0 évaluation0% ont trouvé ce document utile (0 vote)
6 vues15 pages
Paradigma merupakan terminologi kunci yang diperkenalkan Kuhn sebagai model pengembangan ilmu pengetahuan, sekalipun Kuhn tidak merumuskan apa yang dimaksud dengan paradigma
Paradigma merupakan terminologi kunci yang diperkenalkan Kuhn sebagai model pengembangan ilmu pengetahuan, sekalipun Kuhn tidak merumuskan apa yang dimaksud dengan paradigma
Paradigma merupakan terminologi kunci yang diperkenalkan Kuhn sebagai model pengembangan ilmu pengetahuan, sekalipun Kuhn tidak merumuskan apa yang dimaksud dengan paradigma
1. Definisi Teori - Teori, berfikir untuk menjelaskan kenyatan yang ada. - Teori Sosial, terdiri dari pernyataan – pernyataan yang bersifat abstrak dan umum yang bertujuan untuk menerangkan (bagaimana dan mengapa) beberapa aspek dari kenyataan dalam masyarakat. - Berteori, merupakan aktivitas mental untuk mengembangkan ide, yang dapat menerangkan “mengapa dan bagaimana sesuatu itu terjadi. - Teori, adalah sekumpulan konsep, definisi dan proposisi yang saling kait – mengkait, yang menghadirkan suatu tinjauan secara sistematis atas fenomena yang ada, dengan secara spesifik menunjukkan hubungan diantara variabel – variabel yang terkait dalam fenomena; dengan tujuan memberikan eksplanasi dan prediksi atas fenomena tersebut. (Kerlingen) - Teori, adalah kumpulan statemen yang mempunyai kaitan logis, merupakan cermin dari kenyataan yang ada tentang sifat – sifat atau ciri – ciri suatu kelas, peristiwa, atau suatu benda. (Gibbs) - Teori, adalah sekumpulan proposisi yang menunjukkan hubungan kausal diantara konsep – konsep atau variabel – variabel yang terkandung dalam proposisi tersebut. - Proposisi, adalah pernyataan yang mengandung dua konsep atau lebih. - Teori harus memiliki syarat : (1) mengandung konsep, definisi dan proposisi; (2) ada hubungan logis antara konsep – konsep, definisi – definisi, dan proposisi – proposisi; (3) hubungan – hubungan tersebut merupakan pencerminan fenomena sosial; (4) teori dapat digunakan untuk eksplanasi (menjelaskan) dan prediksi (meramalkan). - Teori sosial, merupakan merupakan pencerminan dari kenyataan sosial. Tetapi tidak pernah atau jarang sekali teori sosial cocok seratus persen dengan kenyataan. - Menurut Freese, teori sosial terdiri dari serangkaian proposisi yang satu sama lain saling kait – mengkait, yang dapat dibuktikan dengan fakta yang ada, dan dinyatakan dalam bentuk abstrak. Ada 3 fungsi teori : (1) sistematisasi pengetahuan; (2) eksplanasi, prediksi, dan kontrol sosial; (3) mengembangkan hipotesis penelitian. - Ciri – ciri teori : (1) abstrak; (2) penafsiran yang sama; (3) ditopang oleh fakta. - Kegunaan teori ada 3 : (1) eksplanasi, berhubungan dengan penjelasan peristiwa yang telah terjadi; (2) prediksi, berhubungan dengan peristiwa yang akan terjadi; (3) kontrol sosial, berhubungan dengan usaha untuk menguasai atau mempengaruhi peristiwa yang akan terjadi. - Teori memerlukan asumsi – asumsi. Asumsi, adalah suatu statemen yang harus diterima keberadaannya, dan bukan merupakan obyek untuk dites kebenarannya secara langsung. Asumsi suatu teori tidak dapat dites secara empiris. 2. Paradigma dan Teori Sosial - Konsep paradigma, dalam bukunya Thomas Kuhn yang bejudul The Structure of Scientific Revolution, menduduki posisi sentral di tengah – tengah perkembangan teori – teori sosial. - “Paradigma” dipopulerkan dalam teori sosial oleh Robert Friedrichs. Tujuan utama Kuhn untuk menentang asumsi yang berlaku umum di kalangan ilmuwan, bahwa perkembangan ilmu pengetahuan terjadi secara kumulatif. - Inti thesis Kuhn, perkembangan ilmu pengetahuan bukan terjadi secara kumulatif, tetapi secara revolusioner. Ilmu pengetahuan pada waktu tertentu didominasi oleh paradigma tertentu, yakni pandangan yang mendasar tentang apa yang menjadi pokok persoalan, namun para ilmuwan tidak dapat mengelak terjadinya penyimpangan – penyimpangan. Selama memuncaknya penyimpangan, akan timbul krisis, dan paradigma itu mulai disangsikan validitasnya. Selanjutnya muncul revolusi, dan akan muncul paradigma baru yang dapat menyelesaikan persoalan yang dihadapi. - Paradigma merupakan terminologi kunci yang diperkenalkan Kuhn sebagai model pengembangan ilmu pengetahuan, sekalipun Kuhn tidak merumuskan apa yang dimaksud dengan paradigma. - Friedrichs, paradigma adalah suatu pandangan yang mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari. - Ritzen, paradigma merupakan alat bantu bagi ilmuwan dalam merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoalan – persoalan apa yang harus dijawab, bagaimana seharusnya menjawabnya, serta aturan – aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan informasi yang diperoleh. - Kesimpulannya, dalam satu cabang ilmu pengetahuan, dimungkinkan terjadi beberapa paradigma, dimungkinkan ada beberapa komunitas ilmuwan yang masing – masing berbeda titik tolak pandangannya terhadap apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari, baik konsep – konsep, asumsi – asumsi, dan kategori – kategori tertentu. - Paradigma, adalah suatu jendela dimana peneliti akan menyaksikan dunia; para peneliti akan memahami dan menafsirkan secara obyektif berdasarkan kerangka acuan yang terkandung dalam paradigma tersebut. - Paradigma metafisik, 3 fungsi : a. Menunjukkan kepada sesuatu yang ada (dan yang tidak ada) yang menjadi pusat perhatian. b. Menunjuk kepada komunitas ilmuwan untuk menemukan sesuatu yang ada, yang menjadi pusat perhatian. c. Menunjuk kepada ilmuwan untuk menemukan sesuatu yang sungguh – sungguh ada. - Paradigma sosiologi : sangat mirip dengan konsep exemplar (Kuhn). Exemplar (Watson & Crick), adalah hasil penemuan ilmu pengetahuan yang sudah diterima secara umum. Kuhn : hasil – hasil perkembangan ilmu pengetahuan yang diterima secara umum, memperoleh kedudukan sebagai exemplar. - Paradigma konstrak: konsep yang paling sempit diantara ketiga tipe paradigma. Paradigma : pandangan mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari. - Paradigma membantu merumuskan : a. Apa yang harus dipelajari. b. Persoalan – persoalan apa yang mesti dijawab. c. Aturan – aturan apa yang harus diikuti. - Paradigma : menggolong – golongkan, merumuskan, dan menghubungkan : exemplar, teori – teori, metode – metode, serta seluruh pengamat. - Ritzen : 3 faktor yang membedakan paradigma : a. Filsafat yang mendasari pemikiran ilmuwan berbeda, maka asumsi, atau aksiomanya menjadi berbeda. b. Konsekuensi logis dari pandangan filsafat yang berbeda, maka teori – teori yang dibangun dan dikembangkan berbeda. c. Metode yang dipergunakan untuk memahami substansi ilmu yang berbeda. II. PARADIGMA FAKTA SOSIAL 1. Pokok Persoalan - Untuk memisahkan sosiologi dari pengaruh filsafat dan membantu sosiologi menemukan lapangan penyelidikannya sendiri, maka Durkheim membangun konsep “fakta sosial”. - Fakta sosial : (a) menjadi pokok persoalan penyelidikan sosiologi; (b) barang sesuatu yang berbeda dengan ide; (c) tidak dapat dipelajari melalui introspeksi, dan harus diteliti dalam dunia nyata. - Dua macam fakta sosial (Durkheim) : (1) Dalam bentuk material; yaitu barang sesuatu yang dapat disimak, ditangkap, dan diobservasi; merupakan bagian dari dunia nyata; (2) Dalam bentuk non material; fenomena yang bersifat inter subjective, yang haya dapat muncul dalam kesadaran manusia. Contohnya : egoisme, altruisme, dan opini. - Durkheim : (a) fakta sosial selalu berbentuk barang sesuatu yang nyata. Arsitektur dan norma hukum, merupakan barang sesuatu yang berbentuk material, karena dapat disimak dan diobservasi. Opini dinyatakan sebagai barang sesuatu, tidak dapat diraba, adanya hanya dalam kesadaran manusia. - Durkheim membedakan : (1) Fakta psikologi : fenomena yang dibawa manusia sejak lahir; (2) Fakta sosial : tidak dapat diterangkan dengan fakta psikologi, ia hanya dapat diterangkan dengan fakta sosial pula. - Warriner : kelompok adalah fakta sosial yang nyata, ada 4 kriteria : (1) nominalist position, artinya kelompok itu bukanlah barang sesuatu yang sungguh – sungguh ada secara riil. Tugas sosiologi : menerangkan perilaku individu secara perorangan atau kelompok; (2) interaksionisme; penganutnya menolak pembedaan antara konsep individu dan kelompok. Keduanya sebagai fenomena yang tidak dapat dibagi; (3) neo nominalisme; kelompok menunjuk kepada sesuatu yang nyata – nyata ada, tetapi kelompok kurang riil dibandingkan individu; (4) realisme; berpegang pada proposisi : kelompok sama riilnya dengan individu atau perseorangan, tetapi keduanya kurang abstrak, hanya sekedar unit analisa. - Empat proposisi yang mendukung kelompok sebagai sesuatu yang riil : (1) kita dapat melihat individu, tetapi tidak dapat melihat kelompok, kecuali dengan mengamati individu; (2) kelompok tersusun dari para individu; (3) fenomena sosial, hanya mempunyai realitas dalam individu – individu; (4) tujuan mempelajari kelompok, untuk membantu menerangkan dan meramalkan perilaku individu. - Fakta sosial, terdiri atas : kelompok, kesatuan masyarakat tertentu, sistem sosial, posisi, peranan, nilai – nilai, keluarga, pemerintahan, dsb. - Dua tipe dasar fakta sosial (Peter Blau) : (1) nilai – nilai umum (common values); (2) norma yang terwujud dalam kebudayaan. Norma dan pola nilai (institusion), diartikan dengan “pranata”. Jaringan sosial dimana interaksi sosial berproses dan terorganisir, diartikan “struktur sosial”. 2. Teori – teori Ada 4 varian teori yang termasuk paradigma “Fakta Sosial”, yaitu : (1) Teori Fungsionalisme Struktural; (2) Teori Konflik; (3) Teori Sistem; (4) Teori Sosiologi Makro. Dua teori yang dominan dan akan dibahas adalah Teori Fungsionalisme Struktural dan Teori Konflik. a. Teori Fungsionalisme Struktural - Menurut teori ini, masyarakat merupakan sistem sosial yang terdiri atas bagian – bagian yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. - Menekankan keteraturan dan mengabaikan konflik dan perubahan – perubahan dalam masyarakat. Konsep utamanya : fungsi, disfungsi, fungsi latent, fungsi manifest, dan keseimbangan. - Asumsi dasarnya : struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap yang lain, sebaliknya kalau tidak fungsional maka struktur tidak akan ada atau hilang dengan sendirinya. - Anggapan : semua peristiwa dan semua struktur adalah fungsional bagi suatu masyarakat. Pada tingkat tertentu, peperangan, ketidaksamaan sosial, perbedaan ras, kemiskinan, diperlukan oleh masyarakat. - Merton : obyek analisis sosiologi adalah fakta sosial seperti, peranan sosial, pola – pola institusional, proses sosial, organisasi kelompok, pengendalian sosial. Teori ini memusatkan perhatiannya kepada fungsi dari satu fakta sosial terhadap fakta sosial yang lain. - Fungsi : adalah akibat – akibat yang dapat diamati yang menuju adaptasi dalam suatu sistem. -Pranata (institusion) : dapat fungsional bagi unit sosial tertentu, dan sebaliknya disfungsional bagi unit sosial yang lain. Contoh : pranata perbudakan, fungsional bagi unit sosial kulit putih, dan disfungsional bagi unit sosial negro. - Merton, membedakan sifat dari fungsi : (1) fungsi manifest : fungsi yang diharapkan; (2) fungsi latent : fungsi yang tidak diharapkan. - Teori Fungsional : memandang segala pranata sosial yang ada dalam masyarakat serba fungsional, dalam artian positif atau negatif. Gans : menilai kemiskinan fungsional dalam suatu sistem. - Fungsi dan kemiskinan, 4 kriteria (ekonomi, sosial, kultural, dan politik) : a. Ekonomi : (1) menyediakan tenaga untuk pekerjaan kotor; (2) menimbulkan dana sosial; (3) membuka lapangan kerja baru, dikehendaki orang miskin; (4) pemanfaatan barang bekas; b. Sosial : (5) menguatkan norma – norma sosial utama; (6) menimbulkan altruisme; (7) si kaya dapat merasakan kesusahan hidup miskin; (8) orang miskin menyediakan ukuran kemajuan; (9) membantu kelompok lain yang sedang berusaha sebagai anak tangganya; (10) kemiskinan menyediakan alasan munculnya orang kaya yang membantu orang miskin; (11) kemiskinan menyediakan tenaga fisik untuk pembangunan; c. Politik : (12) orang miskin berjasa sebagai kelompok gelisah; (13) menjadi pokok isu mengenai perubahan dan pertumbuhan; (14) kemiskinan lebih menyebabkan sistem politik (AS) lebih stabil. b. Teori Konflik - Teori konflik menentang Teori Fungsionalisme Struktural. - Perbedaannya menurut Dahrendorf : a. TFS : masyarakat berada dalam kondisi stabil, atau bergerak dalam kondisi keseimbangan; sedangkan TK : masyarakat senantiasa dalam proses perubahan, ditandai dengan pertentangan terus – menerus diantara unsur – unsurnya b. TFS : setiap institusi memberikan dukungan terhadap stabilitas; maka dalam TK : setiap elemen memberikan sumbangan terhadap disintegrasi sosial. c. TFS : anggota masyarakat terikat secara informal oleh norma – norma, nilai – nilai, dan moralitas unsur; maka TK : keteraturan yang terdapat dalam masyarakat hanya disebabkan adanya paksaan kekuasaan. - Konsep sentral teori ini adalah : wewenang dan posisi, dan inti thesisnya : distribusi kekuasaan dan wewenang secara tidak merata tanpa kecuali, menjadi faktor yang menentukan konflik sosial secara sistematis. - Tugas utama analisis konflik adalah mengidentifikasi berbagai peranan kekuasaan dalam masyarakat. Kekuasaan dan wewenang senantiasa menempatkan individu pada posisi atas dan posisi bawah dalam setiap struktur. - Dahrendorf, masyarakat adalah persekutuan yang terkordinasi secara paksa; kekuasaan selalu memisahkan secara tegas antara penguasa dan yang dikuasai; maka selalu terdapat dua golongan yang saling bertentangan. - Aspek terakhir Teori Konflik (Dahrendorf) : mata rantai antara konflik dan perubahan sosial. Konflik, memimpin ke arah perubahan dan pembangunan. Dalam situasi konflik, pihak – pihak yang terlibat melakukan tindakan – tindakan untuk mengadakan perubahan dalam struktur sosial. - Konflik dapat memberikan sumbangan terhadap integrasi, dan sebaliknya integrasi dapat pula melahirkan konflik. - Menurut Berghe ada 4 fungsi konflik : a. Sebagai alat untuk memelihara solidaritas. b. Membantu menciptakan aliansi dengan kelompok lain. c. Mengaktifkan peran individu yang semula terisolasi. d. Fungsi komunikasi, dengan konflik posisi dan batas antara kelompok menjadi jelas. - Kesimpulan, teori konflik terlalu mengabaikan keteraturan dan stabilitas yang memang ada dalam masyarakat, di samping konflik itu sendiri. - Penganut paradigma fakta sosial cenderung mempergunakan : metode kuesioner dan interview dalam penelitian empiris mereka. III. PARADIGMA DEFINISI SOSIAL - Weber : tidak memisahkan dengan tegas antar struktur sosial dan pranata sosial. Struktur sosial dan pranata sosial membantu untuk membentuk tindakan manusia yang penuh makna. - Perkembangan hubungan sosial dapat diterangkan melalui tujuan – tujuan manusia yang melakukan hubungan sosial itu. Bagi sosiolog, konsep – konsep seperti negara perserikatan, feodalisme, dan sebagainya, memberikan kategori yang nyata tentang interaksi manusia. 1. Pokok persoalan. - Weber, menyatakan sosiologi sebagai studi tentang tindakan sosial antar hubungan sosial, dan kedua hal itu meadi pokok persoalan sosiologi. - Inti thesisnya adalah “tindakan sosial yang penuh arti” dari individu. Tindakan sosial adalah tindakan individu sepanjang tindakan itu mempunyai makna subyektif bagi dirinya, dan diarahkan kepada tindakan orang lain. - Weber, mengartikan sosiologi sebagai studi tentang tindakan sosial antar hubungan sosial berusaha menafsirkan dan memahami tindakan sosial serta antar hubungan sosial, untuk sampai kepada penjelasan kausal. - Tindakan sosial (Weber), adalah tindakan yang nyata – nyata diarahkan kepada orang lain. Juga dapat berupa tindakan yang bersifat subyektif, yang terjadi karena pengaruh positif dari situasi tertentu. - Berangkat dari tindakan sosial dan antar hubungan sosial, Weber mengemukakan 5 ciri pokok sasaran penelitian sosiologi : (1) tindakan manusia yang mengandung makna subyektif; (2) tindakan nyata dan bersifat membatin (subyektif); (3) tindakan yang meliputi pengaruh positif dari suatu situasi; (4) tindakan yang diarahkan kepada seseorang atau beberapa individu; (5) tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain, terarah kepada orang lain itu. 2. Teori - teori - Ada 3 teori yang termasuk dalam “paradigma definisi sosial”, yaitu : Teori Aksi (Action Theory); Teori Interaksionisme Simbolic (Simbolic Interactionism Theory); dan Teori Fenomenologi (Phenomenology Theory). - Ketiga teori tersebut mempunyai kesamaan ide dasarnya, yaitu : manusia adalah aktor yang kreatif dari realitas sosialnya; dan realitas sosial bukan merupakan alat yang statis daripada paksaan fakta sosial, artinya tindakan manusia tidak sepenuhnya ditentukan oleh norma – norma, kebiasaan – kebiasaan, nilai – nilai, dan sebagainya yang tercakup dalam fakta sosial. Manusia menurut ketiga teori ini mempunyai cukup banyak kebebasan untuk bertindak di luar batas kontrol fakta sosial; manusia adalah aktif dan kreatif. - Ketiga teori yang termasuk kedalam paradigma definisi sosial, sama – sama mengarahkan perhatian kepada “proses sosial”. Paradigma definisi sosial, membolehkan sosiolog untuk memandang manusia sebagai pencipta yang relatif bebas dalam dunia sosialnya. Manusia secara individual adalah bebas, aktif, dan kreatif; begitu juga dalam hubungan antara individu dengan masyarakatnya. a. Teori Aksi (Action Theory) - Teori ini sepenuhnya mengikuti karya Weber. Pentingnya teori ini adalah pada perananya dalam mengembangkan teori interaksi simbolik dan teori fenomenologi. - Asumsi fundamental Teori Aksi (Hinkle) : (1) Tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subyek, dan dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai subyek; (2) Sebagai subyek, manusia bertindak untuk mencapai tujuan – tujuan tertentu; (3) Dalam bertindak manusia menggunakan : cara, teknik, prosedur, metode, serta perangat yang cocok untuk mencapai tujuan; (4) Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang tidak dapat diubah dengan sendirinya; (5) Manusia memilih, menilai, dan mengevaluasi terhadap tindakan yang akan, sedang , dan telah dilakukan; (6) Ukuran – ukuran, aturan – aturan, prinsip – prinsip moral diharapkan timbul pada saat pengambilan keputusan; (7) Studi antar hubungan sosial memerlukan pemakaian teknik penemuan yang bersifat subyektif, seperti metode verstehen, imajinasi. b. Teori Interaksionisme Simbolik - Substansi Teori Interaksionisme Simbolik : a. Kehidupan bermasyarakat terbentuk melalui proses interaksi dan komunikasi antar individu dan antar kelompok dengan menggunakan simbol – simbol yang dipahami maknanya melalui proses belajar. b. Tindakan itu merupakan hasil daripada proses interpretasi terhadap stimulus. c. Dengan kemampuan berpikir, manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan tindakan dan tujuan – tujuan yang hendak dicapai. - Substansi Teori Interaksionisme Simbolik (Arnold Rose) : Asumsi : (1) Manusia hidup dalam lingkungan simbol – simbol, dan manusia memberikan tanggapan terhadap simbol – simbol; (2) Melalui simbol – simbol manusia berkemampuan menstimulir orang lain; (3) Melalui komunikasi simbol – simbol dapat dipelajari sejumlah besar arti dan nilai nilai, dan karena itu dapat dipelajari cara – cara tindakan orang lain. Proposisi Umum (deduksi) I : “Dengan mempelajari kultur atau sub kultur, manusia mampu memprediksi tindakan antara sesamanya sepanjang waktu, dan mengeksploitasi tindakannya sendiri untuk memprediksi tindakan orang lain”. (4) Simbol, makna serta nilai – nilai yang berhubungan dengan mereka tidak hanya terpikirkan oleh mereka dalam bagian – bagian yang terpisah, tetapi selalu dalam bentuk kelompok yang luas dan kompleks. (5) Berpikir merupakan proses pencarian kemungkinan yang bersifat simbolis dan untuk mencapai tindakan – tindakan yang akan datang, menaksir keuntungan dan kerugian relatif menurut penilaian individual, dimana satu diantaranya dipilih untuk dilakukan. Proposisi Umum (deduksi) II : “Individu menentukan sendiri barang sesuatu yang bermakna bagi dirinya sendiri”. c. Teori Fenomenologi - Teori ini mempelajari bagaimana individu ikut dalam proses pembentukan dan pemeliharaan fakta sosial yang memaksa mereka. - Persoalan pokok yang akan diterangkan adalah, bagaimana kehidupan bermasyarakat itu dapat terbentuk. - Intersubyektivitas, bahwa kelompok – kelompok sosial saling menginterpretasikan tindakannya masing – masing dan pengalaman mereka juga diperoleh melalui cara yang sama, seperti yang dialami dalam interaksi secara individual. - 4 unsur pokok Teori Fenomenologi : (1) perhatian terhadap aktor; (2) memusatkan perhatian pada kenyataan yang penting, dan kepada sikap yang wajar atau alamiah; (3) memusatkan perhatian pada masalah makro; (4) memperhatikan pertumbuhan, perubahan, dan proses tindakan. - Tantangan ilmuwan sosial : memahami makna tindakan aktor yang ditujukan juga kepada dirinya. - Interaksi sosial, terjadi dan berlangsung melalui penafsiran dan pemahaman tindakan masing – masing, baik antar individu, maupun antar kelompok.