Vous êtes sur la page 1sur 33

UNDANG-UNDANG RI

NO 2/ 2002 TENTANG
POLRI

MAGELANG, SEPTEMBER 2017


BAB 1
1. UMUM
2. POKOK-POKOK PIKIRAN SECARA UMUM
3. ARGUMENTASI KONSIDERANS
4. LANDASAN PEMIKIRAN DAN POKOK KONSEPSI POLRI
BAB 2
1. KETENTUAN UMUM (Psl 1 s/d Psl 5)
2. SUSUNAN DAN KEDUDUKAN POLRI (Psl 6 s/d Psl 12)
3. TUGAS DAN WEWENANG POLRI (Psl 13 s/d Psl 19)
4. PEMBINAAN PROFESI (Psl 31 s/d Psl 36)
5. LEMBAGA KEPOLISIAN NASIONAL (Psl 37 s/d Psl 40)
6. BANTUAN HUBUNGAN DAN KERJASAMA (Psl 41 s/d Psl 42)

2
1. UMUM
Landasan Formal bagi reformasi POLRI adalah :
1) INPRES No. 2/ 1999 ttg Langkah Kebijakan dalam Rangka
Pemisahan POLRI dari ABRI
2) KEPRES No. 89/ 200o ttg Kedudukan POLRI Dinyatakan bahwa
POLRI Berkedudukan Langsung dibawah Presiden
3) TAP MPR No. VI/MPR/2000 ttg Pemisahan TNI dan POLRI
4) TAP MPR No. VII/MPR/2000 ttg Peran TNI dan POLRI
UU No 2/ 2002 ini tdd 9 Bab dan 45 pasal sbb: Bab I Ketentuan
Umum, Bab II Susunan dan Kedudukan POLRI, Bab III Tugas dan
Wewenang, Bab IV Anggota POLRI, Bab V Pembinaan Profesi, Bab VI
Lembaga Kepolisian Nasional, Bab VII Bantuan Hub dan Kerjasama,
Bab VIII Ketentuan Peralihan dan Bab IX Ketentuan Penutup

3
2. POKOK-POKOK PIKIRAN SECARA UMUM
• Kemajuan masyarakat melahirkan berbagai persepsi melihat tugas,
fungsi dan wewenang Polri. Selanjutnya, akibatkan berbagai
tuntutan dan harapan masy bagi peningkatan pelaksanaan tgs Polri
• Sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 pengaturan Polri menunjukkan
adanya perubahan-perubahan baik kedudukan dan susunan,
lingkup tugas, fungsi dan kewenangan sesuai perkembangan politik
dan ketatanegaraan yg dianut
• Puluhan tahun selama Orla dan Orba, Polri tdk berkembang
menurut kodrat dan hakekat fungsinya scr profesional dan mandiri
krn Polri dalam nuansa politik, hukum dan ketatanegaraan yg tdk
kondusif. Penegakan hukum tenggelam oleh supremasi politik dan
kekuasaan serta jauh dari supremasi hukum dan keadilan

4
• Diundang-undangkannya UU no.13 tahun 1961 tentang ketentuan pokok Polri
merupakan tonggak pertama upaya pemantapan kedudukan dan peranan Polri
sebagai pelindung, pengayom, dan pembimbing masyarakat. Namun dengan
kedudukannya sebagai angkatan bersenjata yang dimaksudkan dalam UU No.13 tahun
1961 tersebut telah membawa Polri ke arah militeristik . Secara praktis untuk Polri
untuk Polri berlaku perangkat instrument praktis ABRI mulai dari filosofi, visi, misi
bahkan dalam petunjuk pelaksanaan tugas. Hal ini seakan-akan melenyapkan
kehadiran Tri brata dan Catur prasetya sebagai sumber filosofi, etika dan azas-azas di
kepolisian dalam gegam gempita Sapta marga dan Sumpah prajurit.
• Integrasi ABRI semakin tentap setelah dikeluarkan UU No.20 tahun 1982 (Hankamneg)
dan UU No.2 tahun 1988 tentang Prajurit ABRI. Akan tetapi keadaan tersebut semakin
mempersulit kedudukan dan penampilan Polri baik dalam penampilan, pembinaan
kemampuan. Di bidang pembangunan kekuatan Polri hampir hampir tidak pernah
mendapat prioritas karena dalam skala Prioritas Dephankam lebih diutamakan
pembangunan kekuatan TNI.
• Suatu kemajuan yang patut dicatat sebagai bagian dari upaya pembangunan
kepolisian adalah lahirnya UU No.28 Tahun 1997. walau UU ini masih menyatakn
bahwa Polri masih merupakan unsur ABRI akan tetapi telah memuat banyak memuat
substansi-substansi baru masalah tugas dan kewenangan Polri.
5
• Dalam era reformasi, keinginan untuk perbaikan kepolisian semakin kuat dan
semakin Nampak jelas dengan adanya “Pollitical will” untuk memisahkan polri dan
TNI baik secara kelembagaan dan peran yang dimulai dengan inpres RI No.2 tahun
1999 dan kepres RI no.89 tahun 2000.
• Beberapa Produk konstitutif dalam era reformasi, yaitu:
1. UUD 1945 bab XII tentang hankamneg
2. TAP MPR RI No.VI / MPR / 2000 tentang pemisahan TNI dan Polri
3. TAP MPR RI No.VII / MPR / 2000 tentang peran TNI dan Polri
• Perlu dicata pula bahwa UUD 1945 selain telah menggariskan substansi tujuan
kepolisian maka pembukaan UUD 1945 juga telah meberikan arahan tentang
bentuk kepolisian sebagai kepolisian nasional yang mengacu pada bentuk NKRI yang
dianut UUD 1945. hal ini ditegaskan kembali TAP MPR No. VII/ MPR/ 2000 pasal 7
ayat 1 “Polri merupakan kepolisian nasional yang disusun berjenjang dari tingkat
pusa sampai tingkat daerah.
• UU No. 43 tahun 1999 tentang kepegawaian telah memberikan peluang pada Polri
untuk memanage anggota polri melalui UU tersendiri sehingga tidak perlu tunduk
pada UU No.2 Tahun 1988 tentang prajurit ABRI.

6
• Dengan menyimak uraian di muka, maka dapat ditegaskan bahwa RUU Polri yang
diajukan pada dasamya merupakan
• Penegasan substansi profesi Kepolisian mendasar mengenai tugas, fungsi,
wewenang dan kedudukan Polri yang telah dimuat dalam UU No.28 tahun 1997
yang perlu dipertahankan dalarn UU yang baru.
• Aktualisasi dari tuntutan reformasi yang memuat paradigma supremasi hukum
HAM, transparansi dan demokratisasi yang tertuang dalam UUD 1945, TAP MPR
No.Vl dan TAP MPR No.Vll MPR / 2000 sehingga lebih memberikan jaminan
kepastian hukum, keadilan serta kualitas pelayanan Polri yang Iebih profesional.
• Penyesuaian dengan ketentuan UU yang berkaitan dengan sebagaimana diatur
dalam UU No.43 tahun 1999 sehingga kepegawaian di lingkungan Polri dapat
diselaraskan dengan hakekat tugas dalam Polri, sebagai pegawai negeri yang
tunduk pada kekuasaan peradilan umum.
• Apresiasi Polri tentang pentingnya peran serta masyarakat sehingga keterbukaan
akuntabilitas mendapat perhatian yang diakomodasikan dalam tugas-tugas komisi
Kepolisian nasional sehingga kebijakan-kebijakan Kepolisian akan sejalan dengan
tuntutan dan aspirasi masyarakat.

7
• RUU Polri, secara keseluruhan menggambarkan paradigma baru, penyelenggaraan
fungsi Kepolisian yang berorientasi kepada pnnsip-prinsip supremasi hukum,
demokrasi, HAM, profesionalitas, proporsionalitas, tertib penyelenggaraan fungsi
dan akuntabilitas. Namun demikian efektifitasnya akan bergantung pula kepada
penyelenggaraan fungsi lainnya dalam ketatanegaraan dan pemerintahan. Oleh
karena itu aspek koordinasi lintas sektoral sangat perlu mendapat perhatian dalam
penyusunan berbagai peraturan pelaksanaan UU. Hal-hal yang belum dimuat
dalam UU dapat dilengkapi dengan peraturan perUU-an di bawahnya sebagai
peraturan pelaksanaan. RUU Kepolisian disiapkan dengan semangat reformasi dan
komitmen konstitusional untuk mewujudkan penyelenggaraan fungsi Kepolisian
yang memenuhi harapan masyarakat dan Kepolisian Negara yang mampu
melaksanakan tugas penegakan hukum, pengayoman, perlindungan serta
pelayanan masyarakat secara profesional dan modem dengan tetap menjunjung
tinggi HAM. Namun demikian, keseluruhan harapan tersebut akhirnya bertumpu
pada kearifan DPR dalam merumuskan UU.

8
3. ARGUMENTASI KONSIDERANS RUU POLRI
Konsiderans dalam RUU ini memuat, menimbang, mengingat dan menetapkan.
3.1 Menimbang
a. Bahwa keamanan dalam negeri merupakan syarat utama untuk mendukung
terselenggaranya masyarakat madani yang adil, makmur dan beradab berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945.

Argumentasi Filosofis :
1) Tujuan pembentukan UU Polri tidak hanya bagian dari upaya pembaharuan sistim
hukum Nasional jugas terkandung upaya peningkatan pembinaan Kamdagri. Oleh
karena itu sebagai konsekuensi dan upaya keras mencapai tujuan tersebut dibutuhkan
suatu landasan yuridis yang kokoh bagi pelaksanaan tugas Polri yaitu UU Polri.
2) Dalam rangka mengikuti perubahan sosial pada era reformasi ini diisyaratkan
penonjolan fungsi dan peranan Polri :
Penjaga dan pemelihara Kamdagri melalui upaya
Pemeliharaan Kamtibmas.
Sebagai pengayom, pelindung, pembimbing dan pelayanan masyarakat.
Sebagai aparat penegak hukum.

9
b. Bahwa pemeliharaan Kamdagri melalui upaya penyelenggaraan fungsi Kepolisian
yang meliputi pemeliharaan Kamtibmas, penegakan hukum, pengayoman, dan
pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Polri selaku alat negara yang dibantu
oleh Potmas. Dengan menjunjung tinggi HAM.
Argumentasi Sosiologis :
Pada dasarnya Kamdagri harus terus menerus dijaga dan dipelihara. Secara umum
penyelenggaraannya dilaksanakan oleh organ Kepolisian yang dalam hal ini di
Indonesia dipertanggungjawabkan kepada Polri. Untuk melaksanakan tugas itu Polri
dibantu oleh unsur-unsur pengemban fungsi Kepolisian Iainnya dan masyarakat serta
tetap menjunjung tinggi HAM.
c. Bahwa telah terjadi perubahan paradigma dalam sistem ketatanegaraan yang
menegaskan pemisahan kelembagaan TNI dan Kepolisian NKRI sesuai dengan peran
dan fungsi masing-masing.
Argumentasi Politis :
Tuntutan reformasi yang melahirkan keputusan politik untuk menyempurnakan sistem
ketatanegaraan antara lain mengharuskan adanya pemisahan kelembagaan TNI dan
Pulri sesuai dengan fungsi dan perannya, oleh karena Au perlu pula dijabarkan dalam
UU Polri.

10
d. Bahwa UU No. 28 tahun 1997 tentang Kepolisian NKRI sudah tidak memadai dan
perlu diganti untuk disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan serta
ketatanegaraan RI.
Argumentasi Sosiologis :
UU No. 28 tahun 1997 tentang Polri sudah tidak sesuai dengan perubahan paradigma
baru yaitu pemisahan kelembagaan TNI dan Polri sesuai dengan fungsi dan perannya
dan tuntutan reformasi yang merupakan harapan masyarakat sehingga perlu dirubah
menjadi UU yang Iebih sesuai dan memenuhi harapan.
e. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c dan
d, perlu dibentuk UU tentang Kepolisian Negara RI.
Argumentasi Yuridis :
UUD 1945 pasal 30 ayat (2) dan ayat (4) ;
TAP MPR RI No. VI / MPR / 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri
TAP MPR RI No. VII / MPR / 2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri.
3.2 Mengingat
a. Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (2), dan pasal 27 ayat (1) UUD 1945
Argumentasi :
Konsiderans "Mengingat" mempunyai arti bahwa penyusunan RUU Polri ini adalah
merujuk kepada peraturan perUU-an yang telah ada balk yang memberikan perintah
pembuatannya secara Iangsung maupun yang mendasari pembentukannya.
11
b. Ketetapan MPR No. VI / MPR / 2000 tentang Pemisahan TNI dan Kepolisian Negara
RI ;
c. Ketetapan MPR No. VII / MPR / 2000 tentang Peran TNI dan peran Kepolisian negara
RI ;
d. UU No. 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah
dengan UU No.43 tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3890).

12
4. LANDASAN PEMIKIRAN DAN POKOK-POKOK KONSEPSI POLRI
4.1 LANDASAN PEMIKIRAN.
a. Pertimbangan Filosofis
Pancasila sebagai falsafah bangsa dan idiologi negara merupakan sumber dan segenap
nilai, azas, kaidah yang menjadi pedoman dan penuntun bagi pelaksanaan tugas dan
wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai alat negara penegak hukum,
pengayom, pelindung dan pembimbing masyarakat serta alat negara yang bertugas
menyelenggarakan keamanan dalam negeri.
Nilai Pancasila telah dijabarkan ke dalam Tri Brata dan Catur Prasetya yang menjadii
pedoman hidup setiap agustus Polri dan Catur Prasetya yang menjadi penuntun bagi
pelaksanaan tugas Polri.
b. Pertimbangan Sosiologis
Dalam perkembangan selanjutnya masyarakat sangat mendambakan sosok Kepolisian
Negara Republik Indonesia yang sempurna dalam artian memiliki dedikasi,
intelektualitas, profesionalisme dan integritas yang dapat diandalkan.

13
Penyusunan Undang-undang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang baru
merupakan bagian dan upaya perkembangan dan penyempumaan Kepolisian Negara
Republik Indonesia. Di samping itu merupakan upaya untuk menampung aspirasi dan
harapan masyarakat terhadap Polri sehingga diharapkan akan terwujud sosok
penampilan jati diri kepolisian yang dicita-citakan dalam tatanan kehidupan
masyarakat Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
c. Pertimbangan Yuridis
Kebutuhan pembentukkan Undang-undang Kepolisian Negara Republik Indonesia
sangat mendesak karena Polri akan melepaskan diri dan ABRI secara total dalam
rangka Polri Mandiri.
Untuk itu Undang-undang No. 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia perlu diganti agar mendukung pelaksanaan tugas dan wewenang serta hak
dan tanggung jawab Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sejalan dengan amanat
TAP MPR No. VI MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri dan TAP MPR No.
VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri.

14
d. Pertimbangan Perbandingan Hukum Internasional
Segala perubahan tatanan dunia dan bergulirnya demokrasi serta pemyataan universal
tentang HAM di seluruh dunia menimbulkan suatu perubahan terhadap politik negara,
pembenahan sistem politik hukum dan ketatanegaraan untuk merespon dan
mengakomodasikan tuntunan tersebut, juga dialami oleh Polri sebagai pengemban
fungsi kepolisian Republik Indonesia, maka dalam bentuk Undang-undang Kepolisian
Negara Republik Indonesia tidak boleh terlepas dari hukum intemasional, karena tugas
dan wewenang Polri berkaitan dengan hal-hal tersebut, serta perlu melihat
/membandingkan dengan Kepolisian di negara lain.
4.2 Pokok-pokok Konsepsi Polri
Pokok-pokok Konsepsi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
a. Umum
Presiden telah mengeluarkan Instruksi No. 2 Tahun 1999 tentang Iangkah-Iangkah
kebijakan dalam rangka pemisahan Polri dan ABRI yang menjadi landasan formal bagi
reformasi Polri.
b. Tujuan Kepolisian Negara Republik Indonesia
Adalah untuk menjamin ketertiban umum dan tegaknya hukum serta terbinanya
ketenteraman masyarakat guna mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat
yang pada gilirannya akan mendukung pencapaian tujuan nasional bangsa Indonesia.
15
c. Landasan Idiil Filosofis Kepolisian Negara Republik Indonesia
Landasan idiil filosofis Polri mempunyai arti yang sangat penting bagi keseluruhan
gerak kiprah Polri dalam pencapaian tujuan Polri. Bahkan merupakan sumber motivasi
perjuangan, pedoman hidup dan pedoman kerja serta pengabdian terhadap
kepentingan nasional dan pencapaian tujuan nasional sebagaimana yang diamanatkan
oleh Pancasila itu sendiri yang dijabarkan oleh Tri Brata dan Catur Prasetya.
d. Kedudukan dan Susunan Kepolisian Negara Republik Indonesia
Sesuai dengan perkembangan ketatanegaraan Republik Indonesia dan Pembaharuan
Hukum, khususnya memperhatikan TAP MPR No.VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI
dan Polri serta TAP MPR No.VI/MPR/2000 tentang Peranan TNI dan Peranan Polri.
Sesuai dengan Kedudukannya maka dalam merumuskan susunan Polri agar
memperhatikan hal-hal yang tercantum dalam buku.
e. Fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia
Fungsi Kepolisian meliputi dimensi yuridis dan sosiologis, yang pada dasamya adalah
fungsi penegakan hukum yang melekat pada fungsi pemerintah negara dan dibentuk
pula oleh pertumbuhan, dan perkembangan dalam tata kehidupan masyarakat itu
sendiri.

16
f. Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia
Dalam merumuskan tugas Polri, harus memperhatikan kedudukan Polri sebagai alat
negara, fungsi Polri, tujuan Polri dan peraturan perundang-undangan Iainnya yang
mengatur tugas Polri.
Azas-azas Pelaksanaan Tugas
1) Azas Legalitas : sesuai dasar hukum, demi kepastian Hukum.
2) Azas Kewajiban : Diskresi Kepolisian dalam rangka menjamin tibtram masyarakat.
3) Azas Partisipasi : parmas dan pam swakarsa.
4) Azas Preventif : mengutamakan pencegahan dari pada penindakan.
5) Azas Subsidiaritas : mengambil tindakan yang perlu dalam hal Instans yang
berwenang tidak ada atau belum mengambil tindakan.
g. Wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia
Dalam rumusan wewenang Poiri sebagai slat alat negara seyogyanya memperhatikan
teori kedaulatan yang menjadi sumber kekuasaan atau wewenang pemerintah
Republik Indonesia.
Polri dalam melaksanakan wewenangnya bukan tanpa batas, melainkan harus selalu
berdasarkan hukum, karena menurut penjelasan Undang-Undang Dasar 1945
dirumuskan bahwa :

17
Negara Republik Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaat) tidak berdasarkan
atas kekuasaan belaka (machtstaat).
h. Tanggung Jawab Anggota Polri
Pertanggung jawaban secara hukum disiplin Pertanggung jawaban secara hukum
perdata Pertanggung jawaban secara hukum tata usaha negara Pertanggung jawaban
secara hukum pidana
i. Administrasi dan Pembinaan Personil
Lembaga Polri sebagai lembaga terbuka
Organisasi Polri merupakan bagian dari eksekutif
Bagi anggota Polri yang melakukan tindak pidana akan diberlakukan ketentuan
peradilan umum
j. Pembinaan Profesi dan Sumber Daya
Untuk memperkokoh profesi dan sumber daya kepolisian perlu dirumuskan adanya
kebijaksanaan teknis kepolisian yang mengatur dan mengikat seluruh unsur-unsur
pengemban Polri.

18
k. Hubungan dan Kerja sama
1) Dalam negeri : dilakukan dengan unsur pemerintah daerah, penegak hukum,
badan/ lembaga, Instansi lain serta masyarakat, dengan mengembangkan asas
partisipasi dan subsidiaritas.
2) Luar negeri : dengan badan Kepolisian dan penegak hukum lain melalui kerja sama
bilateral atau multilateral dan badan pencegahan kejahatan baik dalam rangka tugas
operasional maupun kerja sama teknik dan pendidikan serta pelatihan.

19
1. KETENTUAN UMUM
a. Dalam memahami isi pasal – pasal dalam UU No 2 tahun 2002, terdapat banyak kata yang
sering ditemukan. Defenisi dari kata-kata atau istilah atau sebutan dimaksud bisa dilihat pada
BAB I Pasal 1 angka 1 sampai dengan angka 14.
b. Makna dari Fungsi Kepolisian dan Pengemban Fungsi Kepolisian diatur dalam Pasal 2 dan
Pasal 3
c. Tujuan dan Peran POLRI diatur dalam pasal 4 dan pasal 5

2. SUSUNAN DAN KEDUDUKAN POLRI


Susunan dan Kedudukan Polri diatur dalam BAB II Pasal 6 sampai dengan Pasal 12 UU No. 2
tahun 2002. Dari pasal-pasal tersebut secara tegas menyebutkan bahwa :
a. Wilayah yang menjadi tanggung jawab POLRI meliputi seluruh wilayah Negara Republik
Indonesia
b. Wilayah negara Republik Indonesia dibagi dalam daerah hukum menurut kepentingan
pelaksanaan tugas kepolisian Negara Republik Indonesia.

20
c. Ketentuan mengenai daerah hokum diatur dengan Peraturan Pemerintah
d. Susunan organisasi dan tata kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia
disesuaikan dengan kepentingan pelaksanaan tugas dan wewenangnya yang diatur
Iebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
e. Polri dipimpin oleh Kapolri, Kapolri dalam melaksanakan tugasnya bertanggung
jawab kepada Presiden, karena Polri langsung di bawah Presiden
f. Pimpinan Kepolisian Negara Republik lndonesia di masing-masing daerah,
bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan wewenang kepolisian secara hierarki.
g. Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat.

3. TUGAS DAN WEWENANG POLRI


Tugas dan wewenang POLRI diatur dalam pasal 13 sampai dengan pasal 19 UU No. 2
tahun 2002. Dalam pasal pasal tersebut secara tegas menyebutkan :

21
a. Tugas Pokok POLRI diatur dalam Pasal 13 adalah :
1) Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
2) Menegakkan Hukum, dan
3) Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat
b. Pasal 14 mengatur lebih lanjut yaitu :Dalam melaksanakan tugas pokok
sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 Kepolisian Negara Republik Indonesia
bertugas:
1) Melaksanakan pengaturan penjagaan, pengawalan dan patroli terhadap kegiatan
masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan ;
2) Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban dan
kelancaran lalu lintas di jalan;
3) Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran
hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan
perundang-undangan.
4) Turut serta dalam pembinaan hukum nasional ;
5) Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum ;
6) Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian
khusus, penyidik pegawai negeri sipil dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;
22
7) Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai
dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan Iainnya;
8) Menyelenggarakan identifikasi Kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium
forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;
9) Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan, lingkungan hidup
dari gangguan ketertiban dan / atau bencana termasuk memberikan bantuan dan
pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
10) Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh
instansi dan / atau pihak yang berwenang;
11) Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingan dalam
lingkup tugas kepolisian ; serta
12) Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan
c. Pasal 15 ayat (1) menyatakan “ Dalam rangka menyelenggarakan tugas
sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia
secara umum berwenang :
1) Menerima laporan dan/atau pengaduan “;
2) Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu
ketertiban umum ;
23
3) Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;
4) Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa ;
5) Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam Iingkup kewenangan administratif
kepolisian ;
6) Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dan tindakan kepolisian dalam
rangka pencegahan ;
7) Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian ;
8) Mengambil sidik jari dan identitas Iainnya serta memotret seseorang;
9) Mencari keterangan dan barang bukti ;yang dapat mengganggu ketertiban umum ;
10) Menyelenggarakan Pusat Informasi kriminal Nasional ;
11) Mengeluarkan surat izin dan / atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka
pelayanan masyarakat ;
12) Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan
pengadilan , kegiatan instansi Iain, serta kegiatan masyarakat;
13) Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.
24
d. Lebih lanjut Pasal 15 ayat (2) mengatur “ Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai
dengan peraturan perundangundangan Iainnya berwenang” ;
1) Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat Iainnya
;
2) Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;
3) Memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor ;
4) Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik ;
5) Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam ;
6) Memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang
jasa pengamanan;
7) Memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat Kepolisian khusus dan petugas
pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian ;
8) Melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas
kejahatan internasional;
9) Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah
Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;
10) Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian intemasional;
11) Melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam Iingkup tugas kepolisian.
25
e. Pasal 16 ayat ( 1 ) menegaskan bahwa “ Dalam rangka menyelenggarakan tugas
sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian
Negara Republik Indonesia berwenang untuk “ :
1) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan ;
2) Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk
kepentingan penyidikan ;
3) Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan ;
4) Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda
pengenal diri;
5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat ;
6) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi ;
7) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara ;
8) Mengadakan penghentian penyidikan ;
9) Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum ;
10) Mengajukan permintaan secara Iangsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang
di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk
mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana;
26
11) Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta
menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut
umum ; dan
12) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab
f. Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam angka 12) di atas adalah tindakan penyelidikan
dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagai berikut :
1) Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum ;
2) Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan
tindakan tersebut dilakukan;
3) Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam Iingkungan jabatannya;
4) Pertimbangan yang Iayak berdasarkan keadaan yang memaksa ; dan
5) Menghormati hak asasi manusia.
g. Pasal 17 menegaskan bahwa Pejabat Polri menjalankan tugas dan wewenangnya di seluruh
wilayah negara Republik Indonesia, khususnya di daerah hukum pejabat yang bersangkutan
ditugaskan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
h. Pasal 18 : Untuk kepentingan umum pejabat Polri dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri ( diskresi kepolisian ), dan
pelaksanaan hal tersebut dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan
memperhatikan peraturan perundang-undangan, serta Kode Etik Profesi Polri ( KEPP )
27
i. Pasal 19 : Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Pejabat Polri senantiasa
bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan,
kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dengan mengutamakan
tindakan pencegahan.
4. PEMBINAAN PROFESI
Pembinaan Profesi bagi seluruh anggota Polri diatur dalam pasal 31 sampai dengan
pasal 36 UU No 2 tahun 2002, dan pasal-pasal tersebut mengatur secara tegas hal-hal
sebagai berikut :
a. Pasal 31 : Pejabat Polri dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus
memiliki kemampuan profesi.
b. Pasal 32 : Pembinaan kemampuan profesi pejabat Polri diselenggarakan melalui
pembinaan etika profesi dan pengembangan pengetahuan serta pengalamannya
dibidang teknis
kepolisian melalui pendidikan, pelatihan dan penugasan secara berjenjang dan
berlanjut.
c. Pasal 34 : Sikap dan perilaku pejabat Poli terikat pada Kode Etik Profesi Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
28
d. Pasal 35 : Pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik
Indonesia oleh pejabat Polri diselesaikan oleh Komisi Kode Etik Kepolisian Negara
Republik Indonesia.

e. Pasal 36 :Setiap pejabat Polri dan pengemban fungsi Kepolisian Iainnya wajib
menunjukkan tanda pengenal sebagai keabsahan wewenang dan tanggung jawab
dalam mengemban fungsinya.

5. LEMBAGA KEPOLISIAN NASIONAL


Hal – hal yang berkaitan dengan Lembaga Kepolisian Nasional diatur secara tegas
dalam Pasal 37 sampai Pasal 40 UUNo 2 tahun 2002, sebagai berikut :
a. Pasal 37 : Lembaga Kepolisian nasional yang disebut dengan Komisi Kepolisian
Nasional berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, dibentuk
dengan Keputusan Presiden

29
b. Pasal 38 ayat (1) : Komisi Kepolisian Nasional bertugas :
1) Membantu Presiden dalam menetapkan arah kebijakan Kepolisian Negara Republik
Indonesia; dan
2) Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan dan
pemberhentian Kapolri.

c. Pasal 38 ayat (2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), Komisi Kepolisian Nasional berwenang untuk :
1) Mengumpulkan dan menganalisa data sebagai bahan pemberian saran kepada
Presiden yang berkaitan dengan anggaran Kepolisian Negara Republik Indonesia,
pengembangan sumber daya manusia Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan
pengembangan sarana dan
Prasarana Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2) Memberi saran dan pertimbangan lain kepada Presiden dalam upaya mewujudkan
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang professional dan mandiri ; dan
3) Menerima saran dan keluhan dari masyarakat mengenai kinerja kepolisian dan
menyampaikannya kepada Presiden.
30
d. Pasal 39 : Keanggotaan Komisi Kepolisian Nasional terdiri atas seorang Ketua
merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, seorang Sekretaris
merangkap anggota dan 6 (enam) orang anggota, yang berasal dari unsur-unsur
pemerintah, pakar kepolisian, dan tokoh masyarakat.

e. Pasal 40: Segala pembiayaan yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan tugas
Komisi Kepolisian Nasional dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara.

6. BANTUAN HUBUNGAN DAN KERJA SAMA


a. Bantuan Hubungan :
1) Pasal 41 ayat (1) : Dalam rangka melaksanakan tugas keamanan Kepolisian Negara
Republik Indonesia dapat meminta bantuan tentara Nasional Indonesia yang diatur
Iebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

31
2) Pasal 41 ayat (2) : Dalam Keadaan darurat militer dan keadaan perang, Kepolisian Negara
Republik Indonesia memberikan bantuan kepada Tentara Nasional Indonesia sesuai dengan
Peraturan Perundang-undangan.
3) Pasa 41 ayat (3) : Kepolisian Negara Republik Indonesia membantu secara aktif tugas
pemeliharaan perdamaian dunia di bawah bendera Perserikatan Bangsa-bangsa.

b. Kerja sama :
1) Pasal 42 ayat (1) : Hubungan dan kerja sama Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan
Badan, Lembaga, serta instansi di dalam dan di luar negeri di dasarkan atas sendi-sendi
hubungan fungsional, saling menghormati, saling membantu, mengutamakan kepentingan umum
serta memperhatikan hierarki.

2) Pasal 42 ayat (2) : Hubungan dan kerja sama didalam negeri dilakukan terutama dengan
unsur-unsur pemerintah daerah, penegak hukum, badan lembaga, instansi lain serta masyarakat
dengan mengembangkan asas partisipasi dan susidiaritas.

32
3) Pasal 24 ayat (3) : Hubungan dan kerja sama luar negeri dilakukan
terutama dengan badan-badan kepolisian dan penegak hukum lain
melalui kerja sama bilateral atau multilateral dan badan pencegahan
kejahatan baik dalam rangka tugas operasional maupun kerja sama
teknik dan pendidikan serta pelatihan.

33

Vous aimerez peut-être aussi