Vous êtes sur la page 1sur 26

ASKEP

ILEUS PARALITIK
OLEH
KELOMPOK III:
1. AMBOY (P14201414086)
2. HASYIM (P14201414..)
3. RISNAWATI (P14201414091)
4. SALMATIAH SALAMUN (P14201414096)
5. WD. NURMAYA (P14201414010)
6. YENI FITRIANI (P14201414045)
7. WD. ST. SARLIN (P14201416047)
8. PRETY DIAMANTA (P14201416)
9. YECCE ARDIANSYAH (P)
10. RISNAWATI (P14201414074)
A. Definisi
Ileus paralitik adalah istilah gawat abdomen atau
gawat perut menggambarkan keadaan klinis
akibat kegawatan dirongga perut yang biasanya
timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan
utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan
segera yang sering berupa tindakan bedah,
misalnya pada obstruksi, perforasi atau
perdarahan masif dirongga perut maupun saluran
cerna, infeksi, obstruksi atau strangulasi saluran
cerna dapat menyebabkan perforasi yang
mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi
saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang
merupakan tanda adanya obstruksi usus akut.
Ileus paralitik adalah obstruksi yang terjadi
karena suplai saraf otonom mengalami paralisis
dan perisaltik usus terhenti sehingga tidak
mampu mendorong isi sepanjang usus.
Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan
endokrin seperti diabetes mellitus atau gangguan
neurologis seperti penyakit parkinson.
(Harnawatiaj: 2008)
Illeus paralitik adalah keadaan abdomen akut berupa
kembung distensi usus karena usus tidak dapat bergerak
(mengalami motilitas), pasien tidak dapat (mengalami
motilitas), pasien tidak dapat buang air besar. (dr.Liza:
2008). Ileus (Ileus paralitik, Ileus Adinamik) adalah suatu
keadaan dimana pergerakan kontraksi normal dinding
usus untuk sementara waktu berhenti.
(www.medicastore.com)
Dari keempat definisi diatas maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa ileus paralitik adalah
istilah gawat abdomen atau gawat perut yang
biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai
keluhan utama karena usus tidak dapat bergerak
(mengalami motilitas) dan menyebabkan pasien
tidak dapat buang air besar
B. Etiologi
Pembedahan abdomen
Trauma abdomen: Tumor yang ada dalam dinding
usus meluas ke lumen usus atau tumor diluar usus
menyebabkan tekanan pada dinding usus
Infeksi: Peritonitis, appendicitis, diverticulitis.
Pneumonia
Sepsis
Serangan jantung
Ketidakseimbangan elektrolit, khususnya natrium
Kelainan metabolik yang mempengaruhi fungsi otot
Obat-obatan: Narkotika, Antihipertensi Mesenteric
ischemia
C. Klasifikasi
1. Ileus mekanik
A. Lokasi Obstruksi
a. Letak tinggi: Duodenum-Jejenum
b. Letak Tengah: Ileum Terminal
c. Letak Rendah: Colon-Sigmoid-Rectum
B. Stadium
a. Parsial: Menyumbat lumen sebagian
b. Simple/Komplit: Menyumbat lumen total
c. Strangulasi: Simple dengan jepitan vasa 6.
2. Ileus Neurogenik
a. Adinamik: Ileus paralitik
b. Dinamik: Ileus Spastik
3. Ileus Vaskuler: Intestinal ischemia 6
D. Patofisiologi
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah
obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang
apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh
penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan
utama adalah obstruksi paralitik dimana perisaltik
dihambat dari permulaan, sedangkan pada
obstruksi mekanik mula-mula diperkuat, kemudian
intermiten, dan akhirnya hilang.
Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi
usus adalah lumen usus yang tersumbat secara
progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70%
dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan
intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan
natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar
8 liter cairan diekskresikan kedalam saluran cerna
setiap hari. Tidak adanya absorbsi dapat
mengakibatkan penimbunan intralumen dengan
cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah
pengobatan dimulai merupakan sumber
kehilangan utama cairan dan elektrolit
Pengaruh atas kehilangan ini adalah penyempitan
ruang saluran ekstrasel yang mengakibatkan syok-
hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan
perfusi jaringan dan asidosis metabolik.
Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan
lingkaran setan penurunan absorbsi cairan dan
peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal
peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan
peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai
absorbsi toksin-toksin bakteri kedalam rongga
peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk
menyebabkan bakteriemia.
Pada obstruksi mekanik simple, hambatan pasase muncul
tanpa disertai gangguan vaskuler dan neurologik.
Makanan dan cairan yang ditelan, sekresi usus, dan udara
terkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya
komplit. Bagian usus proksimal distensi dan bagian distal
kolaps.

Fungsi sekresi dan absorbsi membran mukosa usus


menurun dan dinding usus menjadi edema dan kongesti.
Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara
terus menerus dan progresif akan mengacaukan
perisaltik dan fungsi sekresi mukosa dan meningkatkan
resiko dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis
dan kematian.
E. Manifestasi Klinis
Adapun klasifikasi dari ileus paralitik, yaitu:
Obstruksi Usus Halus
Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian
tengah seperti kram yang cenderung bertambah berat
sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat hilang
timbul. Pasien dapat mengeluarkan darah dan mukus
tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat flatus.
Pada obstruksi komplit, gelombang perisaltik pada
awalnya menjadi sangat keras dan akhirnya
berbalik arah dan isi usus terdorong kedepan
mulut.
Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah
fekal dapat terjadi. Semakin kebawah obstruksi di area
gastrointestinal yang terjadi, semakin jelas adanya
distensi abdomen. Jika berlanjut terus dan tidak diatasi
maka akan terjadi syok hipovolemia akibat dehidrasi
dan kehilangan volume plasma.
Obstruksi Usus Besar
Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang
sama dengan obstruksi pada usus halus tetapi
intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah muncul
terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten.
Pada pasien dengan opbstruksi disigmoid dan
rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu-satunya
selama beberapa hari.
Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari
usus besar menjadi dapat dilihat dari luar melalui
dinding abdomen dan pasien menderita kram akibat
nyeri abdomen bawah.
F. Penatalaksanaan Medis
1. Pengobatan dan Terapi medis.
a. Pemberian obat antibiotik, analgetik, anti
inflamasi.
b. Obat-obatan narkose mungkin diperlukan
setelah fase akut
c. Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme
otot.
d. Bed Rest
2. Konservatif
Laparatomi adanya strangulasi ditandai dengan
adanya lokal peritonitis seperti takikardia, pireksia
(demam) lokal tenderness dan guarding, rebound
tenderness. Nyeri lokal, hilangnya suara usus lokal,
untuk mengetahui secara pasti hanya dengan
tindakan laparatomi.
G. Pemeriksaan Penunjang
Amilase-lipase
Kadar gula darah
Kalium serum
Analisis gas darah
Ro. Abdomen
H. Komplikasi
a. Nekrosis usus
b. Perforasi usus
c. Sepsis
d. Syok dehidrasi
e. Abses
f. Sindrom usus pendek dengan malabsorbsi
dan malnutrisi
g. Pneumonia aspirasi dari proses muntah
h. Gangguan Elektrolit
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a. Airway
- Bagaimana kepatenan jalan nafas
- Apakah ada sumbatan/penumpukan sekret dijalan
nafas?
- Bagaimana bunyi nafasnya, apakah ada bunyi nafas
tambahan?
b. Breathing
- Bagaimana pola nafasnya,frekwensinya, kedalaman
dan iramanya?
- Apakah menggunakan otot bantu pernafasan?
- Apakah ada bunyi nafas tambahan?
c. Circulation
- Bagaimana dengan nadi perifer dan nadi karotis?
Kualitas (isi dan tegangan)
- Bagaimana capillary refillnya, apakah ada akral
dingin, sianosis atau oliguri?
- Apakah ada penurunan kesadaran?
Bagaimana tanda-tanda vitalnya? TD, N, RR, HR?
2. Pengkajian Sekunder
Merupakan tahap awal dari pendekatan proses
keperawatan dan dilakukan secara sistematika
mencakup aspek bio, psiko, sosio, dan spiritual.
Langkah awal dari pengkajian ini adalah pengumpulan
data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan
klien dan keluarga, observasi pemeriksaan fisik,
Konsultasi dengan anggota tim kesehatan lainnya dan
menunjau kembali catatan medis ataupun catatan
keperawatan. Pengkajian fisik dilakukan dengan cara
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Adapun lingkup pengkajian yang dilakukan pada klien
illeus paralitik adalah:
1. Identitas pasien meliputi: Nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, agama, alamat, status
perkawinan, suku, bangsa.
2. Riwayat keperawatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
b. Riwayat kesehatan masa lalu
c. Riwayat kesehatan keluarga
3. Riwayat psikososial dan spiritual
Meliputi pola interaksi, pola pertahanan diri, pola
kognitif, pola emosi dan nilai kepercayaan klien.
4. Kondisi lingkungan, meliputi bagaimana kondisi
lingkungan yang mendukung kesehatan klien.
5. Pola aktivitas sebelum dan dirumah sakit meliputi pola
nutrisi, pola eliminasi, personal hygiene, pola aktifitas sehari-
hari dan pola aktifitas tidur.
6. Pengkajian fisik dilakukan secara inspeksi, palpasi,
auskultasi dan perkusi, yaitu:
a. Inspeksi perut distensi,
b. Palpasi
c. Auskultasi
d. Perkusi
B. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman nyeri epigastrium b/d


proses patologis penyakitnya.
2. Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b/d mual, muntah, dan
anoreksia
3. Potensial syok hipovolemik b/d kurangnya volume
cairan tubuh
4. Gangguan pola eliminasi b/d konstipasi
5. Kecemasan b/d kondisi pasien yang memburuk
dan perdarahan yang dialami pasien.
1. Diagnosa I
Tujuan: Diharapkan rasa nyeri teratasi.
Kriteria hasil:
- Klien tampak rileks.
- Nyeri hilang / berkurang
Intervensi:
1. Kaji tingkat nyeri
2. Berikan posisi senyaman mungkin
3. Ajarkan tehnik relaksasi
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
obat analgesik sesuai indikasi.
2. Diagnosa II
Tujuan: Pemenuhan kebutuhan nutrisi dapat
terpenuhi, Kriteria hasil:
- Mual, muntah hilang.
- Nafsu makan bertambah, makan habis 1 porsi.

Intervensi:
1. Kaji keluhan mual, sakit menelan dan muntah
2. Anjurkan makan sedikit tapi sering.
3. Pelihara oral hygiene sebelum makan
4. Kolaborasi pemberian obat anti emetik
3. Diagnosa III
Tujuan: Diharapkan syok hipovolemik tidak terjadi,
kriteria hasil:
- Tanda-tanda vital dalam batas normal.
- Volume cairan tubuh seimbang, intake cairan
terpenuhi.
Intervensi:
1. Monitor keadaan umum penyimpangan dari
keadaan normalnya.
2. Observasi tanda-tanda vital
3. Kaji intake dan output cairan.
4. Kolaborasi dalam pemberian cairan intra vena
4. Diagnosa IV
Tujuan: Diharapkan gangguan pola eliminasi tidak
terjadi, Kriteria hasil:
- Pola eliminasi, BAB normal

Intervensi:
1. Kaji dan catat frekwensi, warna dan konsistensi
faeces
2. Auskultasi bising usus
3. Anjurkan klien untuk minum banyak air putih
4. Kolaborasi dalam pemberian therapie pencahar
(Laxatif)
5. Diagnosa V
Tujuan: Diharapkan kecemasan tidak terjadi,
Kriteria hasil: Kecemasan berkurang
Intervensi:
1. Kaji rasa cemas klien
2. Bina hubngan saling percaya dengan klien dan
keluarga
3. Berikan penjelasan tentang setiap prosedur
yang dilakukan terhadap klien.
TERIMA KASIH

Vous aimerez peut-être aussi