Vous êtes sur la page 1sur 29

1.

Asma
2. PPOK
3. Pneumothoraks
4. Atelektasis
5. Efusi Pleura Masif
6. Emfisema
7. Bronkiolitis
ASMA
= penyakit inflamasi kronik saluran napas yang
ditandai adanya mengi episodik, batuk, dan rasa
sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas
(Buku Pedoman Pengendalian Asma, Kemenkes RI)

= penyakit kronik yang ditandai dengan serangan


sesak dan wheezing berulang, yang tiap orang
bervariasi derajat berat dan frekuensinya (WHO)
Epidemiologi  Diperkirakan 235 juta orang menderita asma dan
merupakan penyakit umum pada anak-anak
 Kematian terkait asma paling banyak terjadi di
negara berpendapatan rendah dan menengah.
Berdasarkan WHO, ada 383.000 kematian akibat
asma pada 2015
 Hasil survei asma pada anak sekolah di beberapa
kota di Indonesia (Medan, Palembang, Bandung,
Semarang, Yogyakarta, dll) menunjukkan prevalensi
asma pada anak SD (6 – 12 tahun) berkisar 3,7 –
6,4%
Etiologi  Penyebab utamanya
belum diketahui
Faktor  Kombinasi
Risiko predisposisi genetik
dengan lingkungan
 inhalasi substansi
& partikel yang
memicu reaksi alergi
atau mengiritasi
saluran napas
Patofisiologi  Limitasi saluran napas
 Asma merupakan inflamasi kronik saluran
napas

©Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma di Indonesia, PDPI


Inflamasi Akut
Pencetus serangan asma disebabkan sejumlah faktor: alergen,
virus, iritan  menginduksi respons inflamasi akut  reaksi
asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma
tipe lambat
• Reaksi Asma Tipe Cepat  Alergen akan terikat pada IgE
yang menempel pada sel mast dan terjadi degranulasi sel
mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan
preformed mediator seperti histamin, protease dan newly
generated mediator seperti leukotrin, prostaglandin dan
PAF yang menyebabkan kontraksi otot polos bronkus,
sekresi mukus dan vasodilatasi
• Reaksi Fase Lambat  timbul antara 6-9 jam setelah
provokasi alergen dan melibatkan pengerahan serta aktivasi
eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan makrofag
Inflamasi Kronik
• Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada
inflamasi kronik
• Sel tersebut ialah: limfosit T, eosinofil,
makrofag , sel mast, sel epitel, fibroblast dan
otot polos bronkus
©Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma di Indonesia, PDPI
©Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma di Indonesia, PDPI
Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan
Gambaran Klinis (PDPI 2006)
Klasifikasi Berdasarkan Derajat Serangan (GINA 2006)
DIAGNOSIS Anamnesis, ditambah dengan pemeriksaan fisik dan pengukuran faal paru
terutama reversibiliti kelainan faal paru
Anamnesis Riwayat penyakit / gejala:
o Bersifat episodik, reversibel dengan atau tanpa pengobatan
o Batuk dan berdahak, sesak napas, rasa berat di dada
o Timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
o Diawali faktor pencetus yang bersifat individu
o Respons terhadap pemberian bronkodilator
Hal yang perlu dipertimbangkan:
o Riwayat keluarga (atopi)
o Riwayat alergi / atopi
o Penyakit lain yang memberatkan
o Perkembangan penyakit dan pengobatan
Pemeriksaan  Bervariasi  jadi bisa normal
Fisik  Paling sering ditemukan  mengi pada auskultasi
 Pada serangan: kontraksi otot polos saluran napas, edema & hipersekresi
dapat menyumbat saluran napas  me↑kan kerja pernapasan &
menimbulkan tanda klinis  sesak napas, mengi & hiperinflasi
 Serangan ringan  terdengar mengi saat ekspirasi paksa
 Serangan sangat berat  tidak terdengar mengi (silent chest), sianosis,
gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan penggunaan otot bantu
napas
Pemeriksaan  Uji Faal Paru (Spirometri)  menyamakan persepsi dokter dan
Penunjang penderita, dan parameter objektif menilai berat asma
Manfaat:
- Obstruksi jalan napas  VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai
prediksi
- Reversibiliti  perbaikan VEP1 ≥15% (spontan, setelah inhalasi
bronkodilator (uji bronkodilator), setelah pemberian bronkodilator
oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/
oral) 2 minggu) Menilai derajat berat asma
 Uji Provokasi Bronkus  gejala asma & uji faal paru normal,
mempunyai sensitivitas yang tinggi tetapi spesifitas rendah
 Skin Prick Test  atopi/tidak
Diagnosis Dewasa: Penyakit Paru Obstruksi Kronik, Bronkitis kronik, Gagal
Banding Jantung Kongestif, Batuk kronik akibat lain-lain, Disfungsi laring,
Obstruksi mekanis (misal tumor), Emboli Paru
Anak-anak: Benda asing di saluran napas, Laringotrakeomalasia,
Pembesaran kelenjar limfe, Tumor, Stenosis trakea, Bronkiolitis
Tatalaksana Mengontrol penyakit. Dikatakan terkontrol:
1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam
2. Tidak ada keterbatasan aktiviti termasuk exercise
3. Kebutuhan bronkodilator (agonis 2 kerja singkat) minimal
(idealnya tidak diperlukan)
4. Variasi harian APE kurang dari 20%
5. Nilai APE normal atau mendekati normal
6. Efek samping obat minimal (tidak ada)
7. Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat

7 komponen program penatalaksanaan asma:


1. Edukasi
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut
6. Kontrol secara teratur
7. Pola hidup sehat
Penatalaksanaan Asma Akut

Penatalaksanaan Asma Jangka Panjang


• Edukasi
• Obat asma (Pengontrol & Pelega): Inhalasi
kortikosteroid, β2 agonis kerja panjang,
Antileukotrien, Teofilin lepas lambat
• Menjaga kebugaran tubuh
Penatalaksanaan Asma Akut
Penatalaksanaan Serangan Asma Berdasarkan Berat
Serangan & Tempat Pengobatan
Obat Pengontrol Asma
Obat Pelega Asma
Pengobatan Berdasarkan Berat Asma
Komplikasi Pada kasus langka asma dapat menimbulkan:
• Pneumonia
• Kolaps paru
• Respiratory failure
• Status asthmaticus (serangan asma berat yang tidak
respon terhadap pengobatan)
Prognosis  Pada pasien dengan asma terkontrol dapat mengontrol
kondisi mereka jika bekerjasama dengan penyedia
layanan kesehatan dan mengikuti regimen pengobatan
 Penderita yang tidak mendapatkan pengobatan yang
sesuai dari penyedia layanan kesehatan kebanyakan
mengalami perburukan gejala
Pencegahan  Pencegahan primer  mencegah tersensitisasi dengan
zat yang menyebabkan asma
 Pencegahan sekunder  mencegah yang sudah
tersensitisasi untuk tidak berkembang menjadi asma
 Pencegahan tersier  mencegah agar tidak terjadi
serangan / bermanifestasi klinis asma pada penderita
yang sudah menderita asma
Referensi
• Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma di
Indonesia, PDPI (Persatuan Dokter Paru Indonesia)
• Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Asma,
Departemen Kesehatan RI 2009
• InfoDATIN, Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI
• WHO
• https://www.healthdirect.gov.au/complications-of-
asthma
• http://www.emedicinehealth.com/asthma/page10_e
m.htm

Vous aimerez peut-être aussi