pengurangan massa tulang dan kemunduran mikroarsitektur tulang sehingga meningkatkan risiko fraktur oleh karena fragilitas tulang meningkat. Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki dan merupakan problem pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di klinik menjadi penting karena problem fraktur tulang, baik fraktur yang disertai trauma yang jelas maupun fraktur yang terjadi tanpa disertai trauma yang jelas. Penelitian Roeshadi di Jawa Timur, mendapatkan bahwa puncak massa tulang dicapai pada usia 30-34 tahun dan rata-rata kehilangan massa tulang pasca menopause adalah 1,4% per tahun. Penelitian yang dilakukan di klinik Reumatologi RSCM mendapatkan faktor resiko osteoporosis yang meliputi usia, lamanya menopause dan kadar estrogen yang rendah, sedangkan faktor proteksinya adalah kadar estrogen yang tinggi, riwayat barat badan lebih atau obesitas dan latihan yang teratur pembentukan massa puncak tulang yang kurang baik selama masa pertumbuhan\ dan meningkatnya pengurangan massa tulang setelah menopause Usia › Tiap peningkatan 1 dekade, resiko meningkat 1,4-1,8 Genetik › Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia) › Seks (wanita > pria) › Riwayat keluarga › Defisiensi kalsium › Aktivitas fisik kurang › Obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin) › Merokok, alkohol › Resiko terjatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan, licin, gangguan penglihatan) › Hormonal dan penyakit kronik Defisiensi estrogen, androgen Tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer, hiperkortisolisme Penyakit kronik (sirosis hepatis, gangguan ginjal, gastrektomi) › Sifat fisik tulang Densitas (massa) Ukuran dan geometri Mikroarsitektur Komposisi Osteoporosis primer Osteoporosis sekunder Osteoporosis idiopatik Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan osteoporosis bila didapatkan : Patah tulang akibat trauma yang ringan. Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang. Gangguan otot (kaku dan lemah) Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas. Diagnosis osteoporosis umumnya secara klinis sulit dinilai, karena tidak ada rasa nyeri pada tulang saat osteoporosis terjadi walau osteoporosis lanjut Tinggi badan yang makin menurun. Obat-obatan yang diminum. Penyakit-penyakit yang diderita selama masa reproduksi, klimakterium. Jumlah kehamilan dan menyusui. Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi. Apakah sering beraktivitas di luar rumah , sering mendapat paparan matahari cukup. Apakah sering minum susu? Asupan kalsium lainnya. Apakah sering merokok, minum alkohol? Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita osteoporosis. Demikian juga gaya berjalan penderita osteoporosis, deformitas tulang, nyeri spinal Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen Terapi pada osteoporosis harus mempertimbangkan 2 hal : terapi pencegahan yang pada umumnya bertujuan untuk menghambat hilangnya massa tulang meningkatkan massa tulang dengan melakukan pemberian obat-obatan antara lain hormon pengganti (estrogen dan progesterone dosis rendah). Kalsitrol, kalsitonin, bifosfat, raloxifene, dan nutrisi seperti kalsium serta senam beban Wawancara meliputi : pertanyaan mengenai terjadinya osteoporosis dalam keluarga, fraktur sebelumnya, konsumsi kalsium diet harian, pola latihan, awitan menopause, dan penggunaan kortikosteroid selain asupan alcohol, rokok dan kafein. Setiap gejala yang dialami pasien seperti nyeri pingang, konstipasi, atau gangguan citra diri, harus digali Nyeri akut berhubungan dengan fraktur dan spasme otot Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi atau terjadinya ileus (obtruksi usus) Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi Resiko cedera berhubungan dengan tulang osteoporosik