Vous êtes sur la page 1sur 22

CLINICAL SCIENCE SESSION

12 Juli 2006
ANTIHISTAMIN H1 NON
SEDATIF
Pembimbing : Dendi Sandiono, dr. SpKK (K)

Oleh:
Vicky Ferdian
Lutfi Oscar Bayuni
Regi Septian
Hafsyah

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN/ RSUP Dr. HASAN SADIKIN
BANDUNG
2008
PENDAHULUAN
Antihistamin (AH)
mencegah atau menghambat kerja histamin pada
reseptornya.
Histamin (Yunani) : histos yang berarti jaringan
autakoid aktivitas organ tubuh baik pada proses fisiologis
maupun patologis.
1980 1990 generasi baru dari AH
tidak menembus sawar otak mengurangi efek sedasi
Terfenadin dan astemisol pertama kali dikeluarkan
efek kardiotoksik
non-kardiotoksik desloratadin, levosetirisin, feksofenadin.
Dermatologi digunakan sebagai terapi
KLASIFIKASI DAN RUMUS BANGUN

Antihistamin pada umumnya


KLASIFIKASI DAN RUMUS BANGUN

AH 1 generasi II
Yang termasuk golongan ini adalah:
1. Akrivastin
2. Astemisol
3. Setirisin
4. Loratadin
5. Mizolastin
6. Terfenadin
7. Ebastin
Rumus bangun

Astemisol Loratadin

Terfenadin Setirisin
KLASIFIKASI DAN RUMUS BANGUN

AH 1 generasi III
Yang termasuk golongan ini adalah:
Levosetirisin

Desloratadin

Feksofenadin
Rumus bangun

Feksofenadin Desloratadin

Levosetirisin
FARMAKOLOGI
Mekanisme kerja
antagonis dari histamin pada reseptor H1
inhibitor kompetitif - reversibel terhadap histamin pada reseptor
jaringan
mencegah histamin berikatan serta mengaktivasi reseptornya
dan tidak mudah diganti oleh histamin, dilepaskan secara
perlahan, masa kerjanya lebih lama.
Antihistamin H1 non sedatif ini kurang lipofilik
sangat sedikit menembus sawar darah otak, dan lebih mengikat
reseptor H1 di perifer secara lebih spesifik.
insidensi sedasi jauh lebih sedikit
efek antikolinergiknya lebih jarang terjadi
Setirisin anti inflamasi seperti hambatan aktivasi eosinofil,
neutrofil, limfosit dan kemotaksis dengan jalan menghambat:
Adhesi leukosit ke endotel
Efek kemotaksis sehingga terjadi migrasi melalui jaringan ke
tempat radang
Aktivasi sel radang/ pelepasan mediator
Ekspresi adhesi molekul oleh endotel/sel target
FARMAKOLOGI
Farmakodinamik dan farmakokinetik:
Antihistamin tipe H1 non sedatif diabsorbsi dari saluran cerna
puncak konsetrasi plasma dalam 2 jam.
menghilangkan urtikaria dan reaksi eritema sekitar 1-24 jam.
Terfenadin, astemisol, loratadin, aktivastin, mizolastin, ebastin
dan oksatomid dimetabolisme di hepar melalui sistem enzim
sitokrom P450 3A4 dalam hepar.
Setirisin, feksofenadin, dan desloratadin tidak dimetabolisme
dalam hepar.
Astemisol efek jangka panjang dibandingkan yang lain.
Astemisol mempunyai afinitas lebih besar terhadap reseptor H1
sehingga khasiat anti urtikaria masih dapat berlangsung 4
minggu setelah obat dihentikan.
Waktu paruh eliminasi setirisin dan feksofenadin pada anak-anak
sama dengan dewasa yaitu 7-8 jam.
FARMAKOLOGI

Kegunaan klinis
Antihistamin tipe H1 non sedatif
digunakan terutama untuk pengobatan rinitis
alergi dan urtikaria kronis.
Kontraindikasi
Kehamilan

Ibu menyusui
FARMAKOLOGI
Efek samping
efek sedasi dan antikolinergik yang sedikit efek samping yang
lebih sedikit Sistem saraf pusat
Kardiovaskular
fibrilasi ventrikel, pemanjangan interval QT serta aritmia
ventrikular torsades de pointes yang berhubungan dengan
pemakaian astemizol dan terfenadin. Kelainan ini dapat terjadi
terutama pada wanita dan penderita dengan kelainan jantung
organik yang sebelumnya telah ada (seperti iskemia,
kardiomiopati), aritmia, ataupun penderita dengan gangguan
elektrolit (seperti hipokalemia, hipokalsemia dan
hipomagnesemia)
Hepar
Hepatotoksisitas jarang terjadi, namun dilaporkan adanya kasus
hepatitis yang berhubungan dengan penggunaan terfenadin
selama 5 bulan. Peningkatan serum transaminase dengan kadar
ringan sampai sedang dapat terjadi.
FARMAKOLOGI
Efek samping
Kulit
Fotosensitivitas, urtikaria, erupsi makulopapular,
eritema serta pengelupasan kulit tangan dan kaki.
Selain itu juga dilaporkan adanya reaksi fotoalergi
dan alopesia yang diduga berhubungan dengan
penggunaan terfenadin. Dilaporkan juga suatu
kasus psoriasis yang mengalami eksaserbasi
selama menggunakan terfenadin.
Efek samping lainnya
Dilaporkan adanya sakit kepala, mual, kekeringan
pada mukosa mulut insidensinya sangat rendah.
Karena terbatasnya penelitian pada manusia,
penggunaan antihistamin non sedasi pada wanita
hamil dan ibu menyusui sebaiknya dihindari.
FARMAKOLOGI

Interaksi obat
Perpanjangan interval QT terfenadin bersamaan
dengan ketokonazol dan itrakonazol, antibiotik
makrolid, seperti eritromisin dan klaritromisin,
troleandomisin, lovastatin, protease inhibitor dan
flavonoid, seperti naringin dalam grapefruit juice.
Obat-obatan lain yang dapat berpengaruh pada
peningkatan kadar antihistamin serum dan yang
memiliki risiko kardiovaskular adalah
Human Immunodeficiency Virus-1 (HIV-1) protease
inhibitors,
Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI)
antidepresant, seperti quinin, zileuton.
FARMAKOLOGI
Tabel Perbandingan Efek Farmakologis Anihistamin AH1 non-sedatif
Golongan Obat Aktivitas Efek Aktivitas
antihistamin sedatif antimuskarinik
nik
Alkylamines Acrivastine +++ + +
Phthazinone Azelastine ++ sd +++ + +
Piperazine Cetirizine ++ sd +++ + +
Levocetirizine ++ sd +++ + +
Piperidin Astemizole ++ sd +++ + +
Desloratadine ++ sd +++ + +
Ebastine ++ sd +++ + +
Fexofenadine ++ sd +++ + +
Loratadine ++ sd +++ + +
Terfenadine ++ sd +++ + +
BEBERAPA OBAT AH1 NON SEDATIF YANG
SERING DIGUNAKAN
Loratadin
trisiklik piperidin long acting lama kerja 24 jam
aktivitas yang selektif efek sedatif dan antikolinergik yang minimal
pada dosis yang direkomendasikan,
Metabolik utamanya deskarboetoksi-loratadin biologikal aktifnya.
sekali sehari dan cepat diabsorbsi setelah pemberian dosis 10 mg
Eliminasi waktu paruhnya sekitar 8-11 jam
diekskresikan melalui
urine 40%
feses 42%
air susu 0,029%.
indikasi rinitis alergi dan urtikaria kronik idiopatik pada pasien diatas
6 tahun
Loratadin mempunyai efek terhadap fungsi dari miocardial potassium
channel tetapi tidak menyebabkan disritmia jantung Loratadin
merupakan antihistamin long acting dengan.
Dosis 10 mg dosis oral, pada anak-anak (< 30 kg) adalah 0,5 mg/kg
BB dosis tunggal.
Sediaan:
Loratadin sirup (1 mg/ml): 480 ml
Loratadin tablet 10 mg
BEBERAPA OBAT AH1 NON SEDATIF
YANG SERING DIGUNAKAN
Setirisin
metabolit karboksil asid dari hidroksisin
cepat diabsorbsi
sedikit yang dimetabolisme
diekskresi terutama lewat urin
Kadar puncak plasma 1 jam
waktu paruh plasma 7 jam
Setirisin menghambat eosinofil, netrofil, basofil, IgE, dan
menurunkan prostaglandin D2.
Indikasi urtikaria kronik
cold urticaria.
Dosis :
dewasa 10 mg/hari (maksimal 20 mg) dosis tunggal
anak-anak adalah 0,3 mg/kgBB
gangguan ginjal kronik dan hepar dosis yang diberikan adalah 5 mg/hari
Lama kerja dari setirisin adalah 12-24 jam.
Sediaan:
Setirisin tablet 5 mg, 10 mg.
Setirisin sirup 5mg/ml: 120 ml.
BEBERAPA OBAT AH1 NON SEDATIF YANG
SERING DIGUNAKAN
Loratadin
trisiklik piperidin long acting lama kerja 24 jam
aktivitas yang selektif efek sedatif dan antikolinergik yang minimal
pada dosis yang direkomendasikan,
Metabolik utamanya deskarboetoksi-loratadin biologikal aktifnya.
sekali sehari dan cepat diabsorbsi setelah pemberian dosis 10 mg
Eliminasi waktu paruhnya sekitar 8-11 jam
diekskresikan melalui
urine 40%
feses 42%
air susu 0,029%.
indikasi rinitis alergi dan urtikaria kronik idiopatik pada pasien diatas
6 tahun
Loratadin mempunyai efek terhadap fungsi dari miocardial potassium
channel tetapi tidak menyebabkan disritmia jantung Loratadin
merupakan antihistamin long acting dengan.
Dosis 10 mg dosis oral, pada anak-anak (< 30 kg) adalah 0,5 mg/kg
BB dosis tunggal.
Sediaan:
Loratadin sirup (1 mg/ml): 480 ml
Loratadin tablet 10 mg
BEBERAPA OBAT AH1 NON SEDATIF
YANG SERING DIGUNAKAN

Feksofenadin
metabolit aktif utama dari terfenadin
reseptor kompetitif antagonis H-1 yang selektif
sedikit atau tanpa efek samping antikolinergik dan non sedatif
non kardiotoksik.
diabsorbsi cepat setelah pemberian dosis tunggal atau dua kapsul
60 mg
waktu konsentrasi plasma maksimum 1-3 jam setelah pemberian
per oral.
Feksofenadin terikat pada protein plasma sekitar 60-70%, terutama
pada albumin dan 1-acid gylcoprotein.
Waktu paruh feksofenadin adalah 11-15 jam
diekskresikan sebanyak 80% pada urin dan 12% pada feses.
Indikasi : rinitis alergi dan urtikaria idiopatik kronis.
Sediaan :
Feksofenadin kapsul 30 dan 60 mg
Feksofenadin tablet 60 mg, 120 mg dan 180 mg
Antihistamin yang aman digunakan:

Pada wanita hamil dan menyusui:


Antihistamin yang teraman untuk wanita hamil dan meyusui
adalah golongan klorfeniramin maleat, meskipun AH non sedatif
sangat sedikit menembus plasenta, namun penggunaannya
sebaiknya dihindari karena masih kurangnya penelitian AH non
sedatif pada wanita hamil dan menyusui.
Pada anak-anak:
Bromfeniramin maleat, klorfeniramin maleat, difenhidramin HCL,
loratadin, desloratadin, feksofenadin, setirisin.
Pada bayi:
Penggunaan antihistamin pada bayi sebaiknya dihindari, karena
efek samping antikolinergik dari obat-obatan AH yang dapat
membahayakan. Pada satu penelitian mengatakan AH yang
aman digunakan adalah desloratadin (clarinex), dapat
digunakan pada bayi berumur 6 bulan dengan gejala alergi dan
urtikaria.
RINGKASAN

Antihistamin adalah zat yang digunakan untuk mencegah atau


menghambat kerja histamin pada reseptornya. Anti histamin tipe
H1 banyak digunakan dalam bidang dermatologi, terbagi atas
AH-1 sedatif dan AH-1 non sedatif.
Antihistamin sedatif bersifat lipofilik, sehingga dapat terdistribusi
secara luas terutama pada sistem saraf pusat dan dapat
menyebabkan depresi SSP. Antihistamin non sedatif kurang
bersifat lipofilik dan sangat sedikit menembus sawar darah otak,
sehingga efek samping yang terjadi lebih sedikit bila
dibandingkan dengan AH-1 yang sedatif.
Terfenadin dan astemisol dapat menyebabkan perpanjangan
interval QT, aritmia dan takikardi ventrikular (torsades de
pointes), penggunaannya dapat digantikan oleh feksofenadin
yang bersifat non kardiotoksik. Setirisin berpengaruh pada
perpindahan sel dalam kulit dan jaringan lainnya, pelepasan atau
pembuatan dan pelepasan mediator inflamasi serta ekspresi
molekul adhesi.
Antihistamin non sedatif yang sering digunakan diantaranya
adalah: loratadin, setirisin, dan feksofenadin.
KEPUSTAKAAN

Katzung GB, Julius DJ. Histamine, serotonin, and the ergot


alkaloids. Dalam: Katzung BG, penyunting. Basic and clinical
pharmacology. Edisi ke-6. San Fransisco: Prentice-Hall
International Incorporation; 1995.
Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. Farmakologi Ulasan
Bergambar, autacoid dan antagonis autacoid Edisi ke-2.
Philadelphia: Lippincott; 2000.
Soter NA. Antihistamines. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff
K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, penyunting. Fitzpatricks
dermatology in general medicine. Edisi ke-6. New York: McGraw-
Hill Incorporation; 2003.
MIMS INDONESIA. Volume 32 No. 3; 2003
TERIMA KASIH

Vous aimerez peut-être aussi