Vous êtes sur la page 1sur 24

Aspek Biofarmasetik Sediaan Rektal

Oleh: Kelompok IV
Rektum/rektal: bagian akhir dari saluran cerna
yang terdiri dari dua bagian superior yang
cembung dan inferior yang cekung.
Panjang total rektal pada orang dewasa: 15-19
cm.
Rektal memiliki 2 peran mekanik:
1. Tempat penampungan feses
2. Mendorong feses saat pengeluaran
Rektum juga memiliki mukosa yang berfungsi
pada proses penyerapan.
Vaskularisasi di rektal
Penyerapan di rektum dapat terjadi melalui 3
cara, yaitu:
1. Lewat pembuluh darah secara langsung
2. Lewat pembuluh darah getah bening
3. Lewat pembuluh darah secara tidak
langsung
Jenis pengobatan
Obat yang diberikan melalui rektal ditujukan untuk:
1. Pengobatan lokal: wasir, radang rektal, konstipasi
2. Pengobatan sistemik: pada penderita yang muntah2
dan gangguan saluran cerna, zat aktif yang dapat
rusak oleh kondisi lambung/usus, pasien yang
menolak minum obat, atau zat aktif mengalami
kerusakan pada perlintasan pertama melalui hati
Bentuk sediaan obat melalui rektal
1. Padat: supositoria
2. Cairan: enema, lavamen/clysma
3. Kapsul rektum
Kelemahan pemberian obat melalui rektal
1. Obat bercampur dengan feses yang ada di rektal
yang dapat menghambat absorpsi obat
2. Absorpsi tidak sempurna, karena cairan di rektal
untuk disolusi obat terbatas, tidak sebanyak cairan di
gastrointestinal
3. Luas permukaan untuk absorpsi juga terbatas
Absorpsi obat melalui rektal
Mekanisme absorpsi terutama yaitu secara difusi pasif,
yaitu perpindahan obat dari konsentrasi tinggi ke
konsentrasi rendah.
Bioavailabilitas relatif rendah karena kelemahan-
kelemahan yang telah disebutkan.
Waktu pemberian obat
Waktu pemberian obat yang tepat melalui rektal yaitu
sesudah buang air besar (post-defaecatio) agar
obat tidak cepat dikeluarkan sebelum sempat
diabsorpsi.
SUPOSITORIA
Mekanisme kerja supositoria
Berdasarkan anatomi rektum dan cara penyerapan zat
aktif, mekanisme kerja supositoria dibagi 3, yaitu:
1. Supositoria berefek mekanik
2. Supositoria berefek lokal
3. Supositoria berefek sistemik
Supositoria berefek mekanik
Terutama pada supositoria gliserin, terjadi fenomena
oasmosa yang disebabkan oleh afinitas gliserin
terhadap air. Hal tersebut menyebabkan eksudasi usus
sehingga menyebabkan gerakan peristaltik.
Supositoria berefek lokal
Terjadi pada supositoria anti wasir. Formula anti wasir
sangat banyak dan sebagian besar sangat spesifik.
Ke dalam basis supositoria yang sangat beragam
kadang-kadang ditambahkan senyawa peringkas
pori, baik dengan cara penyempitan maupun
hemostatik seperti senyawwa hemamilidis atau
buah sarangan dari India, adrenalin, ataupun
antiseptik seperti iodoform.
Pemakaian lokal juga berlaku untuk supositoria
betanaftol hyang digunakan sebagai obat cacing.
Supositoria berefek sistemik
Supositoria nutritif
Digunakan pada penyakit tertentu dimana saluran
cerna tidak dapat menyerap makanan. Hanya dapat
diberikan makanan yang langsung dapat diserap
(misalnya pepton), karena rektum tidak dapat
mencerna.
Selain melalui supositoria juga dapat diberikan
melalui lavemen.
Supositoria berefek obat
Supositoria ini mengandung zat aktif yang harus
diserap , mempunyai efek sistemik dan bukan efek
lokal.
Contoh: aminofilin dan teofilin untuk asma,
klorprozamin untuk anti muntah, aspirin untuk
analgetik antipiretik.
Kinetika pre-disposisi zat aktif
Terdiri atas dua tahap, yaitu:
1. Penghancuran sediaan
2. Pemindahan dan pelarutan zat aktif ke dalam cairan
rektum, diikuti difusi menuju membran atau berdifusi
melintasi membran agar dapat mencapai sistem
peredaran darah.
Faktor yang mempengaruhi penghancuran
sediaan
1. Jenis basis supositoria untuk melebur ke dalam
cairan rektum
2. Konsistensi sediaan
3. Kekentalan setelah peleburan
4. Kemampuan pecah
Faktor yang memepengaruhi kinetika penyerapan
zat aktif yang diberikan secara per-rektum
1. Kedudukan supositoria setelah pemakaian
2. Waktu tinggal supositoria di dalam rektum
3. pH cairan rektum
Membran rektum terdiri dari sel epitel yang sifat
lipidanya terjadi terutama oleh mekanisme
transpor pasif yang tergantung pada:
Koefisien partisi zat aktif dalam minyak/air
pKa zat aktif
pH cairan yang merendam membran (7,5-8)
Pemilihan bahan pembawa
Pemilihan bahan pembawa terutama
mempertimbangkan sifat fisikokimia zat aktif.
Zat aktif larut air, lebih disukai menggunakan basis
berlemak dengan suhu lebur lebih kecil dari suhu
rektum

Zat aktif sukar larut air, maka digunakan dalam


partikel halus, atau dengan mengubah pH cairan
rektum atau mengubah tetapan dielektrik bahan
pembawanya
Zat aktif dalam bentuk cairan, dan dapat melarutkan
pembawa, maka dipilih pembawa yag memiliki
konsistensi (untuk pembawa larut air) atau suhu lebur
(untuk pembawa lemak) yang tinggi dari zat aktif

Zat aktif dapat bereaksi dengan bahan pembawa


tertentu dan menghasilkan campuran eutetik dengan
suhu lebur yang sangat rendah, maka diperlukan
pembawa dengan konsistensi dan suhu lebur yang
sesuai
Bila terdapat senyawa hidrofil atau berair atau
hidrogliserin, maka sebaiknya dipilih pembawa yang
dapat diemulsikan dengan cepat

Bila bobot jenisnya sangat tinggi, maka sebaiknya


dipilih bahan pembawa dengan laju pelarutan yang
cepat
Faktor patofisiologi yang mempengaruhi
penyerapan melalui rektum
1. Subjek yang demam menunjukkan penyerapan
yang lebih baik bila zat aktif berada dalam
pembawa berlemak
2. Subjek dengan gangguan transisi saluran cerna
dengan diare tidak dapat diberi pengobatan
sistemik melalui rektum
TERIMA KASIH

Vous aimerez peut-être aussi