Vous êtes sur la page 1sur 20

Eka Desnita,M.Farm.

,Apt
ANTIBIOTIKA
 Menurut Waksman, Antibiotika adalah segolongan
senyawa baik alami maupun sintetik yang mempunyai
efek menekan atau menghentikan suatu proses
biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses
infeksi oleh bakteri.
 Obat ini dihasilkan oleh bakteri atau jamur tertentu
yang mengganggu atau mencegah pertumbuhan
bakteri atau jamur lain. Obat ini digunakan untuk
mengobati infeksi atau sebagai profilaksis.
Antibiotika dapat dikelompokkan
berdasarkan beberapa criteria, yaitu
 Berdasarkan struktur kimia
 a. β- laktam terdiri dari kelompok penicillin, meliputi penicillin G dan
derivatnya seperti fenoksi metal penicillin, metisilin, amino penisilin dan
karboksi penicillin serta kelompok sefalosporin yang meliputisefalotin,
sefaloridin, sefaleksin dll.
 b. Aminoglikosida antara lain streptomisin, kanamisin, gentamisin,
tobramisin dan neomisin.
 c. Kloramfenikol antara lain kloramfenicol dan thiamfenicol.
 d. Tetrasiklin antara lain oksitetrasiklin, chlortetrasiklin, dimetiltetrasiklin,
ralitetrasiklin dan minosiklin.
 e. Makrolida antara lain eritromisin, linkomisin dan clindamisin.
 f. Rifampisin antara lain rifampisin dan rifamisin.
 g. Polipeptida siklik antara lain polimiksin B, polimiksin E dan basitrasin.
 h. Poliena antara lain nistatin dan amfoterisin B
 i. Antibiotika antara lain vankomisin, novobiosin, griseofulvin
Berdasarkan mekanisme kerja, dibagi
menjadi 5 kelompok:
 a.Antibiotika yang menghambat sintesa dinding sel mikroba
 Dengan cara mengaktivasi enzim yang merusak dinding sel bakteri.
 Contoh: Penisillin, sefalosporin, basitrasin, sikloserin, vankomisin.
 b.Antibiotika yang mengganggu permeabilitas membrane sel mikroba,
sehingga menimbulkan kebocoran dan hilangnya senyawa intraseluler.
 Contoh: polimiksin, amfoterisin dan nistatin.
 c.Antibiotika yang menghambat sintesa protein bakteri
 Contoh: Kloramfenikol, tetrasiklin, eritrmosin, linkomisin, clindamisin,
aminoglikosida.
 d.Antibiotika yang menghambat sintesa atau merusak asam nukleat sel
mikroba.
 Contoh:Rifampisin
e.Antibiotika yang menghambat sintesa zat lain.
 Contoh: Sulfonamida yang menghambat pembentukan asam folat yang
merupakan bahan dasar pembentukan DNA dan RNA
Berdasarkan spectrum kerja, dibagi menjadi
3 kelompok:
 a.Antibiotika yang memiliki spectrum kerja sempit, hanya
bekerja pada salah satu kelompok bakteri atau jamur
terutama terhadap coccus gram positif dam basil.
Contoh: penicillin G, penicillin semisintetik yang tahan
penisilinase, makrolida, linkomisin, vankomisin,
basitrasin.
 b.Antibiotika yang efektif terhadap basil aerob gram
negative.
Contoh: Aminoglikosida, Polimiksin
 c.Antibiotika yang memiliki spectrum kerja yang relative
luas baik terhadap coccus gram positif maupun gram
negative.
Contoh: Ampisillin dan Kloramfenikol
Berdasarkan daya kerja, dibagi menjadi 2
kelompok:
 a. Antibiotik bakteriostatik, yaitu zat yang
menghambat pertumbuhan dan perkembangan
bakteri.
Contoh:Tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin,
linkomisin
b. Antibiotika bakterisid, yaitu zat yang bekerja
mematikan bakteri.
Contoh: Sefalosporin, penicillin.
Prinsip penggunaan antibiotic :
 1.Dosis Antibiotika
 Dosis harus dipertimbangkan sehingga tidak
menimbulkan resiko toksisitas, reaksi alergi atau resiko
lain bagi pasien.
 2.Rute pemberian antibiotika. Rute parenteral diberikan
bila infeksi perlu segera diatasi dan infeksi terdapat pada
lokasi yang memerlukan konsentrasi darah yang tinggi dari
antibiotika untuk menjamin penetrasi yang memadai dari
jaringan terinfeksi, sedangkan rute oral dipilih untuk
mengatasi kebanyakan jenis infeksi yang antibiotikanya
disampaikan ke jaringan tanpa masalah
 3.Lama pemberian antibiotika
Secara garis besar penggunaan antibiotic ada 3:
a.Pengobatan Infeksi
b.Profilaksis bedah
c.Profilaksis non bedah
 Seleksi antibiotika yang digunakan:
 A. Variabel Pasien:
 Alergi
 Fungsi organ abnormal
 Kehamilan

 B. Variabel Antibiotika:
 Keamanan
 Frekuensi
 Rute Pemberian
 Dosis yang tersedia
 Biaya
Alasan Kombinasi Antibiotik :
 Memperoleh efek sinergis
 Memperluas spectrum antimikroba untuk pasien
dengan kondisi kritis dan infeksi berat tapi jenis
kuman belum diketahui
 Infeksi campuran
 Minimalisasi toksisitas
 Mengatasi kuman yang resisten ( Penisilinase
Efek Samping
 Efek samping antibiotic berkisar pada 3 kategori
umum, yaitu reaksi sensitivitas (seperti demam,
reaksi anafolaksis dan lain-lain), toksisitas dan
superinfeksi. Ketika efek samping terjadi,
penggunaan antibiotic seharusnya dihentikan dan
digantikan dengan antibiotic yang lebih sensitive.
Apabila sangat dibutuhkan untuk mengontrol
infeksi, pemggunaan antibiotic dapat terus
dilanjutkan pada keadaan efek samping yang
minimal, dimana tidak terdapat potensi berbahaya
( misalnya mual ).
Kegagalan Terapi Antibiotik
 Obat tidak diberikan
 Lama terapi tidak cukup
 Dosis terapi terlalu rendah
 Bukan etiologi terapi (kanker, drug fever)
 Dugaan tempat kuman tidak tepat
 Obat tidak berpenetrasi ketempat infeksi
 Resistensi
 Superinfeksi
 Antagonisme
 Factor manusia : Diabetik foot ulcer, neutropenia,
ketidakpatuhan pasien
Resistensi sel mikroba adalah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan
sel mikroba oleh antimikroba. Dasar biokimia yang menyebakan
terjadinya resistensi adalah :
 Berkurangnya permeabilitas mikroba terhadap obat,
akibat perubahan pada reseptor obat, penurunan
kapasitas transport obat dan perubahan struktur
dinding sel.
 Contoh: Tetrasiklin dan sulfonamide
 Inaktivasi antibiotika oleh enzim yang dihasilkan
bakteri, dimana enzim yang memodifkasi disandi oleh
gen kromosom maupun gen ekstrakromosomal. Contoh:
Betalaktam, kloramfenikol dan aminoglikosida
 Modifikasi reseptor obat, disebabkan terjadinya mutasi
satu asam amino pada ribosom 30S. Contoh:
Streptomisin
 Meningkatnya sintesa senyawa yang antagonistic
terhadap obat
Toksisitas Antibiotik
 Hipersensitifitas : rash, urticaria, anaphylaxis
 Sensitifitas silang : Cefalosporin vs Penicillin
 Ototoksisitas : aminoglikosida, erythromycin
 Nefrotoksositas : aminoglikosida, amfoterisin
 Hepatotoksisitas : flucloxacillin, macrolida,
tetrasiklin, sulfonamide, ketokonazol
Kerasionalan Antibiotik dapat dinilai dari
 Tepat Indikasi
 Penggunaan obat atas indikasi medik
 Intervensi dengan obat memang diperlukan
 Tepat Obat
 Sesuai dengan diagnosa klinik dan bakteriologik
 Manfaat dan efektifitas diketahui paling tinggi dan
sudah terbukti secara pasti
 Keamanan dapat terjamin
 Menjamin kepatuhan pasien
 Harga dapat terjangkau
 Tersedia dipasaran
 Tepat Penderita
 Pemberian obat dengan mempertimbangan:
 Apakah obat tersebut kontraindikasi dengan pasien
 Ada kondisi-kondisi khusus yang memerlukan pertimbangan
 Tepat Dosis
 Takaran dosis sangat menentukan keberhasilan terapi, dimana dosis
harus akurat, respon obat sangat dipengaruhi oleh factor kinetic (
ADME ) penyesuaian dosis.
 Tepat Rute ( cara pemberian )
 Hal- hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih rute pemberian
obat:
 Obat dapat mencapai tujuan terapi
 Praktis dan dapat dilakukan dengan sarana dan tenaga yang ada di unit
kesehatan ybs.
 Dapat diterima oleh pasien sehingga tidak mengurangi kepatuhan
pasien dalam pengobatan.
 Tepat saat penggunaan obat
 Disesuaikan dengan tujuan terapi ( infeksi, profilaksis, dll )
 Sebelum makan , sesudah makan, saat makan, dll
 Tepat lama penggunaan obat
 Lama penggunaan /pemberian obat sesuai dengan
standard an literature yang dipercaya/ terstandar,
frekuensi dan interval yang tepat.
 Frekuensi dipilih yang paling mudah diikuti oleh penderita
 Interval teratur agar kadardalam plasma berada dalam
keadaan steady state (kadar dalam plasma optimal)
 Interval dosis rasional dalam konsep farmakokinetik
disamakan dengan waktu paruh eliminasi.
Antibiotika Profilaksis
 Antibiotika Profilaksis adalah antibiotic yang
diberikan sebelum ada tanda infeksi untuk mencegah
infeksi kuman tertentu (yang peka terhadap
antibiotika tersebut) sebelum terjadinya kolonisasi
dan multiplikasi. Penggunaan antibiotika profilaksis
dapat digunakan untuk kasus bedah maupun non
bedah
Prinsip Pemilihan Antibiotika Profilaksis
• 1. Tipe prosedur operasi
• Pemberian antibiotika profilaksis tergantung pada tipe prosedur operasi dan resiko terjadinya infeksi dari
luka operasi.
• 2. Pemilihan antibiotika profilaksis
• Ada berbagai jenis antibiotika yang dapat diberikan sebagai profilaksis, tetapi pemilihannya dipengaruhi
oleh berbagai factor. Antibiotika profilaksis yang dipilih haruslah agen yang aktif terhadap bakteri yang paling sering
diisolasi dari tempat infeksi luka setelah operasi dan biasanya disebabkan oleh flora bakteri pasien itu sendiri.
• 3. Saat pemberian antibiotika
• Untuk memperoleh efek yang maksimal dari penggunaan antibiotika profilaksis, salah satunya diperlukan
saat pemberian dosis antibiotika yang tepat. Pemberian antibiotika profilaksis diberikan sebelum operasi saat induksi
anastesi.
• 4. Rute pemberian
• Peluang terbesar munculnya infeksi selama operasi berlangsung yaitu terjadi selama penutupan luka. Oleh
karena itu, konsentrasi bakterisid pada jaringan mesti tercapai dan dipertahankan yang dimulai dari insisi pertama
hingga beberapa saat terakhir menjelang luka tertutup. Dalam hal ini, pemberian intravena menjadi pilihan karena
konsentrasi yang diinginkan akan segera tercapai.
• 5. Lama pemberian
• Kebanyakan prosedur, tidak memerlukan penggunaan antibiotika profilaksis melebihi 24 jam. Dari
penelitian – penelitian yang telah dilakukan dihasilkan bahwa periode paling efektif untuk profilaksis yaitu dimulai
pada saat bakteri dapat masuk ke jaringan dan berakhir dalam 3 jam. Sehingga pemberian dosis tunggal sebenarnya
cukup memadai. Apalagi langkah aseptic pada operasi dan setelah operasi masih memberikan perlindungan yang baik
terhadap infeksi luka.
• 6. Keamanan antibiotika
• Antibiotika harus memiliki efek samping yang minimal. Keterangan yang harus diperhatikan sebelumnya yaitu
sejarah alergi terhadap antibiotika untuk mencegah adanya respon alergi yang fatal.
• 7. Biaya antibiotika
• Pemilihan antibiotika profilaksis pada prinsipnya juga mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan oleh
pasien. Seringkali beberapa macam obat dapat digunakan untuk mengobati infeksi tertentu, dengan efektivitas dan
resiko yang hamper sama tetapi dengan harga berbeda. Jika begitu, maka antibiotika dengan harga lebih murah
seharusnya menjadi pilihan.
Klasifikasi Luka Operasi
 Dalam prosedur bedah, perlu tidaknya seorang pasien
mendapatkan antibiotika profilaksis tergantung pada
klasifikasi luka operasi. National Research Council
Wound Classification membagi jenis luka operasi
Kebijakan penggunaan antibiotika perlu dilaksanakan dg
harapan:
1.Meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pasien dengan
memilih antibiotika yg tepat, aman, efek samping minimal
dan meningkatkan kepatuhan penderita.
2.Memperpendek masa perawatan pasien dengan memilih
antibiotika yg tepat pada awal pengobatan.
3.Terlaksananya pengobatan dengan prinsip cost effectiveness
4.Mengurangi resistensi antibiotika di komunitasmaupun di
lingkungan rumah sakit.
5.Meningkatkan pendidikan kedokteran dan keperawatan
dengan sosialisasi pedoman antibiotika.

Vous aimerez peut-être aussi