Vous êtes sur la page 1sur 31

STROKE

By : Elly L. Sjattar
Pengertian

Stroke adalah gangguan peredaran


darah cerebral yang disebabkan
oleh berbagai faktor dan berakibat
adanya gangguan neurologis
Etiologi
Trombosis iskemi jaringan otak serta
udem dan bendungan sekitar trombus
muncul pada saat klien sedang tidur /
istirahat
Emboli dapat berupa serpihan-serpihan
darah yang beku, tumor, lemak / udara
Perdarahan intracerebral ruptur dinding
pembuluh darah cerebral perdarahan
pada jaringan otak akibat aterosklerosis
dan hipertensi pada klien > 50 tahun
Kompressi pembuluh darah otak
FAKTOR RISIKO STROKE

Hipertensi, kolesterol tinggi dan obesitas.


Penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongesif,
hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas irama (khusus
fibrilasi atrium), penyakit jantung kongestif dapat
menyebabkan embolisme serebral.
Peningkatan hematokrit meningkatkan risiko infark
serebral
Diabetes dikaitkan dengan aterogenesis
terakselerasi
Kontrasepsi oral (khususnya dengan disertai
hipertensi, merokok dan kadar esterogen tinggi).
Merokok, penyalahgunaan obat (khususnya
kokain) dan konsumsi alkohol.
Tanda dan Gejala Secara Umum

Abnormalitas hasil
Pusing EKG (perpanjangan
segmen S-T)
Sakit Kepala
Gangguan memori
Koma Gangguan mental
Demam lain gangguan
Hipertensi orientasi

Confuse,
diorientasi
Manifestasi klinik
(Sesuai daerah P.darah yang terkena)
Arteri vertebrobasilaris
Sakit kepala, vertigo, koma, hilang
memori & confuse, flaccid, paralisis,
ataxia, disfungsi,saraf cranial, defisiensi
fungsi visual, hilangnya sensori baal.
Arteri cerebri anterior
Hemiparese kontralateral, inkontinensia
urine, perubahan tingkah laku dan
kepribadian, aphasia, amnesia,
kebingungan dan gangguan memori
Arteri cerebri media
Hemiparese kontralateral, afasia
global dan disfagia.
Arteri cerebri posterior
Penurunan kesadaran s.d. kom,
hemiparese kontralateral, afasia
visual dan kelumpuhan saraf
kranial III kebutaan unilateral
Perbedaan stroke hemoragik, trombosis, dan
emboli
Hemoragik Trombosis Emboli

Kejadian Saat Siang, tidak Siang


aktivitas, tiba-tiba hari, tiba-
tiba2, siang
tiba
hari
Tingkat Koma / CM CM
kesadaran stupor
CSF Ada darah N N

Faktor Hipertensi, Hipertensi Penyakit


penyebab kerusakan aterosklerosis jantung
PD
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Scan tomografi komputer bermanfaat untuk
membandingkan lesi serebrovaskular, dan lesi
non vaskuler, misalnya hemoragi subdural,
abses otak, tumor atau hemoragi intraserebral
dapat dilihat pada CT scan.
Angiografi digunakan untuk membedakan lesi
serebrovaskuler dengan lesi non vaskuler.
Penting untuk diketahui apakah terdapat
hemoragi karena informasi ini dapat
membantu dokter memutuskan dibutuhkan
pemberian antikoagulan atau tidak.
Pencintraan resonan magnetik (MRI) dapat
juga membantu dalam membandingkan
diagnosa stroke.
Pemeriksaan ultrasonografi atau doppler
yang merupakan prosedur non invasif,
sangat membantu dalam mendiagnosa
sumbatan arteri karotis.

Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG)


dapat membantu menentukan apakah
terdapat disritmia, yang dapat
menyebabkan stroke, dimana
ditemukannya inversi gelombang T,
depresi ST, dan kenaikan serta
perpanjangan QT.
Pemeriksaan diagnostik
Laboratorium
Peningkatan Hb & Ht terkait

dengan stroke berat


Peningkatan WBC indikasi adanya

infeksi endokarditis bakterialis.


Analisa CSF (merah)

perdarahan sub arachnoid


CT Scan
Untuk mengetahui lokasi
perdarahan, infark dan bekuan
darah di daerah sub arachnoid
EKG
T invertil, ST depresi dan QT
elevasi dan memanjang
KOMPLIKASI

1. Hipoksia serebral
Fungsi otak tergantung pada
ketersediaan oksigen yang dikirim
ke jaringan. Pemberian oksigen
suplemen dan mempertahankan
hemoglobin serta hematokrit pada
tingkat dapat diterima akan
membantu dalam mempertahankan
oksigenasi jaringan.
2. Aliran darah serebral
Bergantung pada tekanan darah,
curah jantung dan integritas
pembuluh darah serebral. Hidrasi
adekuat (cairan intravena) harus
menjamin penurunan viskositas
darah dan memperbaiki aliran darah
serebral, hipertensi atau hipotensi
eksterm perlu dihindari untuk
mencegah perubahan pada aliran
darah serebral dan potensi
meluasnya area cedera.
PENGOBATAN
Penggunaan vasodilator dapat
menimbulkan pengaruh yang merugikan
aliran darah otak dengan menurunkan
tekanan darah sistemik dan menurunkan
aliran darah anastomosis intra serebral.

Antikoagulasi dapat diberikan melalui


intavena dan oral, namun pemberiannya
harus dipantau secara terus menerus
untuk mencegah overdosis obat sehingga
mengakibatkan meningkatnya resiko
perdarahan intra serebral.
Jika klien mengalami sakit kepala dan
nyeri pada leher biasanya diberikan obat
analgesic ringan, sejenis codein dan
acetaminophen. Sering dihindari
pemberian obat narkotik yang kuat, karena
dapat menenangkan klien dan
menyebabkan pengkajian tidak akurat.

Jika klien mengalami kejang, berikan obat


phenytoin (dilantin) atau phenobarbaital.
Hindari pemberian obat jenis barbiturate
dan sedative lainnya. Jika klien demam
berikan obat antipiretik.
DIET
Klien dengan gangguan serebrovaskular
beresiko tinggi terhadap aspirasi,
sumbatan jalan nafas dan muntah,
sehingga tidak diberikan makanan melalui
oral pada 24-48 jam pertama.

Jika klien tidak dapat makan atau minum


setelah 48 jam, maka alternative
pemberian makanan dengan
menggunakan selang makanan.
PENGKAJIAN KLIEN

1. Aktifitas atau istirahat


Gejala : Kesulitan untuk melakukan aktivitas karena
kelemahan, paralisis (hemiplegia), mudah lelah, susah
untuk beristirahat (nyeri/kejang otot).
Tanda: Gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralitik
dan terjadi kelemahan umum. Gangguan penglihatan
dan gangguan tingkat kesadaran.

2. Sirkulasi
Gejala : Adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat
hipotensi postural.
Tanda: Hipertensi arterial sehubungan dengan adanya
embolisme, Nadi dengan frekwensi yang bervariasi,
disritmia, perubahan EKG.
3. Integritas ego dan interaksi sosial
Gejala : Perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak
mampu untuk berkomunikasi
Tanda: Emosi labil, sedih dan gembira, kesulitan
untuk mengekspresikan diri.

4. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia urin, anuria, bising usus
negatif (ileus paralitik).

5. Makanan dan cairan


Gejala : Nafsu makan hilang, mual dan muntah
selama fase akut, kehilangan sensasi pada lidah,
pipi dan tenggorokan, disfagia.
6. Neurosensori, nyeri dan kenyamanan
Gejala : Sakit kepala, pusing, kelemahan,
kelumpuhan, gangguan penglihatan, gangguan
pengecapan dan penciuman.
Tanda: Tingkat kesadaran menurun, gangguan fungsi
kognitif, paralisis, afasia.

7. Pernafasan
Gejala : Merokok (faktor resiko).
Tanda: Ketidak mampuan menelan, sumbatan jalan
nafas, ronkhi (aspirasi sekret)

8. Keamanan
Tanda: Kesulitan untuk melihat objek, tidak mampu
untuk mengenal objek, warna, kata dan wajah yang
pernah dikenalnya dengan baik, gangguan regulasi
suhu tubuh, kurang kesadaran diri dan kesulitan
menelan.
PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Meningkatkan perfusi dan oksigenasi serebral
yang adekuat
2. Mencegah atau meminimalkan komplikasi.
3. Memandirikan klien dalam melakukan aktivitas
sehari-hari.
4. Memberikan dukungan terhadap proses
koping.
5. Memberikan informasi tentang proses penyakit
dan tindakan atau rehabilitasi.
Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral
b/d gangguan oklusi, hemoragi,
edema serebral

Data :
Pengisian kapiler > 2 dtk
Perifer dingin
Penurunan kesadaran
TD : 160/100, N : 112, P : 42, S : 38,6
GCS : 4
Riwayat hipertensi
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi
selama 7 hari gangguan perfusi jaringan
dapat diatasi

Kriteria Evaluasi:
Tingkat kesadaran, fungsi kognitif, motorik
atau sensorik membaik, tanda-tanda vital
stabil, tidak ada peningkatan tekanan intra
kranial
Intervensi:
1. Monitor status neurologi GCS
tiap 2-4 jam,, keadaan pupil
2. Monitor TTV
3. Monitor ada / tidak batuk,
babinski
4. Pertahankan kepala dalam posisi
supine
5. Anjurkan klien untuk menghindari
valsava manuver
6. Batasi penggunaan restrain
7. Monitor intake & output, BB,
status membran mukosa, turgor
kulit
8. Kolaborasi : O2 dan obat
golongan steroid
II. Pola nafas tidak efektif b.d. adanya gangguan pada neuromus-
kular (trauma pada pusat pernafasan di otak)

Data :
P : 42 x / menit Tujuan : Setelah dilakukan intervensi
Ronchi (+), wheezing selama 2 minggu, pola nafas efektif
Sputum / slem (+)

1. Kaji ulang frekuensi, irama dan kedalaman nafas


2. Jika klien sadar, anjurkan untuk nafas dalam
3. Lakukan suction dengan teknik yang benar, catat bau dan
warna sekret
4. Auskultasi suara nafas & catat suara nafas abnormal
5. Kolaborasi : Oksigen, obat-obatan mukolitik
III. Gangguan Pergerakan fisik b.d. kelumpuhan akibat
dari kerusakan area motorik otak.

Data : - Klien mengalami kelumpuhan


- Klien tidak mampu menggerakkan anggota gerak

Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1 bulan,


Klien mampu menggerakkan anggota tubuh

1. Kaji ulang kekuatan otot, tonus otot


2. Lakukan ambulasi saat klien mulai dirawat dan
dilakukan latihan pada seluruh ekstremitas
3. Pertahankan posisi sokong ekstremitas utk
mencegah kontraktur
4. Ganti Posisi tiap 2-4 jam
5. Jelaskan tujuan dari semua prosedur yang
dilakukan
6. Gunakan bantal pasir untuk mencegah foot drop
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan
dengan kelemahan, paralisis hipotonik,
paralisis spastis.
Kriteria evaluasi: Tidak terdapat kontraktur,
footdrop, integritas kulit elastis.

Intervensi atau tindakan.


Ubah posisi minimal tiap 2 jam .
Lakukan latihan rentang gerak aktif dan
pasif pada semua ekstremitas.
Sokong ekstremitas dalam posisi fungsional
(gunakan papan kaki), gunakan penyangga
lengan saat klien dalam posisi tegak (sesuai
indikasi), evaluasi penggunaan alat bantu
untuk pengaturan posisi.
Tinggikan tangan dan kepala, berikan hand
roll keras pada telapak tangan.

Anjurkan klien keluarga untuk berpartisipasi


pada latihan rentang gerak dan merubah
posisi.

Kolaborasi: Berikan tempat tidur khusus


sesuai indikasi, konsultasikan latihan resistif
dengan ahli fisioterapi. Berikan obat relaksan
otot, anti sepasmodik sesuai indikasi.
4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan
dengan kerusakan sirkulasi serebral.

Kriteria evaluasi: masalah komunikasi klien dapat


diatasi.
Intervensi atau tindakan.
Kaji tipe atau derajat disfungsi, bedakan antara
afasia dengan disartria, perhatikan kesalahan
dalam komunikasi dan berikan umpan balik,
tunjukkan objek dan minta klien untuk
menyebutkan nama benda tersebut, anjurkan
klien untuk mengucapkan kata sederhana
seperti Sh atau Pus.

Minta klien untuk menulis nama atau kalimat


yang pendek , jika tidak dapat menulis anjurkan
untuk membaca kalimat yang pendek.
Berikan tanda pada tempat tidur klien tentang
adanya gangguan bicara atau berikan bel
khusus bila perlu.

Bicaralah pada klien dengan perlahan dan


tenang, gunakan pertanyaan terbuka dengan
jawaban ya atau tidak.

Anjurkan keluarga atau pengunjung


mempertahankan komunikasi dengan klien,
hindari pembicaraan yang merendahkan klien.

Kolaborasi: konsultasi atau rujuk pada ahli terapi


wicara.
TERIMA KASIH

Vous aimerez peut-être aussi