Vous êtes sur la page 1sur 15

ASPEK ISLAM TERHADAP

TRANSPLANTASI ORGAN DARI


ORANG YANG SUDAH MENINGGAL
TUTORIAL 14
ANGKATAN 2016
TRANSPLANTASI ORGAN
• Transplantasi organ digunakan sebagai pengobatan satu-satunya pada kerusakan
end-state organ (gagal hati dan jantung).
• Transplantasi dianggap mampu mengurangi beban pasien dalam pendanaan dan
peningkatan kualitas hidup.
• Terapi paling baik pada penyakit ginjal stadium akhir paling baik dengan
transplantasi ginjal.
• Transplantasi ginjal sejauh ini merupakan transplantasi yang paling sering
dilakukan di seluruh dunia.
• Transplantasi organ melibatkan persetujuan dari pendonor (hidup atau mati).
• Sumbangan organ dari orang-orang yang telah meninggal harus dikembangkan
sesuai dengan potensi terapetik maksimum mereka.
• Keputusan untuk menjadi donor seringkali didasari pada pemahaman bahwa
kontribusi terhadap ketersediaan sumber daya transplantasi suatu hari nanti
dapat bermanfaat bagi kebutuhan kesehatan keluarga donor.
TRANSPLANTASI ORGAN

• Transplantasi merupakan • Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut


Pasal 2
ukuran tertinggi.
upaya terakhir untuk
menolong seorang pasien
dengan kegagalan fungsi • Setiap dokter harus senantiasa mengingat dan kewajibannya
salah satu organ tubuhnya. Pasal 10
melindungi hidup insani.
Dari segi etik kedokteran
tindakan ini wajib dilakukan
• Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan
jika ada segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan penderita.
Pasal 11
indikasi,berlandaskan dalam
KODEKI,yaitu:
Larangan memperjual belikan alat atu jaringan tubuh untuk tujuan
PP No. 18 th. transplantasi atau meminta kompensasi material.
1981
Kematian Kesegaran
Dokter
Pendonor Organ
PERSPEKTIF ISLAM TERHADAP
TRANSPLANTASI ORGAN
TIPE DONOR ORGAN

• Donor dalam keadaan hidup sehat


tipe ini memerlukan seleksi yang cermat dan pemeriksaan kesehatan yang lengkap,
baik terhadap donor maupun resipien untuk menghindari kegagalan karena penolakan
tubuh oleh resipien dan untuk mencegah resiko bagi donor.
• Donor dalam keadaan koma atau diduga akan meninggal
Pengambilan organ donor memerlukan alat kontrol kehidupan misalnya alat bantu
pernafasan khusus . Alat Bantu akan dicabut setelah pengambilan organ selesai.
• Donor dalam keadaan mati
Tipe ini merupakan tipe yang ideal , sebab secara medis tinggal menunggu penentuan
kapan donor dianggap meninggal secara medis dan yuridis.
Donor dalam keadaan hidup sehat

• Donor dalam keadaan sehat. Yang dimaksud disini adalah donor anggota tubuh bagi siapa saja yang
memerlukan pada saat pendonor masih hidup. Donor semacam ini hukumnya boleh. Karena Allah Swt
memperbolehkan memberikan pengampunan terhadap qisash maupun diayat.
• Allah Swt berfirman:

َْ ‫سـانْ ذ ِل‬
ْ‫ك تـَخـ ِفيفْ ِمنْ َربــِكُمْ َو َرح َمة‬ ِْ ‫شَيئْ فَـاتـِبَـاعْ ِبال َمـع ُرو‬
َ ‫ف َواَدَاءْ اِلـَيــ ِْه بــ ِإحْــ‬ َ ‫ي لَ ْهُ ِمنْ ا َ ِخـي ِْه‬
َْ ‫ف ََ َمنْ عُـ ِف‬
• Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema`afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema`afkan)
mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma`af) membayar (diat) kepada yang memberi
ma`af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu
rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.
(QS al-Baqarah [2]: 178)
• Namun, donor seperti ini dibolehkan dengan syarat. Yaitu, donor tersebut tidak mengakibatkan kematian si
pendonor. Misalnya, dia mendonorkan jantung, limpha atau paru-parunya. Hal ini akan mengakibatkan
kematian pada diri si pendonor.
Donor dalam keadaan koma atau diduga akan meninggal

• Hukum Islam pun tidak membolehkan karena salah satu hadist mengatakan
bahwa ”Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membayakan
diri orang lain.” (HR. Ibnu Majah).
Yakni penjelasannya bahwa kita tidak boleh membahayakan orang lain untuk
keuntungan diri sendiri. Perbuatan tersebut diharamkan dengan alasan
apapun sekalipun untuk tujuan yang mulia.
Donor dalam keadaan mati
 Menurut hukum Islam ada yang membolehkan dan ada yang mengharamkan.
Yang membolehkan menggantungkan pada syarat sebagai berikut:
• Resipien (penerima organ) berada dalam keadaan darurat yang mengancam dirinya
setelah menempuh berbagai upaya pengobatan yang lama

• Pencangkokan tidak akan menimbulkan komplikasi yang lebih gawat.

• Telah disetujui oleh wali atau keluarga pendonor dengan niat untuk menolong
bukan untuk memperjual-belikan.
 Yang tidak membolehkan alasannya :

• Seseorang yang sudah mati tidak dibolehkan menyumbangkan organ tubuhnya atau mewasiatkan
untuk menyumbangkannya. Karena seorang dokter tidak berhak memanfaatkan salah satu organ
tubuh seseorang yang telah meninggal dunia untuk ditransplantasikan kepada orang yang
membutuhkan.

• Adapun hukum kehormatan mayat dan penganiayaan terhadapnya, maka Allah SWT telah
menetapkan bahwa mayat mempunyai kehormatan yang wajib dipelihara sebagaimana orang
hidup. Dan Allah telah mengharamkan pelanggaran terhadap pelanggaran kehormatan mayat
sebagaimana pelanggaran kehormatan orang hidup.
 Diriwayatkan dari A’isyah Ummul Mu’minin RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:

• ‫ت َك َكــ ْس ِّر ِّه َحــيًّـا‬


ِّ ‫المـَيِّــ‬ ْ ‫ع‬
ْ ‫ظــ ُم‬ َ ‫ــر‬
َ ‫س‬ َ ‫َكـ‬

“Memecahkan tulang mayat itu sama saja dengan memecahkan tulang orang hidup” (HR. Ahmad, Abu
dawud, dan Ibnu Hibban)

 Imam Bukhari telah meriwayatkan dari Abdullah bin Zaid Al-Anshasi RA, dia berkata :

• ‫ع ِّن الـنُّ ْهـ ِّبي َوال ُمـثَـلَّــة‬


َ ‫ــو ُل هللا‬
ْ ‫س‬ ُ ‫نـ َ َهى َر‬

“Rasulullah SAW telah melarang ( mengambil ) harta hasil rampasan dan mencincang (mayat musuh ).”(H.R.
Bukhari)
KEPENTINGAN TRANSPLANTASI

• “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagi kalian bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang
(ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaaan terpaksa
(memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada
dosa atasnya.” (QS. Al Baqarah : 173)
Maka orang yang terpaksa tersebut boleh memakan makanan haram apa saja yang didapatinya,
sehingga dia dapat memenuhi kebutuhannya dan mempertahankan hidupnya. Kalau dia tidak mau
memakan makanan tersebut lalu mati, berarti dia telah berdosa dan membunuh dirinya sendiri. Padahal
Allah SWT berfirman :
• “Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian.” (QS. An Nisaa’ : 29)
HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
• ‘Illat yang terdapat pada masalah cabang (transplantasi) –yaitu menyelamatkan dan mempertahankan
kehidupan– tidak selalu dapat dipastikan keberadaannya, berbeda halnya dengan keadaan darurat.
Sebab, tindakan orang yang terpaksa untuk memakan makanan yang diharamkan Allah SWT, secara pasti
akan menyelamatkan kehidupannya. Sedangkan pada transplantasi jantung, hati, dua paru-paru, atau dua
ginjal, tidak secara pasti akan menyelamatkan kehidupan orang penerima organ. Kadang-kadang jiwanya
dapat diselamatkan dan kadang-kadang tidak. Ini dapat dibuktikan dengan banyak fakta yang terjadi pada
orang-orang yang telah menerima transplantasi organ. Karena itu, ‘illat pada masalah cabang
(transplantasi) tidak terwujud dengan sempurna.
• Pada masalah cabang tidak dibenarkan ada nash lebih kuat yang bertentangan dengannya (ta’arudl raa-
jih), yang berlawanan dengan apa yang dikehendaki oleh ‘illat Qiyas. Dalam hal ini pada masalah cabang
–yakni transplantasi organ– telah terdapat nash yang lebih kuat yang berlawanan dengan apa yang
dikehendaki ‘illat Qiyas, yaitu keharaman melanggar kehormatan mayat, atau keharaman menganiaya
dan mencincangnya. Nash yang lebih kuat ini, bertentangan dengan apa yang dikehendaki oleh ‘illat
masalah cabang (transplantasi organ), yaitu kebolehan melakukan transplantasi.

Vous aimerez peut-être aussi