Vous êtes sur la page 1sur 25

1.

Perkembangan Kota alih fungsi lahan


2.Perlunya penataan kota
3.Perlu adanya multi fungsi RTH
4.Pembangunan Berkelanjutan
adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih
luas baik dalam bentuk area/ kawasan maupun dalam
bentuk area memanjang/jalur di mana dalam
penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada
dasarnya tanpa bangunan.

yang selanjutnya disingkat RTHKP adalah bagian dari


ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh
tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat
ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika.
area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih
bersifat terbuka, tempat tumbuh
tanaman, baik yang tumbuh secara
alamiah maupun yang sengaja ditanam.

ruang terbuka hijau perkotaan adalah bagian dari ruang


terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan
dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial,
budaya, ekonomi dan estetika. Selanjutnya disebutkan pula
bahwa dalam ruang terbuka hijau pemanfaatannya lebih
bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan
secara alamiah ataupun budidaya tanaman.

Rahmi (2002) lahan tidak terbangun yang tertutup oleh tumbuhan

sebuah kawasan yang difungsikan untuk ditanami


tumbuhhan. Kawasan terbuka hijau dapat berupa
Muchlis (2006) taman, kota, trotoar jalan yang ditanami pohon,
areal sawah atau perkebunan
Pengertian RTH, (Purnomohadi, 1995).
(1)suatu lapang yang ditumbuhi berbagai tetumbuhan,
pada berbagai strata, mulai dari penutup tanah, semak,
perdu, dan pohon (tanaman tinggi berkayu);

(2)Sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang


mempunyai ukuran, bentuk dan batas geografis tertentu
dengan status penguasaan apapun, yang di dalamnya
terdapat tetumbuhan hijau berkayu dan tahunan
(perennial woody plants), dengan pepohonan sebagai
tumbuhan penciri utama dan tumbuhan lainnya (perdu,
semak, rerumputan, dan tumbuhan penutup tanah
lainnya), sebagai tumbuhan pelengkap, serta benda-
benda lain yang juga sebagai pelengkap dan penunjang
fungsi RTH yang bersangkutan
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di
Rio de Janeiro, Brazil (1992)
&
KTT Johannesburg, Afrika Selatan
(2002, Rio +10),

disepakati bersama bahwa sebuah kota


idealnya memiliki luas RTH minimal 30
persen dari total luas kota.
pengelolaan ruang di kawasan perkotaan cenderung mengalami tantangan yang
cukup berat akibat tingginya arus urbanisasi. Sementara di sisi lain, daya dukung
lingkungan dan sosial yang ada juga menurun

PERKEMBANGAN PENDUDUK KOTA


Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan terbuka non-hijau dapat berupa
adalah bagian dari ruang-ruang terbuka ruang terbuka yang diperkeras
(open spaces) suatu wilayah perkotaan (paved) maupun ruang terbuka
yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan biru (RTB) yang berupa
vegetasi guna mendukung manfaat permukaan sungai, danau,
ekologis, sosial-budaya dan arsitektural maupun areal-areal yang
yang dapat memberikan manfaat diperuntukkan khusus sebagai
ekonomi (kesejahteraan) bagi area genangan
masyarakatnya
TIPOLOGI RUANG TERBUKA HIJAU
RTH dapat meningkatkan kualitas air tanah, mencegah
banjir, mengurangi polusi udara, dan enurunkan suhu
kota tropis yang panas terik. Bentuk-bentuk RTH
perkotaan yang berfungsi ekologis antara lain seperti
sabuk hijau kota, taman hutan kota, taman botani, jalur
sempadan sungai dan lain-lain.

RTH dapat memberikan fungsi sebagai ruang interaksi


sosial, sarana rekreasi, dan sebagai tetenger (landmark)
kota yang berbudaya. Bentuk RTH yang berfungsi sosial-
budaya antara lain taman-taman kota, lapangan olah
raga, kebun raya, TPU, dan sebagainya.
RTH dapat meningkatkan nilai keindahan dan
kenyamanan kota melalui keberadaan taman-taman
kota, kebun-kebun bunga, dan jalur-jalur hijau di jalan-
jalan kota.

baik secara langsung seperti pengusahaan lahan-lahan


kosong menjadi lahan pertanian/ perkebunan (urban
agriculture) dan pengembangan sarana wisata hijau
perkotaan yang dapat mendatangkan wisatawan.
RTH dengan konfigurasi ekologis
merupakan RTH yang berbasis bentang alam seperti,
kawasan lindung, perbukitan, sempadan sungai, sempadan
danau, pesisir dsb.

RTH dengan konfigurasi planologis


dapat berupa ruang-ruang yang dibentuk mengikuti pola
struktur kota seperti RTH perumahan, RTH kelurahan, RTH
kecamatan, RTH kota maupun taman-taman regional/
nasional.
(1)RTH milik pribadi atau badan hukum,
misal: halaman rumah tinggal, perkantoran, tempat ibadah,
sekolah atau kampus, hotel, rumah sakit, kawasan
perdagangan (pertokoan, rumah makan), kawasan industri,
stasiun, bandara, pelabuhan, dan lahan pertanian kota.

(2) RTH milik umum,


yaitu lahan dengan tujuan penggunaan utamanya adalah
ditanami berbagai jenis tetumbuhan untuk memelihara fungsi
lingkungan, yang dikelola pemerintah daerah, dan dapat
dipergunakan masyarakat umum, seperti taman rekreasi,
taman olahraga, taman kota, taman pemakaman umum, jalur
hijau jalan; bantaran rel kereta api, saluran umum tegangan
ekstra tinggi (SUTET), bantaran kali, serta hutan kota (HK)
konservasi, HK wisata, HK zona industri, HK antar-zona
permukiman, HK tempat koleksi dan penangkaran flora dan
fauna.
STRUKTUR RTH PERKOTAAN
menurunnya kualitas fisik LH perkotaan, banjir/ longsor dan
kualitas air tanah, polusi udara dan kebisingan di perkotaan

perilaku sosial masyarakat yang cenderung kontra-produktif


dan destruktif seperti kriminalitas dan vandalisme, kriminalitas
dan konflik horizontal, ruang-ruang kota yang dapat menyalurkan
kebutuhan interaksi sosial untuk pelepas ketegangan (stress)

lemahnya kelembagaan dan SDM, kurangnya keterlibatan pihak


swasta sebagai stakeholder , belum adanya peraturan perundang-
undangan (PUU) yang memadai tentang RTH, serta pedoman teknis
pelaksanaan dalam pengelolaan RTH sehingga keberadaan RTH masih
bersifat marjinal.
secara teoritis dikatakan, bahwa ruang perkotaan yang tersedia
makin terbatas, namun dalam kenyataannya banyak lahan-lahan
tidur
Carpenter (1975), mengatakan bahwa RTH
Kota dengan ukuran 0,4 Ha, mampu meredam
25-80% kebisingan.

untuk setiap 100.000 penduduk yang


menghasilkan sekitar 4,5 juta liter limbah per
hari, diperlukan RTH seluas 522 hektar.

Kota-kota besar di Negeri Belanda


mempergunakan standar 35-40 m2 RTH/kapita.
.. fenomena pemanasan bumi,
. degradasi kualitas lingkungan, dan
. bencana lingkungan
menyadarkan kita pentingnya keberlanjutan kota demi
kelangsungan kehidupan umat manusia.

Kota-kota di Indonesia tengah menuju bunuh diri


ekologis dan perkotaan banjir, rob, krisis air bersih,
kemacetan lalu lintas, pencemaran udara, penyakit
lingkungan dan punahnya kehati.

Kota harus memperbaiki diri,


mulai dari hunian hijau, .
lingkungan hijau,.. dan
kota hijau.
RTH publik akan berperan secara baik jika
mengandung unsur :Carr et al. dalam Carmona dkk. (2003),

1. Kenyamanan (comfort),
kenyamanan lingkungan (environmental comfort) yang berupa
perlindungan dari pengaruh alam seperti sinar matahari, angin;
kenyamanan fisik (physical comfort) yang berupa ketersediannya
fasilitas penunjang yang cukup seperti tempat duduk.

2. Relaksasi (relaxation),
merupakan aktivitas yang erat hubungannya dengan
psychological comfort. Misalnya menghadirkan unsur-unsur
alam seperti tanaman/pohon, air dengan lokasi yang terpisah
atau terhindar dari kebisingan dan hiruk pikuk kendaraan
disekelilingnya.
3. Kegiatan pasif (passive engagement),
Kegiatan pasif dapat dilakukan dengan cara duduk-duduk atau
berdiri sambil melihat aktivitas yang terjadi disekelilingnya atau
melihat pemandangan yang berupa taman, air mancur, patung
atau karya seni lainnya.

4. Kegiatan aktif (active engagement),


suatu ruang publik dikatakan berhasil jika dapat mewadahi
aktivitas kontak/interaksi antar anggota masyarakat (teman,
famili atau orang asing) dengan baik.

5. Penemuan dan pengelolaan (discovery),


merupakan suatu proses mengelola ruang publik agar di
dalamnya terjadi suatu aktivitas yang tidak monoton. Aktivitas
dapat berupa acara yang diselenggarakan secara terjadwal
(rutin) maupun tidak terjadwal diantaranya berupa konser,
pameran seni, pertunjukan teater, festival, pasar rakyat
(bazaar), promosi dagang.

Vous aimerez peut-être aussi