Vous êtes sur la page 1sur 53

Alergi Susu Sapi

Oleh :
Andreas Theo Yudapratama

Dosen Pembimbing:
dr. Sumardi F. Simanjuntak, M. Biomed, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD. ABDUL AZIZ
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2018
Pendahuluan
Alergi  Sistem imun
tubuh yang bereaksi Prevalensi Kejadian ASS 2,3
terhadap sesuatu • Eropa : 1-17,5 %
subtansi yang disebut • Japanese Multicenter
sebagai “Alergen” Trial : 0,21 %
• Indonesia : 2-7,5%
Susu Sapi
Diagnosis :
IgE mediated 1. Anamnesis
Alergi Susu Sapi (
2. Pemeriksaan fisis
ASS) Non IgE mediated 3. Pemeriksaan
penunjang
Tinjauan Pustaka

Definisi
 Alergi susu sapi (ASS) adalah reaksi yang tidak diinginkan yang diperantarai secara
imunologis terhadap protein susu sapi dan reaksi ini dapat terjadi segera atau
lambat.
 WHO : Reaksi hipersensitivitas yang diperankan oleh mekanisme imunologi. 1
Klasifikasi ASS
IgE mediated 1 Non IgE mediated 1

Reaksi hipersensitivitas tipe I ( Reaksi hipersensitivitas tipe III dan


reaksi cepat ) IV ( reaksi lambat )

Gejala timbul < 30 menit – 1 jam Gejala timbul 1-3 jam setelah
setelah mengkonsumsi protein mengkonsumsi protein susu sapi
susu sapi
Manifestasi klinis :
Manifestasi klinis : Urtikaria Allergic eosinophilic
,muntah, diare dan anafilaksis gastroenteropathy, kolik dan gagal
tumbuh
Alergen susu sapi
Alergen utama penyebab reaksi ASS terbagi atas protein whey dan kasein.
• Alpha lactalbumin ( A-LA) 6,7
Parameter Description

Allergen Bos d 4

Entry Name LALBA_BOVIN

Synonyms Lactose synthase B protein

Number of aminoacids 123 residues

Moleculer weight 14.2 kDa

Isoelectric point 4.8

Involvment in allergic sensitization to cow’s milk 0-80% CM allergic subjects


75% CM allergic children by SPT
Alergen susu sapi
• Beta-lactoglobulin (BLG) 8,9
Parameter Description
Allergen Bos d 5
Entry Name LACB_BOVIN
Synonyms -
Number of aminoacids 162 residues
Moleculer weight 18.3 kDa
Isoelectric point 5.15 – 5.23 ( variants )
Involvment in allergic sensitization to cow’s milk 13-76 % CM allergic subjects
73.7 % CM allergic children by SPT
Alergen susu sapi
• Bovine Serum Albumin (BSA) 9
Parameter Description
Allergen Bos d 6
Entry Name ALBU_BOVIN
Synonyms BSA
Number of aminoacids 583 residues
Moleculer weight 67.0 kDa
Isoelectric point 4.9-5.1
Involvment in allergic sensitization to cow’s milk 0-88 % CM allergic subjects
62.5 % CM allergic children by immunoblotting
Alergen susu sapi
 Cow.s Milk Immunoglobulin
Parameter Description

Allergen Bos d 7

Entry Name -

Synonyms IgG

Number of aminoacids -

Moleculer weight 14.2 kDa

Isoelectric point -

Involvment in allergic sensitization to cow’s milk -


Sistem imunologi tubuh terhadap alergen

Reaksi Hipersensitivitas Tipe I


• Reaksi alergi / reaksi anafilaktik
• Timbul segera setelah adanya
pajanan dengan alergen
• Tubuh yang sudah tersensitisasi 
Alergen (antigen) + antibodi pada
sel mast

Reaksi hipersensitivitas tipe I 11


Sistem imunologi tubuh terhadap alergen
Reaksi Hipersensitivitas Tipe IV
• Reaksi tipe lambat (cell mediated),
autoimun
 Sel T CD4+ dapat bereaksi terhadap
antigen sel atau jaringan dan
menyekresi sitokin yang
menginduksi inflamasi lokal dan
mengaktivasi makrofag. Jejas
jaringan aslinya disebabkan oleh
makrofag dan sel radang lainnya.
 Sel T CD8+ spesifik untuk antigen Reaksi hipersensitivitas tipe IV 11
pada sel autolog dapat langsung
membunuh sel-sel tersebut.
Sistem imun tubuh terhadap alergen 11
Proses degranulasi mediator primer dan sekunder
Sistem imunologi tubuh terhadap alergen
Reaksi Cepat Reaksi Lambat
Terjadi beberapa menit Terjadi 2-24 jam
Hilang dalam beberapa jam Hilang dalam beberapa hari
Pelepasan oleh sel mast : Infiltrasi jaringan oleh :
• Histamine • Neutrofil
• Leukotriens : C4, D4 • Eosinofil
• Prostalglandins : D2 • Basofil
• Monosit
• CD4 + Sel T
Efek : Efek :
• Vasodolatasi • Kerusakan epitel yang disebabkan oleh respon
• Meningkatkan permeabilitas vaskular inflamasi
• Bronkokontriksi
• Sekrese mukus
Mediator inflamasi
Terdapat 3 jenis mediator yang ada di dalam granula sel mast :

Histamin 11
Terbentuk dari asam amino histidin dengan perantaraan histidin dekaboksilase Histamin
dilepaskan dipecah secara enzimatik masuk kedalam jaringan dan plasma

Gejala
 Terjadi dalam beberapa menit
 Rangsangan reseptor saraf iritan
 Kontraksi otot polos
 Peningkatan permeabilitas vaskular
Mediator inflamasi
Manifestasi klinis
 Hidung gatal, hipersekresi
 Bronkus bronkokontriksi
 Kulit gatal wheal and flare
 Saluran cerna hipersekresi asam lambung, kejang usus dan diare

Faktor kemotaktik eosinofil-anafilaksis (ECF-A) 11


Merupakan tetrapeptida yang sudah terbentuk dan ada di dalam granulasi sel mast dibebaskan
pada waktu degranulasi
• Memiliki efek mengumpulkan dan menahan eosinofil di tempat reaksi inflamasi yang diperankan
IgE
Mediator inflamasi
Faktor kemotaktik neutrophil (NCF) 11
• Merupakan mediator primer.
• Mediator tersebut mungkin pula berperan pada reaksi hipersensitivitas tipe 1 fase lambat
Peran sitokin dalam
regulasi reaksi alergi
• IL-4 dan IL-3 merupakan sebagian dari
sitokin yang disekresi oleh Th2 11
• Menstimulasi limfosit B spesifik
terhadap antigen asing
berdiferensiasi menjadi sel
plasma IgE
Peran sitokin dalam regulasi reaksi alergi
• Reaksi peradangan alergi di koordinasi oleh subset limfosit T4 yaitu Th2
• Sitokin memproduksi IL-3,IL-4,IL-5,IL-6, TNF alfa dan GM-CSF
• Sitokin tidak memproduksi IL-2 atau INF karena di produksi oleh Th1
• Alergen diproses oleh makrofag (APC) yang mensintesis IL-1 merangsang dan mengaktivasi
sel limfosit T memproduksi IL-2 yang merangsang sel T4 untuk memproduksi interleukin yang
lainnya.
Reaksi sistem imunologi tubuh terhadap ASS
Sistem imun bawaan ( Innate immunity ) dan mekanisme toleransi 11,12
• Sel dendritik dan Toll like receptors (TLR) memilik peran yang penting
• Sel T akan langsung berinteraksi dengan sel imun bawaan Reseptor sel T akan mengenali
antigen makanan memberikan penanda pada permukaan antigen spesifik yang disebut
Pathogen Associated Molecular Patterns (PAMP)

Mekanisme utama sistem imun adalah :


• Delesi
• Supresi
• Apoptosis sel T
Reaksi sistem imunologi tubuh terhadap ASS

Keseimbangan antara supresi dan sensitisasi (priming) dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
• Faktor genetik, sifat dan dosis antigen, frekuensi pemberian, usia pada paparan antigen
pertama, status imun seseorang dan transmisi antigen melalui ASI.
Reaksi sistem imunologi tubuh terhadap ASS
Toleransi terhadap susu sapi dilihat dengan aktivitas sel Th1 11,12
• Setelah mukosa usus terpapar oleh antigen susu sapi, antigen presenting cells (APCs) akan
berinteraksi dengan limfosit T dan B di subepitel mukosa usus
• Pengenalan antigen oleh sel T reseptor (TCR) melibatkan Major Histocompatibility Complex
(MHC)
Jika toleransi tidak tercapai 12
• Aktivasi sel T dan B di folikel limfoid dan bermigrasi organ target (saluran pencernaan,
sistem pernafasan dan kulit )
ASS yang diperantarai IgE
Fase sensitisasi 14,15
Fase yang dibutuhkan ketika sistem imun menghasilkan antibodi IgE terhadap alergen protein pada
susu sapi.
• Aktivasi milk-spesific T helper cells type 2 (Th2) merangsang produksi milk spesific IgE
Aktivasi pelepasan mediator inflamasi secara cepa Reaksi alergi

Fase reaksi alergi 14,15


Bermanifestasi pada kulit , saluran pernafasan , saluran pencernaan dan kardiovaskular
ASS yang diperantarai IgE
ASS yang tidak diperantarai IgE

• Sel T helper tipe 1 merangsang sekresi sitokin seperti IL-3, IL-4,IL-5, IL-13, dan GM CSF,
mengaktifkan eosinofil, mastoit, basofil, dan makrofag
• Pengaktifan makrofag oleh sitokin mengeluarkan mediator vasoaktif dan IL-1, IL-6, IL-8,
GM-CSF, TNF- yang dapat meningkatkan inflamasi seluler kronis.
Manifestasi klinis ASS
1. Reaksi cepat ASS 21,22
A. Anafilaksis ( reaksi alergi sistemik atau generalisasi )
• Kriteria diagnosis melibatkan kulit, mukosa dengan setidaknya 1 gejala pernafasan seperti :
dyspnue, bronkospasme, stridor, hipoksemia.
• Gejala disfungsi organ : hipotonia
• Gejala gastrointestinal : kolik, muntah
• Syok
Terjadi dalam beberapa menit hingga 2 jam setelah konsumsi susu sapi.
B. Reaksi gastrointestinal
• Sindrom alergi oral : pembengkakan bibir
Manifestasi klinis ASS
C. Reaksi pada sistem pernafasan yang di perantarai IgE 27
Asma dan rhinitis
• Asma prognosis buruk pada anak yang menderita anafilaksis
• Rhinitis terjadi sekitar 70% dan asma 8%
D. Reaksi pada kulit yang diperantarai IgE
• Urtikaria akut atau angioderma
• Miscellanea

2. Reaksi lambat ASS


A. Dermatitis atopik
• Penyakit radang pruritus kronis pada kulit dan biasanya berhubungan dengan sensitisasi alergi.
Manifestasi klinis ASS
B. Sindrom gastrointestinal
GERD
• Sekitar 40% bayi yang dirujuk untuk manajemen spesialis GERD memiliki alergi terhadap protein
susu sapi.
• Atrofi vili parsial ( Biopsi usus )
• Menyebabkan disritmia lambung yang hebat
• Menyebakan reflex muntah
Spasme pada Crico-Pharyngeal
• Penyempitan asynchronous dari otot-otot faring dan / atau dari sfingter esofagus
Sindrom Enterocolitis yang Diinduksi Protein Makanan (FPIES)
• Bersifat akut, disertai muntah proyektil berulang, pucat dan diare 1-3 jam ( 50% susu sapi atau
berbasis kedelai )
Manifestasi klinis ASS
Konstipasi
• 70% kontipasi kronik ( pada masa bayi )
• Menyebabkan defekasi , eritema perianal, eksim dan fisura ani dengan retensi feses

C. Penyakit paru-paru kronis yang diinduksi susu (Heiner’s Syndrome)


• Roentgenograms dada menunjukkan infiltrat merata, sering dikaitkan dengan atelektasis,
konpolasi, kepadatan retikuler, penebalan pleura, atau limfadenopati hilus.
Diagnosis
Anamnesis 34
• Alergi susu sapi dapat menyebabkan beragam gejala dan keluhan, baik pada saluran cerna,
saluran napas, maupun kulit
• Awitan gejala ASS
• Riwayat atopi pada orangtua dan saudara kandung
• Riwayat atau gejala alergi sebelumnya
Pemeriksaan Fisik 34
• Pada kulit tampak kekeringan kulit, urtikaria, dermatitis atopik allergic shiner’s, Siemen grease,
geographic tongue, mukosa hidung pucat, dan mengi.
Pemeriksaan Penunjang
• Selain dari manifestasi klinis yang ada, untuk mendiagnosis adanya alergi susu sapi pada anak
dapat dilakukan beberapa tes penunjang atau tes diagnostik.
Pemeriksaan penunjang ASS
Tes alergi in Vivo
A. Uji Tusuk (skin prick test) 34
 Paling sering digunakan tidak invasif, aman, hasil cepat,
murah, akurat jika dilakukan dengan teknik yang benar
 Persiapan pasien menghentikan obat-obatan yang dapat
memengaruhi uji, seperti antihistamin, krim imunomodulator,
topical steroid minimal 3 hari sebelum uji

• Cara pengukuran menilai pemeriksaan SPT dapat dilakukan dilakukan pengukuran bentol
berdasarkan The Standardization Committee of Northern (Scandinavian) Society of Allergology
dengan membandingkan bentol yang timbul akibat alergan dengan bentol positif histamin dan
bentol negatif larutan kontrol.
Pemeriksaan penunjang ASS
• Bila uji kulit positif, kemungkinan alergi susu sapi sebesar < 50% (nilai duga -- positif < 50%),
sedangkan bila uji kulit negatif berarti alergi susu sapi yang diperantarai IgE dapat disingkirkan
karena nilai duga negatif sebesar > 95%

B. Uji eliminasi dan provokasi susu sapi 34,35


• Eliminasi susu sapi dan makanan yang mengandung susu sapi dilakukan minimal selama 2-4
minggu sebelum uji provokasi.
Provokasi susu sapi
Double Blind Placebo Controlled Food Challenge (DBPCFC)
• Uji ini dilakukan berdasarkan riwayat alergi makanan, dan hasil positif uji tusuk kulit atau uji
RAST.
• Memberikan formula dengan bahan dasar susu sapi .
• Harus dibawah pengawasan dokter dengan fasilitas resusitasi
• Jika hasil SPT dan RAST (-) , mengurangi reaksi berat pada saat uji provokasi
Pemeriksaan penunjang ASS
Cara kerja
• Sebelum dilakukan uji provokasi, maka dilakukan uji kulit dengan mengusapkan sedikit susu sapi
ke kulit pasien dengan kapas/kasa dan diobservasi selama 15 menit untuk melihat timbulnya
urtikaria
• Jika terjadi urtikaria maka uji provokasi tidak dilakukan dan penghindaran protein susu sapi terus
dilakukan
• Jika tidak, uji provokasi dilanjutkan dengan memberikan susu sapi mulai dari 1 tetes/15 menit
hingga 30 ml/15 menit, dan bila telah mencapai 200 ml tidak terjadi reaksi alergi, maka pasien
dapat mengkonsumsi susu sapi.
Pemeriksaan penunjang ASS
• Uji provokasi dinyatakan positif jika gejala alergi susu sapi muncul kembali, maka diagnosis alergi
susu sapi bisa ditegakkan.
• Uji provokasi dinyatakan negatif bila tidak timbul gejala alergi susu sapi pada saat uji provokasi
dan satu minggu kemudian, maka bayi tersebut diperbolehkan minum formula susu sapi.
Pemeriksaan penunjang ASS
Tes alergi in vitro
A. Kadar IgE Spesifik 14,35
RAST (Radio Allergosorbent Test)
• Mendeteksi antibody IgE spesifik dalam serum
• Mahal tetapi hasil kuantitatif, menilai imunoterapi
• Pada keadaan dermatographisme, sensitive terhadap alergen, atau anak tidak kooperatif

ELISA (Enzyme-linked Immunosorbent Assay)


• Menguji antigen dengan antibodi yang telah dikenal yang dilabel dengan enzim Kompleks
antigen-antibodi yang terbentuk dipisahkan dari antigen dan antibodi yang bebas
• Diinkubasi dengan substrat kromatogenik yang berwarna
• Intensitas warna dapat diukur dan merupakan parameter untuk antigen yang diuji.
Pemeriksaan penunjang ASS
Pemeriksaan darah pada tinja 34, 35
• Pemeriksaan seperti chromiun-51 labelled erythrocites pada feses
• Reaksi orthotolidin
• uji guaiac/benzidin.
Tatalaksana ASS
Tatalaksana ASS pada bayi dengan susu
eksklusif.35
Tatalaksana ASS
Tatalaksana ASS pada bayi
dengan susu formula.35
Nutrisi pada anak ASS
Prinsip utama : complete avoidance menghindari segala bentuk produk susu sapi tetapi harus
memberikan nutrisi yang seimbang dan sesuai untuk tumbuh kembang bayi/anak 35,36
• Pada bayi dengan ASI eksklusif yang alergi susu sapi melanjutkan pemberian ASI dengan
prinsip complete avoidance
Pada bayi yang mengkonsumsi susu formula :
• Pilihan utama susu formula hipoalergenik susu terhidrolisat ekstensif dan susu formula
asam amino
• Diberikan sampai usia 9 – 12 bulan atau paling tidak selama 6 bulan Uji provokasi Jika
gejala klinis (-) : Toleran , Jika gejala klinis (+) : eliminasi diet dan dilanjutkan kembali selama 6
bulan dan seterusnya.
• Jika susu terhidrolisat ekstensif tidak tersedia dapat di berikan susu kedelai pada bayi diatas
6 bulan.
Pencegahan pada ASS
Pencegahan primer : 35,36
• Dilakukan sejak prenatal pada janin dengan keluarga yang memiliki bakat dermatitis atopi
• Memberikan susu sapi yang hipoalergi, seperti susu sapi partially hydrolyzed
Pencegahan sekunder : 36,37
• Dilakukan setelah sensitisasi tetapi manifestasi penyakit alergi tidak muncul
• ASI eksklusif tampaknya juga dapat mengurangi risiko alergi.
• Tindakan yang optimal adalah usia 0-3 tahun.
• Memberikan susu sapi yang hipoalergi, seperti susu sapi dihidrolisis sempurna
Pencegahan pada ASS
Pencegahan Tersier : 36
• Dilakukan pada anak-anak dengan manifestasi sensitisasi dan menunjukkan penyakit alergi awal
seperti dermatitis atopik atau rinitis
• Optimal adalah pada usia 6 bulan sampai 4 tahun.
• Memberikan susu sapi hidrolisat sempurna atau pengganti susu sapi
Prognosis
1. Prognosis bayi dengan ASS umumnya baik 35,36
• Angka remisi 45-55% pada tahun pertama
• 60-75% pada tahun kedua
• 90% pada tahun ketiga
2. Umumnya diketahui bahwa ASS akan membaik pada usia 3 tahun:
• 50% toleran pada usia 1 tahun
• 70% usia 2 tahun
• 85% usia 3 tahun
3. Pada umumnya alergi susu sapi tidak menetap, sebagian besar penderita akan menjadi
toleran sesuai dengan bertambahnya usia.
Kesimpulan
1. Alergi susu sapi adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem tubuh
yang disebabkan oleh alergi terhadap susu sapi dengan keterlibatan mekanisme sistem imun,
yang disebabkan oleh kandungan protein di dalam susu sapi
2. Penatalaksanaan alergi dapat dilakukan kepada bayi maupun juga kepada ibu yang memberikan
ASI-nya. Dan pencegahan saat ini sudah dapat dilakukan semenjak masih dalam kandungan.
Daftar Pustaka
1. Konsensus Penatalaksanaan Alergi Susu Sapi. UKK Alergi & Imunologi, Gastroenterohepatologi,
Gizi & Metabolik IDAI 2010.
2. Vandenplas Y, Brueton M, Dupont C, Hill D, Isolauri E, Koletzko S, dkk. Guideline for the diagnosis
and the management cow’s milk protein allergy in infants. Arch Dis Child. 2007;92;902-8.
3. WHO, World Health Statistics 2009. Available at http://www.who.int/
whosis/whostat/2009/en/print.html, accessed June 30, 2009.
4. Wood RA: The natural history of food allergy. Pediatrics 2003, 111:1631-1637. 3. Host A, Halken
S, Jacobsen HP, Christensen AE, Herskind AM, Plesner K:
5. Clinical course of cow’s milk protein allergy/intolerance and atopic diseases in childhood.
Pediatric Allergy Immunol 2002, 13(Suppl 15):23-28.
6. McKenzie HA. Alpha-lactalbumins and lysozymes. EXS. 1996;75:365– 409.
7. UniProt Knowledgebase, Available online from http://www.uniprot.org/
uniprot/P00711&format html
9. Restani P, Ballabio C, Tripodi S, Fiocchi A. Meat allergy. Curr Opin Allergy Clin Immunol.
2009;9:265–269.
10. Martelli A, De Chiara A, Corvo M, Restani P, Fiocchi A. Beef allergy in children with cow’s milk
allergy. Cow’s milk allergy in children with beef allergy. Ann Allergy, Asthma & Immunology.
2002;89:S38–S43.
11. Buku Ajar Alergi-lmunologi Anak, edisi kedua. Reaksi hipersensitivitas , Arwin AP Akib, Zakiudin
Munasir, Nia Kurniati Jakarta: lkatan Dokter Anak Indonesia, 2008 : 115-125
12. Rautava S, Kalliomaki M, Isolauri E. New therapeutic strategy for combating the increasing
burden of allergic disease: probiotics–a Nutri- tion, Allergy, Mucosal Immunology and Intestinal
Microbiota (NAMI) Research Group report. J Allergy Clin Immunol. 2005;116:31–37.
13. Akdis M, Verhagen J, Taylor A, Karamloo F, Karagiannidis C, Crameri R. Immune responses in
healthy and allergic individuals are character- ized by a fine balance between allergen-specific T
regulatory 1 and T helper 2 cells. J Exp Med. 2004;199:1567–1575.
14. Sicherer SH. Food allergy. Lancet. 2002;9334:701–710.
16. Roitt I, Brostoff J, Male D. Immunology. 6th ed., New York: Mosby; 2001.
17. Augustin MT, Karttunen TJ, Kokkonen J. TIA1 and mast cell tryptase in food allergy of children:
increase of intraepithelial lymphocytes expressing TIA1 associates with allergy. J Pediatr
Gastroenterol Nutr. 2001; 32:11–18.
18. Chuang SL, Hayes PJ, Ogundipe, Haddad M, MacDonald TT, Fell JM. Cow’s milk protein-specific T-
helper type I/II cytokine responses in infants with necrotizing enterocolitis. Pediatr Allergy
Immunol. 2009;20:45–52.
19. Beyer K, Castro R, Birnbaum A, Benkov K, Pittman N, Sampson HA. Human milk-specific mucosal
lymphocytes of the gastrointestinal tract display a Th2 cytokine profile. J Allergy Clin Immunol.
2002;109:707– 713.
20. Schade RP, Tiemessen MM, Knol EF, Bruijnzeel-Koomen CA, van Hoffen E. The cow’s milk
protein-specific T cell response in infancy and childhood. Clin Exp Allergy. 2003;33:725–730.
21. Arvola T, Moilanen E, Vuento R, Isolauri E. Weaning to hypoallergenic formula improves gut
barrier function in breast-fed infants with atopic eczema. J Pediatr Gastroenterol Nutr.
2004;38:92–96.
22. Calvani M, Cardinale F, Martelli A, Muraro A, Pucci N, Savino F, Zappala` D, Panetta V. Efficiency
of the new diagnostic criteria for food anaphylaxis in Italy. Submitted.
23. Sugii K, Tachimoto H, Syukuya A, Suzuki M, Ebisawa M. Association between childhood oral
allergy syndrome and sensitization against four major pollens (Japanese cedar, orchard grass,
short ragweed, alder). Arerugi. 2006;55:1400–1408.
24. Spergel JM, Fiedler J. Food Allergy and additives: triggers in asthma. Immunol Allergy Clin North
Am. 2005;25:149 –167.
25. Ramirez DA, Bahna SL. Food hypersensitivity by inhalation. Clin Mol Allergy. 2009;7:4–5.
26. Bezrodnik L, Raccio AC, Canil LM, Rey MA, Carabajal PC, Fossati CA, Docena GH.
Hypogammaglobulinaemia secondary to cow-milk allergy in children under 2 years of age.
Immunology. 2007;122:140– 146.
27. García C, El-Qutob D, Martorell A, Febrer I, Rodríguez M, Cerda ́ JC, Fe ́lix R. Sensitization in early
age to food allergens in children with atopic dermatitis. Allergol Immunopathol. 2007;35:15–
20.
28. Kubota A, Kawahara H, Okuyama H, Shimizu Y, Nakacho M, Ida S, Nakayama M, Okada A. Cow’s
milk protein allergy presenting with Hirschsprung’s disease–mimicking symptoms. J Pediatr
Surg. 2006; 41:2056 –2058.
29. Nielsen RG, Bindslev-Jensen C, Kruse-Andersen S, Husby S. Severe gastroesophageal reflux
disease and cow milk hypersensitivity in in- fants and children: disease association and
evaluation of a new challenge procedure. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2004;39:383–391.
30. Feigenberg-Inbar M, Simanovsky N, Weiss F, Eisenstein EM. Cricopharyngeal spasm associated
with cow milk protein allergy in infancy. Allergy. 2007;62:87–88.
31. Sicherer SH. Food protein-induced enterocolitis syndrome: case presentations and management
lessons. J Allergy Clin Immunol. 2005;115:149–156.
32. Benninga M, Candy DC, Catto-Smith AG, Clayden G, Loening- Baucke V, et al. The Paris
Consensus on Childhood Constipation Terminology (PACCT) Group. J Pediatr Gastroenterol Nutr.
2005;40: 273–275.
33. Moissidis I, Chaidaroon D, Vichyanond P, Bahna SL. Milk-induced pulmonary disease in infants
(Heiner syndrome). Pediatr Allergy Immunol. 2005;16:545–552.
34. Nowak-Wegrzyn A, Sampson HA. Adverse reactions to foods. Med Clin N Am 2006;90:97-127.
35. Kemp AS, Hill DJ, Allen KJ, Anderson K, Davidson GP, Day AS, dkk. Guidelines for the use of infant
formulas to treat cows milk protein allergy: an Australian consensus panel opinion. MJA.
2008;188:109- 12.
36. Brill H. Approach to milk protein allergy in infants. Can Fam Physician 2008;54:1258-64.
37. Koletzko S, Niggemann B, Arato A, Dias JA, Heuschkel R, Husby S, et al: Diagnostic approach and
management of cow's-milk protein allergy in infants and children: ESPGHAN GI Committee
practical guidelines. J Pediatr Gastroenterol Nutr 2012, 55(2):221–229
39. Allen KJ, Davidson GP, Day AS, Hill DJ, Kemp AS, Peake JE, et al: Management of cow's milk
protein allergy in infants and young children: an expert panel perspective. J Paediatr Child
Health 2009, 45(9):481–486.
Terima Kasih

Vous aimerez peut-être aussi