak yang dipersalahkan)

32
PROSES MEDIASI
Tahap pertama: menciptakan forum.
Dalam tahap ini kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
Rapat gabungan.
Pernyataan pembukaan oleh mediator, dalam hal ini yang
dilakukan adalah:
mendidik para pihak;
menentukan pokok-pokok aturan main;
membina hubungan dan kepercayaan.
Pernyataan para pihak, dalam hal ini yang dilakukan adalah:
dengar pendapat (hearing);
menyampaikan dan klarifikasi informasi;
cara-cara interaksi. 33
PROSES MEDIASI
Tahap kedua: mengumpulkan dan membagi-bagi
informasi.
Dalam tahap ini kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan
mengadakan rapat-rapat terpisah yang bertujuan untuk:
Mengembangkan informasi selanjutnya;
Mengetahui lebih dalam keinginan para pihak ;
Membantu para pihak untuk dapat mengetahui kepentingannya ;
Mendidik para pihak tentang cara tawar menawar penyelesaian
masalah.

34
PROSES MEDIASI
Tahap ketiga: pemecahan masalah.
Dalam tahap ketiga yang dilakukan mediator mengadakan rapat
bersama atau lanjutan rapat terpisah, dengan tujuan untuk:
Menetapkan agenda.
Kegiatan pemecahan masalah.
Menfasilitasi kerja sama.
Identifikasi dan klarifikasi isu dan masalah.
Mengembangkan alternatif dan pilihan-pilihan.
Memperkenalkan pilihan-pilihan tersebut.
Membantu para pihak untuk mengajukan, menilai dan
memprioritaskan kepentingan-kepentingannya.
Hukum Bisnis (Mediasi) 35
PROSES MEDIASI
Tahap keempat: pengambilan keputusan.
Dalam tahap ini, kegiatan-kegiatan yang dilakukan sebagai
berikut:
Rapat-rapat bersama.
Melokalisasikan pemecahan masalah dan mengevaluasi
pemecahan masalah.
Membantu para pihak untuk memperkecil perbedaan-
perbedaan.
Mengkonfirmasi dan klarifikasi kontrak.

36
PROSES MEDIASI
Tahap keempat: pengambilan keputusan.
Membantu para pihak untuk memperbandingkan proposal
penyelesaian masalah dengan alternatif di luar kontrak.
Mendorong para pihak untuk menghasilkan dan menerima
pemecahan masalah.
Mengusahakan formula pemecahan masalah berdasarkan win-
win solution dan tidak ada satu pihakpun yang merasa
kehilangan muka.
Membantu para pihak untuk mendapatkan pilihannya.
Membantu para pihak untuk mengingat kembali kontraknya.

37
Ketrampilan dan Teknik Mediator
Ketrampilan pengorganisasian perundingan.
Merencanakan dan menjadwalkan pertemuan.
Tepat waktu.
Menyambut kedatangan para pihak dalam perundingan.
Dll.
Ketrampilan perundingan.
Mengarahkan pertemuan.
Mengingatkan penyelesaian perundingan bukan mediator.
Menentukan siapa yang memulai pembicaraan.
Kapan kaukus diasakan dan skorsing.

38
Ketrampilan dan Teknik Mediator
Ketrampilan menfasilitasi
Mengubah posisi menjadi isu-isu yang diperlukan.
Mengatasi emosi.
Menghadapi kemungkinan jalan buntu (deadlock).
Melintasi halangan terakhir (the last gap).
Ketrampilan komunikasi.
Komunikasi verbal.
Mendengar secara efektif.
Membingkai ulang.
Komunikasi non verbal.
Kemampuan bertanya.
Mengulang pertanyaan.
Menyimpulkan.
Membuat catatan.
Empati.
Humor. 39
KAUKUS
Definisi

Caucus (USA: Separate meetings)


Australia : Private Meetings
Merupakan proses paling penting dan merupakan ciri khas dari
mediasi.
Bisa dilakukan dengan salah satu pihak dan pengacaranya atau
hanya dengan salah satu pihak.

40
FUNGSI KAUKUS

Memungkinkan salah satu pihak untuk mengungkapkan


kepentingan yang tidak ingin mereka ungkapkan didepan
mitra rundingnya.
Mediator mencari informasi tambahan.
Membantu mediator dalam memahami motivasi dan
prioritas para pihak dan membangun empati serta
kepercayaan secara individual.
Memberikan pada para pihak waktu dan kesempatan untuk
menyalurkan emosi kepada mediator tanpa membahayakan
kemajuan mediasi.
Memungkinkan mediator untuk menguji seberapa realistis
opsi-opsi yang diusulkan.
41
FUNGSI KAUKUS

Memungkinkan mediator untuk mengarahkan


para pihak untuk melaksanakan perundingan
yang konstruktif.
Memungkinkan mediator dan para pihak untuk
mengembangkan dan mempertimbangkan
alternatif-alternatif baru.
Memungkinkan mediator untuk mempengaruhi
para pihak untuk menerima penyelesaian.
42
WAKTU KAUKUS

Di awal mediasi
Bertujuan untuk menumpahkan emosi, merancang
prosedur negosiasi, mengidentifikasikan isu.
Di tengah mediasi
Mencegah komitmen yang prematur.
Di akhir mediasi
Mengatasi kebuntuan, merancang proposal,
menformulasikan kesepakatan.
43
ARBITRASE DAN ALTERNATIF
PENYELESAIAN SENGKETA

PENDAHULUAN

Permasalahan penanganan sengketa, khususnya pada sengketa internasional, dalam


era ekonomi global di hadapkan pada persoalan yang kompleks, khususnya
mengenai coalotion of norm. Mengapa demikian, hal ini banyak faktor berperan
yang perlu dicarikan jalan keluar apabila timbul satu sengketa antar pihak.
Banyak faktor yang berpengaruh terhadap penyelesaian sengketa internsional,
seperti budaya, bahasa, sistem nilai, serta sistem hukum yang berlainan. Sebagai
contoh, Amerika Serikat menyindir jepang dengan satu anekdot, para praktisi
bisnis Amerika Serikat semestinya mengeskpor lawyar ditukar (barter) dengan
mobil Jepang. Tidak dapat disangkal lagi bahwa pada umumnya para pihak memilih
untuk menyelesaikan sengketa di luar pengadilan atau dengan istilah alternative
dispute resolution (ADR), mengingat biayanya lebih ekonomis, praktis, dan tidak
memakan waktu yang lama. Norma hukum mengenai arbitrase dan alternatif
penyelesaian sengketa di luar pengadilan telah diatur dalam Undang-Undang 30
Tahun 1999. Setelah diundangkannya UU tersebut berarti mencabut semua
ketentuan mengenai arbitrase sebagaimana di maksud dalam Pasal 615 sampai
dengan 651 Reglemen
Acara Perdata dan Pasal 377 Reglemen Indonesia diperbaharui dan Pasal 705
Reglemen Acara untuk Luar Jawa dan Madura.
SEJARAH ARBITRASE

Peradaban manusi dewasa ini merupakan hasil


dari pembangunan peradaban sebelumnya.
Sejarah manusia di muka bumi diwarnai dengan
carut marut konflik antar individu, perselisihan,
perang sampai pada pemusnahan etnik
antarnegara yang menimbulkan tragedi umat
manusia. Demikian halnya arbitrase timbul
karena adanya perselisihan antarpara pihak yang
membuat perjanjian, dimana pihak ketiga
diperlukan untuk membantu menyelesaikannya
tanpa campur tangan pihak pengadilan.
Sejarah Arbitrase (lanjutan.)

Periode pasca penjajahan, Indonesia tetap masih


menggunakan hukum produk kolonial selama tidak
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Ketentuan ini mempunyai landasan yuridis
berdasarkan pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang
Dasar 1945. Dewasa ini badan Arbitrase Nasional
Indonesia yang merupakan institusi permanen yang
bersifat nasional untuk menangani penyelesaian
sengketa melalui arbitrase telah terbentuk. Yakni pada
tanggal 13 Desember 1977. Dengan kehadiran BANI,
dapat diharapkan mempermudah para pelaku bisnis
dalam menyelesaikan sengketa serta yang tidak kalah
pentingnya adalah membantu pengadilan agar tidak
terlalu banyak menunggak utang penyelesaian
perkara.
PENGERTIAN ARBITRASE DAN ALTERNATIF
PENYELESAIAN SENGKETA (ADR)

PENGERTIAN ARBITRASE DAN ALTERNATIF


PENYELESAIAN SENGKETA (ADR)

Menurut ketentuan umum Pasal 1 UU No. 30 Tahun 1999,


arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa
perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan
perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh pihak
yang bersengketa. Dalam Pasal 1 angka 10 jelaskan
pengertian alternatif penyelesaian sengketa, yaitu
lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat
melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi,
negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
Selain pengertian arbitrase menurut Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999, juga perlu kita memperkaya
pemahaman tentang arbitrase dengan mengutip beberapa
pendapat para ahli hukum terkemuka, diantaranya sebagai
berikut :
Subekti, dalam bukunya Aneka Perjanjian Mengemukakan bahwa arbitrase
ialah pemutusan suatu sengketa oleh seseorang atau beberapa orang yang
ditunjuk oleh pihak yang bersengketa sendiri, di luar hukum atau pengadilan.

Sudikno Mertokusumo, mengemukakan bahwa arbitrase adalah suatu


prosedur penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang berdasarkan
persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan diserahkan kepada wasit atau
lebih.

Z. Asikin Kusumaatmadja, arbitrase adalah aturan komunitas bisnis dalam


penyelesaian sengketa di antara mereka.

Sidik Suraputra, abitrase adalah tindakan atau cara kerja yang sederhana
yang dipilih oleh para pihak dengan suka rela yang menginginkan suatu
penyelesaian sengketa yang diputuskan oleh seorang wasit yang tidak berat
sebelah atas pilihan mereka sendiri untuk memutuskan beralaskan isi dari
perkara, mereka kemudian setuju untuk menerima putusan yang final dan
mengikat.
PERKARA YANG TIDAK
MUNGKINKAN MELALUI
ARBITRASE
1. Sengketa yang dapat diselesaikan melalui
arbitrase hanya sengketa di bidang
perdagangan dan mengenai hak yang menurut
hukum dan peraturan perundangan-undangan
dikuasai sepenuh oleh pihak yang bersengketa.

2. Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui


arbitrase adalah sengketa menurut peraturan
perundang-undangan tidak dapat diadakan
perdamaian.
H.M.N.Purwosucipto memberikan ulasan
terhadap sengketa bidang apa saja yang dapat
diselesaikan melalui arbitrase, dengan melihat
sejarah yang dibentuk untuk kepentingan
pedagang. Adapun sengketa tersebut dapat
berupa penyelesaian mengenai:

Jual beli perusahaan,


Perjanjian perburuhan / kerja,
Makelar dan komisioner,
Perjanjian pengangkutan dan lain-lain.
perselisihan yang timbul antara konsumen dan pelaku usaha
dimungkinkan penyelesaiannya melalui arbitrase. Dalam
Pasal 47 UU No. 8 Tahun 1999 mengatur sebagai berikut.

penyelesaian sengketa konsumen di


luar pengadilan diselenggarakan untuk
mencapai kesepakatan mengenai
bentuk dan besarnya ganti-rugi dan
atau mengenai tindakan tertentu untuk
menjamin tidak akan terjadi kembali
atau tidak akan terulang kembali
kerugian yang diderita konsumen.
DASAR HUKUM ALTERNATIF
PENYELESAIAN SENGKETA
(ADR)

Dalam penjelasan Pasal 3 ayat (1) Undang-


undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-
Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 74,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2952)
menegaskan bahwa,Penyelesaian perkara di
luar pengadilan atas dasar perdamaian atau
melalui arbitrase tetap diperolehkan, akan tetapi
putusan arbiter hanya mempunyai kekuatan
eksekutorial setelah memperoleh izin atau
perintah untuk dieksekusi dari pengadilan.
Teknis pelaksanaan eksekutorial dari putusan
alternatif penyelesaian sengketa (ADR) di
luar pengadilan harus merujuk pada Pasal UU
No. 30 Tahun 1999

Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh)


hari terhitung sejak tanggal putusan
diucapkan, lembar asli atau salinan otentik
putusan arbitrase diserahkan dan
didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya
kepada panitera Pengadilan Negeri. Putusan
arbitrase bersifat final dan mempunyai
kekuatan hukum tetap dan mengikat para
pihak (Pasal 60 UU No. 30 Tahun 1999).
UNSUR-UNSUR ARBITRASE

Peradilan Perdamaian

Lembaga peradilan perdamaian terletak di luar


peradilan umum, yaitu peradilan yang
diselenggarakan oleh swasta. Peradilan
perdamaian terjadi di luar sidang peradilan, dalam
rapat desa atau tempat lainnya. Cara mencapai
putusan terakhir para peradilan perdamaian ini
biasanya dilakukan dalam sistem pendekatan
kesepakatan bersama tentang penyelesaian
sengketa.
Para Pihak

Pada peradilan wasit ini para pihak biasanya


terdiri atas pengusaha, yakni orang-orang yang
menjalankan perusahaan, yang tidak
mempunyai waktu banyak untuk
menyelesaikan sengketanya dengan pengusaha
lain di muka pengadilan umum. Mereka itu
lebih mementingkan waktu daripada hal
lainnya. Adalah menjadi keinginan mereka
untuk menyelesaikan perkaranya secara tepat
agar waktu yang terhemat dapat dipakai untuk
mencari keuntungan.
Kesepakatan

Untuk menyelesaikan perkaranya dengan


perwasitan, kesepakatan merupakan unsur
mutlak bagi adanya perwasitan, yakni
kesepakatan untuk menyelesaikan
persengketaannya dengan melalui peradilan
wasit. Kesepakatan ini harus ada dan
tertulis, misalnya berwujud dalam suatu
klausul perjanjian induk, yang disebut akta
kompromis. Jika kesapakatan ini tidak ada,
maka peradilan wasit tidak bisa dilakukan.
Hak yang Dipersengketakan

Hak yang dipersengketakan


haruslah pribadi yang dapat dikuasai
sepenuhnya. Suatu hak pribadi, yang
negara turut mengaturnya atau
menguasainya, kalau ada
persengketaan tidak boleh diajukan
kepada peradilan wasit, misalnya
persoalan perkawinan.
Wasit

Persengketaan mengenai hak


pribadi yang dapat dikuasai
sepenuhnya tersebut diajukan di
muka peradilan wasit. Wasit
haruslah seorang hakim yang tidak
memihak, ahli dalam bidang tentang
hak pribadi yang diperselisihkan,
dan ditunjuk oleh para pihak.
Putusan Peradilan
Wasit
Karena para wasit ditunjuk oleh
masing-masing pihak yang
bersengketa, maka logisnya
putusannya harus ditaati kedua belah
pihak. Apabila ada pihak yang tidak
mau tunduk pada putusan peradilan
wasit yang sudah dipilihnya sendiri,
maka pihak yang melakukannya
dianggap wanprestasi.
Putusan Perwasitan adalah
Putusan Terakhir

Termasuk dalam kesepakatan kedua belah


pihak, bahwa putusan wasit merupakan
keputusan terakhir. Jadi pada hakikatnya tidak
ada banding atau kasasi. Hal ini tidak menutup
kemungkinan bahwa Undang-undang
mengijinkan adanya banding.

Dalam Pasal 60 ditegaskan bahwa putusan


arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan
hukum tetap dan mengikat para pihak.
KEUNTUNGAN ARBITRASE

Pada umumnya, lembaga arbitrase mempunyai kelebihan dibandingkan dengan


lembaga peradilan. Kelebihan tersebut antara lain sebagai berikut :

Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak.

Dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedur dan


administratif.

Para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai


pengetahuan, serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang
disengketakan, jujur, dan adil.

Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya


serta proses dan tempat penyelenggarakan arbitrase.

Putusan arbiter merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan
melalui tata cara (prosedur) sederhana ataupun langsung dapat dilaksanakan.
KUALIFIKASI ARBITER

Yang dapat ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter harus memenuhi syarat:

Cakap melakukan tindakan hukum,


Berumur paling rendah 35 tahun,
Tiak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan
drajat kedua dengan salah satu pihak bersengketa,
Tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain putusan
arbitrase, dan
Memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif di bidangnya paling
sedikit 15 tahun.

Hakim, jaksa, panitera, dan pejabat peradilan lainnya tidak dapat ditunjuk
atau diangkat sebagai arbiter.

Khusus mengenai larangan pejabat peradilan (lihat ayar 2) untuk duduk


sebagai arbiter dimaksud agar terjamin adanya objektifitas dalam
pemeriksaan serta pemberian putusan oleh arbiter atau majelis arbitrase.

Vous aimerez peut-être aussi