Vous êtes sur la page 1sur 31

LITA ANGELINA SAPUTRI

Tenaga Pengetahuan
Kesehatan Sumber ilmiah

•Mengikuti acara ilmiah


•Membaca buku ajar
•Membaca jurnal
Adalah suatu proses yang cermat dan
sistematis dalam mengkaji penelitian
untuk menilai tingkat kepercayaannya,
nilai dan relevansinya

Critical appraisal merupakan skill yang


diperlukan oleh klinisi untuk mencari dan
menggunakan bukti2 penelitian secara
reliabel dan efisien
 Setiap pasien dan nakes menginginkan kondisi
kesehatan yang paling optimal. Untuk
mendapatkannya diperlukan informasi tentang apa
yang baik atau apa yang membahayakan dalam
memilih suatu asuhan.
 Penelitian merupakan suatu proses mengumpulkan
dan menganalisisnya untuk memperoleh informasi
yang bermakna
 Namun tidak semua penelitian berkualitas baik, dan
sangat banyak studi yang bias, serta hasilnya tidak
dapat dipercaya - membawa kepada kesimpulan
yang salah
Dapat
memahami
penelitian,
Kritisi
sehingga dapat
mengadopsi
kesimpulan
 EBM merupakan pendekatan baru dalam memberikan
pelayanan kesehatan, Evidence-Based Medicine
 terdiri atas trilogi: (1) penggunaan bukti-bukti ilmiah
terbaik, (2) keterampilan klinis, dan (3) pemenuhan
nilai dan ekspektasi pasien.
 pertanyaan latar belakang (background questions)  Ilmu di bangku
kuliah, pengalaman klinis, seminar, buku teks
Misal: Apakah penyebab pre eklamsi?
Bagaimana infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini?
Bagaimana menegakkan diagnosis abortus insipiens?
 FOREGROUND QUESTIONS. Banyak pertanyaan klinis lainnya
yang sulit dijawab, yang tidak memadai untuk dijawab hanya
berdasarkan pengalaman, buku atau seminar. Pertanyaan latar
depan bertujuan untuk memperoleh informasi spesifik yang
dibutuhkan untuk membuat keputusan klinis
Apakah vaksin MMR (mumps, measles, rubella) menyebabkan autisme
pada anak, sehingga sebaiknya tidak diberikan kepada anak?
Manakah yang lebih baik pemberian pemberian tablet Fe per hari atau
per minggu?
 Pertanyaan latar depan tentang keakuratan diagnosis,
kebenaran kausa, keakuratan prognosis, efektivitas dan
kerugian terapi, tidak memadai dan tidak dibenarkan jika
diperoleh jawabnya hanya berdasarkan mengikuti seminar,
membaca tinjauan pustaka dan buku teks.
 Pertanyaan latar depan memerlukan upaya yang lebih
sistematis untuk menjawabnya, dengan menggunakan
bukti-bukti dari sumber database hasil riset yang otoritatif
dan terpercaya kebenarannya. Jawaban yang benar atas
pertanyaan latar depan memerlukan keterampilan Nakes
untuk menilai kritis kualitas bukti hasil riset
 Agar jawaban yang benar atas pertanyaan klinis latar depan
bisa diperoleh dari database, maka pertanyaan itu perlu
dirumuskan dengan spesifik, dengan struktur terdiri atas
empat komponen, disingkat ―PICO‖:
 Patient and Problem: Pertanyaan klinis perlu
mendeskripsikan dengan jelas karakteristik pasien dan
masalah klinis pasien yang dihadapi pada praktik klinis.
Keserupaan antara karakteristik demografis, morbiditas,
klinis, dari sampel penelitian dan pasien yang datang pada
praktik klinik penting untuk diperhatikan, karena
mempengaruhi kemampuan penerapan bukti-bukti
(applicability). Jika karakteristik kedua populasi berbeda,
maka bukti-bukti yang dicari tidak dapat diterapkan, atau
dapat diterapkan dengan pertimbangan yang hati-hati dan
bijak (conscientious and judicious judgment).
 Intervention: Pertanyaan klinis perlu menyebutkan dengan
spesifik intervensi yang ingin diketahui manfaat klinisnya.
Intervensi diagnostik mencakup tes skrining, tes/ alat/
prosedur diagnostik, dan biomarker. Intervensi terapetik
meliputi terapi obat, vaksin, prosedur bedah, konseling,
penyuluhan kesehatan, upaya rehabilitatif, intervensi
medis dan pelayanan kesehatan lainnya
 Tetapi intervensi yang dirumuskan dalam pertanyaan klinis
bisa juga merupakan paparan (exposure) suatu faktor yang
diduga merupakan faktor risiko/ etiologi/ kausa yang
mempengaruhi terjadinya penyakit/ masalah kesehataan
pada pasien. Intervensi bisa juga merupakan faktor
prognostik yang mempengaruhi terjadinya akibat-akibat
penyakit, seperti kematian, komplikasi, kecacatan, dan
sebagainya (bad outcome) pada pasien.
 Comparison:
Sebagai contoh, jika hasil tes diagnostik mendekati
keberadaan penyakit yang sesungguhnya, atau
mendekati hasil tes diagnostik standar emas, maka tes
diagnostik tersebut memiliki akurasi yang baik,
sehingga bermanfaat untuk dilakukan.
Jika terapi memberikan perbaikan klinis pada pasien,
tetapi pasien tanpa terapi juga menunjukkan
perbaikan klinis yang sama, suatu keadaan yang
disebut ‗efek plasebo‘, maka terapi tersebut tidak
efektif
 Outcome:
 Efektivitas intervensi diukur berdasarkan perubahan
pada hasil klinis (clinical outcome). Konsisten dengan
triad EBM, EBM memandang penting hasil akhir
yang berorientasi pasien (patient-oriented
outcome) dari sebuah intervensi medis.
 Patient-oriented outcome dapat diringkas menjadi
―3D‖: (1) Death; (2) Disability; dan (3) Discomfort.
Intervensi medis seharusnya bertujuan untuk
mencegah kematian dini, mencegah kecacatan, dan
mengurangi ketidaknyamanan
 Setelah merumuskan pertanyaan klinis secara
terstruktur, langkah berikutnya adalah mencari bukti-
bukti untuk menjawab pertanyaan tersebut.
 Bukti adalah hasil dari pengamatan dan
eksperimentasi sistematis
 Bukti ilmiah yang dicari dalam EBM memiliki ciri-ciri
―EUREKA - Evidence that is Understandable,
Relevant, Extendible, Current and Appraised – yaitu
bukti yang dapat dipahami, relevan, dapat diterapkan/
diekstrapolasi, terkini, dan telah dilakukan penilaian
 Makin tinggi sumber bukti pada hirarki, makin dekat bukti
yang dipersiapkan dan disajikan dengan pertanyaan klinis
yang dihadapi klinisi pada praktik klinis, makin cepat dan
relevan klinisi dalam mendapatkan bukti.
 Meski demikian penggunaan model ―4S‖ perlu dilakukan
dengan hati-hati  tidak ada model yang sempurna
 sistem dan sinopsis merupakan sumber pelayanan
informasi yang memang secara eksplisit dipersiapkan dan
disajikan untuk menjawab pertanyaan klinis spesifik yang
dibutuhkan klinisi. Karena itu sistem‖ dan sinopsis
memberikan keuntungan lebih cepat untuk bisa digunakan
oleh klinisi
 Sintesis dan ―studi tidak secara khusus dipersiapkan
untuk memberikan pelayanan informasi klinis, karena
itu klinisi perlu mengolah dan menyesuaikan
informasi yang diperoleh dengan masalah klinis
pasien  perlu telaah kritis
 EBM merupakan praktik penggunaan bukti riset terbaik
yang tersedia (best available evidence). Tetapi „not all
evidences are created equal”- tidak semua sumber bukti
memberikan kualitas bukti yang sama. Nakes dituntut
untuk berpikir kritis dan menilai kritis bukti (critical
appraisal). Nilai bukti ditentukan oleh dua hal: (1) Desain
riset; dan (2) Kualitas pelaksanaan riset.
 Secara formal penilaian kritis (critical appraisal) perlu
dilakukan terhadap kualitas buki-bukti yang dilaporkan
oleh artikel riset pada jurnal. meliputi penilaian tentang
validitas (validity), kepentingan (importance), dan
kemampuan penerapan (applicability) bukti-bukti
klinis tentang etiologi, diagnosis, terapi, prognosis,
pencegahan, kerugian, yang akan digunakan untuk
pelayanan medis individu pasien, disingkat “VIA”.
 apakah kesimpulan yang ditarik benar (valid), tidak
mengandung bias
 Bias adalah kesalahan sistematis (systematic error)
yang menyebabkan kesimpulan hasil riset yang salah
 Validitas (kebenaran) bukti yang diperoleh dari
sebuah riset tergantung dari cara peneliti memilih
subjek/ sampel pasien penelitian, cara mengukur
variabel, dan mengendalikan pengaruh faktor ketiga
yang disebut faktor perancu (confounding factor).
 Bias seleksi, bias observasi, bias pengukuran,
kerancuan (confounding).
 Studi harus tepat.
 efektivitas dan keamanan intervensi terapetik, maka
bukti yang terbaik berasal dari kajian sistematis/
meta-analisis dari randomized, triple-blind, placebo-
controlled trial (RCT), yaitu eksperimen random
dengan pembutaan ganda dan pembanding plasebo,
dengan penyembunyian (concealment) hasil
randomisasi, serta waktu follow-up yang cukup untuk
melihat hasil yang diinginkan.
 apakah intervensi tersebut memberikan informasi
diagnostik ataupun terapetik yang substansial, yang cukup
penting (important), sehingga berguna untuk menegakkan
diagnosis ataupun memilih terapi yang efektif
 Suatu tes diagnostik dipandang penting jika mampu
mendiskriminasi (membedakan) pasien yang sakit dan
orang yang tidak sakit dengan cukup substansial,
sebagaimana ditunjukkan oleh ukuran akurasi tes
diagnostik
 Suatu intervensi medis yang mampu mengurangi risiko
terjadinya hasil buruk (bad outcome), atau meningkatkan
probabilitas terjadinya hasil baik (good outcome),
merupakan intervensi yang penting dan berguna untuk
diberikan kepada pasien
 Bukti yang valid dan penting dari sebuah riset hanya
berguna jika bisa diterapkan pada pasien di tempat
praktik klinis
 Apakah hasil dapat diterapkan pada sampel terpilih?
 Apakah hasil dapat diterapkan pada populasi
terjangkau?
 Apakah hasil dapat diterapkan pada populasi target?
 Tiga pertanyaan perlu dijawab tentang pasien sebelum
menerapkan intervensi:
1. Apakah pasien yang digunakan dalam penelitian
memiliki karakteristik yang sama dengan pasien di
tempat praktik?
2. Apakah hasil intervensi yang akan diberikan sesuai
dengan keinginan maupun kebutuhan sesungguhnya
(real need) pasien?
3. Bagaimana dampak psikologis-sosial-kutural pada
pasien sebelumnya dalam menggunakan intervensi?
 Klinisi perlu memperhatikan kesesuaian karaktersistik
pasien yang digunakan dalam riset dan pasien yang
dihadapi di tempat praktik klinis
 Nakes perlu menggunakan pengetahuan yang ada,
pertimbangan klinis (clinical judgment) terbaik dan
pemikiran logis (logical thinking) untuk menentukan
apakah bukti riset tepat untuk diterapkan pada pasien
di tempat praktik
 Tiga pertanyaan perlu dijawab tentang aspek
perbandingan untuk menerapkan bukti:
1. Apakah terdapat kesesuaian antara pembanding/
alternatif yang digunakan oleh peneliti dan
pembanding/ alternatif yang dihadapi klinisi pada
pasien di tempat praktik?
2. Apakah manfaat intervensi lebih besar daripada
mudarat yang diakibatnya?
3. Apakah terdapat alternatif intervensi lainnya?
 Tiga pertanyaan perlu dijawab bertalian dengan hasil:
1. Apakah hasil intervensi yang diharapkan pasien?
2. Apakah hasil intervensi yang akan diberikan sesuai
dengan keinginan dan kebutuhan sesungguhnya (real
need) pasien?
3. Apakah pasien memandang manfaat dari intervensi
lebih penting daripada kerugian yang diakibatkannya?
 Lima pertanyaan perlu dijawab berkaitan dengan kelayakan
(feasibility) intervensi yang akan diberikan kepada pasien:
1. Apakah intervensi tersedia di lingkungan pasien/ di tempat
praktik?
2. Apakah tersedia sumberdaya yang dibutuhkan untuk
mengimplementasi intervensi dengan berhasil?
3. Apakah tersedia klinisi/ tenaga kesehatan profesional yang
mampu mengimplementasikan intervensi?
4. Jika intervensi tersedia di lingkungan pasien/ di tempat praktik,
apakah intervensi terjangkau secara finansial (affordable)?
5. Apakah konteks sosial-kultural pasien menerima penggunaan
intervensi yang akan diberikan kepada pasien?

Vous aimerez peut-être aussi