Vous êtes sur la page 1sur 20

IMPLIKASI PSIKONEUROIMUNOLOGI

DALAM DERMATOLOGI

Pembimbing:
Prof.DR.dr.Irma.D.Roesyanto, SpKK(K)

Penyaji:
dr. Meilania Hasnatasha
Pendahuluan
Psikoneuroimunologi (PNI)

Ilmu yang mempelajari interaksi antara sistem


syaraf sistem endokrin sistem imun, dampak dari
prilaku/stress pada interaksi tersebut, dan implikasi
bagi kesehatan.

PNI psikologi, neurologi, imunologi,


fisiologi, farmakologi, infeksi
penyakit, endokrinologi
Hubungan Sistem Imun - Stress
Sistem imun tubuh dan otak berkomunikasi satu sama
lain melalui jalur sinyal.
Dua jalur utama yang terlibat :
Hypothalamus Pituitary Adrenal (HPA) axis.
Sympathetic nervous system (SNS)
Sistem manajemen pertama untuk stress adalah sumbu
HPA merespon tantangan fisik dan mental untuk
mempertahankan homeostasis dgn cara mengontrol kadar
kortisol.
Disregulasi sumbu HPA terlibat dalam penyakit yang
berhubungan dengan berbagai stress.
Aktivitas sumbu HPA dan sitokin terkait secara instrinsik :
sitokin inflamasi merangsang hormon adrenokortikotropik
(ACTH) dan sekresi kortisol, sementara glukortikoid
menekan sintesis pro inflamasi
Sitokin pro inflamasi IL-1, IL-2, IL-6, IL-12, IFN , TNF
mempengaruhi pertumbuhan otak serta fungsi saraf.
Sitokin menengahi dan mengatur respon imun dan
inflamasi interaksi komplek antara sitokinreaksi
inflamasirespon adaptif dalam mempertahankan
homeostasis.
Penyakit alergi, autoimun, infeksi kronis dan sepsis
ditandai oleh disregulasi antara pro inflamasi versus
anti inflamasi dan Th1 versus Th2.
Penelitian terbaru menunjukkan proses sitokin pro
inflamasi berlangsung selama depresi, mania dan
penyakit bipolar, selain hipersensitivitas autominu
dan infeksi kronis.
Sekresi dari hormon stress : glokokortikoid (GCS)
dan katekolamin (CA) sebagai akibat dari penyakit,
dapat mengurangi efek neurotransmitter, termasuk
serotonin, norepinefrin dan dopamin.
Glukokortikoid menghambat sekresi lebih lanjut CRH dari
hipothalamus dan ACTH.
Dalam kondisi tertentu hormon stress dapat memfasilitasi
inflamasi melalui jalur sinyal induksi dan melalui aktivasi
CRH.
Kelainan dan kegagalan sistem adaptif untuk mengatasi
peradangan mempengaruhi kesejahteraan individu tmsk
parameter prilaku, kualitas hidup dan tidur, serta tingkat
kesehatan metabolik dan kardiovaskular, yang
berkontribusi pada patogenesis penyakit.
How could psychological factors
influence immunity and disease?
Psychological characteristic or state

CNS innervations Hormonal response Behavioral change

Immune change
Stressful events
Coping
Disease susceptibility Smoking
Poor dietary habits
poor sleeping

Cohen et al, Ann Rev Psychol, 1996


Stress diduga mempengaruhi fungsi kekebalan tubuh
melalui emosional / prilaku cemas, takut, ketegangan,
kemarahan dan kesedihan dan perubahan fisiologis spt
denyut jantung, tekanan darah dan berkeringat.
Para peneliti menyatakan bahwa perubahan ini
menguntungkan jika stressor tersebut dalam durasi
terbatas, namun stress kronik tidak mampu menjaga
homeostasis.
Herbert & cohen (1993) penelitian thd 38 studi ttg
pristiwa stress dan fungsi sistem imun pada org dewasa
sehat peningkatan stress terkait konsistensi jumlah
total leukosit, penurunan sel T helper, T suppresor, dan
T sitotoksik, sel B dan sel NK.
Stress dan Penyakit Kulit

Daripada keterlibatan organ lain, gangguan


pada kulit merupakan manifestasi paling
sering pada keadaan yang dipengaruhi faktor
emosional.
Stress emosional keterkaitan dgn
perkembangan/ evolusi dari berbagai
penyakit kulit : akne, vitiligo, urtikaria,
dermatitis atopik, dan psoriasis.
Dermatitis Atopik
Stress dapat berperan sebagai faktor pencetus DA, tetapi
dapat juga timbul karena penderita DA merasa stress
dengan penyakit yang dideritanya.
Stress sebagai salah satu faktor pencetus timbulnya DA,
dijumpai pada kurang lebih 50% penderita DA.
Lesi kulit DA yang dicetuskan oleh stress lebih mudah
terjadi pada usia dini yang disebabkan karena masih
rendahnya respon dari aksis hypothalamus-pituitari-
adrenal, sehingga tubuh belum dapat menghasilkan
kortisol dalam jumlah normal yang berfungsi untuk
menekan terjadinya inflamasi yang timbul akibat stress
Psoriasis
Psoriasis disebabkan oleh gangguan autoimun

Limfosit T diaktifkan dan berespons


terhadap rangsangan tak dikenal
terkait dengan sel langerhans kulit.

Pengaktifan sel T menyebabkan


pembentukan sitokin pro inflamasi
termasuk TNF dan GF, yang merangsang
sel abnormal.
Waktu pertukaran normal sel epidermis : 28 30
hari
Pada psoriasis, epidermis di bagian yang terkena
diganti setiap 3-4 hari peningkatan derajat
metabolisme dan peningkatan aliran darah ke
sel utk menunjang metabolisme eritema.
Pertukaran dan proliferasi yang cepat sel2
terbentuk kurang matang trauma ringan
peradangan berlebihan epidermis menebal
plak
Permasalahan psikososial muncul menjadi
keterkaitan erat dengan kesejahteraan pasien
dengan psoriasis.
Stressor-stressor sering mempercepat onset awal
penyakit atau flare-flare berikut.
Psikoterapi grup atau individual, pendekatan prilaku
dan umpan balik, diantara teknik teknik yang lain,
telah menghasilkan perbaikan plak-plak psoriatik,
sehingga meningkatkan kesembuhan.
Urtikaria
Hubungan antara stress dan beberapa kejadian
urtikaria didukung oleh sejumlah observasi
Pasien yang mengalami adrenergik urtikaria
melaporkan gejala mereka timbul didahului oleh
keadaan stress.
Temuan bahwa stress memediasi degranulasi sel
mast melalui CRH dan neuropeptida dan upregulasi
dari reseptor CRH pada sel mast mendukung peran
stress pada patogenesis urtikaria
Infeksi
Imunitas merupakan respon tubuh
terhadap benda asing.

Pada orang yang mengalami stress


mempunyai konsekuensi kondisi yang
patologis yang akan mengganggu
sistem imun.

Penekanan fungsi sistem imun akan


menyebabkan peningkatan kerentanan
seseorang terhadap terjadinya penyakit2
infeksi
Kanker
Studi kanker dapat memodulasi
perkembangan keganasan pada manusia dan
hewan, dengan menekan proliferasi limfosit dan
aktivitas sel NK

Penelitian mengenai keganasan yg diinduksi


stress tikus percobaan di ekspose UV
dihadapkan berulang-ulang dgn aroma predator
squamous cell carcinoma berkembang lbh
cepat (8 minggu), dibandingkan kontrol yang
tidak mengalami stress (21 minggu)
Intervensi penurunan stress menunjukkan secara
signifikan perpanjangan harapan hidup pada
orang-orang neoplasma metastatic.
Satu penjelasan yang mungkin dari keuntungan
intervensi ini adalah krn efek modulatori dari
stress dan penurunan stress pada fungsi sel NK,
dianggap mewakili salah satu jalur bawaan
pertama dari sistem imun melawan benda asing.
Kesimpulan
Terdapat banyak bukti yang mendukung adanya
interaksi dan hubungan antara syaraf dan sistem imun.
Sensitivitas sistem imun terhadap stress merupakan
konsekuensi tidak langsung dari proses pengaturan
interaksi saraf pusat dengan sistem imun.
Sistem imun menerima sinyal dari otak dan sistem
neuroendokrin melalui sistem saraf otonom dan
hormon, dan sebaliknya mengirim informasi ke otak
melewati sitokin.
Pendekatan psikoneuroimunologi akan sangat
bermanfaat untuk mengungkap patogenesis dan
memperbaikin prognosis suatu penyakit.
TERIMAKASIH

Vous aimerez peut-être aussi