Vous êtes sur la page 1sur 26

Oleh:

Anang Satrianto, S.Kep, Ns


NIDN. 0703128202

INSTITUTE OF HEALTH SCIENCES BANYUWANGI


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
BANYUWANGI
2017
 Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam
mengalami dan mengintegrasikan arti dan tujuan
hidup seseorang dengan diri, orang lain, seni, musik,
literature, alam dan kekuatan yang lebih besr dari
dirinya (Nanda, 2005).
 Definisi lain mengatakan bahwa distres spiritual
adalah gangguan dalam prinsip hidup yang meliputi
seluruh kehidupan seseorang dan diintegrasikan
biologis dan psikososial (Varcarolis, 2000).
 Dengan kata lain kita dapat katakan bahwa distres
spiritual adalah kegagalan individu dalam
menemukan arti kehidupannya.
 Patofisiologi distress spiritual tidak bisa dilepaskan
dari stress dan struktur serta fungsi otak.
 Stress adalah realitas kehidupan manusia sehari-hari.
Setiap orang tidak dapat dapat menghindari stres,
namun setiap orang diharpakan melakukan
penyesuaian terhadap perubahan akibat stres.
 Stres akan menyebabkan korteks serebri mengirimkan
tanda bahaya ke hipotalamus. Hipotalamus kemudian
akan menstimuli saraf simpatis untuk melakukan
perubahan.
 Kegagalan otak untuk melakukan fungsi kompensasi
terhadap stresor akan menyebabkan seseorang
mengalami perilaku maladaptif dan sering
dihubungkan dengan munculnya gangguan jiwa
 Gangguan pada dimensi spritual atau distres spritual
dapat dihubungkan dengan timbulnya depresi.
 Tidak diketahui secara pasti bagaimana mekanisme
patofisiologi terjadinya depresi.
 Perilaku ini yang diperkirakan dapat mempengaruhi
kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan
spiritualnya sehingga terjadi distres spritiual
A. Hubungan dengan diri
1. Ungkapan kekurangan
 Harapan
 Arti dan tujuan hidup
 Perdamaian/ketenangan
 Penerimaan
 Cinta
 Memaafkan diri sendiri
 Keberanian
2. Marah
3. Kesalahan
4. Koping yang buruk
B. Hubungan dengan orang lain
 Menolak berhubungan dengan tokoh agama
 Menolak interaksi dengan tujuan dan keluarga
 Mengungkapkan terpisah dari sistem pendukung
 Mengungkapkan pengasingan diri
C. Hubungan dengan seni, musik, literatur, dan alam
 Ketidakmampuan untuk mengungkapkan
kreativitas (bernyanyi, mendengarkan musik,
menulis)
 Tidak tertarik dengan alam
 Tidak tertarik dengan bacaan keagamaan
D. Hubungan dengan kekuatan yang lebih besar dari
dirinya
 Ketidakmampuan untuk berdo’a
 Ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam
kegiatan keagamaan
 Mengungkapkan terbuang oleh atau karena
kemarahan Tuhan
 Meminta untuk bertemu dengan tokoh agama
 Tiba-tiba berubah praktik agama
 Ketidakmampuan untuk introspeksi
 Mengungkapkan hidup tanpa harpaan, menderita
Menurut Vacarolis (2000) penyebab distres spiritual
adalah sebagai berikut :
 Pengkajian Fisik ® Abuse
 Pengkajian Psikologis ® Status mental, mungkin
adanya depresi, marah, kecemasan, ketakutan, makna
nyeri, kehilangan kontrol, harga diri rendah, dan
pemikiran yang bertentangan (Otis-Green, 2002).
 Pengkajian Sosial Budaya ® dukungan sosial dalam
memahami keyakinan klien (Spencer, 1998).
Salah satu instrumen yang dapat digunakan adalah
Puchalski’s FICA Spritiual History Tool (Pulschalski,
1999) :
 F : Faith atau keyakinan (apa keyakinan saudara?)
Apakah saudara memikirkan diri saudara menjadi
sesorang yang spritual ata religius? Apa yang saudara
pikirkan tentang keyakinan saudara dalam pemberian
makna hidup?
 I : Impotance dan influence. (apakah hal ini penting dalam
kehidupan saudara). Apa pengaruhnya terhadap
bagaimana saudara melakukan perawatan terhadap diri
sendiri? Dapatkah keyakinan saudara mempengaruhi
perilaku selama sakit?
 C : Community (Apakah saudara bagian dari sebuah
komunitas spiritual atau religius?) Apakah komunitas
tersebut mendukung saudara dan bagaimana? Apakah ada
seseorang didalam kelompok tersebut yang benar-benar
saudara cintai atua begini penting bagi saudara?
 A : Adress bagaimana saudara akan mencintai saya sebagai
seorang perawat, untuk membantu dalam asuhan
keperawatan saudara?
Pengkajian aktifitas sehari-hari pasian yang
mengkarakteristikan distres spiritual, mendengarkan
berbagai pernyataan penting seperti :
 Perasaan ketika seseorang gagal
 Perasaan tidak stabil
 Perasaan ketidakmmapuan mengontrol diri
 Pertanyaan tentang makna hidup dan hal-hal penting
dalam kehidupan
 Perasaan hampa
 Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi
fungsi kognitif seseorang sehingga akan mengganggu
proses interaksi dimana dalam proses interaksi ini
akan terjadi transfer pengalaman yang pentingbagi
perkembangan spiritual seseorang.
 Faktor frediposisi sosiokultural meliputi usia, gender,
pendidikan, pendapattan, okupasi, posisi sosial, latar
belakang budaya, keyakinan, politik, pengalaman
sosial, tingkatan sosial.
 Kejadian Stresful
Mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang dapat
terjadi karena perbedaan tujuan hidup, kehilangan
hubungan dengan orang yang terdekat karena kematian,
kegagalan dalam menjalin hubungan baik dengan diri
sendiri, orang lain, lingkungan dan zat yang maha tinggi.
 Ketegangan Hidup
Beberapa ketegangan hidup yang berkonstribusi terhadap
terjadinya distres spiritual adalah ketegangan dalam
menjalankan ritual keagamaan, perbedaan keyakinan dan
ketidakmampuan menjalankan peran spiritual baik dalam
keluarga, kelompok maupun komunitas.
 Respon Kognitif
 Respon Afektif
 Respon Fisiologis
 Respon Sosial
 Respon Perilaku
Menurut Safarino (2002) terdapat lima tipe dasar
dukungan sosial bagi distres spiritual :
 Dukungan emosi yang terdiri atas rasa empati, caring,
memfokuskan pada kepentingan orang lain.
 Tipe yang kedua adalah dukungan esteem yang terdiri
atas ekspresi positif thingking, mendorong atau setuju
dengan pendapat orang lain.
 Dukungan yang ketiga adalah dukungan instrumental
yaitu menyediakan pelayanan langsung yang
berkaitan dengan dimensi spiritual.
 Tipe keempat adalah dukungan informasi yaitu
memberikan nasehat, petunjuk dan umpan balik
bagaimana seseorang harus berperilaku berdasarkan
keyakinan spiritualnya.
 Tipe terakhir atau kelima adalah dukungan network
menyediakan dukungan kelompok untuk berbagai
tentang aktifitas spiritual. Taylor, dkk (2003)
menambahkan dukungan apprasial yang membantu
seseorang untuk meningkatkan pemahaman terhadap
stresor spiritual dalam mencapai keterampilan koping
yang efektif.
 Psikofarmaka pada distres spiritual tidak dijelaskan
secara tersendiri. Berdasarkan dengan Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ)
di Indonesia III aspek spiritual tidak digolongkan
secara jelas apakah masuk kedalam aksis satu, dua,
tiga, empat atau lima
 Diagnosa :
Distters Spritual
 Intervensi :
Sp. 1-P : Bina hubungan saling percaya dengan pasien, kaji
faktor penyebab distress spiritual pada pasien, bantu
pasien mengungkapkan perasaan dan pikiran terhadap
agama yang diyakininya, bantu klien mengembangkan
kemampuan untuk mengatasi perubahan spritual dalam
kehidupan.
Sp. 2-P : Fasilitas klien dengan alat-alat ibadah sesuai
keyakinan klien, fasilitas klien untuk menjalankan ibadah
sendiri atau dengan orang lain, bantu pasien untuk ikut
serta dalam kegiatan keagamaan.
 Diagnosis Keperawatan : Distres spritual
 TUM :
Klien mampu menyatakan mencapai kenyamanan dari
pelaksanaan praktik spiritual sebelumnnya dan
merasa kehidupannya berarti/bermakna
 TUK I :
Setelah dua kali pertemuan Klien dapat membina
hubungan saling percaya.
 Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang ada
kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama,
mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan
perawat, mau mengutarakan masalah yang
 TUK 2 :
Setelah satu kali pertemuan klien dapat mengatakan
kepada perawat atau pemimpin spiritual tentang kondlik
spiritual dan kegelisahannya
 TUK 3 :
Setelah atau kali pertemuan kali dapat mendiskusikan
dengan perawat hal penting yang memberikan makna
dalam kehidupannya dimasa yang lalu.
 TUK 4 :
Setelah tiga kali pertemuan klien dapat
mempertahankan pemikiran dan perasaannya tentang
spiritual
 Sp. 1-P :
1. Bina hubungan saling percaya dengan pasien
2. kaji faktor penyebab distress spiritual pada pasien
3. bantu pasien mengungkapkan perasaan dan
pikiran terhadap agama yang diyakininya
4. bantu klien mengembangkan kemampuan untuk
mengatasi perubahan spritual dalam kehidupan.
 Sp. 2-P :
1. Fasilitas klien dengan alat-alat ibadah sesuai
keyakinan klien,
2. fasilitas klien untuk menjalankan ibadah sendiri
atau dengan orang lain
3. bantu pasien untuk ikut serta dalam kegiatan
keagamaan.
 Tujauan intervensi keperawatan untuk pasien:
1. Mampu membina hubungan saling percaya
dengan perawat
2. Mamapu mengungkapkan penyebab distres
spritual
3. Mampu mengungkapkan perasaan dan fikiran
tentang kyakinannya
4. Mempu mengembangkan kemampuan mengatasi
masalah dan perubahan keyakinannya.
5. Mampu melakukan kegiatan keagamaan
Tindakan keperaawatan untuk pasien distres spiritual
1. Bina hubungan saling percaya dengan pasien
2. Kaji faktor penyebab distres spritual pada pasien
3. Bantu pasien mengungkapkan perasaan dan fikiran tentang
keyakinanya
4. Bantu klien mengembangkan keterampilan untuk mengatasi
perubahan spiritul dalam kehidupan
5. fasilitasi pasien dengan alat alat ibadah seseuai agamanya
6. fasilitasi pasien untuk menjalankan ibadah sendiri atau
dengan orang lain
7. bantu passien untuk ikut serta dalam keadaan keagamaan
8. bantu pasien mengevaluasi perasaan setelah melakukan
kegiatan keagamaan
 Achir Yani S. Hamid, Bunga rampai asuhan
keperawatan kesehatan jiwa/ Achir Yani S. Hamid:
editor, Monica Ester,Onny Anastasia Tampubolon. –
Jakarta: EGCC, 2008.
 Manajemen kasus gangguan jiwa : CMHN (
intermadiate course )/ editor, Budi Ana Keliat, Akemat
Pawiro Wiyono, Herni Susanti ; editor penyelaras,
Monica Ester, Egi Komara Yudha – Jakarta : EGC, 2011

Vous aimerez peut-être aussi